Jumat, 25 Februari 2011

Akan Kami Jadikan PENDERITAAN Sebagai PUPUK

MAKIN TERANG BAGI KAMI

tempat pertemuan kami sempit
bola lampu kecil cahaya sedikit
tapi makin terang bagi kami
tangerang - solo - jakarta kawan kami

kami satu : buruh
kami punya tenaga

tempat pertemuan kami sempit
di langit bintang kelap-kelip
tapi makin terang bagi kami
banyak pemogokan di sanasini

tempat pertemuan kami sempit
tapi pikiran ini makin luas
makin terang bagi kami
kegelapan disibak tukar-pikiran

kami satu : buruh
kami punya tenaga

tempat pertemuan kami sempit
tanpa buah cuma kacang dan air putih
tapi makin terang bagi kami
kesadaran kami tumbuh menyirami

kami satu : buruh
kami punya tenaga
jika kami satu hati
kami tahu mesin berhenti
sebab kami adalah nyawa
yang menggerakkannya

Bandung 21 mei 1992

Bangsa Indonesia saat ini memperingati klimaks revolusi besar terbentuknya bangsa dan negara Indonesia yaitu Proklamasi Kemerdekaan bangsa Indonesia 17 Agustus 1945. Proklamasi Kemerdekaan ini senyawa dengan prolog peristiwa mahabesar ini yaitu pidato Sukarno pada tanggal 1 Juni 1945 di hadapan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang diucapkan dengan sangat lancar dan tanpa teks.

Pidato inilah yang dinamakan Pancasila dan kemudian disepakati oleh 62 tokoh-tokoh besar bangsa Indonesia menjadi dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Proklamasi Kemerdekaan ini juga senyawa dengan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 dan UUD NKRI yang diciptakan oleh BPUPKI dan disempurnakan dan disahkan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 dan 19 Agustus 1945.

Sedemikian cemerlangnya isi dari Pancasila itu yang juga menjadi philosofische grondslag (pandangan hidup bersama) bangsa Indonesia. Mohammad Hatta menyebutnya sebagai pidato Sukarno yang terbaik dari pidato-pidato yang telah diucapkannya. Mohammad Hatta sendiri adalah tokoh besar bangsa Indonesia sangat kritis yang dalam banyak hal selalu bertentangan dengan Sukarno. Akan tetapi sikap yang penuh kejujuranlah yang mendorong Mohammad Hatta untuk mengakui kecermerlangan pemikiran Sukarno.

Ketika rezim Soeharto berusaha melakukan proses desukanoisasi (penghancuran dan pembusukan peran Sukarno) dan mengkampanyekan bahwa bukan Sukarno akan tetapi Muhammad Yaminlah pencipta Pancasila, maka Guntur Sukarnaputra (putera sulung Sukarno) menemui Mohammad Hatta dan menanyakan siapakah sebenarnya pencipta Pancasila itu. Oleh Mohammad Hatta diserahkan surat yang dimasukkan ke dalam satu amplop surat dan dilem dengan kuat. Mohammad Hatta meminta agar amplop surat tersebut dibuka oleh Guntur Sukarnaputra persis ketika Mohammad Hatta wafat, dan syarat tersebut dipenuhi oleh Guntur Sukarnaputra dan terbacalah bahwa pencipta Pancasila itu adalah Sukarno.

Utang besar
Ketika menguraikan Pancasila, Sukarno mengutarakan dengan sangat jelas harga mati dari Indonesia yang merdeka itu yaitu bahwa Indonesia yang merdeka bukan satu negara untuk satu orang. Bukan negara untuk satu golongan walaupun golongan kaya. Kita mendirikan negara adalah semua buat semua, satu buat semua, semua buat satu.

Selanjutnya Indonesia yang merdeka itu bahwa kaum kapital merajalela tidak boleh terjadi, dan yang harus terjadi adalah semua rakyat Indonesia sejahtera. Semua cukup makan, cukup pakaian, dipangku oleh Ibu Pertiwi yang memberi sandang pangan yang cukup kepada seluruh rakyat Indonesia.

Di Indonesia yang merdeka itu, bahwa bukan hanya persamaan politik yang berlangsung tetapi di lapangan ekonomi harus tercipta persamaan artinya kesejahteraan bersama yang sebaik-baiknya. Dan di Indonesia yang merdeka mutlak harus berlaku prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, hikmah yang setinggi-tingginya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan kasih yang sebesar-besarnya kepada sesama manusia.

Sukarno menegaskan bahwa Pancasila itu adalah hidup bersama dengan gotong royong, satu usaha pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu binantu bersama, pemerasan keringat bersama, amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua, holopis kuntul baris buat kepentingan bersama.

Apa yang diutarakan dalam Pancasila itu ternyata tertuang penuh dalam Pembukaan UUD NKRI, terutama sangat-sangat jelas menjadi perintah yang diatur pada Pasal 1 ayat (2) : bahwa kedaulatan (kekuasaan) adalah di tangan rakyat; Pasal 27 ayat (1); Segala warga negara (berarti termasuk Presiden) bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya; (2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan; Pasal 33 (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan; (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat; Pasal 34: Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.

Demikianlah apa yang dialami oleh bagian terbanyak rakyat Indonesia dari sejak Proklamasi Kemerdekaan terutama pada saat-saat berlangsugnya demokrasi liberal serta ekonomi liberal sangat bertentangan dengan janji dan harga mati yang telah dikemukakan di depan. Politik telah sedemikian rupa didominasi oleh orang-orang kaya yang muncul menguasai lembaga eksekutif, legislatif, lembaga moneter, dan lembaga-lembaga lainnya. Rakyat menjadi alat saja di mana kendati demokrasi berlangsung akan tetapi kesejahteraan bagian terbanyak rakyat tetap tidak berobah. Kekayaan terkonsentrasi di tangan sekelompok kecil warga negara yang berprofesi pengusaha skala besar dan para pejabat tinggi negara di tingkat pusat yang kekayaannya berlimpah dan tetap meningkat milyaran dan puluhan milyar setiap tahunnya.

Kelompok kaya ini mempertontonkan kekayaannya dengan menempati rumah sangat mewah, menggelar pesta-pesta sangat mewah, mengenderai mobil-mobil mewah, dan kemewahan mencolok lainnya.

Pada sisi lain, bahwa warga Indonesia semakin banyak yang tersingkir, menjadi fakir miskin, dan anak-anak yang terlantar meningkat jumlahnya dari hari ke hari. Tokoh-tokoh yang dekat dengan pusat kekuasaan ternyata membelokkan pembangunan ekonomi yang berlawanan total dengan Pancasila, di mana para tokoh ini berusaha membangun perekonomian Indonesia sebagaimana diutarakan oleh Sukarno: pembangunan ekonomi kapitalis yang hanya ingin Indonesia merdeka, dan yang tidak mau merobah susunan masyarakat Indonesia merdeka itu, tidak sudi membangun kebersamaan. Mengapa kenyataan-kenyataan ini terjadi ?

Kekeliruan fatal
Perlu diutarakan bahwa garis demarkasi revolusi Indonesia adalah keadaan bagian terbanyak rakyat Indonesia ketika menjadi mangsa tuan tanahisme, ningrat totaliter, dan penjajahan yang terjadi pada masa sebelum Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Sukarno telah berulang-ulang berteriak sangat keras tentang ketidakadilan ekonomi. Adalah satu keanehan besar bila Sukarno berteriak padahal kekuasaan negara berada di tangannya.

Sebagaimana Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, serta tokoh-tokoh besar penganjur Bangsa Indonesia, Sukarno gagal mewujudkan janji revolusi, gagal total melunasi utang revolusi adalah oleh karena kegagalan para tokoh besar ini menyusun cetak biru cara-cara mewujudkan philosofische grondslag yang tercantum pada Pancasila, Piagam Jakarta 22 Juni 1945, Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, dan UUD NKRI hingga saat ini, di tahun 2011 indonesia masih kental dengan Monopoli Atas Kepemilikan Tanah dan Perampasan Tanah Kaum Tani.

Kemiskinan dan berbagai masalah lain yang menimpa kaum tani di Indonesia semuanya berpangkal pada adanya monopoli kepemilikan atas tanah oleh tuan tanah yang saat ini ada di Indonesia dengan berbagai bentuk. Akibatnya puluhan juta petani di Indonesia menjalani kehidupan sehari-hari yang pahit karena ketidakpunyaan tanah yang seharusnya sebagai sandaran hidupnya, selain itu praktek monopoli atas tanah juga telah merampas dan mengusir petani dari tanah-tanah miliknya dengan berbagai cara. Sementara peranan Negara untuk menyelesaikan monopoli atas tanah yang membunuh kaum tani tidaklah mampu di emban, bahkan Negara lewat aparaturnya dalam banyak kasus justru terlibat atas berbagai konflik agraria dan berhadapan dengan kaum tani yang mempertahankan tanahnya dari perampasan.

Jaminan penghidupan di desa yang tidak menentu mendorong terjadinya migrasi ke kota. Sempitnya lahan untuk produksi pertanian bisa ditemui hampir di pedesaan di seluruh Indonesia. Faktor penyebab utama adalah soal monopoli atas tanah dan tidak produktifnya kembali lahan produksi pertanian yang digarap oleh petani. Karenanya di desa kita sering jumpai

Padahal jika kita merunut pada lahirnya HTN dan disahkannya UUPA No 5 th 1960 semangat yang lahir adalah mengatasi ketimpangan kepemilikan atas tanah dan melikuidasi dualisme peraturan agraria yang ada saat itu yaitu UU Agraria 1870 warisan kolonial belanda dan hukum adat. UUPA 1960 adalah hukum nasional yang sejatinya bertujuan untuk pencapaian tatanan Agraria yang adil, terutama perlindungan hukum bagi buruh tani, tani miskin dan seluruh kaum tani di Indonesia. Maksud dan tujuan di berlakukannya UUPA 1960 antara lain seperti yang disampaikan oleh menteri Agraria RI saat itu Mr Sadjarwo di depan DPR GR dalam siding pleno 12 September 1960, yaitu:

1. untuk mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan rakyat tani yang berupa tanah, dengan maksud yang agar ada pembagian hasil yang adil pula, dengan merombak struktur pertanahan sama sekali secara revolusioner, guna meralisasikan keadilan sosial.

2. untuk melaksanakan prinsip : tanah untuk tani, agar tidak terjadi lagi tanah sebagai objek spekulasi dan objek (alat) pemerasan.

3. untuk memperluas dan memperkuat hak milik atas tanahbagi setiap warga Negara Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan yang berfungsi sosial. Suatu perlindungan bagi Privaat Bezit, yaitu hak milik sebagai hak yang terkuat, bersifat perseorangan dan turun menurun tetapi yang berfungsi sosial.

4. untuk mengakhiri system tuan tanah dan menghapuskan pemilikan dan penguasaan tanah secara besar-besaran dengan tak terbatas, dengan menyelenggarakan batas minimum dan maksimum untuk tiap keluarga. Sebagai kepala keluarga bisa seorang laki-laki maupun wanita.

5. untuk mendorong industri nasional dan mendorong terselenggaranya pertanian yang intensif secara gotong royong dalam bentuk koperasi dan bentuk gotong royong lainnya, untuk mancapai kesejahteraan yang merata dan adil di barengi system perkreditan yang ditujukan kepada golongan petani. (Sumber, Harsono Reforma Agraria Indonesia, 1970)

Namun UUPA 1960 hanya mampu dijalankan secara terbatas, itupun pada pemerintahan Soekarno, sehingga amanat UUPA 1960 tentang land reform tidak mampu dijalankan. Bahkan pasca pemerintahan Soekarno, yaitu Orde Baru sampai sekarang UUPA 1960 hanya di tempatkan sebagai produk hukum semata. Bahkan kecenderungan SBY-Boediono melihat UUPA 1960 sebagai salah satu produk perundangan yang tidak menguntungkan bagi investasi asing dan ada keinginan untuk menggantinya dengan UU yang jauh lebih permisif terhadap investasi imperialisme dengan menggodok RUU sumber Agraria.

Upaya Mendepak UUPA semakin Agresif setelah Pemerintahan SBY-Boediono menetapkan UU PM No 25 tahun 2007, yang secara komprehensif di peruntukkka sebagai Pelengkap dan Payung bagi UU No 18 tahun 2004 tentang perkebunan serta UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan. semua regulasi tersebut melapangkan secara Legal monopoli kepemilikan atas tanah dalam sekala luas.

Keadaan inilah yang kemudian memicu berbagai sengketa atau konflik Agraria yang melibatkan kaum tani, ironisnya yang di hadapi kaum tani dalam mepertahankan haknya sebagian besar melibatkan Negara dengan aparaturnya. Konflik dan sengketa Agraria di Indonesia adalah yang terbesar, sengketa agraria selalu terjadi dalam berbagai masa kepemimpinan berbagai rejim akan tetapi sebagian besar dari berbagai konflik tersebut tidaklah dimenangkan oleh kaum tani. pada tahun 2008 BPN mencatat 2.810 kasus sengketa Agraria skala besar dengan 332 kasus yang berpotensi besar berpotensi menjurus ke koflik dengan kekerasan, dimana dalam sejumlah peristiwa yang ada, kaum tani selalu menjadi pihak yang paling menanggung beban kerugian baik secara materil maupun non materiil. Banyak kalangan dari kaum tani yang ditahan, ditangkap, dipenjarakan, dan menerima serangkaian tindakan teror dan intimidasi.

Mahalnya harga kebutuhan sehari-hari, mahalnya biaya pendidikan, biaya kesehatan, dan tidak seimbangnya biaya produksi bagi petani dibandingkan dengan harga jualnya adalah hal nyata dampak dari sistem ekonomi neoliberal yang diterapkan di Indonesia saat ini. Buruh, petani, nelayan dan anak-anaknya yang masih sekolah/kuliah adalah korban pemiskinan secara terus menerus dan pemiskinan tersebut adalah akibat PENGHIANATAN pemerintahan nasional, yang lebih memilih tunduk kepada penjajah/para pemilik modal dibandingkan kepada rakyatnya.

Beratnya beban hidup buruh Indonesia untuk tahun 2007 sudah hampir jelas dengan hampir selesainya penetapan UMP/UMK diseluruh Indonesia, semua nilai UMP/UMK 2007 yang ditetapkan oleh pemerintah propinsi dan kota nilainya jauh dari harapan kaum buruh, terkubur sudah harapan untuk dapat hidup lebih baik dari tahun lalu. Tetapi hal tersebut telah meneguhkan iman perjuangan kaum buruh Indonesia, kesejahteraan dan massa depan kaum buruh dan rakyat mayoritas tidak dapat lagi digantungkan ditangan kaum yang otak dan hatinya dikuasai oleh setan uang!


Karena pemerintah nasional RI telah berkhianat pada cita-cita revolusi nasional 1945 dan telah dengan sengaja menyengsarakan rakyat Indonesia maka sudah menjadi tekat kami, kaum mayoritas dinegeri ini, untuk berjuang sekuat tenaga dan kemampuan kami untuk mem-PHK para penghianat itu, agar terwujud cita-cita sejati kemerdekaan nasional yaitu terwujudnya massa rakyat yang adil dan makmur!

Keyakinan kami saat ini adalah: kemiskinan mayoritas rakyat Indonesia hanya bisa diselesaikan bila pemerintahan nasional yang berkuasa menjalankan agenda-agenda kerakyatan, bukan agenda-agenda kaum penjajah. Agenda kerakyatan tersebut adalah: Pembangunan industrialisasi nasional, Nasionalisasi Pertambangan dan Aset Vital Nasional, Pemberantasan Korupsi dan Penolakan Pembayaran Utang.

Untuk mewujudkan terbentuknya pemerintahan nasional yang mengabdi dan mensejahterakan rakyat mayoritas maka kami akan melakukan aksi-aksi perjuangan bersama-sama dengan kawan-kawan dari tani, miskin kota, nelayan dan para mahasiswa/pelajar pemberani yang selama ini telah menjadi korban persekongkolan pemerintahan nasional dan kaum modal! DAN KAMI PASTI AKAN BANGKIT MEWUJUDKAN CITA-CITA SESUAI DENGAN PANCASILA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar