Minggu, 21 Agustus 2011

PERNYATAAN SIKAP SERIKAT TANI RIAU Nomor : 010/B.1-P/KPD-STR/VIII/2011

PERNYATAAN SIKAP
Nomor : 010/B.1-P/KPD-STR/VIII/2011



Assalammualaikum Wr. Wb

Salam Pembebasan!
Wakil Bupati Masrul Kasmy saat menerima pendemo mengatakan, Pemkab Meranti dengan tegas menolak aksi HTI yang dilakukan oleh beberapa perusahaan di Meranti. Dikatakannya juga, Bupati Meranti, Irwan juga telah melayangkan surat sikap Pemkab Meranti yang menolak HTI pada tanggal 3 Oktober 2010 lalu kepada pemerintah pusat melalui Gubernur.

“Sejak Meranti dipimpin oleh Penjabat (Pj) Bupati Meranti, Syamsuar sampai sekarang, Pemkab Meranti telah melayangkan surat pernyataan ketegasan menolak HTI di Meranti sebanyak dua kali,” tegas Masrul. Namun begitu, Wabup juga mengajak pihak pengunjuk rasa secara bersama-sama untuk mendatangi pusat untuk meminta SK HTI di Meranti dilakukan peninjauan ulang.

Pemkab Meranti janji Masrul, akan membentuk tim gabungan untuk kembali menyelesaikan permasalahan itu ke provinsi dan kepusat. Kalau mau mari kita secara bersama untuk mendatangi pusat dan meminta untuk dilakukan peninjauan ulang,” ujar Masrul. Sumber; Harian Umum Haluan Riau 12 October 2010

Hutan Riau Di Titik Nadir


Sabtu, 2 Januari 2010
(Berita Daerah - Sumatra) - Seorang pengendara motor melewati deretan truk besar yang mengangkut ratusan kayu bulat di jalan lintas timur Sumatra di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, belum lama ini. Pengendara itu terlihat sangat kerdil, bahkan kedua tangannya diyakini tak cukup besar untuk memeluk sebatang kayu yang ada di truk tersebut. "Truk yang melintas sekarang ini lebih banyak mengangkut kayu dari hutan. Saya sudah lama tak melihat lagi truk mengangkut kayu sebesar itu sejak masa `illegal logging` di Riau tahun 2005," kata si pengendara itu, sambil menggeleng-gelengkan kepala karena takjub melihat deretan truk kayu itu.

Titik awal karut-marutnya sektor kehutanan di Riau bisa ditarik mundur ke akhir 2008. Brigjen Hadiatmoko, selaku Kapolda Riau waktu itu, menghentikan proses penyidikan (SP3) terhadap kasus pembalakan liar yang melibatkan perusahaan besar. Alhasil, 13 perusahaan yang diduga terlibat lolos dari jerat hukum. Perang terhadap pembalakan liar, yang selama dua tahun dirintis oleh Kapolda Riau semasa Brigjen Sutjiptadi, seakan menguap tanpa hasil akhir. Kejadian tersebut membawa nasib hutan Riau pada 2009 seakan berada di titik nadir, yang menunjukkan bagaimana pengelolaan sektor kehutanan di Indonesia sangat sarat kontroversi dan masih jauh dari prinsip pembangunan yang berkelanjutan.

Khusus untuk Riau, pengelolaan sektor kehutanan juga mengalami kemunduran terparah yang pernah terjadi sejak era desentralisasi. Dalam kurun waktu 10 bulan sejak Maret lalu, sekitar 318.360 hektare (ha) hutan alam di Provinsi Riau berubah fungsi menjadi kebun akasia untuk hutan tanaman industri (HTI). Jumlah tersebut melampaui perkiraan para pegiat lingkungan mengenai luasan hutan di Riau yang hilang tiap tahun, yakni sekitar 160 ribu ha. Ironisnya, alih fungsi hutan besar-besaran tersebut mendapat legitimasi dari Departemen Kehutanan (Dephut).

Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Riau, alih fungsi ratusan ribu hektare hutan alam tersebut berlandaskan pada 24 Rencana Kerja Tahunan (RKT) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) pada tahun 2009. Potensi kayu yang berada di areal RKT hutan alam tersebut sangat besar karena mencapai 12,28 juta meter kubik. RKT untuk perusahaan tersebut dikeluarkan oleh Dephut di akhir masa jabatan Malem Sambat Kaban, bekas Menteri Kehutanan di kabinet Indonesia Bersatu (2004-2009).

Pada 1986, total luas hutan alam Riau mencapai 4,6 juta ha. Namun ketika Dinas Kehutanan Riau melakukan penghitungan kembali pada 2005, sedikitnya 1,5 juta ha hutan alam sudah gundul karena perambahan.

Luas hutan Riau yang sebelumnya mencapai 4,6 juta hektare itu, belum dikurangi dengan pembukaan konsesi untuk 66 perusahaan pemegang HTI seluas 1,74 juta ha, dan 11 perusahaan pemegang HPH seluas 674.557 ha.

Selain itu, masih ada lagi pembebasan lahan pinjam pakai untuk kepentingan industri. Dengan demikian, sisa hutan alam di Riau kini diperkirakan kurang dari dua juta ha. Namun, kondisi itu kemungkinan makin menciut karena belum termasuk dari pengurangan yang diakibatkan penerbitan RKT tahun ini.

Kontroversi

Secara keseluruhan, Dephut telah menerbitkan 30 RKT pada tahun ini untuk menebang sekitar 23 juta meter kubik kayu, baik dari hutan alam dan kayu akasia dari hutan tanaman industri. Jumlah tersebut menimbulkan pertanyaan karena kebutuhan untuk bahan baku dua perusahaan bubur kertas di Riau, yakni PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dan PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP), hanya sekitar 16 juta meter kubik. Kebutuhan kayu untuk keperluan lain misalnya untuk kebutuhan pabrik industri kayu lapis di Riau diperkirakan hanya sekitar dua juta meter kubik. Berarti masih ada kelebihan sekitar lima juta meter kubik yang tidak jelas peruntukannya.

Kepala Dinas Kehutanan Riau Zulkifli Yusuf mengatakan pihaknya tidak bisa berbuat banyak untuk mengontrol laju kerusakan hutan alam tersebut. Sebabnya, Dephut kini mengambil alih kewenangan untuk dapat menerbitkan RKT meski tanpa disetujui Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau selaku perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah.

"Saya tidak pernah mengeluarkan RKT di hutan alam," katanya.

Menurut dia, penerbitan izin RKT kini tidak lagi wajib ditandatangani oleh Kepala Dinas Kehutanan Riau seperti sebelumnya karena bisa diambil alih oleh Dirjen Bina Produksi Departemen Kehutanan, setelah terbitnya Permenhut P.14/Menhut-II/2009.

Peraturan tersebut merupakan revisi dari Kepmenhut No P.62/2008 tentang Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan, yang membuat pengelolaan hutan kembali dipegang penuh pemerintah pusat.

Zulkifli Yusuf tidak memungkiri bahwa peraturan tersebut dikeluarkan Dephut karena dirinya tak kunjung menerbitkan RKT di Riau setelah adanya SP3 kasus pembalakan liar pada akhir tahun 2008. Sejak kasus pembalakan liar mencuat sekitar tahun 2007, Dinas Kehutanan Riau memang menghentikan pemberian izin RKT untuk perusahaan.

Namun, ia beralasan hal itu dilakukannya karena masih ada puluhan izin HTI yang bermasalah karena berada di kawasan yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Bahkan, ada juga konsesi HTI yang tumpang tindih dengan kawasan konservasi alam.

Salah satu izin bermasalah seperti yang ada di areal perluasan PT RAPP. Menurut Zulkifli, kawasan RAPP tumpang tindih dengan lima kawasan konservasi antara lain Suaka Margasatwa (SM) Rimbang Baling, SM Tasik Pulau Padang, SM Danau Pulau Besar, dan Taman Nasional Tesso Nilo.

Luas areal perluasan PT RAPP di dalam izin disebutkan 350 ribu ha dari semula 235 ribu ha. Namun, setelah diukur di lapangan oleh Dinas Kehutanan Riau, total luas ternyata berlebih karena mencapai 357 ribu hektar.

Yang menjadi masalah lain karena sebagian areal perluasan PT RAPP masuk ke wilayah Kabupaten Indragiri Hulu. Menurut Zulkifli, pemerintah setempat tidak memberikan rekomendasi untuk termasuk dalam areal pencadangan.

Selain itu, lebih dari 20.000 ha areal merupakan kawasan hutan produksi konversi yang tak boleh dijadikan kawasan HTI sebelum ada perubahan peruntukan.

Ia mengaku tidak mau mengambil risiko yang dapat membuatnya tersangkut masalah hukum di kemudian hari. Apalagi, telah ada tiga mantan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau yang kini berstatus sebagai tersangka karena tersandung kasus pelepasan kawasan hutan untuk HTI. "Tapi kalau ini sudah keputusan pusat, apa daya saya?" katanya. Menuai Protes Kebijakan pelepasan hutan alam yang kontroversial itu akhirnya menimbulkan serangkaian aksi protes.

Apakah dari sekian banyak pandangan baik dari Pejabat Pemerintah yang ada di Darerah dan Provinsi bahkan Pusat dan Tokoh Masyarakat yang menyatakan bahwa permasalahan HTI PT SRL dan PT LUM, serta HTR PT RAPP di Pulau Rangsang setelah ditinjau langsung ke lapangan, ternyata memang tidak layak, dan harus di hentikan dengan cepat ini. Hanya di anggap Ocehan Burung Beo oleh Ir Zulkifli Hasan Selaku Menteri Kehutanan Republik Indonesia?


Teriring salam semoga kita tetap konsisten digaris massa rakyat melawan dominasi Imperialisme-Neoliberalisme dan kaki tangannya didalam negeri.

Perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kedaulatan politik dan kemandirian ekonomi sejak pra kemerdekaan sampai saat ini masih menghadapi musuh yang sama yakni penjajahan modal oleh kaum Imperialisme-Neoliberalisme yang bersekutu dengan pemerintahan didalam negeri. Meskipun Kapitalisme telah terbukti gagal mensejahterakan mayoritas rakyat serta menuliskan sejarah suram dalam lembar sejarah peradaban masyarakat manusia, namun pemerintahan kaki tangannya didalam negeri tetap setia mengabdi untuk kepentingan tuan modalnya sehingga di terbitkanya SK 327 Menhut 2009 Tanggal 12 Juni yang menjadi landasan PT.Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) untuk tetap memaksakan kehendaknya di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti Riau.

Konflik berkepanjangan di Pulau Padang yang meliputi 14 desa dipicu oleh keluarnya ijin perusahan hutan tanaman industry PT. RAPP tanggal 12 Juni 2009 melalui surat keputusan Menteri Kehutanan seluas 350.165 hektar, dimana yang masuk di Pulau Padang seluas 41.205 hektar. Izin yang di keluarkan semasa MS Kaban dengan No. 327/Menhut-II/2009 itu telah terbukti sebagian besar tumpang tindih dengan tanah-tanah yang sudah menjadi hak masyarakat local, baik berupa perkebunan karet, sagu, maupun areal perladangan dan eks perladanangan dan perkebunan masyarakat. Memasuki 11 (Sebelas) kali Serikat Tani Riau bersama masyarakat pulau padang melakukan Aksi Mobilisasi Massa Menuntut Pencabutan – Minimal Tinjau Ulang SK 327 Menhut Tahun 2009 dan Penghentian Seluruh Operasional HTI Di Kabupaten Kepulauan Meranti, namun PT. RAPP di pulau padang tetap memaksakan kehendak untuk tetap beroperasi dengan memasukkan 2 unit alat berat pada Minggu tanggal 27 Maret 2011 lalu di Tanjung Padang tanpa mendengarkan keberatan masyarakat. Penolakan besaran-besaran masyarakat melalui demonstrasipun terjadi hingga ke Jakarta mendatangi Menteri Kehutanan Ir Zulkifli Hasan.

Mencekamnya situasi di daerah tanah gambut pulau padang dalam kurun waktu 2 bulan terakhir ini tidak terlepas dari Konflik kelompok masyarakat sipil "melawan" dua kekuatan lain di masyarakat, yakni: sektor bisnis (PT.RAPP) dan/atau Negara, ini lah yang sedang terjadi di Pulau Padang. Dan tentunya ini permasalahan yang bermula dari rapuhnya pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960, hingga kepada pemberian tanpa batas hak pengelolaan lahan dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya kepada pemilik modal atau kasarnya, Negara tidak mampu menegaskan batas maksimal penguasaan lahan – tanah–yang boleh di kuasai atau di kelola.

Kini Kebobrokan PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dalam melakukan aktifitas pebangunan Hutan Tanaman Industri HTI di pulau padang mulai terkuak. Hal inilah sebenarnya menjadi punca dan penyebab dari timbulnya Insiden-insiden terhadap operasional PT. RAPP di Pulau Padang.

Media Relations RAPP.Salomo Sitohang, dalam rilis pers mengatakan insiden terhadap operasional RAPP kerap terjadi di Pulau Padang, menurut dia, telah terjadi tiga insiden dalam dua bulan terakhir yang telah mengakibatkan kerusakan peralatan milik kontraktor RAPP di Pulau Padang. Sebelumnya, pembakaran dua alat berat juga telah terjadi di Sungai Hiu, Pulau Padang pada tanggal 30 mei 2011. Impormasi yang kami himpun di daerah pulau padang dari pihak kepolisian di daerah Sungai Kuat juga terjadi hal yang sama seperti di sungai Hiu yaitu pembakaran alat berat milik perusahaan milik Taipan Sukanto Tanoto dibawah bendera Asia Pacific Resource International Limited (APRIL). Selain dua kejadian diatas, pembakaran alat berat dan tewasnya seorang operator alat berat dengan nama Chaidir berusia 32 tahun pada Rabu tanggal 13 juli 2011 merupakan kejadian yang sangat tragis. Chaidir adalah pegawai PT Sarindo, kontraktor dari RAPP yang bekerja di konsesi hutan tanaman industri (HTI) di area perusahaan bubur kertas PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di daerah Sei Kuat, Pulau Padang, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Menurut Serikat Tani Riau. Insiden yang terjadi dalam beberapa waktu belakangan ini adalah sebagai sebuah akibat dari gerak anarki modal yang tidak memperdulikan beberapa hal penting dari aspirasi Rakyat. Kosekuensi yang berdampak kepada penderitaan rakyat yang akan berkepanjangan nantinya, besar kemungkinan menjadi pemicu dari insiden-insiden yang terjadi di pulau padang saat ini, apalagi tindakan-tindakan seperti ini juga menjadi gembaran bahwa tingkat krisis kepercayaan Rakyat terhadap para Pengambil Kebijakan di Tingkat Kepemerintahan mulai dari Daerah hingga tingkat Nasional sudah semakn meninggi sehingga tidak adalagi ketergantungan harapan rakyat terhadap Pejabat Tinggi Negara dalam menyelesaikan persoalan mereka.

Kenyataan yang terungkap dalam rapat koordinasi antara Kepala Desa Kecamatan Merbau dengan pihak Dinas Kehutanan yang langsung dipimpin Kadishut Ir Mamun Murod MM serta dihadiri Camat Merbau Drs Duriat serta Ketua Komisi II DPRD Meranti Ruby Handoko, pada hari Senin tanggal 25 Juni 2011 adalah merupakan wujud nyata dari PENGGUSURAN DAN PERAMPASAN TANAH ATAS NAMA PEMBANGUNAN. Saat berlangsungnya rapat koordinasi tersebut, Kepala Desa Lukit Jumilan telah mengakui pihak PT. RAPP tidak pernah berkoordinasi sebelum melakukan pembukaan lahan di Desa Lukit.

Menurut Kades Jumilan, kalau pihak RAPP terus bersikap arogan seperti ini, jelas akan semakin mempersulit keadaan. Luas hamparan lahan milik masyarakat yang akan masuk dalam konsesi HTI RAPP akan semakin luas. Untuk itu, masyarakat Desa Lukit berharap agar Pemkab Kepulauan Meranti mendesak RAPP untuk menghentikan aktifitas pembukaan lahan di Desa Lukit, sebelum jelas titik batas wilayah HTI dengan lahan masyarakat. Dan Pemkab Meranti juga harus tegas kepada RAPP untuk segera menyetop aktifitas perusahaan di Lukit sampai ada kejelasan persoalan konflik lahan.
Begitu juga Kades Tanjung Padang mengungkapkan, Kita minta agar Pemkab Meranti mengambil sikap tegas kepada RAPP untuk menyetop aktifitasnya di Desa Tanjung Padang, sampai ada kejelasan titik tapal batasnya. Dan masyarakat menolak rencana RAPP untuk membangun kanal dengan lebar 5-6 meter dengan kedalaman 3 meter tembus ke laut. Kalau ini terjadi, kami khawatir kalau ini dibiarkan Pulau Padang akan tenggelam.

Tindakan biadap PT.RAPP yang telah meluluh lantakkan ratusan hektar lahan milik masyarakat desa lukit serta melanggar lahan masyarakat tanjung padang dalam membangun jalan koridor tanpa pernah berkoordinasi dengan Pemerintahan Desa dan Kecamatan Merbau dalam melakukan Operasionalnya, menurut Serkat Tani Riau sudah cukup membuktikan bahwa beberapa hal yang menjadi catatan sejarah hitam kaum tani di Kabupaten-kabupaten lain di Propinsi Riau, yang mengalami konflik agraria berdampak dengan perampasan tanah rakyat yang hingga saat ini belum terselesaikan, akhirnya sudah mulai terjadi di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti.

Konflik ini terjadi sabagai dampak dari tidak adanya Tapal Batas yang jelas serta banyaknya Tanah Garapan Rakyat secara terpaksa harus di akui telah di tindih oleh HPH/HTI PT.RAPP. hal ini sudah kami ingatkan dari awal, jauh sebelum PT.RAPP Memaksakan Kehendak Untuk Beroperasional Di Pulau Padang. Pernyataan Jumilan, Kepala Desa Lukit, dan Abu Sofian sebagai Kepala Desa Tanjung Padang Kecamatan Merbau di dalam rapat koordinasi tersebut, bukanlah sesuatu hal yang terlambat menurut kami.

Serikat Tani Riau berpendapat, Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) di wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti oleh pemerintah kepada PT.RAPP tidak memiliki alasan yang kuat. Menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, serta mendatangkan devisa bagi Negara itu semua tidak berarti bagi Rakyat di kabupaten ini.Kami Serikat Tani Riau dan masyarakat pulau padang sangat mengetahui alasan kelasik pihak perusahaan nantinya. Sesuai izin yang diberikan pemerintah, di lokasi ini PT.RAPP hanya diberi kewenangan atas pengelolaan kawasan hutan, bukan untuk memilikinya.“Tanah itu milik negara, bukan milik perusahaan yang mengantongi izin Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dari pemerintah,” Rakyat sudah sangat mengerti dalil-dalil busuk ini. Dan Serikat Tani Riau telah mengintruksikan secara tegas kepada seluruh anggota untuk melakukan PELANGNISASI pada tanggal 08-11-2010 yang lalu secara serentak di masing-masing tanah yang kita miliki.

Arahan kerja ini di keluarkan sebagai tahapan awal untuk meminimalisir terjadinya sengketa tanah antara masyarakat penggarap dengan pihak perusahaan PT.RAPP menjelang terbentuknya TIM TERPADU Kabupaten Kepulauan Meranti yang nantinya akan melakukan Pemetaan Ulang (MEPING) terhadap: Areal HPH/HTI PT.RAPP. Tetapi sejarah telah mencatat sedikitpun Pemerintah Di Tingkatan Daerah Tidak Punya Nyali Untuk Menegaskan Kepada PT.RAPP untuk terlebih dahulu melakukan (MAPING) tersebut bahkan hingga detik ini sehingga menimbulkan dampak yang sebagaimana telah diungkapkan Kepala Desa Tanjung Padang dan Kepala Desa Lukit Kecamatan Merbau,
Abu Sofian Kepala Desa Tanjung Padang. Menurutnya, kebijakan pihak RAPP membangun jalan koridor tanpa pernah melakukan koordinasi dengan pemerintah desa. Akibatnya, banyak lahan milik warga yang dilanggar jalan koridor oleh RAPP. Dan yang dicemaskan masyarakat sekarang ini, tidak ada titik tapal batas yang jelas sampai dimana lahan HTI di Desa Tanjung Padang.

Jumilan Kepala Desa Lukit, mengungkapkan “Dengan berbekal surat rekomendasi izin dari Menhut, RAPP langsung menggarap lahan di Desa Lukit”. Akibatnya, ratusan hektar lahan milik masyarakat ikut luluh lantak. Masyarakat para pemilik lahan sempat kebingungan, karena lahan mereka sudah rata dan tak lagi jelas mana tapal batasnya. Dan ketika masyarakat melakukan komplain ke RAPP, alasanya sudah ada izin dari Menhut.

1 tahun perjuangan Serikat Tani Riau dalam memenangkan konflik agraria untuk masyarakat pulau padang di Riau setidaknya telah membuktikan kepada sekalian rakyat yang menyaksikan, bahwa pemerintahan kabupaten kepulauan meranti benar-benar tidak mempunyai konsep penyelesaian konflik yang menguntungkan rakyat. Yang ada malahan kepengecutannya terhadap kaum pemilik modal besar, maka pantaslah dia disebut dengan kakitangan - antek - imperialisme neoliberal dalam negeri.

Perjuangan landreform masyarakat pulau padang dalam konflik agraria dengan PT. RAPP patut diapresiasi sebagai bentuk anti-tesa terhadap praktek monopoli tanah yang berlangsung di Indonesia, negeri setengah jajahan setengah feodal menurut Serikat Tani Riau.

Serikat Tani Riau menilai pemerintah pusat, Khususnya Ir Zukifli Hasan selaku Menhut dan Dirjen Kehutanan Republic Indonesia, terlalu lamban dan kurang tegas dalam menyikapi tuntutan masyarakat kabupaten kepulauan meranti, lamban dalam mengakomodir keinginan masyarakat yang ada di daerah, Hal ini di buktikan dengan tidak adanya respon nyata dari pemerintah pusat atas keresahan masyarakat di kabupaten kepulauan meranti terkait akan beroperasinya PT RAPP di pulau padang kecamatan merbau meski telah mendapatkan Rekomendasi Komnas Ham yaitu tanggal 29 April 2011 Prihal Penghentikan Kegiatan Operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh pihak masyarakat dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti.

Serikat Tani Riau menegaskan bahwa penolakan rakyat Pulau Padang atas beroperasinya PT.RAPP bukan hanya karena sebagian tanah dan tanaman rakyat masuk dalam areal konsesi perusahaan, tetapi karena sebuah persoalan yang lebih besar, yaitu ancaman kerusakan lingkungan. Untuk itu pada Tanggal 1-2 februari 2011, sebanyak 3000 orang Masyarakat telah mendatangi Kantor Bupati Kepulauan Meranti dan menginap guna menuntut Pencabutan Izin PT. RAPP, SK No. 327 Menhut 2009, dan menyerahkan Petisi Penolakan Masyarakat terhadap Rencana Operasional PT. RAPP di Pulau Padang PT. SRL di rangsang dan PT. LUM di Tebing Tinggi kepada Pemerintah Kabupaten yang di wakili oleh asisten I Ikhwani.

Apalagi saat ini telah di ketahui, dari Areal Konsessi PT.RAPP yang mencapai 41.205 hektar, Lebih kurang seluas 25 ribu hektarenya di Kecamatan Merbau terdapat kubah gambut dengan kedalaman mencapai 8 meter yang berpotensi besar menghasilkan karbon REDD plus. Dimana kita paham dengan adanya gambut itu, merupakan potensi menjadi suatu program yang diberikan insentif oleh lembaga donor dunia yang pusatnya berada di Kota Paris, negara Prancis.

Apa yang menjadi pertimbangan Serikat Tani Riau bersama masyarakat Pulau Padang tentang kerusakan lingkungan tentunya sudah searah dengan pandangan Ketua Komisi I DPRD Riau Bagus Santoso dan Wakil Ketua Komisi II DPRD Riau Zulfan Heri yang kami kutip dari Sumber : Pratamafm.com

Dimana menurut Bagus Santoso Tiga titik pulau di Meranti, masing-masing Pulau Padang, Pulau Merbau dan Pulau Ransang, terus menyusut luas daratannya akibat diterjang abrasi sepanjang tahun. Akibatnya, tidak saja ribuan hektar kebun dan ratusan rumah penduduk ke laut, titik kordinat terluar wilayah NKRI di Kabupaten Kepulaun Meranti turut bergeser. Tentunya Hal ini sangat mencemaskan, bahwa akan merugkan posisi NKRI secara politik dan keamanan, karena ketiga pulau ini berbatasan lansung dengan pariran Selat Melaka yang menjadi pembatas dengan negara Malaysia. Abrasi yang selama ini terjadi saja sudah menyebabkan ribuan hektar kebun milik masyarakat terjun ke laut.

Bahkan abrasi juga mengancam kawasan pemukiman masyarakat, akibatnya, tidak hanya luas daratan yang menyusut. Masyarakat di sejumlah desa di pulau Ransang misalnya harus menderita kerugian. Ribuan hektar kebun kelapa dan karet yang runtuh kelaut dan ratusan rumah ikut hancur. Untuk itu pemerintah pusat harus segera mengalokasikan anggaran penyelamatan pulau-pulau terluar di Kabupaten Kepulauan Meranti tersebut. ''Kalau langkah ini lambat diambil, dihawatirkan akan semakin memperburuk situasi dan menngancam posisi NKRI dari sisi politik dan keamanan," Menurut Bagus.

Mau tidak mau, pemerintah pusat harus menjadikan fenomena ini sebagai perhatian serius yang harus segera ditindak lanjuti. Kalau harus dibebankan ke pemerintah daerah Meranti, jelas tidak akan mampu. Program penyelematan Pulau Ransang perlu dana yang sangat besar.

Hal senada juga diungkapkan Wakil Ketua Komisi II DPRD Riau Zulfan Heri. Menurut Zulfan Heri, abrasi yang menghantam di pulau Ransang benar-benar cukup menghawatirkan. Setiap tahunnya ratusan meter luas daratan pulau terluar tersebut jatuh ke laut. Kondisi ini terjadi di beberapa titik, mulai dari Kecamatan Ransang hingga Kecamatan Ransang Barat. Karena itulah Serikat Tani Riau Kabupaten Kepulauan Meranti menganggap pemberian sagu hati oleh PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) kepada 24 orang warga Pulau Padang tidak menyelesaikan persoalan.

Kami dari Serikat Tani Riau secara tegas menolak keberadaan perusahaan HTI PT.RAPP tersebut secara logis dan Ilmiah, dan tentunya Organisasi akan bertanggung jawab penuh terhadap pengamanan Aset-aset dan Tanah-tanah anggota kami dan tidak akan membiarkan penenggelaman Pulau Padang terjadi oleh operasional Prusahaan HTI PT.RAPP hanya di sebabkan adanya praktek-praktek mafia tanah yang hanya berkiblat kepada keuntungan sesaat, lalu menjadi poin untuk di ambil suaranya oleh pemerintah sebagai anak asli tempatan pulau padang, sedangkan yang menolak atau kontra terhadap operasional HTI di anggap sebagai pendatang, sebagaimana yang kami terima di jakarta saat kami ke jakarta dalam aksi mogok makan bersama 46 Petani Pulau Padang. Jika demikian kelihatanya kasus Pulau Padang telah senada dengan sejarah, banyak tercatat bahwa peperangan antar suku dalam negara dan peperangan antar negara di dunia ini umumnya dikarenakan perebutan kekuasaan atas sumber daya alam ( Hutan, Tambang, Air dan Lahan).

Karena sumber daya alam (SDA) tersebut merupakan sumber daya alam yang di perebutkan, maka sejarah mencatat penguasa dan pemerintah sangat berkepentingan dengan SDA yang di miliki oleh sebuah negara. Dengan demikian bukanlah sesuatu yang sangat menakjubkan ketika pengambil kebijakan atau pemerintah di dalam sebuah Negara mendeklarasikan bahwa semua SDA yang ada di Negara tersebut di kuasai oleh Negara. Sebab Negara memiliki kepentingan maha hebat terhadap sumber daya alam tersebut, khususnya menjadikannya sebagai ‘mesin politik’ dan ‘mesin uang’ bagi golongan yang berkuasa. Golongan yang berkuasa yang memerintah biasanya selalu membawa jargon bahwa sumber daya alam (SDA) untuk semua masyarakat, tetapi dalam praktik-praktik bisnis dan pemenfaatan SDA tersebut selalu lebih menguntungkan golongan dan kelompoknya sendiri. Di sinilah sesungguhnya dasar-dasar ketidakadilan pemenfaatan SDA berupa hutan berakar, dan ekonomi politik kekuasaan negaralah yang sesungguhnya telah memanipulasi semua model-model pengelolaan SDA hutan di dunia, Indonesia adalah bagian dari sekenario global yang mana SDA hutanya telah terekploitasi sejak zaman kolonial (penjajahan) hingga abad melinium ini.

Perspektif pemikiran yang melatarbelakangi konsep dan pelaksanaan pengelolaan serta pemanfaatan hutan di Indonesia adalah adalah perspektif Negara, dimana PEMERINTAH MENJADI PEMAIN TUNGGAL DALAM MENETAPKAN dan MENGATUR PEMANFAATAN DAN PERUNTUKAN SUMBER DAYA HUTAN, kepada siapa hutan tersebut di serahkan untuk di manfaatkan sangat di pengaruhi oleh KEPENTINGAN dan TAWAR-MENAWAR POLITIK PENGUASA dan PERAKTISI BISNIS. Kenyataan ini di perparah lagi oleh peta politik yang paling khas pada saat ini adalah terjadinya perpindahan kekuasaan politik dan pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi, artinya sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat di serahkan kepada pemerintah otonom kabupaten dan kota. Dari sini, beragam penyimpangan pun ditengarai terjadi, hinggalah Pemerintah bersama-sama perusahaan akan memaksakan kehendaknya terhadap Rakyat.

Menagih Komitmen Menhut Soal Lingkungan


Serikat Tani Riau bersama masyarakat pulau padang kami saat ini menagih komitmen Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan terkait sejumlah pernyataannya di media massa, bahwa masyarakat harus menjaga kawasan hutan sebagai upaya pelestarian lingkungan.

Sudah terlalu banyak pandangan baik dari Pejabat Pemerintah yang ada di Darerah dan Provinsi bahkan Pusat dan Tokoh Masyarakat yang menyatakan bahwa permasalahan HTI PT SRL dan PT LUM, serta HTR PT RAPP di Pulau Rangsang setelah ditinjau langsung ke lapangan, ternyata memang tidak layak, dan harus di hentikan dengan cepat. Seperti;

• Zulkifli Yusuf Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau Tahun 2009,
• Pj. Bupati Kepulauan Meranti,
• DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti,
• Bupati Kepulauan Meranti,
• H Muhamad Adil (anggota Komisi I DPRD
Kabupaten Kepulauan Meranti) Politisi Partai HANURA,

• Mantan Gubernur Riau Wan Abu Bakar (Partai PPP),
• Instiawati Ayus, (Anggota DPD- RI asal pemilihan Riau),
• Zulfan Heri (anggota Komisi B DPRD Propinsi Riau),
• Zulkarnain Nurdin SH MH (anggota DPRD Riau Dapil Dumai Bengkalis)
merupakan Politisi Partai PBB,
• Bagus Santoso (Ketua komisi A DPRD Riau) merupakan Politisi Partai PAN,
• H Zukri (Anggota DPRD Riau) Politisi Partai PDIP,


Direktorat Jenderal Bina Usaha kehutanan tertanda Direktur jenderal Imam Santoso, dengan Surat No. S.1055/VI-BPHT/2010 pada tanggal 3 November 2010 yang merupakan surat balasan Dari permohonan Peninjauan Ulang IUPHHK-HTI PT. LUM, PT. SRL dan PT. RAPP terkait dengan penolakan HTI yang dilakukan oleh masyarakat mengatakan Dalam rangka mengakomodir aspirasi masyarakat dan peningkatan kesejahtraan masyarakat asli setempat dapat dilaksanakan melalui pola kemitraan dalam pengelolaan tanaman kehidupan. Jawaban ini sangat TIDAK MENGAKOMODIR Aspirasi masyarakat secara Objektif dan Ilmiah sesuai Fakta di lapangan.


Serikat Tani Riau mempertanyakan dengan tegas laporan apa lagi yang di tunggu oleh Zulkifli Hasan? Bukankah sudah sangat jelas, Bahwa

1. Empat Pulau di Riau Terancam Tenggelam. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau Hariansyah Usman kepada Antara di Pekanbaru, Rabu. mengatakan Empat pulau tersebut berada di dua kabupaten yakni Kabupaten Bengkalis dan Meranti. Tiga pulau yang berada di Kabupaten Meranti yaitu Pulau Rangsang, Tebing Tinggi dan Pulau Padang, sedangkan satu pulau di Bengkalis adalah Pulau Rupat.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Zulkifli Yusuf mengatakan izin tebang perusahaan industri kehutanan di Riau seluruhnya diambil alih oleh Departemen Kehutanan. Izin tebang untuk tiga perusahaan yang beroperasi di pulau tersebut diterbitkan pada 2009, kecuali untuk Pulau Padang yang baru masuk dalam kawasan perluasan PT RAPP pada 2009 .Sumber; REPUBLIKA Online 6 Januari 2010.
SK Menhut Soal Perluasan HTI PT RAPP Dinilai Bermasalah
Chaidir Anwar Tanjung - detikNews

Jakarta - SK Menhut atas dikeluarkannya izin perluasan Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) masih bermasalah. Lokasi izin perluasan itu masih banyak kejanggalan serta tumpang tindih dengan kawasan konservasi.

Hal itu disampaikan Kepala Dinas Kehutanan Riau, Zulkifli Yusuf, dalam perbincangan dengan detikcom, Selasa (17/11/2009) di Pekanbaru.

Menurut Zulkifli, SK Menhut MS Kaban No 327 memberikan perluasan dari 235 ribu hektar menjadi 350 ribu hektar di wilayah kawasan gambut Semenanjung Kampar. SK Menhut MS Kaban itu dikeluarkan pada 12 Juni 2009.

"Izin perluasan itu memang bermasalah. Sejak awal kita sudah menyampaikan ke Menhut pada 2 September 2009 lalu, agar tidak melanjutkan perluasan HTI tersebut. Kita minta agar Dephut dapat menyelesaikan persoalan yang terjadi di lapangan. Dephut kita minta untuk tidak mengeluarkan Rencata Tata Kerja tahunan untuk menebang kayu, namun surat kita itu tidak mendapat jawaban,” kata Zulkifli.

Menurut Zulkifli, banyaknya persoalan yang harus diselesaikan di lapangan tidak lain kawasan yang ada dalam perizinan tersebut tumpang tindih dengan kawasan konservasi. Dinas Kehutanan Riau mencatat perluasa izin HTI PT RAPP itu tumpang tindih dengan lima kawasan konservasi Hutan Margasatwa. Kelima konservasi itu, Hutan Margasatwa Rimbang Baling, Tasik Pulau Padang, Danau Pulau Besar, Tasik Belat, dan Taman Nasional Tesso Nilo. Selain itu masalah juga muncul ketika dilakukan pengukuran di lapangan, ternyata total luas malah bertambah menjadi 357 ribu hektar, atau kelebihan sekitar 7000 hektar.

"Ini belum lagi dari perluasan yang diberikan tersebut sekitar 20 ribu hektar status kawasan Hutan Produksi Konservasi. Sesuai aturan yang ada tidak boleh dijadikan HTI sebelum ada dikeluarkan surat perubahan peruntukan. Jadi memang banyak masalah atas izin tersebut," kata Zulkifli.

Jika saat ini izin tersebut, kata Zulkifli, mendapat protes keras dari kalangan aktivis, maka hal itu menjadi tanggungjawab Departemen Kehutanan RI. Menurutnya, Dinas Kehutanan Riau sejak awal sudah menolak rencana perluasa tersebut.

Kalau sekarang izin itu menimbulkan ekses penolakan dari para aktivis, ya jangan salahkan kami. Kita juga tidak perlu menyalahkan satu sama lain. Namun cobalah mari kita duduk bersama untuk menyelesaikan persoalan ini," kata Zulkifli."
2. Pj. Bupati Kepulauan Meranti mengajukan surat kepada Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor 100/Tapem/189 tentang Peninjauan ulang terhadap IUPHHK-HTI di Kabupaten Kepualauan Meranti pada Tanggal 26 Agustus 2009,

3. DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti mengajukan surat kepada Kementerian Kehutanan RI Nomor 661/DPRD/VII/2010 tentang Permohonan Peninjauan ulang izin operasional PT. SRL, PT. LUM, dan PT. RAPP pada Tanggal 30 Juli 2010,

4. Bupati Kepulauan Meranti mengajukan surat kepada Menteri Kehutanan RI di Jakarta nomor 100/TAPEM/IX/2010/70 perihal Peninjauan Ulang IUPHHK-HTI PT. LUM, PT. SRL dan PT. RAPP terkait dengan penolakan HTI yang dilakukan oleh masyarakat pada Tanggal 3 September 2010,

5. Sementara anggota Komisi I, H Muhammad Adil, mengingatkan kepada masyarakat Desa Tanjung Kedabu agar kompak terhadap penolakan HTI. ''Jangan nantinya perjuangan ini berakhir di tengah jalan dan jangan dijadikan alat untuk main-main. Mari kita bersatu terhadap penolakan ini sampai benar-benar tuntas,'' imbuh Adil.

Warga Desa yang mendatangi Kantor Dewan itu meliputi unsur Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan lainnya. Dikatakan oleh Kepala Desa Tanjung Kedabu, Rozali, bahwa keberadaan PT SRL dinilai meresahkan masyarakat desanya.

''Saat ini mereka (PT SRL, red) telah merambah ke lahan masyarakat desa kami,'' kata Kades. Sumber:METRORIAU.COM Kamis, 22 Juli 2010

6. Mantan Gubernur Riau Wan Abu Bakar mengkhawatirkan pulau-pulau di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, akan tenggelam di kemudian hari. Menyusul pemanfaatan lokasi lahan gambut oleh perusahaan kayu. Menurut politisi Senayan dari PPP ini, eksploitasi lahan gambut ini bertentangan dengan Keputusan Presiden No 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.Katanya, ini dapat merusak kehidupan sosial, ekonomi dan ekologi.

"Di masa mendatang, dikhawatirkan akan dapat menenggelamkan pulau-pulau di Kabupaten Kepulauan Meranti seperti Pulau Padang dan Pulau Rangsang," ujar Abu Bakar dalam rilis yang diterima Tribunnews.com, Selasa (10/5/2011).
Keluhan Abu Bakar ini merujuk pada sikap PT RAPP dan anak perusahaannya yang dituding tidak bertanggungjawab pada dampak dari pemanfaatan lokasi atau lahan gambut tersebut.

Abu Bakar juga menyebut PT RAPP mengabaikan kesepakatan dan komitmennya dengan masyarakat setempat. Itu sebabnya, Abu Bakar meminta agar operasional perusahaan di Kabupaten Kepulauan Meranti dihentikan. "Dan izin yang berhubungan dengan kehutanan dan bermasalah dengan pemerintah daerah serta masyarakat tempat perlu diaudit dan direvisi ijinnya," imbuhnya. Sumber: TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -

7. Struktur Tanah, Pulau padang merupakan lahan/tanah rawa gambut dengan ketebalan gambut mencapai 6 -8 meter lebih. Hasil uji pengeboran 4 kilometer dari bibir pantai tepatnya di RT 01 RW 03 dusun 03 desa Lukit. Dan pada jarak 5 kilo meter dari bibir pantai mencapai kedalaman 5.8 meter. (Tim Pengkaji Gambut dari UGM bekerja sama dengan ICRAF Bogor, Universitas Utrick Belanda dan UNRI bersama-sama dengan Masyarakat Pulau Padang).

8. Mengutip pemberitaan Anggota DPD RI asal pemilihan Riau, Instiawati Ayus di Dumai Pos, Selasa (2/2) mengatakan, permasalahan HTI PT SRL dan PT LUM, serta HTR PT RAPP di Pulau Rangsang setelah ditinjau langsung ke lapangan, ternyata memang tidak layak, dan harus di hentikan dengan cepat.

9. Kunjungan Kerja Komisi B DPRD Propinsi Riau Merespon aksi massa tanggal 1 dan 2 Februari 2011 di Kantor Bupati Kepulauan Meranti, Komisi B DPRD Propinsi Riau, yang diwakili oleh wakil komisi B Zulfan Heri, Sumiyati, dan Mahdinur melakukan kunjungan dinas untuk bertemu masyarakat di pulau padang (usai solat jum’at) yang menolak akan beroperasinya PT. RAPP di Pulau Padang dan akan melihat langsung lokasi kegiatan operasional PT. SRL di Pulau Rangsang. Dialog langsung antara anggota Komisi B DPRD Propinsi dengan masyarakat pulau Padang dilaksanakan di aula kantor camat Merbau yang juga dihadiri oleh beberapa pejabat Pemkab Kep. Meranti.

Zulfan Heri dalam penyampaiannya berjanji bahwa DPRD Propinsi Riau akan membentuk Pansus HTI Riau secepat-cepatnya, agar pansus tersebut dapat mengakaji secara obyektif tentang dampak negative dan positif yang bakal ditimbulkan oleh operasional PT. RAPP di Pulau padang dan secara umum di Propinsi Riau. Sementara Kadishutbun Kab. Kep. Meranti Makmun Murad menyampaikan bahwa izin PT. RAPP di pulau padang adalah wewenang Menhut.Dari hasil kunjungan kerja Komisi B DPRD Propinsi Riau, yang diwakili oleh wakil komisi B Zulfan Heri, Sumiyati, dan Mahdinur ke PT.SRL mendapat kesimpulan Izin PT.SRL terancam di cabut dan operasional HTI dapat menenggelamkan Pulau, sebagai mana pemberitaan media. Akhirnya timbullah wacana untuk di bentuknya Pansus HTI se-Riau.

10. SK 327 Menhut Tahun 2009 yang di jagikan landasan Hukum PT.RAPP untuk melakukan Operasionalnya di Pulau Padang ini telah pernah di bahas di Komisi A, bersama Dishut, BLH dan Akademisi terkait dengan kasus Semenajung Kampar yang menyimpulkan 4 Poin:

A. Terdapat izin yang bermasalah, tumpang tindih dan tidak sesuai peruntukkan.

B.Hasil kajian atau penilelitian akademisi dari UNRI dan UIR disampaikan sepotong- sepotong bahkan dipelintir.

C. Pemberian izin tidak melalui proses lelang yang menurut aturan hal itu mesti dilakukan.


D. AMDAL yang disampaikan sudah tidak berlaku lagi.

- Menurut Dishut dan BLH, ada persoalan dengan perizinan dan itu semua kewenangan Dephut.

- Menurut Kadishut, keluarnya surat keputusan Menhut SK. 327/09 seluruhnya andil Menhut termasuk proses RKT (rencana kerja tahunan) dan RKU (rencana kerja usaha) RAPP.

- Dishut tidak pernah mengeluarkan rekom atau RKT maupun RKU. Dishut hanya mengeluarkan Surat pemberitahuan kepada Menhut

Tgl: 2 September 2009 yang isinya memberitahukan kepada Menhut bahwa: SK perubahan ketiga atas Keputusan Menhut Tentang pemberian HPHTI kepada RAPP terhadap areal yang Tumpang tindih dengan Kawasan Suaka Alam (KSA) seluas 5.019 Ha dan Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 23.411 ha.

- Dishut mengusulkan kepada Menhut untuk meninjau ulang dan merevisi keputusan tersebut mengacu dan mengakomodir Surat GubriNo. 522/2004 Tentang perubahan status dari non kawasan hutan menjadi kawasan hutan produksi tetap.

- Rekom Gubri pernah keluar pada tahun 2004 sebelum SK perubahan ke dua perluasan areal HTI RAPP menjadi 235.140 ha dari Menhut No. SK 356/2004.

12. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM) Indonesia berdasarkan pengaduan yang telah di sampaikan oleh masyarakat Pulau Padang Pada tanggal 26 April 2011 yang lalu melalui Johny Nelson Simanjuntak, SH sebagai Komisioner Subkomisi Pemantauan Dan Penyelidikan yang menerima langsung pengaduan masyarakat Pulau Padang dan telah mengambil tindakan tegas dengan melayangkan 2 Surat. Yang Pertama kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper Di Pangkalan Kerinci Kematan. Langgam Kabupaten Pelalawan. Provinsi Riau dengan Surat Nomor: 1.071/K/PMT/IV/2011 dan yang Kedua kepada Zulkifli Hasan Menteri Kehutanan di Gd. Manggala Wanabakti, Jl. Jendral Gatot Subroto, Senayan, Jakarta dengan Surat Nomor: 1.072/K/PMT/IV/2011.Di dalam surat yang telah di kirimkan Komnas Ham ke Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan , Johny Nelson Simanjuntak, SH meminta kepada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan Untuk Meninjau Ulang Surat Keputusan No. 327/Menhut-II/2009 dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti. Bahkan Komnasham mendesak Menhut untuk menggunakan kewenangan yang ada padanya untuk menghentikan operasional PT.RAPP di lapangan Sementara peroses peninjauan ulang belangsung.

Pada tanggal yang sama yaitu tanggal 29 April 2011, selain melayangkan surat ke Zulkifli Hasan Kementerian Kehutanan, pihak Komnasham juga melayangkan surat kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper Di Pangkalan Kerinci Kematan. Langgam Kabupaten Pelalawan. Provinsi Riau dengan Surat Nomor: 1.071/K/PMT/IV/2011.

Di dalam surat yang telah di kirimkan Komnasham kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper , Johny Nelson Simanjuntak, SH Mendesak kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper untuk Menghentikan Kegiatan Operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh pihak masyarakat dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti.

Sama seperti surat yang di layangkan Komnasham ke Menhut. Komnasham juga memberikan alasan kenapa tindakan ini mereka lakukan ke PT.RAPP setelah menerima pengaduan dari masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti Prov. Riau prihal Keberatan Atas Terbitnya SK Menhut No.327/ Menhut-II/2009.

Recomendasi penghentian kegiatan operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh masyarakat Pulau Padang oleh Komnas Ham sangatlah merupakan solusi yang sangat baik, tindakan ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (3) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti bahwa hak atas kesejahteraan di jamin dalam Pasal 36 ayat (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

13. Zulkarnain Nurdin SH MH anggota DPRD Riau Dapil Dumai Bengkalis Dalam merespon Pernyataan Menhut RI Zulkifli Hasan yang menyatakan Pulau Padang yang terletak di kabupaten kepulauan Meranti tidak berpenghuni kepada RiauNews, Selasa (3/5) Politisi PBB ini meminta Menhut RI untuk mencabut pernyataan tersebut dan meminta Menhut untuk turun langsung ke Pulau Padang," Menhut jangan hanya mendengar laporan dari bawahan. Dalam mengeluarkan izin lanjut Zulkarnain Nurdin SH MH, mestinya dilihat dulu kondisi dilapangan seperti apa, jika ada pemukiman penduduk dalam izin yang dimiliki oleh PT SRL yang merupakan anak perusahaan PT RAPP, dalam aturan Menhut dengan tegas mengatakan pemukiman penduduk tersebut dikelurkan dari izin,"

14. Ketua komisi A DPRD Riau Bagus Santoso yang merupakan Politisi PAN dan Zulkarnain Nurdin SH MH anggota DPRD Riau Dapil Dumai Bengkalis Politisi PBB telah mengatakan jika Menhut menggunakan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) sebagai landasan untuk membuat izin, juga tidak pas sebab masyarakat sudah bermukim di pulau Padang jauh sebelum TGHK disahkan, " Begitu juga dengan RTRW tahun 1996," Saya melihat proses keluarnya izin ini hanya diatas kertas tanpa melihat secara langsung kondisi di Pulau Padang," imbuhnya.

Hal yang sama dikatakan oleh ketua komisi A DPRD Riau Bagus Santoso, ditemui terpisah Bagus menyatakan, kalau melihat TGHK memang tidak ada warga di pulau Padang, namun mestinya dicek dulu dilapangan," Selama ini proses perizinan hanya melihat TGHK tanpa turun kelapangan, namun kedepan informasi yang saya dapat, proses perizinan melalui TGHK mesti dilakukan peninjuan lapangan," imbuh politisi PAN ini kepada Pekanbaru (RiauNews).

15. 15 Juli 2011 Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Riau, Insiawati Ayus telah meminta pengelolaan hutan yang dilakukan oleh perusahaan RAPP yang ada di Pulau Padang, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti untuk distatus quo-kan. Selama masa status quo, pihak DPRD, eksekutif setempat diminta untuk membentuk tim investigasi bersama Muspida, untuk menyelesaikan konflik perselisihan antar warga dengan pihak RAPP.

16. Ketua Komisi A DPRD Riau Bagus Santoso telah meminta PT.RAPP untuk tidak menebar konflik baru dengan masyarakat. Permintaan ini disampaikan oleh ketua komisi A DPRD Riau Bagus Santoso kepada riaunews.com, Selasa (27/7) melalui Ponselnya,” Dikatakan Bagus tindakan PT RAPP yang membuat koridor di pulau Padang tepatnya di desa Lukit kecamatan Merbau kabupaten Kepulauan Meranti, tersebut tanpa memberitahu masyarakat akan menimbulkan konflik baru. ” Dua peristiwa lalu yakni pembakaran alat berat dan pembunuhan belum tuntas secara hukum, kini PT RAPP kembali membuat ulah, tanpa memberitahu masyarakat lalu membuat koridor yang menyebabkan lahan masyarakat menjadi korban pembangunan koridor. Ini jelas bisa PT RAPP membuat konflik baru dengan masyarakat,”

Mestinya kata Bagus sebelum membuat koridor PT RAPP terlebih dahulu duduk semeja dengan aparat pemerintahan dan tokoh masyarakat setelah itu dicapai kesepakatan baru memulai kerjanya,” Lebih tepatnya lakukan sosialisasi dengan masyarakat setelah itu baru buat koridor,” ujarnya.

17. H Zukri Anggota DPRD Riau Politisi PDIP juga sependapat dengan Bagus. ” Pihak perusahaan mestinya menghormati hak-hak masyarakat tempatan, jangan berlaku arogan,” kata Zukri.

Zukri juga meminta kepada PT RAPP untuk segera membuat tata batas konsesi perusahaan dengan masyarakat sehingga jelas mana lahan PT RAPP dan mana lahan masyarakat,” Pembuatan tata batas adalah amanah Undang-Undang, pihak perusahaan wajib menjalankannya,”

“Menhut Zulkifli Hasan tidak bisa tutup mata dan tidak peduli Khusus menyangkut adanya izin pemanfaatan hutan HTI di sejumlah daerah di Kabupaten Kepulauan Meranti, seperti di Pulau Padang Kecamatan Merbau,”

Apakah dari sekian banyak pandangan baik dari Pejabat Pemerintah yang ada di Darerah dan Provinsi bahkan Pusat dan Tokoh Masyarakat yang menyatakan bahwa permasalahan HTI PT SRL dan PT LUM, serta HTR PT RAPP di Pulau Rangsang setelah ditinjau langsung ke lapangan, ternyata memang tidak layak, dan harus di hentikan dengan cepat ini. Hanya di anggap ocehan Burung Beo oleh Ir Zulkifli Hasan?

Kami memahami di dalam upaya mendapatkan pasokan kayunya, PT RAPP perusahaan milik Taipan Sukanto Tanoto dibawah bendera Asia Pacific Resource International Limited (APRIL) ini tidak hanya melakukan kerangka sistematis penghancuran hutan alam di Sumatera yang berdamp[ak terhadap penurunan kualitas dan daya dukung lingkungan, tetapi juga mengakibatkan konflik sosial dengan masyarakat, terutama dengan masyarakat adat. Perusahaan pulp dan paper merampas sumber-sumber kehidupan berupa tanah hutan atau wilayah kelola masyarakat. Perlawanan dari masyarakat untuk mempertahankan hak tak jarang kemudian harus berhadapan dengan aparat keamanan yang berpihak kepada perusahaan yang kemudian sampai memakan korban jiwa.

Bahwa pada tahun 2007, polisi telah melakukan operasi untuk menyelidiki kasus illegal logging ini karena adanya laporan dari masyarakat bahwa telah terjadi tindak pidana perusakan lingkungan hidup dalam kawasan hutan alam akibat penebangan hutan alam secara liar oleh Perusaan-perusahaan kayu yang diberi izin HTI maupun HPH. Polisi telah bertindak secara simultan menindak lanjuti laporan ini. Kapolda Riau pada saat itu yaitu Brigjend. Pol. Sutjiptadi bahkan menemukan dan menangkap basah ribuan kubik kayu hasil penebangan liar yang dilakukan sebuah Perusahaan di Kab. Indragiri Hulu. Polisi juga telah melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap 14 Perusahaan di Riau yang bergerak di bidang HTI. Namun dari 14 Perusahaan yang diperiksa di SP3- kan oleh Polda Riau.

Bahwa Hal ini telah mengundang tanda Tanya besar bagi kita semua mengapa kasus-kasus ini di SP3-kan oleh Polda Riau karena berdasarkan data yang kami peroleh bahwa berkas perkara dari kasus-kasus ini seharusnya telah lengkap dan layak diajukan ke pengadilan. Kami menduga terjadi konspirasi antara pejabat-pejabat yang berwenang memeriksa kasus ini dengan pejabat-pejabat daerah yang terlibat dalam kasus ini serta adanya intervensi dari pihak lain terhadap kasus ini. Untuk itu kami menuntut SP3 kasus-kasus ini harus dicabut dan diteruskan ke kejaksaan agar segera dilanjutkan ke pengadilan umtuk mengobati luka hati dan kerugian masyarakat yang merasakan dampak dari Illegal Logging dan pencemaran lingkungan yang dilakukan perusahaan-perusahaan ini.

Menurut pantauan kami, sebelum terjadinya tindakan anarkis yang di lakukan sekelompok orang tak di kenal, masyarakat Pulau Padang yang bergabung dengan Serikat Tani Riau sudah hampir 12 kali melakukan Aksi Massa dan semuanya berlangsung secara damai sehingga melakukan Aksi ke Jakarta dan mendatangi Kementerian Kehutanan pada kamis tanggal 21 april 2011, mendatangi Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) di Jalan Latuhari, Jakarta pada tanggal 25 April 2011, mendatangi Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta pada tanggal 27 April 2011, mendatangi Kementiran Lingkungan Hidup (KLH), dan bahkan juga masyarakat Pulau Padang mendatangi Kedutaan Besar Nerwegia di Jakarta dalam mencari penyelesaian persoalan secara baik dan persuasif sehingga Komnas Ham pada tanggal 29 April 2011 telah melayangkan surat kepada Menteri Kehutanan RI di Gd. Manggala Wanabakti, Jl. Jendral Gatot Subroto, Senayan, Jakarta dengan Surat Nomor: 1.072/K/PMT/IV/2011.

Recomendasi penghentian kegiatan operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh masyarakat Pulau Padang oleh Komnas Ham sangatlah merupakan solusi yang sangat baik, tindakan ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (3) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti bahwa hak atas kesejahteraan di jamin dalam Pasal 36 ayat (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Dalam menanggapi persoalan Masyarakat Pulau Padang yang tak pernah terselesaikan dikarenakan tidak adanya keberanian pemerintah baik ditingkat Nasional sampai pada tingkat Daerah untuk mengambil kebijakan politik guna menyelesaikannya. Padahal Negara lah yang bisa menengahi persoalan ini. Maraknya praktek tindak pidana korupsi, merajalelanya perusahaan pelaku maling kayu serta perampasan tanah rakyat-penggusuran terhadap rakyat (baca : Tiga Parasit Ekonomi Rakyat Riau) merupakan manifestasi dari kebijakan yang ditempuh pemerintah saat ini. Ketidaksanggupan pemerintah dalam mencariakan penyelesaian persolan ini telah memberikan kita satu kesimpulan besar bahwa perbuatan tercela ini dilakukan secara berjama’ah baik itu regulator maupun penguasa modal domestik dan asing. Tiga parasit ekonomi rakyat Riau yang berekses terhadap lemahnya produktivitas rakyat dalam proses produksi yang bermuara pada kemiskinan dan kebodohan yang terstruktur.

Kami dari Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti memandang bahwa terbitnya SP 3 14 perusahaan pelaku Illog sehingga Terbitnya SK Menhut No. 327/2009 menjadi akar permasalahan mendasar dari konflik agraria dan pengrusakan lingkungan yang terjadi di Riau. dikarenakan tidak adanya keberanian pemerintah baik ditingkat Daerah sampai pada tingkat Nasional untuk mengambil kebijakan politik guna menyelesaikannya sehingga kondisi Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti yang akhir-akhir ini menjadi sebuah Pulau yang sangat rawan konflik, situasi begitu sangat mencekam dan sangat penuh dengan kemungkinan-kemungkinan adanya hal-hal baru yang akan memperburuk keadaan.

Mencekamnya situasi di daerah tanah gambut ini tidak terlepas dari Konflik kelompok masyarakat sipil "melawan" dua kekuatan lain di masyarakat, yakni: sektor bisnis (PT.RAPP) dan/atau Negara seperti yang kami sampaikan di atas. Inilah yang sedang terjadi di Pulau Padang. Karena jauh sebelum insiden-insiden terhadap operasional RAPP kerap terjadi di Pulau Padang, sebelumnya masyarakat di pulau padang ini hidup dalam keadaan rukun damai dan tentram. Namun, dalam dua bulan terakhir telah terjadi tiga insiden yang telah mengakibatkan kerusakan peralatan milik kontraktor RAPP di Pulau Padang dan bahkan menimbulkan korban jiwa. Atas dasar inilah Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti menuntut dan mendesak ;

1. Mendesak Pemerintahan SBY-Budiono Harus Segera Mencabut Izin HTI PT.RAPP Blok Pulau Padang.

2. Mendesak agar Komnas HAM-RI meminta pertanggungjawab PT.RAPP, Pemda Kepulauan Meranti, dan Kepolisian Polres Bengkalis atas pembiaran terhadap konflik berkepanjangan sehingga menyebabkan kekerasan yang menyebabkan meninggalnya 1 orang operator alat berat meninggal pada 13 Juli 2011 lalu.

3. Mendesak Menteri Kehutanan Republik Indonesia Ir Zulkifli Hasan untuk segera Mencabut – minimal tinjau ulang SK 327 Menhut Tahun 2009 dan mempercepat pembahasan terkait dengan, HTI PT.RAPP yang ternyata memang tidak layak, dan harus di hentikan dengan cepat melalui " Data- data yang telah di peroleh Anggota DPD-RI asal pemilihan Riau, Instiawati Ayus di lapangan ketika reses, ataupun melalui beberapa pandangan dari anggota DPRD Kabupaten dan Provinsi serta data yang diperoleh melalui laporan masyarakat, untuk segera digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan. Serta mengarahkan PT.RAPP Harus Menghentikan Semua Operasional Di Lapangan dan Menarik Kembali Seluruh Alat Berat Sampai Adanya Kesepakatan Bersama Yang Dapat Diterima Oleh Para Pihak. Hal ini mengacu pada surat Komnas HAM-RI pada pimpinan PT RAPP tanggal 29 April 2011 No.1.071/K/PMT/IV/2011.

4. Mendesak Menteri Kehutanan Republik Indonesia Ir Zulkifli Hasan untuk segera mengambil kebijakan dengan mengeluarkan Surat Himbauan kepada PT.SRL di Rangsang dan PT.RAPP di Pulau Padang untuk menghentikan seluruh operasionalnya yang berhubungan dengan pemangunan HTI di wilayah administrative Kabupaten Kepulauan Meranti yang mengacu kepada Recomendasi Komnas Ham. Karena Direktorat Jenderal Bina Usaha kehutanan tertanda Direktur jenderal Imam Santoso, dengan Surat No. S.1055/VI-BPHT/2010 pada tanggal 3 November 2010 yang merupakan surat balasan Dari permohonan Peninjauan Ulang IUPHHK-HTI PT. LUM, PT. SRL dan PT. RAPP terkait dengan penolakan HTI yang dilakukan oleh masyarakat ternilai sangat TIDAK MENGAKOMODIR Aspirasi masyarakat secara Objektif dan Ilmiah sesuai Fakta di lapangan.

5. Mendesak DPRD Provinsi Riau untuk segera mengambil kebijakan dengan mengeluarkan Surat Himbauan kepada PT.SRL dan PT.RAPP untuk menghentikan seluruh operasionalnya yang berhubungan dengan pemangunan HTI di wilayah administrative Kabupaten Kepulauan Meranti dengan mengacu kepada Recomendasi Komnas Ham tanggal 29 April 2011 Prihal Penghentikan Kegiatan Operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh pihak masyarakat dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti. Demi kepentingan rakyat.

6. Mendesak Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti Harus Mampu Bersikap Tegas dan Berpihak Kepada Rakyat sesuai dengan cita-cita pemekaran Kabupaten Kepulauan Meranti, Bupati dan DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti dengan segera mengambil kebijakan berupa ;Mengeluarkan Surat Himbauan kepada PT.SRL dan PT.RAPP untuk menghentikan seluruh operasionalnya yang berhubungan dengan pemangunan HTI di wilayah administrative Kabupaten Kepulauan Meranti dengan mengacu kepada Recomendasi Komnas Ham tanggal 29 April 2011 Prihal Penghentikan Kegiatan Operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh pihak masyarakat dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti.

7. Mendesak Bupati dan DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti untuk segera membuat laporan Resmi kepada Menteri Kehutanan tentang kondisi objektif Kabupaten Kepulauan Meranti yang sebenarnya Jelas-jelas tidak layak untuk di dirikan pembangunan HTI. Sesuai dengan penegasan sikap politiknya terhadap pemerintahan pusat melalui surat yang pernah di keluarkan, prihal permohonan di lakukannya peninjauan ulang terhadap SK Menhut No 327 tersebut demi kepentingan rakyat, terkait dengan pernyataan Menteri Kehutanan Ir Zulkifli Hasan yang meminta data resmi dari Bupati terkait penolakan HTI di pulau padang sebagaimana yang di sampaikanya kepada Riau Pos di sela-sela acara Forum Pemred JPNN di Palembang, tepatnya pada hari Kamis 28 Juli 2011.

8. Mendesak Camat Merbau untuk segera mengambil kebijakan dengan mengeluarkan Surat Himbauan kepada PT.RAPP untuk menghentikan seluruh operasionalnya yang berhubungan dengan pemangunan HTI di wilayah administrative Kecamatan Merbau (Pulau Padang).

Adapun yang kami maksud adalah Operasional HTI PT.RAPP tidak boleh di lanjutkan sepanjang Pemetaan ulang terhadap Kawasan Hutan Desa sesuai dengan PETA Administrasi Desa-desa yang berada di Pulau Padang, dilanjutkan dengan Proses Isolasi terhadap Tanah masyarakat untuk selanjutnya di Inclav (pembebasan lahan) terhadap tanah masyarakat yang di tindih HPH/HTI PT.RAPP dengan Turunya TIM TERPADU untuk melakukan Pemetaan Ulang belum terealisasi. Berdasarkan kenyataan di atas yang terungkap melalui rapat koordinasi tersebut. Tuntutan HARGA MATI Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti. Selagi MEPING belum diakukan maka segala bentuk OPERASIONAL PT.RAPP Blok Pulau Padang Tidaklah Pantas Untuk Di Laksanakan. Karena, jika tidak kami khawatir kondisi akan semakin memburuk!!

9. Mendesak Camat Merbau segera mengundang seluruh Kepala Desa untuk duduk bersama dengan Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti guna penyamaan persepsi terkait dengan pernyataan Menteri Kehutanan Ir Zulkifli Hasan yang meminta data resmi dari Bupati terkait penolakan HTI di pulau padang sebagaimana yang di sampaikanya kepada Riau Pos di sela-sela acara Forum Pemred JPNN di Palembang, tepatnya pada hari Kamis 28 Juli 2011.


Demikianlah pernyataan sikap ini kami sampaikan, dan kami memberitahukan kepada rekan pers, segenap masyarakat, kaum pro demokrasi di Riau bersatulah kekuatan masa rakyat dengan mneyerukan seluas-luasnya Front Persatuan Rakyat (Buruh, Tani, Mahasiswa-Pelajar, serta Rakyat Miskin lainnya) serta membangun alat politik rakyat miskin - alat perjuangan melawan dominasi penjajahan modal asing (Imperialisme-Neoliberalisme) serta pemerintahan kaki tangannya didalam negeri.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberkati perjuangan kita untuk mewujudkan cita-cita yang mulia tersebut. Menyelamatkan bangsa, Negara dan rakyat dari sebuah system dan pemimpin yang terbukti mengkhianati cita-cita pendiri bangsa dan amanat penderitaan rakyat. Mewujudkan bangsa yang berkarakter, yang berkepribadian budaya yang tinggi, berdaulat secara politik dan mandiri secara ekonomi.

CUKUP SUDAH PERAMPASAN TANAH dan
PERTUMPAHAN DARAH DI ATAS TANAH RIAU
MARI BANGUN BERSAMA KEMANDIRIAN EKONOMI DAERAH PROVINSI RIAU


Wassalamualakum Wr. Wb
Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau Senin 22 Agustus 2011

Hormat Kami


Ketua KPD-STR
M. RIDUAN




Sekretaris KPD-STR
SUTARNO, S.Fil.I


Tembusan Kepada Yth:
1. Presiden Ripublik Indonesia
2. Menteri Kehutanan
3. Menteri Lingkungan Hidup
4. Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia
5. Serikat Tani Nasional (STN)
6. Komnas Ham
7. MPR-DPR RI
8. DPD-RI Riau
9. Gubarnur Riau
10. DPRD Propinsi Riau
11. Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau.
12. Kepolisian Daerah Propinsi Riau.
13. Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti-Riau.
14. Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Kepulauan Meranti-Riau.
15. Kepala Jaksa Kabupaten Bengkalis-Riau.
16. Kepala Pengadilan Kabupaten Bengkalis-Riau.
17. Dandim Dumai
18. Kepolres Kabupaten Bengkalis-Riau.
19. Camat Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti-Riau.
20. Kapolsek Teluk Belitung Kecamatan Merbau
Kabupaten Kepulauan Meranti-Riau
21. Koramil Merbau.




Selengkapnya...

Senin, 08 Agustus 2011

Akan Lakukan Pendudukan Dan Penyegelan Kantor Bupati Dan Dinas Kehutanan.


Assalammualaikum Wr. Wb
Salam Pembebasan!

Perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kedaulatan politik dan kemandirian ekonomi sejak pra kemerdekaan sampai saat ini masih menghadapi musuh yang sama yakni penjajahan modal oleh kaum Imperialisme-Neoliberalisme yang bersekutu dengan pemerintahan didalam negeri. Meskipun Kapitalisme telah terbukti gagal mensejahterakan mayoritas rakyat serta menuliskan sejarah suram dalam lembar sejarah peradaban masyarakat manusia, namun pemerintahan kaki tangannya didalam negeri tetap setia mengabdi untuk kepentingan tuan modalnya sehingga di terbitkanya SK 327 Menhut 2009 Tanggal 12 Juni yang menjadi landasan PT.Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) untuk tetap memaksakan kehendaknya di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti Riau.

Di balik besarnya Sumber Daya Alam Indonesia diketahui beberapa hal yang tidak bisa di pungkiri dan di tutup-tutupi lagi bahwa, Permasalahan yang bermula dari rapuhnya pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960, hingga kepada pemberian tanpa batas hak pengelolaan lahan dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya kepada pemilik modal atau kasarnya, Negara tidak mampu menegaskan batas maksimal penguasaan lahan – tanah – yang boleh dikuasai atau dikelola.

Ketidakjelasan tersebut didukung
dengan buramnya sistem administrasi pertanahan sehingga sebidang tanah pun bisa dimiliki oleh 2 hingga 3 orang. Menurut Konsorsium Pembaharuan Agraria, mereka merekam sekitar 1.753 kasus konflik agraria struktural, yaitu kasus-kasus konflik yang melibatkan penduduk berhadapan dengan kekuatan modal dan/atau instrumen negara. Dengan menggunakan pengelompokan masyarakat dalam tiga sektor, seperti dikemukakan Alexis Tocqueville (1805-1859), konflik agraria struktural dapat dinyatakan sebagai konflik kelompok masyarakat sipil "melawan" dua kekuatan lain di masyarakat, yakni: sektor bisnis dan/atau negara.

Kami dari Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti berpendapat, mencekamnya situasi di daerah tanah gambut pulau padang dalam kurun waktu 2 bulan terakhir ini tidak terlepas dari Konflik kelompok masyarakat sipil "melawan" dua kekuatan lain di masyarakat, yakni: sektor bisnis (PT.RAPP) dan/atau Negara ini lah yang sedang terjadi di Pulau Padang.

Media Relations RAPP, Salomo Sitohang, dalam rilis pers mengatakan insiden terhadap operasional RAPP kerap terjadi di Pulau Padang, menurut dia, telah terjadi tiga insiden dalam dua bulan terakhir yang telah mengakibatkan kerusakan peralatan milik kontraktor RAPP di Pulau Padang.

Sebelumnya, pembakaran dua alat berat juga telah terjadi di Sungai Hiu, Pulau Padang pada tanggal 30 mei 2011. Impormasi yang kami himpun di daerah pulau padang dari pihak kepolisian di daerah Sungai Kuat juga terjadi hal yang sama seperti di sungai Hiu yaitu pembakaran alat berat milik perusahaan milik Taipan Sukanto Tanoto dibawah bendera Asia Pacific Resource International Limited (APRIL). Selain dua kejadian diatas, pembakaran alat berat dan tewasnya seorang operator alat berat dengan nama Chaidir berusia 32 tahun pada Rabu tanggal 13 juli 2011 merupakan kejadian yang sangat tragis. Chaidir adalah pegawai PT Sarindo, kontraktor dari RAPP yang bekerja di konsesi hutan tanaman industri (HTI) di area perusahaan bubur kertas PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di daerah Sei Kuat, Pulau Padang, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Menurut Serikat Tani Riau. Insiden yang terjadi dalam beberapa waktu belakangan ini adalah sebagai sebuah akibat dari gerak anarki modal yang tidak memperdulikan beberapa hal penting dari aspirasi Rakyat. Kosekuensi yang berdampak kepada penderitaan rakyat yang akan berkepanjangan nantinya, besar kemungkinan menjadi pemicu dari insiden-insiden yang terjadi di pulau padang saat ini, apalagi tindakan-tindakan seperti ini juga menjadi gembaran bahwa tingkat krisis kepercayaan Rakyat terhadap para Pengambil Kebijakan di Tingkat Kepemerintahan mulai dari Daerah hingga tingkat Nasional sudah semakn meninggi sehingga tidak adalagi ketergantungan harapan rakyat terhadap Pejabat Tinggi Negara dalam menyelesaikan persoalan mereka.

Kami dari Serikat Tani Riau sebagai organisasi politik tani yang melakukan pendampingan harus mengakui, bahwa telah hampir seluruh tahapan sudah kami lalui dalam mencarikan jalan penyelesaian dengan menggunakan pendekatan persuasive, jauh sebelum insiden-insiden kerap terjadi di pulau padang sehingga akhir-akhir ini pulau padang menjadi sebuah Pulau yang sangat rawan konflik, situasi begitu sangat mencekam dan sangat penuh dengan kemungkinan-kemungkinan adanya hal-hal baru yang akan memperburuk keadaan.

Menurut Serikat Tani Riau, jauh sebelum Insiden-insiden terhadap operasional RAPP kerap terjadi di Pulau Padang, sebelumnya masyarakat di pulau padang ini hidup dalam keadaan rukun damai dan tentram. Namun, dalam dua bulan terakhir telah terjadi tiga insiden yang telah mengakibatkan kerusakan peralatan milik kontraktor RAPP di Pulau Padang dan bahkan menimbulkan korban jiwa.

Kini Kebobrokan PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dalam melakukan aktifitas pebangunan Hutan Tanaman Industri HTI di pulau padang mulai terkuak.
Menurut Serikat Tani Riau hal inilah sebenarnya menjadi punca dan penyebab dari timbulnya Insiden-insiden terhadap operasional PT. RAPP di Pulau Padang.

Kenyataan ini terungkap dalam rapat koordinasi
, antara Kepala Desa Kecamatan Merbau dengan pihak Dinas Kehutanan yang langsung dipimpin Kadishut Ir Mamun Murod MM serta dihadiri Camat Merbau Drs Duriat serta Ketua Komisi II DPRD Meranti Ruby Handoko, pada hari Senin tanggal 25 Juni 2011. Saat berlangsungnya rapat koordinasi tersebut, Kepala Desa Lukit Jumilan mengaku pihak RAPP tidak pernah berkoordinasi sebelum melakukan pembukaan lahan di Desa Lukit.

Kades Jumilan
mengungkapkan “Dengan berbekal surat rekomendasi izin dari Menhut, RAPP langsung menggarap lahan di Desa Lukit”. Akibatnya, ratusan hektar lahan milik masyarakat ikut luluh lantak. Masyarakat para pemilik lahan sempat kebingungan, karena lahan mereka sudah rata dan tak lagi jelas mana tapal batasnya. Dan ketika masyarakat melakukan komplain ke RAPP, alasanya sudah ada izin dari Menhut.

Menurut Kades Jumilan, kalau pihak RAPP terus bersikap arogan seperti ini, jelas akan semakin mempersulit keadaan. Luas hamparan lahan milik masyarakat yang akan masuk dalam konsesi HTI RAPP akan semakin luas. Untuk itu, masyarakat Desa Lukit berharap agar Pemkab Kepulauan Meranti mendesak RAPP untuk menghentikan aktifitas pembukaan lahan di Desa Lukit, sebelum jelas titik batas wilayah HTI dengan lahan masyarakat. Dan Pemkab Meranti juga harus tegas kepada RAPP untuk segera menyetop aktifitas perusahaan di Lukit sampai ada kejelasan persoalan konflik lahan.

Hal senada juga diungkapkan Kepala Desa Tanjung Padang Kecamatan Merbau, Abu Sofian. Menurut Kades Abu, kebijakan pihak RAPP membangun jalan koridor tanpa pernah melakukan koordinasi dengan pemerintah desa. Akibatnya, banyak lahan milik warga yang dilanggar jalan koridor oleh RAPP. Dan yang dicemaskan masyarakat sekarang ini, tidak ada titik tapal batas yang jelas sampai dimana lahan HTI di Desa Tanjung Padang.

Kades Abu membeberkan. Kita minta agar Pemkab Meranti mengambil sikap tegas kepada RAPP untuk menyetop aktifitasnya di Desa Tanjung Padang, sampai ada kejelasan titik tapal batasnya. Dan masyarakat menolak rencana RAPP untuk membangun kanal dengan lebar 5-6 meter dengan kedalaman 3 meter tembus ke laut. Kalau ini terjadi, kami khawatir kalau ini dibiarkan Pulau Padang akan tenggelam.

Pernyataan Jumilan, Kepala Desa Lukit, dan Abu Sofian sebagai Kepala Desa Tanjung Padang Kecamatan Merbau di dalam rapat koordinasi tersebut, bukanlah sesuatu hal yang terlambat menurut kami. Serikat Tani Riau berpendapat, Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) di wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti oleh pemerintah kepada PT.RAPP tidak memiliki alasan yang kuat. Menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, serta mendatangkan devisa bagi Negara itu semua tidak berarti bagi Rakyat di kabupaten ini.

Kami Serikat Tani Riau dan masyarakat pulau padang sangat mengetahui alasan kelasik pihak perusahaan nantinya. Sesuai izin yang diberikan pemerintah, di lokasi ini PT.RAPP hanya diberi kewenangan atas pengelolaan kawasan hutan, bukan untuk memilikinya. “Tanah itu milik negara, bukan milik perusahaan yang mengantongi izin Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dari pemerintah,” Rakyat sudah sangat mengerti dalil-dalil busuk ini.

Tindakan biadap PT.RAPP yang telah meluluh lantakkan ratusan hektar lahan milik masyarakat desa lukit serta melanggar lahan masyarakat tanjung padang dalam membangun jalan koridor tanpa pernah berkoordinasi dengan Pemerintahan Desa dan Kecamatan Merbau dalam melakukan Operasionalnya, menurut Serkat Tani Riau sudah cukup membuktikan bahwa beberapa hal yang menjadi catatan sejarah hitam kaum tani di Kabupaten-kabupaten lain di Propinsi Riau, yang mengalami konflik agraria berdampak dengan perampasan tanah rakyat yang hingga saat ini belum terselesaikan, akhirnya sudah mulai terjadi di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti
.

Konflik ini terjadi sabagai dampak dari tidak adanya Tapal Batas yang jelas serta banyaknya Tanah Garapan Rakyat secara terpaksa harus di akui telah di tindih oleh HPH/HTI PT.RAPP. hal ini sudah kami ingatkan dari awal, jauh sebelum PT.RAPP Memaksakan Kehendak Untuk Beroperasional Di Pulau Padang pada Tanggal 27 Maret 2011.

Dalam mengantisipasi PENGGUSURAN DAN PERAMPASAN TANAH ATAS NAMA PEMBANGUNAN
Serikat Tani Riau telah mengintruksikan secara tegas kepada seluruh anggota untuk melakukan PELANGNISASI pada tanggal 08-11-2010 yang lalu secara serentak di masing-masing tanah yang kita miliki.

Arahan kerja ini di keluarkan sebagai tahapan awal untuk meminimalisir terjadinya sengketa tanah antara masyarakat penggarap dengan pihak perusahaan PT.RAPP menjelang terbentuknya TIM TERPADU Kabupaten Kepulauan Meranti yang nantinya akan melakukan Pemetaan Ulang (MEPING) terhadap: Areal HPH/HTI PT.RAPP.

Pemetaan ulang terhadap Kawasan Hutan Desa sesuai dengan PETA Administrasi Desa-desa yang berada di Pulau Padang, dilanjutkan dengan Proses Isolasi terhadap Tanah masyarakat untuk selanjutnya di Inclav (pembebasan lahan) terhadap tanah masyarakat yang di tindih HPH/HTI PT.RAPP. Turunya TIM TERPADU untuk melakukan Pemetaan Ulang Menjadi Tuntutan HARGA MATI Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti. Selagi MEPING belum diakukan maka segala bentuk OPERASIONAL PT.RAPP Blok Pulau Padang Tidaklah Pantas Untuk Di Laksanakan.

Tetapi sejarah telah mencatat sedikitpun Pemerintah Di Tingkatan Daerah Punya Nyali Untuk Menegaskan Kepada PT.RAPP untuk terlebih dahulu melakukan (MAPING) tersebut bahkan hingga detik ini.

1 tahun perjuangan Serikat Tani Riau dalam memenangkan konflik agraria untuk masyarakat pulau padang di Riau setidaknya telah membuktikan kepada sekalian rakyat yang menya
ksikan, bahwa pemerintahan kabupaten kepulauan meranti benar-benar tidak mempunyai konsep penyelesaian konflik yang menguntungkan rakyat. Yang ada malahan kepengecutannya terhadap kaum pemilik modal besar, maka pantaslah dia disebut dengan kakitangan - antek - imperialisme neoliberal dalam negeri.

Perjuangan landreform masyarakat pulau padang dalam konflik agraria dengan PT. RAPP patut diapresiasi sebagai bentuk anti-tesa terhadap praktek monopoli tanah yang berlangsung di Indonesia, negeri setengah jajahan setengah feodal menurut Serikat Tani Riau.

Serikat Tani Riau menilai pemerintah pusat,Khususnya Ir Zukifli Hasan selaku Menhut dan Dirjen Kehutanan Republic Indonesia, terlalu lamban dan kurang tegas dalam menyikapi tuntutan masyarakat kabupaten kepulauan meranti, lamban dalam mengakomodir keinginan masyarakat yang ada di daerah, Hal ini di buktikan dengan tidak adanya respon nyata dari pemerintah pusat atas keresahan masyarakat di kabupaten kepulauan meranti terkait akan beroperasinya PT RAPP di pulau padang kecamatan merbau meski telah mendapatkan Rekomendasi Komnas Ham.


Serikat Tani Riau menegaskan bahwa penolakan rakyat Pulau Padang atas beroperasinya PT.RAPP bukan hanya karena sebagian tanah dan tanaman rakyat masuk dalam areal konsesi perusahaan, tetapi karena sebuah persoalan yang lebih besar, yaitu ancaman kerusakan lingkungan.

Apa yang menjadi pertimbangan Serikat Tani Riau bersama masyarakat Pulau Padang tentang kerusakan lingkungan tentunya sudah searah dengan pandangan Ketua Komisi I DPRD Riau Bagus Santoso dan Wakil Ketua Komisi II DPRD Riau Zulfan Heri yang kami kutip dari Sumber : Pratamafm.com

Dimana menurut Bagus Santoso Tiga titik pulau di Meranti, masing-masing Pulau Padang, Pulau Merbau dan Pulau Ransang, terus menyusut luas daratannya akibat diterjang abrasi sepanjang tahun. Akibatnya, tidak saja ribuan hektar kebun dan ratusan rumah penduduk ke laut, titik kordinat terluar wilayah NKRI di Kabupaten Kepulaun Meranti turut bergeser. Tentunya Hal ini sangat mencemaskan, bahwa akan merugkan posisi NKRI secara politik dan keamanan, karena ketiga pulau ini berbatasan lansung dengan pariran Selat Melaka yang menjadi pembatas dengan negara Malaysia.

Abrasi yang selama ini terjadi saja sudah menyebabkan ribuan hektar kebun milik masyarakat terjun ke laut. Bahkan abrasi juga mengancam kawasan pemukiman masyarakat, akibatnya, tidak hanya luas daratan yang menyusut. Masyarakat di sejumlah desa di pulau Ransang misalnya harus menderita kerugian. Ribuan hektar kebun kelapa dan karet yang runtuh kelaut dan ratusan rumah ikut hancur. Untuk itu pemerintah pusat harus segera mengalokasikan anggaran penyelamatan pulau-pulau terluar di Kabupaten Kepulauan Meranti tersebut. ''Kalau langkah ini lambat diambil, dihawatirkan akan semakin memperburuk situasi dan menngancam posisi NKRI dari sisi politik dan keamanan," Menurut Bagus.

Mau tidak mau, pemerintah pusat harus menjadikan fenomena ini sebagai perhatian serius yang harus segera ditindak lanjuti. Kalau harus dibebankan ke pemerintah daerah Meranti, jelas tidak akan mampu. Program penyelematan Pulau Ransang perlu dana yang sangat besar.

Hal senada juga diungkapkan Wakil Ketua Komisi II DPRD Riau Zulfan Heri. Menurut Zulfan Heri, abrasi yang menghantam di pulau Ransang benar-benar cukup menghawatirkan. Setiap tahunnya ratusan meter luas daratan pulau terluar tersebut jatuh ke laut. Kondisi ini terjadi di beberapa titik, mulai dari Kecamatan Ransang hingga Kecamatan Ransang Barat. Karena itulah Serikat Tani Riau Kabupaten Kepulauan Meranti menganggap pemberian sagu hati oleh PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) kepada 24 orang warga Pulau Padang tidak menyelesaikan persoalan.

Kami dari Serikat Tani Riau secara tegas menolak keberadaan perusahaan HTI PT.RAPP tersebut secara logis dan Ilmiah, dan tentunya Organisasi akan bertanggung jawab penuh terhadap pengamanan Aset-aset dan Tanah-tanah anggota kami dan tidak akan membiarkan penenggelaman Pulau Padang terjadi oleh operasional Prusahaan HTI PT.RAPP hanya di sebabkan adanya praktek-praktek mafia tanah yang hanya berkiblat kepada keuntungan sesaat, lalu menjadi poin untuk di ambil suaranya oleh pemerintah sebagai anak asli tempatan pulau padang, sedangkan yang menolak atau kontra terhadap operasional HTI di anggap sebagai pendatang, sebagaimana yang kami terima di jakarta saat kami ke jakarta dalam aksi mogok makan bersama 46 Petani Pulau Padang.

Konflik berkepanjangan di Pulau Padang yang meliputi 14 desa dipicu oleh keluarnya ijin perusahan hutan tanaman industry PT. RAPP tanggal 21 Juni 2009 melalui surat keputusan Menteri Kehutanan No. 327/Menhut-II/2009 seluas 350.165 hektar, dimana yang masuk di Pulau Padang seluas 41.205 hektar.

Konsesi RAPP di pulau padang ini sebagian besar tumpang tindih dengan tanah-tanah yang sudah menjadi hak masyarakat local, baik berupa perkebunan karet, sagu, maupun areal perladangan dan eks perladanangan dan perkebunan. Karena RAPP memaksakan beroperasi tanpa mendengarkan keberatan masyarakat sehingga penolakan besaran-besaran masyarakat melalui demonstrasi sering kali terjadi, bahkan hingga ke Jakarta.


Menagih Komitmen Menhut Soal Lingkungan


Serikat Tani Riau bersama masyarakat pulau padang kami saat ini menagih komitmen Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan terkait sejumlah pernyataannya di media massa, bahwa masyarakat harus menjaga kawasan hutan sebagai upaya pelestarian lingkungan.

“Menhut Zulkifli Hasan tidak bisa tutup mata dan tidak peduli Khusus menyangkut adanya izin pemanfaatan hutan HTI di sejumlah daerah di Kabupaten Kepulauan Meranti, seperti di Pulau Padang Kecamatan Merbau,”

Pernyataan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan di Riau Pos saat menghadiri Forum Pemred Forum Pemred JPNN, Kamis (28/7), Kepada wartawan Riau Pos, Zulkifli Hasan mengatakan meminta Pemda setempat untuk memberikan data dan laporan tertulis terkait konflik perusahaan dan masyarakat di Pulau Padang, Kepulauan Meranti.

‘’Saya minta data resmi dari bupati, apakah yang menolak HTI itu masyarakat tempatan atau tidak. Kalau iya maka Kemenhut akan mengurus penyelesaiannya. Kalau perusahaan nanti tidak mau ikut, maka bisa saja akan dicabut,’’ ujar Zulkifli Hasan.

Serikat Tani Riau menilai jika Menhut Zulkifli Hasan benar-benar menampung aspirasi dan menunggu laporan dari unsur Pimpinan Kepemerintahan yang ada di Daerah terkait persoalan penolakan HTI di kabupaten kepulauan Meranti guna mengurus penyelesaiannya. Ini tidak benar!!

Sikap lamban maupun kurang respon atas permasalahan masyarakat di Daerah,Yang di lakukan oleh Pemerintah Pusat, bisa kita lihat terkait tidak adanya upaya nyata maupun langkah kongkrik yang di lakukan oleh Pemerintah dalam memenuhi tuntutan masyarakat, yang meminta kepada Pemerintah Pusat agar menghentikan operasional PT.RAPP perusahaan aksia itu yang sudah mulai membabat seluruh isi hutan serta melakukan penjarahan lahan masyarakat.

Serikat Tani Riau mempertanyakan dengan tegas laporan apa lagi yang di tunggu oleh Zulkifli Hasan? Bukankah sudah sangat jelas, Bahwa


1. Pj. Bupati Kepulauan Meranti mengajukan surat kepada Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor 100/Tapem/189 tentang Peninjauan ulang terhadap IUPHHK-HTI di Kabupaten Kepualauan Meranti pada Tanggal 26 Agustus 2009,

2. DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti mengajukan surat kepada Kementerian Kehutanan RI Nomor 661/DPRD/VII/2010 tentang Permohonan Peninjauan ulang izin operasional PT. SRL, PT. LUM, dan PT. RAPP pada Tanggal 30 Juli 2010,

3. Bupati Kepulauan Meranti mengajukan surat kepada Menteri Kehutanan RI di Jakarta nomor 100/TAPEM/IX/2010/70 perihal Peninjauan Ulang IUPHHK-HTI PT. LUM, PT. SRL dan PT. RAPP terkait dengan penolakan HTI yang dilakukan oleh masyarakat pada Tanggal 3 September 2010,

4. Direktorat Jenderal Bina Usaha kehutanan tertanda Direktur jenderal Imam Santoso, dengan Surat No. S.1055/VI-BPHT/2010 pada tanggal 3 November 2010 yang merupakan surat balasan Dari permohonan Peninjauan Ulang IUPHHK-HTI PT. LUM, PT. SRL dan PT. RAPP terkait dengan penolakan HTI yang dilakukan oleh masyarakat mengatakan Dalam rangka mengakomodir aspirasi masyarakat dan peningkatan kesejahtraan masyarakat asli setempat dapat dilaksanakan melalui pola kemitraan dalam pengelolaan tanaman kehidupan. Jawaban ini sangat TIDAK MENGAKOMODIR Aspirasi masyarakat secara Objektif dan Ilmiah sesuai Fakta di lapangan.

5. Struktur Tanah,
Pulau padang merupakan lahan/tanah rawa gambut dengan ketebalan gambut mencapai 6 -8 meter lebih. Hasil uji pengeboran 4 kilometer dari bibir pantai tepatnya di RT 01 RW 03 dusun 03 desa Lukit. Dan pada jarak 5 kilo meter dari bibir pantai mencapai kedalaman 5.8 meter. (Tim Pengkaji Gambut dari UGM bekerja sama dengan ICRAF Bogor, Universitas Utrick Belanda dan UNRI bersama-sama dengan Masyarakat Pulau Padang).

6.
Mengutip pemberitaan Anggota DPD RI asal pemilihan Riau, Instiawati Ayus di Dumai Pos, Selasa (2/2) mengatakan, permasalahan HTI PT SRL dan PT LUM, serta HTR PT RAPP di Pulau Rangsang setelah ditinjau langsung ke lapangan, ternyata memang tidak layak, dan harus di hentikan dengan cepat.

7. Kunjungan Kerja Komisi B DPRD Propinsi Riau
Merespon aksi massa tanggal 1 dan 2 Februari 2011 di Kantor Bupati Kepulauan Meranti, Komisi B DPRD Propinsi Riau, yang diwakili oleh wakil komisi B Zulfan Heri, Sumiyati, dan Mahdinur melakukan kunjungan dinas untuk bertemu masyarakat di pulau padang (usai solat jum’at) yang menolak akan beroperasinya PT. RAPP di Pulau Padang dan akan melihat langsung lokasi kegiatan operasional PT. SRL di Pulau Rangsang. Dialog langsung antara anggota Komisi B DPRD Propinsi dengan masyarakat pulau Padang dilaksanakan di aula kantor camat Merbau yang juga dihadiri oleh beberapa pejabat Pemkab Kep. Meranti. Zulfan Heri dalam penyampaiannya berjanji bahwa DPRD Propinsi Riau akan membentuk Pansus HTI Riau secepat-cepatnya, agar pansus tersebut dapat mengakaji secara obyektif tentang dampak negative dan positif yang bakal ditimbulkan oleh operasional PT. RAPP di Pulau padang dan secara umum di Propinsi Riau. Sementara Kadishutbun Kab. Kep. Meranti Makmun Murad menyampaikan bahwa izin PT. RAPP di pulau padang adalah wewenang Menhut.

Dari hasil kunjungan kerja Komisi B DPRD Propinsi Riau, yang diwakili oleh wakil komisi B Zulfan Heri, Sumiyati, dan Mahdinur ke PT.SRL mendapat kesimpulan Izin PT.SRL terancam di cabut dan operasional HTI dapat menenggelamkan Pulau, sebagai mana pemberitaan media. Akhirnya timbullah wacana untuk di bentuknya Pansus HTI se-Riau.


8. SK 327 Menhut Tahun 2009 yang di jagikan landasan Hukum PT.RAPP untuk melakukan Operasionalnya di Pulau Padang ini telah pernah di bahas di Komisi A, bersama Dishut, BLH dan Akademisi terkait dengan kasus Semenajung Kampar yang menyimpulkan 4 Poin:

A. Terdapat izin yang bermasalah, tumpang tindih dan tidak sesuai peruntukkan.
B. Hasil kajian atau penilelitian akademisi dari UNRI dan UIR disampaikan
sepotong- sepotong bahkan dipelintir.
C. Pemberian izin tidak melalui proses lelang yang menurut aturan hal
itu mesti dilakukan.
D. AMDAL yang disampaikan sudah tidak berlaku lagi.

- Menurut Dishut dan BLH, ada persoalan dengan perizinan dan itu semua
kewenangan Dephut.

- Menurut Kadishut, keluarnya surat keputusan Menhut
SK. 327/09 seluruhnya andil Menhut termasuk proses RKT
(rencana kerja tahunan) dan RKU (rencana kerja usaha) RAPP.

- Dishut tidak pernah mengeluarkan rekom atau RKT maupun RKU.
Dishut hanya mengeluarkan Surat pemberitahuan kepada Menhut
Tgl: 2 September 2009 yang isinya memberitahukan kepada Menhut
bahwa: SK perubahan ketiga atas Keputusan Menhut Tentang pemberian HPHTI
kepada RAPP terhadap areal yang Tumpang tindih dengan Kawasan Suaka Alam
(KSA) seluas 5.019 Ha dan Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 23.411 ha.

- Dishut mengusulkan kepada Menhut untuk meninjau ulang dan merevisi
keputusan tersebut mengacu dan mengakomodir Surat GubriNo. 522/2004
Ttg perubahan status dari non kawasan hutan menjadi kawasan hutan produksi tetap.

- Rekom Gubri pernah keluar pada tahun 2004 sebelum SK perubahan
ke dua perluasan areal HTI RAPP menjadi 235.140 ha dari Menhut No. SK 356/2004.

9. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM) Indonesia berdasarkan pengaduan yang telah di sampaikan oleh masyarakat Pulau Padang Pada tanggal 26 April 2011 yang lalu melalui Johny Nelson Simanjuntak, SH sebagai Komisioner Subkomisi Pemantauan Dan Penyelidikan yang menerima langsung pengaduan masyarakat Pulau Padang dan telah mengambil tindakan tegas dengan melayangkan 2 Surat. Yang Pertama kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper Di Pangkalan Kerinci Kematan. Langgam Kabupaten Pelalawan. Provinsi Riau dengan Surat Nomor: 1.071/K/PMT/IV/2011 dan yang Kedua kepada Zulkifli Hasan Menteri Kehutanan di Gd. Manggala Wanabakti, Jl. Jendral Gatot Subroto, Senayan, Jakarta dengan Surat Nomor: 1.072/K/PMT/IV/2011.

Di dalam surat yang telah di kirimkan Komnas Ham ke Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan , Johny Nelson Simanjuntak, SH meminta kepada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan Untuk Meninjau Ulang Surat Keputusan No. 327/Menhut-II/2009 dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti. Bahkan Komnasham mendesak Menhut untuk menggunakan kewenangan yang ada padanya untuk menghentikan operasional PT.RAPP di lapangan Sementara peroses peninjauan ulang belangsung.

Pada tanggal yang sama yaitu tanggal 29 April 2011, selain melayangkan surat ke Zulkifli Hasan Kementerian Kehutanan , pihak Komnasham juga melayangkan surat kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper Di Pangkalan Kerinci Kematan. Langgam Kabupaten Pelalawan. Provinsi Riau dengan Surat Nomor: 1.071/K/PMT/IV/2011.

Di dalam surat yang telah di kirimkan Komnasham kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper , Johny Nelson Simanjuntak, SH Mendesak kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper untuk Menghentikan Kegiatan Operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh pihak masyarakat dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti.

Sama seperti surat yang di layangkan Komnasham ke Menhut. Komnasham juga memberikan alasan kenapa tindakan ini mereka lakukan ke PT.RAPP setelah menerima pengaduan dari masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti Prov. Riau prihal Keberatan Atas Terbitnya SK Menhut No.327/ Menhut-II/2009.

Recomendasi penghentian kegiatan operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh masyarakat Pulau Padang oleh Komnas Ham sangatlah merupakan solusi yang sangat baik, tindakan ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (3) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti bahwa hak atas kesejahteraan di jamin dalam Pasal 36 ayat (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

10.
Zulkarnain Nurdin SH MH anggota DPRD Riau Dapil Dumai Bengkalis Dalam merespon Pernyataan Menhut RI Zulkifli Hasan yang menyatakan Pulau Padang yang terletak di kabupaten kepulauan Meranti tidak berpenghuni kepada RiauNews, Selasa (3/5) Politisi PBB ini meminta Menhut RI untuk mencabut pernyataan tersebut dan meminta Menhut untuk turun langsung ke Pulau Padang," Menhut jangan hanya mendengar laporan dari bawahan.

Dalam mengeluarkan izin lanjut Zulkarnain Nurdin SH MH, mestinya dilihat dulu kondisi dilapangan seperti apa, jika ada pemukiman penduduk dalam izin yang dimiliki oleh PT SRL yang merupakan anak perusahaan PT RAPP, dalam aturan Menhut dengan tegas mengatakan pemukiman penduduk tersebut dikelurkan dari izin,"

11. Ketua komisi A DPRD Riau Bagus Santoso yang merupakan Politisi PAN dan Zulkarnain Nurdin SH MH anggota DPRD Riau Dapil Dumai Bengkalis Politisi PBB telah mengatakan jika Menhut menggunakan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) sebagai landasan untuk membuat izin, juga tidak pas sebab masyarakat sudah bermukim di pulau Padang jauh sebelum TGHK disahkan, " Begitu juga dengan RTRW tahun 1996," Saya melihat proses keluarnya izin ini hanya diatas kertas tanpa melihat secara langsung kondisi di Pulau Padang," imbuhnya.

Hal yang sama dikatakan oleh ketua komisi A DPRD Riau Bagus Santoso, ditemui terpisah Bagus menyatakan, kalau melihat TGHK memang tidak ada warga di pulau Padang, namun mestinya dicek dulu dilapangan," Selama ini proses perizinan hanya melihat TGHK tanpa turun kelapangan, namun kedepan informasi yang saya dapat, proses perizinan melalui TGHK mesti dilakukan peninjuan lapangan," imbuh politisi PAN ini kepada Pekanbaru (RiauNews).

12.
15 Juli 2011 Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Riau, Insiawati Ayus telah meminta pengelolaan hutan yang dilakukan oleh perusahaan RAPP yang ada di Pulau Padang, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti untuk distatus quo-kan. Selama masa status quo, pihak DPRD, eksekutif setempat diminta untuk membentuk tim investigasi bersama Muspida, untuk menyelesaikan konflik perselisihan antar warga dengan pihak RAPP.

13. Ketua Komisi A DPRD Riau Bagus Santoso telah meminta PT.RAPP untuk tidak menebar konflik baru dengan masyarakat. Permintaan ini disampaikan oleh ketua komisi A DPRD Riau Bagus Santoso kepada riaunews.com, Selasa (27/7) melalui Ponselnya,”

Dikatakan Bagus tindakan PT RAPP yang membuat koridor di pulau Padang tepatnya di desa Lukit kecamatan Merbau kabupaten Kepulauan Meranti, tersebut tanpa memberitahu masyarakat akan menimbulkan konflik baru. ” Dua peristiwa lalu yakni pembakaran alat berat dan pembunuhan belum tuntas secara hukum, kini PT RAPP kembali membuat ulah, tanpa memberitahu masyarakat lalu membuat koridor yang menyebabkan lahan masyarakat menjadi korban pembangunan koridor. Ini jelas bisa PT RAPP membuat konflik baru dengan masyarakat,”

Mestinya kata Bagus sebelum membuat koridor PT RAPP terlebih dahulu duduk semeja dengan aparat pemerintahan dan tokoh masyarakat setelah itu dicapai kesepakatan baru memulai kerjanya,” Lebih tepatnya lakukan sosialisasi dengan masyarakat setelah itu baru buat koridor,” ujarnya.

14. H Zukri Anggota DPRD Riau Politisi PDIP juga sependapat dengan Bagus. ” Pihak perusahaan mestinya menghormati hak-hak masyarakat tempatan, jangan berlaku arogan,” kata Zukri.

Zukri juga meminta kepada PT RAPP untuk segera membuat tata batas konsesi perusahaan dengan masyarakat sehingga jelas mana lahan PT RAPP dan mana lahan masyarakat,” Pembuatan tata batas adalah amanah Undang-Undang, pihak perusahaan wajib menjalankannya,”

Senada dengan sejarah, banyak tercatat bahwa peperangan antar suku dalam negara dan peperangan antar negara di dunia ini umumnya dikarenakan perebutan kekuasaan atas Sumber Daya Alam ( Hutan, Tambang, Air dan Lahan). Karena sumber daya alam (SDA) tersebut merupakan sumber daya alam yang di perebutkan, maka sejarah mencatat penguasa dan pemerintah sangat berkepentingan dengan SDA yang di miliki oleh sebuah negara. Dengan demikian bukanlah sesuatu yang sangat menakjubkan ketika pengambil kebijakan atau pemerintah di dalam sebuah Negara mendeklarasikan bahwa semua SDA yang ada di Negara tersebut di kuasai oleh Negara. Sebab Negara memiliki kepentingan maha hebat terhadap sumber daya alam tersebut, khususnya menjadikannya sebagai ‘mesin politik’ dan ‘mesin uang’ bagi golongan yang berkuasa. Golongan yang berkuasa yang memerintah biasanya selalu membawa jargon bahwa sumber daya alam (SDA) untuk semua masyarakat, tetapi dalam praktik-praktik bisnis dan pemenfaatan SDA tersebut selalu lebih menguntungkan golongan dan kelompoknya sendiri.

Dalam menanggapi persoalan Masyarakat Pulau Padang yang tak pernah terselesaikan dikarenakan tidak adanya keberanian pemerintah baik ditingkat Nasional sampai pada tingkat Daerah untuk mengambil kebijakan politik guna menyelesaikannya. Padahal Negara lah yang bisa menengahi persoalan ini. Maraknya praktek tindak pidana korupsi, merajalelanya perusahaan pelaku maling kayu serta perampasan tanah rakyat-penggusuran terhadap rakyat (baca : Tiga Parasit Ekonomi Rakyat Riau) merupakan manifestasi dari kebijakan yang ditempuh pemerintah saat ini. Ketidaksanggupan pemerintah dalam mencariakan penyelesaian persolan ini telah memberikan kita satu kesimpulan besar bahwa perbuatan tercela ini dilakukan secara berjama’ah baik itu regulator maupun penguasa modal domestik dan asing. Tiga parasit ekonomi rakyat Riau yang berekses terhadap lemahnya produktivitas rakyat dalam proses produksi yang bermuara pada kemiskinan dan kebodohan yang terstruktur.

Oleh karena itu, STR pun kembali menantang Menhut Zulkifli Hasan untuk turun langsung ke Pulau Padang, guna menyaksikan secara langsung ancaman kerusakan lingkungan dan kawasan hutan akibat operasional PT.RAPP.


Atas dasar inilah 14 Poin yang kami sampaikan di atas inilah Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti Bersama Ribuan Rakyat Pulau Padang MENDESAK dan MENUNTUT:

1. Bupati dan DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti harus menegaskan sikap politiknya terhadap pemerintahan Pusat maupun Propinsi atas surat yang pernah di keluarkan, agar di lakukan peninjauan ulang SK menhut tersebut demi kepentingan rakyat atau Mundur Sekarang Juga !!!

2. Menteri Kehutanan Republik Indonesia Ir Zulkifli Hasan Harus Mencabut – minimal tinjau ulang SK 327 Menhut Tahun 2009 Sekarang Juga. Serikat Tani Riau mendesak Menhut Ir Zulkifli Hasan untuk segera mempercepat pembahasan terkait dengan, HTI PT.RAPP yang ternyata memang tidak layak, dan harus di hentikan dengan cepat melalui " Data- data yang telah di peroleh Anggota DPD RI asal pemilihan Riau, Instiawati Ayus di lapangan ketika reses, serta data yang diperoleh melalui laporan masyarakat, untuk segera digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan.

Setelah memasuki hampir 1 Tahun Perjuangan Serikat Tani Riau Kabupaten Kepulauan Meranti, tuntutan kami masih belum berubah, PEMERINTAH HARUS MENINJAU ULANG/HINGGA MENCABUT SK 327 Menhut Tahun 2009 dan Mencabut Izin Operasional PT.RAPP, PT.SRL serta PT. LUM di Kabupaten Kepulauan Meranti.

3. PT.RAPP Harus Menghentikan Semua Operasional Di Lapangan dan Menarik Kembali Seluruh Alat Berat Sampai Adanya Kesepakatan Bersama Yang Dapat Diterima Oleh Para Pihak. Hal ini mengacu pada surat Komnas HAM-RI pada pimpinan PT RAPP tanggal 29 April 2011 No.1.071/K/PMT/IV/2011.

4.
Serikat Tani Riau mendesak agar Komnas HAM-RI meminta pertanggungjawab PT.RAPP, Pemda Kepulauan Meranti, dan Kepolisian Polres Bengkalis atas pembiaran terhadap konflik berkepanjangan sehingga menyebabkan kekerasan yang menyebabkan meninggalnya 1 orang operator alat berat meninggal pada 13 Juli 2011 lalu.

5. Ketika usaha Diplomasi tidak dapat menyelesaikan permasalahan Perampasan Tanah dan dampak lingkungan yang akan ditimbulkan oleh PT. RAPP di 14 desa Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti maka kami Serikat Tani Riau dan Masyarakat Pulau Padang Akan Melakukan Aksi Pendudukan Dan Penyegelan Terhadap Kantor Bupati dan Dinas Kehutanan Kabupaten Kepulauan Meranti pada tanggal 19 Agustus 2011 Nantinya.

Demikianlah pernyataan sikap ini kami sampaikan, dan kami memberitahukan kepada rekan pers, segenap masyarakat , kaum pro demokrasi di Riau bersatulah kekuatan masa rakyat dengan mneyerukan seluas-luasnya Front Persatuan Rakyat (Buruh, Tani, Mahasiswa-Pelajar, serta Rakyat Miskin lainnya) serta membangun alat politik rakyat miskin - alat perjuangan melawan dominasi penjajahan modal asing (Imperialisme-Neoliberalisme) serta pemerintahan kaki tangannya didalam negeri.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberkati perjuangan kita untuk mewujudkan cita-cita yang mulia tersebut. Menyelamatkan bangsa, Negara dan rakyat dari sebuah system dan pemimpin yang terbukti mengkhianati cita-cita pendiri bangsa dan amanat penderitaan rakyat. Mewujudkan bangsa yang berkarakter, yang berkepribadian budaya yang tinggi, berdaulat secara politik dan mandiri secara ekonomi.

CUKUP SUDAH PERAMPASAN TANAH dan
PERTUMPAHAN DARAH DI ATAS TANAH RIAU
MARI BANGUN BERSAMA KEMANDIRIAN EKONOMI DAERAH PROVINSI RIAU





Selengkapnya...

Minggu, 07 Agustus 2011

Hentikan operasional PT.RAPP, STR melayangkan surat ke unsur Muspida.


Kebobrokan PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dalam melakukan aktifitas pebangunan Hutan Tanaman Industri HTI di pulau padang mulai terkuak. Kenyataan ini terungkap dalam rapat koordinasi, antara Kepala Desa Kecamatan Merbau dengan pihak Dinas Kehutanan yang langsung dipimpin Kadishut Ir Mamun Murod MM serta dihadiri Camat Merbau Drs Duriat serta Ketua Komisi II DPRD Meranti Ruby Handoko, pada hari Senin tanggal 25 Juni 2011.

Saat berlangsungnya rapat koordinasi tersebut, Kepala Desa Lukit Jumilan mengaku pihak RAPP tidak pernah berkoordinasi sebelum melakukan pembukaan lahan di Desa Lukit.

Kades Jumilan mengungkapkan “Dengan berbekal surat rekomendasi izin dari Menhut, RAPP langsung menggarap lahan di Desa Lukit”. Akibatnya, ratusan hektar lahan milik masyarakat ikut luluh lantak. Masyarakat para pemilik lahan sempat kebingungan, karena lahan mereka sudah rata dan tak lagi jelas mana tapal batasnya. Dan ketika masyarakat melakukan komplain ke RAPP, alasanya sudah ada izin dari Menhut.

Menurut Kades Jumilan, kalau pihak RAPP terus bersikap arogan seperti ini, jelas akan semakin mempersulit keadaan. Luas hamparan lahan milik masyarakat yang akan masuk dalam konsesi HTI RAPP akan semakin luas. Untuk itu, masyarakat Desa Lukit berharap agar Pemkab Kepulauan Meranti mendesak RAPP untuk menghentikan aktifitas pembukaan lahan di Desa Lukit, sebelum jelas titik batas wilayah HTI dengan lahan masyarakat. Dan Pemkab Meranti juga harus tegas kepada RAPP untuk segera menyetop aktifitas perusahaan di Lukit sampai ada kejelasan persoalan konflik lahan.

Hal senada juga diungkapkan Kepala Desa Tanjung Padang Kecamatan Merbau, Abu Sofian. Menurut Kades Abu, kebijakan pihak RAPP membangun jalan koridor tanpa pernah melakukan koordinasi dengan pemerintah desa. Akibatnya, banyak lahan milik warga yang dilanggar jalan koridor oleh RAPP. Dan yang dicemaskan masyarakat sekarang ini, tidak ada titik tapal batas yang jelas sampai dimana lahan HTI di Desa Tanjung Padang.

Kades Abu membeberkan. Kita minta agar Pemkab Meranti mengambil sikap tegas kepada RAPP untuk menyetop aktifitasnya di Desa Tanjung Padang, sampai ada kejelasan titik tapal batasnya. Dan masyarakat menolak rencana RAPP untuk membangun kanal dengan lebar 5-6 meter dengan kedalaman 3 meter tembus ke laut. Kalau ini terjadi, kami khawatir kalau ini dibiarkan Pulau Padang akan tenggelam.

Pernyataan Jumilan, Kepala Desa Lukit, dan Abu Sofian sebagai Kepala Desa Tanjung Padang Kecamatan Merbau di dalam rapat koordinasi tersebut, bukanlah sesuatu hal yang terlambat menurut kami.


Mengutip pemberitaan PEKANBARU (riaunews.com)ketua komisi A DPRD Riau Bagus Santoso juga telah merespon ulah PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP)tersebut. Bagus santoso meminta PT.RAPP untuk tidak menebar konflik baru dengan masyarakat. Permintaan ini disampaikan oleh ketua komisi A DPRD Riau Bagus Santoso kepada riaunews.com, Selasa (27/7) melalui Ponselnya,” PT RAPP jangan membuat konflik baru dengan masyarakat,” kata Bagus.

Dikatakan Bagus tindakan PT RAPP yang membuat koridor di pulau Padang tepatnya di desa Lukit kecamatan Merbau kabupaten Kepulauan Meranti, tersebut tanpa memberitahu masyarakat akan menimbulkan konflik baru. ” Dua peristiwa lalu yakni pembakaran alat berat dan pembunuhan belum tuntas secara hukum, kini PT RAPP kembali membuat ulah, tanpa memberitahu masyarakat lalu membuat koridor yang menyebabkan lahan masyarakat menjadi korban pembangunan koridor. Ini jelas bisa PT RAPP membuat konflik baru dengan masyarakat,” jelas Bagus

Mestinya kata Bagus sebelum membuat koridor PT RAPP terlebih dahulu duduk semeja dengan aparat pemerintahan dan tokoh masyarakat setelah itu dicapai kesepakatan baru memulai kerjanya,” Lebih tepatnya lakukan sosialisasi dengan masyarakat setelah itu baru buat koridor,” ujarnya.

Perusahaan lanjut politisi PAN ini mestinya belajar dengan pengalaman yang lalu tidak malah dengan kesan arogan melakukan aktifitas tanpa memperdulikan masyarakat setempat,” Kalau cara ini terus dilakukan oleh PT RAPP, tentunya kondisi di pulau Padang tidak akan pernah kondusif, keadaan ini tentunya akan merugikan pihak perusahaan sendiri,” jelasnya.

Dihubungi terpisah anggota FPDIP DPRD Riau H Zukri juga sependapat dengan Bagus. ” Pihak perusahaan mestinya menghormati hak-hak masyarakat tempatan, jangan berlaku arogan,” kata Zukri.

Zukri juga meminta kepada PT RAPP untuk segera membuat tata batas konsesi perusahaan dengan masyarakat sehingga jelas mana lahan PT RAPP dan mana lahan masyarakat,” Pembuatan tata batas adalah amanah Undang-Undang, pihak perusahaan wajib menjalankannya,”

Serikat Tani Riau berpendapat, Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) di wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti oleh pemerintah kepada PT.RAPP tidak memiliki alasan yang kuat. Menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, serta mendatangkan devisa bagi Negara itu semua tidak berarti bagi Rakyat di kabupaten ini.

Kami Serikat Tani Riau dan masyarakat pulau padang sangat mengetahui alasan kelasik pihak perusahaan nantinya. Sesuai izin yang diberikan pemerintah, di lokasi ini PT.RAPP hanya diberi kewenangan atas pengelolaan kawasan hutan, bukan untuk memilikinya. “Tanah itu milik negara, bukan milik perusahaan yang mengantongi izin Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dari pemerintah,”

Tindakan biadap PT.RAPP yang telah meluluh lantakkan ratusan hektar lahan milik masyarakat desa lukit serta melanggar lahan masyarakat tanjung padang dalam membangun jalan koridor tanpa menurut Serkat Tani Riau sudah cukup membuktikan Beberapa hal yang menjadi catatan sejarah hitam kaum tani di Kabupaten-kabupaten lain di Propinsi Riau, yang mengalami konflik agraria berdampak dengan perampasan tanah rakyat yang hingga saat ini belum terselesaikan akhirnya sudah mulai terjadi di pulau padang. Konflik ini terjadi sabagai dampak dari tidak adanya Tapal Batas yang jelas serta banyaknya Tanah Garapan Rakyat secara terpaksa harus di akui telah di tindih oleh HPH/HTI PT.RAPP.

1 tahun perjuangan Serikat Tani Riau dalam memenangkan konflik agraria untuk masyarakat pulau padang di Riau setidaknya telah membuktikan kepada sekalian rakyat yang menyaksikan, bahwa pemerintahan kabupaten kepulauan meranti benar-benar tidak mempunyai konsep penyelesaian konflik yang menguntungkan rakyat. Yang ada malahan kepengecutannya terhadap kaum pemilik modal besar, maka pantaslah dia disebut dengan kakitangan - antek - imperialisme neoliberal dalam negeri.

Perjuangan landreform masyarakat pulau padang dalam konflik agraria dengan PT. RAPP patut diapresiasi sebagai bentuk anti-tesa terhadap praktek monopoli tanah yang berlangsung di Indonesia, negeri setengah jajahan setengah feudal menurut Serikat Tani Riau.

Serikat Tani Riau menilai pemerintah pusat,Khususnya Dirjen Kehutanan Republic Indonesia, terlalu lamban dan kurang tegas dalam menyikapi tuntutan masyarakat kabupaten kepulauan meranti, lamban dalam mengakomodir keinginan masyarakat yang ada di daerah, Hal ini di buktikan dengan tidak adanya respon nyata dari pemerintah pusat atas keresahan masyarakat di kabupaten kepulauan meranti terkait akan beroperasinya PT RAPP di pulau padang kecamatan merbau meski telah mendapatkan Rekomendasi Komnas Ham.

Laporan apa lagi yang di tunggu oleh Zulkifli Hasan? Sikap lamban maupun kurang respon atas permasalahan masyarakat di daerah,Yang di lakukan oleh pemerintah pusat, bisa kita lihat terkait tidak adanya upaya nyata maupun langkah kongkrik yang di lakukan oleh pemerintah dalam memenuhi tuntutan masyarakat, yang meminta kepada pemerintah pusat agar menghentikan operasional PT.RAPP perusahaan aksia itu yang sudah mulai membabat seluruh isi hutan serta melakukan penjarahan lahan masyarakat.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Riau, Insiawati Ayus telah meminta pengelolaan hutan yang dilakukan oleh perusahaan RAPP yang ada di Pulau Padang, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti untuk distatus quo-kan. Selama masa status quo, pihak DPRD, eksekutif setempat diminta untuk membentuk tim investigasi bersama Muspida, untuk menyelesaikan konflik perselisihan antar warga dengan pihak RAPP.

Sudah sangat jelas bahwa keinginan masyarakat agar pemerintah pusat, mencabut izin perusahaan itu sangat kuat alasanya, di mana jika hutan hambut terbesar nomor dua di riau ini, Yang ada di kabupaten kepulauan meranti, di kelola untuk perkebunan aksia, di pastikan akan berdampak buruk terhadap lingkungan serta menimbulkan kerusakan hutan.

Menurut Ketua Komisi I DPRD Riau bagus Santoso. Tiga titik pulau di Meranti, masing-masing Pulau Padang, Pulau Merbau dan Pulau Ransang, terus menyusut luas daratannya akibat diterjang abrasi sepanjang tahun. Akibatnya, tidak saja ribuan hektar kebun dan ratusan rumah penduduk ke laut, titik kordinat terluar wilayah NKRI di Kabupaten Kepulaun Meranti turut bergeser.

Hal inilah, yang mencemaskan Ketua Komisi I DPRD Riau bagus Santoso, bahwa akan merugkan posisi NKRI secara politik dan keamanan, karena ketiga pulau ini berbatasan lansung dengan pariran Selat Melaka yang menjadi pembatas dengan negara Malaysia.

Sudah ribuan hektar kebun milik masyarakat yang terjun ke laut di terjang abrasi. Bahkan abrasi juga mengancam kawasan pemukiman masyarakat. Untuk itu pemerintah pusat harus segera mengalokasikan anggaran penyelamatan pulau-pulau terluar di Kabupaten Kepulauan Meranti tersebut. ''Kalau langkah ini lambat diambil, dihawatirkan akan semakin memperburuk situasi dan menngancam posisi NKRI dari sisi politik dan keamanan,"

Menurut Bagus, sebagai pelau terluar sudah seharusnya tiga pulau tersebut menjadi perhatian serius pemerintah pusat. Abrasi yang menghantam ketiga pulau tersebut benar-benar cukup menghawatirkan. Dalam kurun tiga puluh tahun terakhir ini, sudah puluhan ribua meter kawasan bibir pantai pulau Ransang yang terjun ke laut.
Akibatnya, tidak hanya luas daratan yang menyusut. Masyarakat di sejumlah desa di pulau Ransang harus menderita kerugian. Ribuan hektar kebun kelapa dan karet yang runtuh kelaut dan ratusan rumah ikut hancur.

Mau tidak mau, pemerintah pusat harus menjadikan fenomena ini sebagai perhatian serius yang harus segera ditindak lanjuti. Kalau harus dibebankan ke pemerintah daerah Meranti, jelas tidak akan mampu. Program penyelematan Pulau Ransang perlu dana yang sangat besar.

Hal senada juga diungkapkan Wakil Ketua Komisi II DPRD Riau Zulfan Heri. Menurut Zulfan Heri, abrasi yang menghantam di pulau Ransang benar-benar cukup menghawatirkan. Setiap tahunnya ratusan meter luas daratan pulau terluar tersebut jatuh ke laut. Kondisi ini terjadi di beberapa titik, mulai dari Kecamatan Ransang hingga Kecamatan Ransang Barat. Karena itulah Serikat Tani Riau (STR) Kabupaten Kepulauan Meranti menganggap pemberian sagu hati oleh PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) kepada 24 orang warga Pulau Padang tidak menyelesaikan persoalan.

Serikat Tani Riau menegaskan bahwa penolakan rakyat Pulau Padang atas beroperasinya PT.RAPP bukan hanya karena sebagian tanah dan tanaman rakyat masuk dalam areal konsesi perusahaan, tetapi karena sebuah persoalan yang lebih besar, yaitu ancaman kerusakan lingkungan.

Menagih Komitmen Menhut Soal Lingkungan

Serikat Tani Riau juga menagih komitmen Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan terkait sejumlah pernyataannya di media massa, bahwa masyarakat harus menjaga kawasan hutan sebagai upaya pelestarian lingkungan.

“Menhut Zulkifli Hasan tidak bisa tutup mata dan tidak peduli Khusus menyangkut adanya izin pemanfaatan hutan HTI di sejumlah daerah di Kabupaten Kepulauan Meranti, seperti di Pulau Padang Kecamatan Merbau,” katanya.

Oleh karena itu, STR pun kembali menantang Menhut Zulkifli Hasan untuk turun langsung ke Pulau Padang, guna menyaksikan secara langsung ancaman kerusakan lingkungan dan kawasan hutan akibat operasional PT.RAPP

Untuk itu Serikat Tani Riau tepatnya pada hari Senin tanggal 8 Agustus 2011 besok akan melayangkan surat ke unsur Muspida terkait dengan persoalan ini.
Selengkapnya...