Sabtu, 30 Juli 2011

STR, terkait dugaan Mafia Tanah Di Pulau Padang akan adukan ke POLDA Riau

Ketua Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti, Muhamad Riduan dalam merespon kondisi Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti yang akhir-akhir ini menjadi sebuah Pulau yang sangat rawan konflik, situasi begitu sangat mencekam dan sangat penuh dengan kemungkinan-kemungkinan adanya hal-hal baru yang akan memperburuk keadaan.

Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti berpendapat
, mencekamnya situasi di daerah tanah gambut ini tidak terlepas dari Konflik kelompok masyarakat sipil "melawan" dua kekuatan lain di masyarakat, yakni: sektor bisnis (PT.RAPP) dan/atau Negara. ini lah yang sedang terjadi di Pulau Padang.

Menurut Serikat Tani Riau, jauh sebelum Insiden-insiden terhadap operasional RAPP kerap terjadi di Pulau Padang, sebelumnya masyarakat di pulau padang ini hidup dalam keadaan rukun damai dan tentram. Namun, dalam dua bulan terakhir telah terjadi tiga insiden yang telah mengakibatkan kerusakan peralatan milik kontraktor RAPP di Pulau Padang dan bahkan menimbulkan korban jiwa.

Ada 3 Faktor penyebab Pulau Padang Rawan Konflik
1. Sangat lambat dan kurang mengakomodir keinginan masyarakat di pulau padang prihal penghentian operasional PT.RAPP di lapangan oleh pihak Pemerintah, meski sudah di Recomendasikan oleh Komnas Ham ke Menhut dan PT.RAPP itu sendiri,

2. Pembodohan massal para Mafia Tanah yang telah mengkapling-kapling hutan dengan modus Kelompok Tani lalu menjualnya ke masyarakat dengan harga beragam dari Rp 750.000-Rp2000.000 perkapling.

Serikat Tani Riau menduga cara ini menjadi taktik pecah belah bagi persatuan rakyat untuk menolak operasional PT.RAPP yang di gagas kelompok tertentu, selain cara ini juga di menfaatkan oleh oknum tertentu untuk mengutip pundi-pundi uang sebelum PT.RAPP melakukan operasionalnya.

Propaganda atau hasutan mendapatkan Ganti Rugi dari PT.RAPP cukup menjadi daya tarik kuat sebelum PT.RAPP melaksanakan operasionalnya, sehingga banyak masyarakat awam yang tidak memahami hukum menjadi korbanya, mulai dari masyarakat pulau padang itu sendiri, hinggalah termasuk warga selatpanjang, masyarakat desa Lalang, Desa Kayu Ara, dan Sungai Apit Kabupaten Siak dan masyarakat Kabupaten Bengkalis.

Serikat Tani Riau mengkhawatirkan kondisi pulau padang akan bertambah memburuk, apabila pemerintah dan pihak kepolisian tidak lebih mendulukan menuntaskan persoalan Mafia Tanah ini di pulau padang ini yang dulunya menjadi pemicu masuknya operasional PT.RAPP tersebut, sehingga ada bahasa Pro dan Kontra di masyarakat dalam menyikapi persoalan HTI ini.

Serikat Tani Riau memastikan konflik baru muncul di pulau padang. Karena propaganda mendapatkan uang besar tidak terbukti bagi para anggota kelompok tani yang berharap akan ganti rugi.

Potensi konflik ini sangat jelas terlihat, seperti yang disampaikan Sekdes Dedap, Saprizal, Senin (25/7), dalam rapat koordinasi dengan seluruh kepala desa dan camat yang ada di Kecamatan Merbau tersebut yang difasilitasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti prihal permintaan penghentian operasional PT.RAPP di Pulau Padang sebagaimana di muat di pemberitaan Riau Pos.co.id. 27 juli 2011.

Sangat jelas dibeberkan oleh Saprizal, nominal sagu hati kepada masyarakat belum ditentukan, sementara lahan telah digarap.

‘’Sagu hati dari perusahaan berapa, belum duduk. Namun lahan telah diluluhlantakkan dengan eskavator. Mendatangkan aparat di lahan itu bukanlah solusi,’’ kata Saprizal.

Dilanjutkan Sekdes tersebut, terkesan pihak perusahaan memakai kewenangannya, tanpa memperdulikan hak masyarakat. ‘’Mentang-mentang punya izin Menteri, tidak memperdulikan hak-hak masyarakat kita. Coba selesaikan dulu batas-batas lahan dengan masyarakat dan sagu hati yang akan diterima masyarakat,’’ sebutnya.

Senada dengan itu, Kades Lukit, Jumilan menyebutkan, lahan di desanya telah digarap berhektare-hektare luasnya, tanpa koordinasi. Apakah lahan itu telah dibebaskan, ataupun ada pemiliknya.

‘’Usahkan mau diganti rugi atau diberikan sagu hati, di negosiasipun belum. Kelompok tani di desa kita langsung bingung. Mana batas lahan antar-kelompok tani di Lukit pun tidak tahu lagi,’’ ucapnya.

3. Saat ini beberapa kebun rumbia atau kebun sagu masyarakat sudah tergusur di daerah Desa Lukit. Yang sangat mengerikan adalah status lahanya masih dalam Tahapan Penyelesaian/Sengketa, kenyataanya PT.RAPP tetap bekerja dan tidak memperdulikan permasalahan tersebut. Info yang juga kami terima di Pulau Padang hal seperti ini juga terjadi di Tanjung Padang. Kenyataan ini cukup menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan bagi masyarakat lainya yang juga memiliki lahan tentunya sebagai alat produksi kaum tani.

Beberapa hal yang menjadi catatan sejarah hitam kaum tani di Kabupaten-kabupaten lain di Propinsi Riau, yang mengalami konflik agraria berdampak dengan perampasan tanah rakyat yang hingga saat ini belum terselesaikan akhirnya sudah mulai terjadi di pulau padang. Konflik ini terjadi sabagai dampak dari tidak adanya Tapal Batas yang jelas serta banyaknya Tanah Garapan Rakyat secara terpaksa harus di akui telah di tindih oleh HPH/HTI PT.RAPP.

Permasalahan yang bermula dari rapuhnya pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960, hingga kepada pemberian tanpa batas hak pengelolaan lahan dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya kepada pemilik modal atau kasarnya, Negara tidak mampu menegaskan batas maksimal penguasaan lahan – tanah – yang boleh dikuasai atau dikelola. Ketidakjelasan tersebut didukung dengan buramnya sistem administrasi pertanahan sehingga sebidang tanah pun bisa dimiliki oleh 2 hingga 3 orang. Menurut Konsorsium Pembaharuan Agraria, mereka merekam sekitar 1.753 kasus konflik agraria struktural, yaitu kasus-kasus konflik yang melibatkan penduduk berhadapan dengan kekuatan modal dan/atau instrumen negara. Dengan menggunakan pengelompokan masyarakat dalam tiga sektor, seperti dikemukakan Alexis Tocqueville (1805-1859), konflik agraria struktural dapat dinyatakan sebagai konflik kelompok masyarakat sipil "melawan" dua kekuatan lain di masyarakat, yakni: sektor bisnis dan/atau negara.

Kami dari Serikat Tani Riau secara tegas menolak keberadaan perusahaan HTI PT.RAPP tersebut secara logis dan Ilmiah, dan tentunya Organisasi akan bertanggung jawab penuh terhadap pengamanan Aset-aset dan Tanah-tanah anggota kami.

Namun Serikat Tani Riau tidak akan membiarkan penenggelaman Pulau Padang terjadi oleh operasional Prusahaan HTI PT.RAPP hanya di sebabkan adanya praktek-praktek mafia tanah yang hanya berkiblat kepada keuntungan sesaat, lalu menjadi poin untuk di ambil suaranya oleh pemerintah sebagai anak asli tempatan pulau padang, sedangkan yang menolak atau kontra terhadap operasional HTI di anggap sebagai pendatang, sebagaimana yang kami terima di jakarta saat kami ke jakarta dalam aksi mogok makan bersama 46 Petani Pulau Padang. selain di ungkapkan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan kepada Riau Pos di sela-sela acara Forum Pemred JPNN di Palembang, Kamis (28/7)

‘’Saya minta data resmi dari bupati, apakah yang menolak HTI itu masyarakat tempatan atau tidak. Kalau iya maka Kemenhut akan mengurus penyelesaiannya. Kalau perusahaan nanti tidak mau ikut, maka bisa saja akan dicabut,’’.

Meskipun rentan dengan akan timbulnya konflik horizontal di Pulau Padang, saat ini Serikat Tani Riau sedang mempersiapkan bukti-bukti dan akan membuat pengaduan ke POLDA Riau jika semua bukti-bukti terkait dugaan kami anggap lengkap.

Selengkapnya...

Jumat, 29 Juli 2011

STR TANTANG MENTERI KEHUTANAN Ir Zulkifli Hasan untuk turun langsung ke Pulau Padang.

PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Diminta Hentikan Operasional Sementara di Pulau Padang. Permintaan itu di sampaikan oleh Dinas Kehutanan Kepulauan Meranti khusus di wilayah operasional yang berkonflik.

Sebagaimana di sampaikan oleh Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut), Ir Makmun Murod saat ditemui di ruangannya usai menggelar Rapat Koordinasi dengan seluruh kepala desa dan camat yang ada di Kecamatan Merbau.

‘’Kita akan minta kepada pihak RAPP agar menghentikan sementara operasionalnya, khusus di daerah konlik yang telah terjadi. Penghentian yang kita inginkan, hanya sampai konflik yang terjadi selesai dan reda. Setelah itu selesai, maka pihak RAPP bisa kembali beroperasi,’’

Permintaan tersebut, lanjut Kadishut Kepulauan Meranti itu, didasari dari keinginan agar situasi yang berada di Meranti, khususnya di Pulau Padang bisa terkendali dan kondusif. Sebab Murod tidak ingin dengan terusnya beroperasi PT RAPP, tanpa jeda membuat menjadi pemicu konflik yang berkepanjangan di Meranti.

Untuk di ketahui, sebelumnya di Pulau Padang, Kecamatan Merabau,telah terjadi beberapa insiden. Media Relations RAPP, Salomo Sitohang, dalam rilis pers mengatakan insiden terhadap operasional RAPP kerap terjadi di Pulau Padang, menurut dia, telah terjadi tiga insiden dalam dua bulan terakhir yang telah mengakibatkan kerusakan peralatan milik kontraktor RAPP di Pulau Padang.

Insiden pembakaran dua alat berat di Sungai Hiu, Desa Tanjung Padang pada tanggal 30 mei 2011. Impormasi yang kami himpun di daerah pulau padang dari pihak kepolisian Kapolsek Merbau, di daerah Sungai Kuat Desa Lukit juga terjadi hal yang sama seperti di sungai Hiu yaitu pembakaran alat berat milik perusahaan. Selain dua kejadian diatas, pembakaran alat berat dan tewasnya seorang operator alat berat dengan nama Chaidir berusia 32 tahun pada Rabu tanggal 13 juli 2011 merupakan kejadian yang sangat tragis. Chaidir adalah pegawai PT Sarindo, kontraktor dari RAPP yang bekerja di konsesi hutan tanaman industri (HTI) di area perusahaan bubur kertas PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) miliknya Taipan Sukanto Tanoto dibawah bendera Asia Pacific Resource International Limited (APRIL)di daerah Sei Kuat, Pulau Padang, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

‘’Kita tidak ingin timbul lagi korban jiwa. Oleh sebab itulah kita mau RAPP dapat bekerja sama dengan kita untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi,’’ ungkap Kadishut Kepulauan Meranti yang langsung diamini sejumlah kepala desa yang berada di wilayah Kecamatan Merbau. Termasuk Camat Merbau, Duriat.

Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti bersama masyarakat Pulau Padang Kecamatan Merbau yang menolak beroperasinya PT.RAPP tersebut, menyambut baik upaya Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut), Ir Makmun Murod perihal penghentian sementara Operasional PT.RAPP di pulau padang. Karena jika tetap di paksakan Serikat Tani Riau khawatir kondisi pulau padang akan semakin memburuk. Hal ini di sebabkan konflik baru, muncul di pulau padang. Karena propaganda mendapatkan uang besar tidak terbukti bagi para anggota kelompok tani yang berharap akan ganti rugi dari PT.RAPP.

Contohnya mengenai tentang tuntutan sejumlah Kades yang menginginkan agar pihak PT.RAPP dapat mendudukan persoalan ganti rugi lahan atau sagu hati. Seperti yang disampaikan Sekdes Dedap, Saprizal, Senin (25/7), dalam Rakor tersebut yang difasilitasi Dishutbun.

Sekdes Dedap, Saprizal, Dibeberkannya, nominal sagu hati kepada masyarakat belum ditentukan, sementara lahan telah digarap.

‘’Sagu hati dari perusahaan berapa, belum duduk. Namun lahan telah diluluhlantakkan dengan eskavator. Mendatangkan aparat di lahan itu bukanlah solusi,’’ kata Saprizal.

Dilanjutkan Sekdes tersebut, terkesan pihak perusahaan memakai kewenangannya, tanpa memperdulikan hak masyarakat. ‘’Mentang-mentang punya izin Menteri, tidak memperdulikan hak-hak masyarakat kita. Coba selesaikan dulu batas-batas lahan dengan masyarakat dan sagu hati yang akan diterima masyarakat,’’ sebutnya.

Senada dengan itu, Kades Lukit, Jumilan menyebutkan, lahan di desanya telah digarap berhektare-hektare luasnya, tanpa koordinasi. Apakah lahan itu telah dibebaskan, ataupun ada pemiliknya.

‘’Usahkan mau diganti rugi atau diberikan sagu hati, di negosiasipun belum. Kelompok tani di desa kita langsung bingung. Mana batas lahan antar-kelompok tani di Lukit pun tidak tahu lagi,’’
ucapnya

Menurut Serikat Tani Riau, sebaiknya pihak perusahaan PT.RAPP segera mejelaskan persoalan yang sebenarnya ke masyarakat tentang kedudukan yang sebenarnya. PT.RAPP dan Pemerintah harus bertanggung jawab.

Karena menurut pantauan Serikat Tani Riau, di Pulau Padang sebelum PT.RAPP melakukan operasionalya di pulau tanah gambut ini. Pembodohan massal para Mafia Tanah yang telah mengkapling-kapling hutan dengan modus membuat Kelompok Tani lalu menjualnya ke masyarakat dengan harga beragam dari Rp 750.000-Rp2000.000 perkapling sama sekali tidak ada upaya pencegahan dari Pemerintah Daerah, atau memberikan penyuluhan ke masyarakat.

Sepemahaman Serikat Tani Riau, "mengkapling-kapling hutan dengan modus membuat Kelompok Tani" menjadi taktik pecah belah bagi persatuan rakyat untuk menolak operasional -PT.RAPP pada waktu itu. Tentunya cara ini juga di menfaatkan oleh oknum tertentu untuk mengutip pundi-pundi uang. Propaganda mendapatkan Ganti Rugi dari PT.RAPP cukup menjadi daya tarik kuat sebelum PT.RAPP melaksanakan operasionalnya, sehingga banyak masyarakat awam menjadi korbanya mulai dari masyarakat pulau padang itu sendiri, hinggalah termasuk masyarakat desa Lalang, Desa Kayu Ara, dan Sungai Apit Kabupaten Siak dan masyarakat Kabupaten Bengkalis.

Selanjutnya Serikat Tani Riau bersama masyarakat Pulau Padang menantang Menteri Kehutanan Ir Zulkifli Hasan untuk turun langsung ke lapangan dan bertemu dengan masyarakatdi kecamatan merbau ini. pernyataan ini adalah respon dari Stetmen Zulkifli Hasan kepada Riau Pos di sela-sela acara Forum Pemred JPNN di Palembang, Kamis (28/7)

‘’Saya minta data resmi dari bupati, apakah yang menolak HTI itu masyarakat tempatan atau tidak. Kalau iya maka Kemenhut akan mengurus penyelesaiannya. Kalau perusahaan nanti tidak mau ikut, maka bisa saja akan dicabut,’’.

Jangan hanya meminta pemerintah daerah untuk memberikan data dan laporan tertulis terkait konflik perusahaan dan masyarakat di Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti. Lebih baik Menteri Kehutanan Ir Zulkifli Hasan ketemu langsung dengan masyarakat Pulau Padang dan melihat langsung kondisi yang sebenarnya, jika memang benar Kemenhut serius menentukan kebijakan selanjutnya yang berpihak kepada Rakyat.

Kenapa kami dari Serikat Tani Riau mengarahkan Menteri Kehutanan Ir Zulkifli Hasan untuk tidak hanya menunggu data dan laporan dari pemerintah daerah terkait konflik perusahaan dan masyarakat di Pulau Padang, ini karena Serikat Tani Riau bersama masyarakat Pulau Padang telah menyampaikan "Mosi Tidak Percaya" terhadap Ir. Mahmud Murod selaku Kadishutbun Meranti dan Drs. Ichwani Asisten I sekdakab Meranti dan 11 kepala Desa di Pulau Padang pada tanggal 28 Maret 2011. "Mosi Tidak Percaya" ini di samapaikan dalam aksi Stempel Darah yang merupakan aksi yang ke 9 kalinya di lakukan masyarakat Pulau Padang sebelum masyarakat Pulau Padang berangkat ke Jakarta mendatangi Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.

Menurut masyarakat Pulau Padang, mereka (Ir. Mahmud Murod selaku Kadishutbun Meranti dan Drs. Ichwani Asisten I sekdakab Meranti dan 11 kepala Desa di Pulau Padang)telah menghianati masyarakat Pulau Padang. Karena Pada 16 Maret 2011, rapat yang dipimpin Asisten I Drs Ichwani dan Kadishut Moh.Murod yang turut dihadiri Ketua Komisi I DRPD Meranti dan Ketua komisi II DPRD Meranti secara gamblang mendukung operasional RAPP dengan membentuk tim pengawalan operasional RAPP di Pulau Padang. Padahal, sejatinya, tim yang dibentuk adalah tim investigasi, bukan tim pengawalan operasional terhadap PT.RAPP.

Serikat Tani Riau Kabupaten Kepulauan Meranti Merasa sangat kecewa dengan Sikap Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti Ir Mamun Murod, (Kadishutbun) bersama Asisten I Sekdakab Meranti.

Dalam pertemuan yang merupakan Tindak Lanjut dari pada pertemuan multy pihak penyelesaian Konflik. yang pertemuan tersebut dilaksanakan kan di Kantor Dinas Kehutanan Dan Perkebunan (Kadishutbun)di fasilitasi oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Kepulauan Meranti Ir Mamun Murod, bersama Asisten I Sekdakab Meranti dan anggota Komisi I dan II DPRD Kepulauan Meranti Sangat Penuh Dengan Muatan Politik.

Dalam pertemuan sempat terjadi ketegangan. Hal ini disebabkan oleh sikap kadishutbun Makmun Murad yang mengarahkan Tim, sebagai Tim Pengawas operasional.

Pembentukan TIM Pengkaji sebagaimana ditetapkan pada tgl 23 Feb. 2011 di Aula RSUD Selatpanjang tentang “Tim Pengkaji Kelayakan” di Rubah serta merta menjadi “TIM Pengawas Operasional PT. RAPP di Pulau padang”.

Rapat sama sekali tidak mengakomodir aspirasi yang berkembang dan melenceng dari kesepakatan tanggal 23 februari 2011.

Hasil Analisa Serikat Tani Riau sesuai Kronologis Pertemuan hari Rabu 16 Maret 2011 di Kantor Dinas Kehutanan Dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti:

1. Adanya Pembacaan Pernyataan Sikap yang lakukan oleh 11 Kepala Desa Se-Pulau Padang, Kecuali Bapak Kades Samaun S.sos, (Bagan Melibur),Bapak Kades Toha (Mengkirau) dan Bapak Suyatno selaku Lurah di (Teluk Belitung) 11 kepala desa tersebut mendukung sepenuhnya upaya pemerintah kabupaten kepulauan meranti untuk mewujudkan iklim investasi yang kondusif demi kelancaran pembangunan daerah khususnya di pulau padang, kecamatan merbau yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan Masyarakat.

2. Drs Ikhwani, Asisten I Setdakab Meranti mengatakan keputusan pemerintah dalam mengeluarkan izin operasional PT.RAPP perusahaan tersebut, telah sah secara hukum.

3. Ir Mamun Murod, Kadishutbun Mengatakan pertemuan itu bertujuan untuk membentuk Tim Pengawasan terkait rencana operasional PT RAPP di Pulau Peadang sesuai SK Menhut 327 Tahun 2009.

Hinggalah pada tanggal 27 Maret 2011, PT.RAPP Memaksakan Kehendak Untuk Beroperasional Di Pulau Padang.

Padahal, sejatinya menurut masyarakat, yang dibentuk Pada 16 Maret 2011 adalah Tim investigasi atau tim pengkajian ulang mulai dari kelayakan Tanah dengan menggunakan Pakar, hingga tim bekerja untuk mengkaji persoalan Administrasi PT.RAPP, bukan tim pengawalan, karena itu Aksi stempel darah ini juga sebagai bukti dan bentuk perlawanan masyarakat terhadap pengkhianatan Asisten I Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Meranti, Drs Ikhwani, dan Kepala Dinas Kehutanan Meranti, Drs Mahmud Morod serta 11 Kepala Desa terhadap kesepakatan pada 23 Februari 2011 dalam dialog multy pihak penyelesaian Konflik antara masyarakat yang mengutus 61 Orang pengurus-pengurusnya dengan PT.RAPP mengutus 61 Orang pengurus-pengurus untuk hadir pada pertemuan yang diadakan di Aula RSUD Selatpanjang yang langsung di Pimpin oleh Bupati Drs Irwan MSi selaku Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti.

Dalam sambutan Bupati Kepulauan Meranti, Irwan Nasir secara tegas mengatakan terkait maraknya aksi massa yang menolak keberadaan HTI di Kepulauan Meranti “mari kita bentuk Tim yang akan mengkaji secara obyektif, jika memang izin HTI di Kepulauan Meranti berdampak positif sama-sama kita terima, akan tetapi jika HTI berdampak Negatif sama-sama kita tolak”.

Serikat Tani Riau berjaji akan menyediakan Panggung untuk Menteri Kehutanan dan mengumpulkan Ribuan masyarakat Pulau Padang yang menolak Operasional HTI PT.RAPP di wilayah kecamatan merbau pulau padang. Jika perlu Menteri Kehutanan Ir Zulkifli Hasan membawa pihak Kepolisian, kegunaanya bukan utuk keamanan. Tetapi kegunaanya, jika nanti terbukti bahwa yang di Mobilisasi Serikat Tani Riau bukan anak tempatan yang tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk Kabupaten Kepulauan Meranti yang berkumpul dan menolak keberadaan perusahaan HTI itu dengan alasan yang logis dan Ilmiah, maka Muhamad Riduan Ketua Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti bersedia di tuntut secara Hukum. Selengkapnya...

Senin, 18 Juli 2011

Serikat Tani Riau mengkhawatirkan kondisi pulau padang akan bertambah memburuk,

Media Relations RAPP, Salomo Sitohang, dalam rilis pers mengatakan insiden terhadap operasional RAPP kerap terjadi di Pulau Padang, menurut dia, telah terjadi tiga insiden dalam dua bulan terakhir yang telah mengakibatkan kerusakan peralatan milik kontraktor RAPP di Pulau Padang.

Sebelumnya, pembakaran dua alat berat juga telah terjadi di Sungai Hiu, Pulau Padang pada tanggal 30 mei 2011. Impormasi yang kami himpun di daerah pulau padang dari pihak kepolisian di daerah Sungai Kuat juga terjadi hal yang sama seperti di sungai Hiu yaitu pembakaran alat berat milik perusahaan milik Taipan Sukanto Tanoto dibawah bendera Asia Pacific Resource International Limited (APRIL). selain dua kejadian diatas, pembakaran alat berat dan tewasnya seorang operator alat berat dengan nama Chaidir berusia 32 tahun pada Rabu tanggal 13 juli 2011 merupakan kejadian yang sangat tragis. Chaidir adalah pegawai PT Sarindo, kontraktor dari RAPP yang bekerja di konsesi hutan tanaman industri (HTI) di area perusahaan bubur kertas PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di daerah Sei Kuat, Pulau Padang, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Menurut Serikat Tani Riau insiden yang terjadi dalam beberapa waktu belakangan ini adalah sebagai sebuah akibat dari gerak anarki modal yang tidak memperdulikan beberapa hal penting dari aspirasi rakyat. Kosekuensi yang berdampak kepada penderitaan rakyat yang akan berkepanjangan nantinya, besar kemungkinan menjadi pemicu dari insiden-insiden yang terjadi di pulau padang saat ini, apalagi tindakan-tindakan seperti ini juga menjadi gembaran bahwa tingkat krisis kepercayaan rakyat terhadap para pengambil kebijakan di tingkat kepemerintahan sudah semakn meninggi sehingga tidak adalagi ketergantungan harapan rakyat terhadap pejabat tinggi Negara dalam menyelesaikan persoalan mereka. Kami dari Serikat Tani Riau sebagai organisasi politik tani yang melakukan pendampingan harus mengakui, bahwa telah hampir seluruh tahapan sudah kami lalui dalam mencarikan jalan penyelesaian secara persuasiv bahkan masyarakat sudah mendapatkan recomendasi Komnas Ham.

Sebelum terjadinya tindakan anarkis yang di lakukan sekelompok orang tak di kenal, masyarakat Pulau Padang yang bergabung dengan Serikat Tani Riau sudah hampir 12 kali melakukan Aksi Massa dan semuanya berlangsung secara damai sehingga melakukan Aksi ke Jakarta dan mendatangi Kementerian Kehutanan pada kamis tanggal 21 april 2011, mendatangi Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) di Jalan Latuhari, Jakarta pada tanggal 25 April 2011, mendatangi Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta pada tanggal 27 April 2011, mendatangi Kementiran Lingkungan Hidup (KLH), dan bahkan juga masyarakat Pulau Padang mendatangi Kedutaan Besar Nerwegia di Jakarta dalam mencari penyelesaian persoalan secara baik dan persuasif sehingga Komnas Ham pada tanggal 29 April 2011 telah melayangkan surat kepada Menteri Kehutanan RI di Gd. Manggala Wanabakti, Jl. Jendral Gatot Subroto, Senayan, Jakarta dengan Surat Nomor: 1.072/K/PMT/IV/2011.

Di dalam surat yang telah di kirimkan Komnas Ham ke Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan , Johny Nelson Simanjuntak, SH meminta kepada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan Untuk Meninjau Ulang Surat Keputusan No. 327/Menhut-II/2009 dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti. Bahkan Komnasham mendesak Menhut untuk menggunakan kewenangan yang ada padanya untuk menghentikan operasional PT.RAPP di lapangan Sementara peroses peninjauan ulang belangsung.

Pada tanggal yang sama yaitu tanggal 29 April 2011, selain melayangkan surat ke Zulkifli Hasan Kementerian Kehutanan , pihak Komnasham juga melayangkan surat kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper Di Pangkalan Kerinci Kematan. Langgam Kabupaten Pelalawan. Provinsi Riau dengan Surat Nomor: 1.071/K/PMT/IV/2011.

Di dalam surat yang telah di kirimkan Komnasham kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper , Johny Nelson Simanjuntak, SH Mendesak kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper untuk Menghentikan Kegiatan Operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh pihak masyarakat dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti.

Sama seperti surat yang di layangkan Komnasham ke Menhut. Komnasham juga memberikan alasan kenapa tindakan ini mereka lakukan ke PT.RAPP setelah menerima pengaduan dari masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti Prov. Riau prihal Keberatan Atas Terbitnya SK Menhut No.327/ Menhut-II/2009.

Recomendasi penghentian kegiatan operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh masyarakat Pulau Padang oleh Komnas Ham sangatlah merupakan solusi yang sangat baik, tindakan ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (3) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti bahwa hak atas kesejahteraan di jamin dalam Pasal 36 ayat (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Kami dari Serikat Tani Riau memandang bahwa terbitnya SP 3 14 perusahaan pelaku Illog sehingga Terbitnya SK Menhut No. 327/2009 menjadi akar permasalahan mendasar dari konflik agraria dan pengrusakan lingkungan yang terjadi di Riau termasuk Pulau Padang. Dikarenakan tidak adanya keberanian pemerintah baik ditingkat nasional sampai pada tingkat daerah untuk mengambil kebijakan politik guna menyelesaikannya sehingga akan menimbulkan kembali hal-hal yang tidak kita ingini, sebagaimana yang telah terjadi dalam dua bulan terakhir di pulau padang ini.

Mengenai konflik Agraria di Indonesia diketahui bahwa, Permasalahan yang bermula dari rapuhnya pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960, hingga kepada pemberian tanpa batas hak pengelolaan lahan dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya kepada pemilik modal atau kasarnya, Negara tidak mampu menegaskan batas maksimal penguasaan lahan – tanah – yang boleh dikuasai atau dikelola. Ketidakjelasan tersebut didukung dengan buramnya sistem administrasi pertanahan sehingga sebidang tanah pun bisa dimiliki oleh 2 hingga 3 orang. Menurut Konsorsium Pembaharuan Agraria, mereka merekam sekitar 1.753 kasus konflik agraria struktural, yaitu kasus-kasus konflik yang melibatkan penduduk berhadapan dengan kekuatan modal dan/atau instrumen negara. Dengan menggunakan pengelompokan masyarakat dalam tiga sektor, seperti dikemukakan Alexis Tocqueville (1805-1859), konflik agraria struktural dapat dinyatakan sebagai konflik kelompok masyarakat sipil "melawan" dua kekuatan lain di masyarakat, yakni: sektor bisnis dan/atau negara.

Sejak 1970 hingga 2001, seluruh kasus yang direkam KPA tersebar di 2.834 desa/kelurahan dan 1.355 kecamatan di 286 daerah (Kabupaten/Kota). Luas tanah yang disengketakan tidak kurang dari 10.892.203 hektar dan mengorbankan setidaknya 1.189.482 KK.

Kasus sengketa dan/atau konflik disebabkan kebijakan publik. Konflik yang paling tinggi intensitasnya terjadi di sektor perkebunan besar (344 kasus), disusul pembangunan sarana umum dan fasilitas perkotaan (243 kasus), perumahan dan kota baru (232 kasus), kawasan kehutanan produksi (141 kasus), kawasan industri dan pabrik (115 kasus), bendungan dan sarana pengairan (77 kasus), sarana wisata (73 kasus), pertambangan besar (59 kasus) dan sarana militer (47 kasus). Data Badan Pertanahan Nasional (BPN) menunjukkan, terdapat 2.810 kasus skala besar (nasional), 1.065 di antaranya masih ditangani pengadilan dan 1.432 kasus masih berstatus sengketa. Sekitar 322 kasus berpotensi memicu konflik kekerasan. Menurut Sri Hartati Samhadi dalam fokus Kompas 30 Juni 2007, Di perkotaan, sengketa tanah umumnya dipicu oleh meningkatnya arus urbanisasi, pembangunan proyek-proyek infrastruktur skala besar, politik pertanahan (seperti menggusur warga miskin perkotaan dari tanah berlokasi strategis untuk kepentingan pembangunan proyek- proyek komersial) banyak berakhir pada penggusuran paksa masyarakat miskin perkotaan. Di daerah kaya mineral, konflik terus terjadi antara masyarakat adat dan pemerintah atau perusahaan swasta pemegang konsesi, contohnya yang terjadi di Freeport (Papua) dan Caltex (Riau). Di wilayah transmigrasi, antara transmigran dan masyarakat lokal. Di kawasan kehutanan, antara BUMN atau perusahaan perkebunan besar dan masyarakat adat. Di pedesaan, alih fungsi lahan untuk proyek-proyek seperti waduk dan tempat latihan militer.

Lahan Luas untuk Pemilik Modal dan Konflik Agraria di Riau
Secara kepemilikan tanah di Indonesia,


Menurut Serikat Tani Nasional (STN) mengatakan bahwa, peruntukan lahan bagi perkebunan skala besar jelas-jelas menumbuhkan penindasan struktural serta menjauhkan kaum tani dari kesejahteraan. Kita bisa melihat, betapa luasnya pemerintahan memberikan tanah-tanah yang mereka sebut dengan Hutan/Perkebunan Negara kepada perusahaan-perusahaan seperti; PT Freeport Indonesia yang mendapatkan jatah 202.380 ha areal hutan lindung di Papua, PT Inco Tbk menguasai 218.828 ha di Sulawesi Tengah, Tenggara dan Selatan, PT Aneka Tambang seluas 39.040 ha di Maluku dan 14.570 ha di Sulawesi Utara, PT Indominco Mandiri seluas 25,121 ha di Kalimantan Timur, PT Natarang Mining seluas 12.790 di Lampung, PT Nusa Halmahera Minerals di Maluku Utara seluas 29.622 ha, PT Pelsart Tambang Kencana seluas 201.000 ha di Kalimantan Selatan, PT Interex Sacra Raya seluas 13.650 ha di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, PT Weda Bay Nickel seluas 76.280 ha di Maluku Utara, PT Gag Nickel di Papua seluas 12.138 ha, dan PT Sorikmas Mining seluas 66.200 ha di Sumatera Utara, dan lain-lain.

Sementara itu di Riau, rezim Orde Baru membangun jaringan kekuasaan ekonominya di bawah kangkangan kapitalisme global dengan memberikan + 580.000 ha (Separuhnya diperuntukkan bagi HPH/TI PT. Arara Abadi, seluas hampir 300.000 ha) perkebunan pulp kepada 2 perusahaan dan diperkirakan memboyong 20 juta meter kubik kayu per tahunnya, atau setara dengan 91% dari total penebangan semua industri berbasis kayu di Indonesia. Sementara itu, menurut laporan Human Rigth Wacth tahun 2003 lalu, untuk PT. Caltex Pasifix Indonesia (CPI) atau PT. Chevron Pasific Indonesia (CPI) saja mendapatkan jatah seluas + 3,2 juta ha atau sekitar 32.000 KM. Lalu, 6 juta ha HPH di Riau merupakan milik kaum elit di luar Riau. Jika ditotalkan keseluruhannya, maka peruntukan lahan bagi perkebunan/industri kehutanan skala besar di Riau seluas 9,5 juta ha.

Kebijakan inilah kemudian yang ditengarai menyebabkan bencana dimana-mana, mulai dari bencana asap, banjir, konflik tanah, kemiskinan, dan lain sebagainya. Bencana asap misalnya, menurut Walhi Riau bersama LSM lingkungan lainnya bahwa periode Juli-Agustus 2006 telah teridentifikasi bahwa kebakaran terjadi di kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI), Hutan Produksi (HPH), dan perkebunan Sawit di seluruh Riau, dengan rincian luasan terbakar HTI 47.186 ha, perkebunan Sawit 42.094 ha, HPH 39.055 ha, kawasan Gambut 91.198 ha, dan kawasan non-Gambut 82.503 ha. Inilah kemudian yang menjadi indikasi penyebab 12.000 orang terkena ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan), 3.000 orang terkena iritasi mata, 10.000 orang terkena diare dan mencret (Catatan Akhir Tahun 2006 JIKALAHARI). Ini tentunya belum termasuk kepada kerugian yang diderita oleh rakyat akibat banjir – diantaranya disebebkan oleh terlampau luasnya tanaman monokultur skala besar - yang menurut buku hitam WALHI Riau, pada tahun 2003 saja sebesar Rp. 793,3 milyar. Dan di tahun 2006, menurut Riau Pos dari akibat banjir yang melanda 3 kecamatan di kabupaten Kampar; Tambang, Tapung Hilir, dan Kampar Kiri mendera 3.000 jiwa lebih dan sedikitnya 50 orang meninggal dunia. Sementara itu belum lagi tanaman rakyat yang rusak. Ini tentunya tidak termasuk data kerugian akibat banjir yang menjarahi daerah Rokan Hulu, Pekanbaru, Kuansing, Bengkalis, dan lain-lain.

Kendati Kondisi Hutan Alam Riau sudah dalam keadaan kritis tahun 2004, namun ternyata eksploitasi hutan alam tetap berlangsung pesat sepanjang tahun 2005, baik yang dilakukan oleh Penebang liar (Illegal Logging) maupun oleh pemegang izin konsesi (Legal Logging). Keduanya sama-sama memberikan andil besar terhadap hilangnya tutupan hutan alam di Riau yang mengakibatkan Bencana Banjir dan Kabut Asap terjadi secara rutin pada tahun 2005. Pada akhir Tahun 2004 JIKALAHARI mencatat tutupan hutan alam Riau hanya tersisa seluas 3,21 juta hektar atau 35 % dari 8,98 juta hektar total luas daratan Provinsi Riau. Penurunan Luas Hutan Alam di Riau terjadi secara Drastis dari tahun 1984 ke tahun 2005 yaitu seluas 3 juta hektar, penurunan tertinggi terjadi antara tahun 1999 ke tahun 2000 yaitu seluas 840 ribu hektar. Berarti jika dirata-ratakan per tahun hutan alam Riau hilang seluas 150 ribu hektar.

Aktifitas Eksploitasi ini terus berlanjut, karena di atas Hutan Alam yang tersisa sebagian besar sudah dikuasai Perusahaan besar swasta bidang Perkebunan dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Hasil analisis JIKALAHARI menemukan bahwa seluas 789.703 hektar dari Hutan Alam yang tersisa tahun 2004 sudah dikuasai untuk dieksplotasi oleh 2 group Perusahaan Bubur Kertas Riau yaitu APRIL (Asia Pacific Resources International Ltd.) Induk PT. RAPP (Riau Andalan Pulp and Paper) seluas 278.371 hektar dan APP (Asia Pulp And Paper) Induk PT. IKPP (Indah Kiat Pulp and Paper) seluas 511.331 hektar beserta Perusahaan mitranya, dan seluas 390.471 hektar telah dikuasai oleh Perusahaan Perkebunan. Ini belum termasuk 19 Perusahaan HPH yang sekarang masih menguasai 834.249 hektar Hutan Alam dan Aktifitas Penebangan Liar yang sudah masuk dalam Kawasan Lindung.

Pada tanggal 14 Juni 2005 Pemerintah Pusat melalui Menteri Kehutanan M.S. Ka’ban telah membuat target pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia hingga mencapai 5 Juta hektar HTI pada tahun 2009. Sementara hingga saat ini telah ada seluas 2,16 juta Hektar HTI yang sudah dibangun, berarti masih akan ada seluas 2,84 juta Hektar lagi HTI yang akan dibangun hingga tahun 2009. Untuk kontek Riau, Kebijakan ini patut dipertanyakan signifikansinya terhadap upaya penyelamatan Hutan Alam yang tersisa, karena keberadaan 2 Pabrik bubur Kertas (APRIL/RAPP dan APP/IKPP Group) di Riau yang mempunyai kapasitas produksi 4 Juta Ton per tahun dalam prakteknya tidak pernah serius menanam HTI untuk memenuhi kebutuhan Bahan Baku yang telah mencapai 18 juta meter kubik per tahun. Saat ini saja kedua Perusahaan Bubur Kertas dan mitranya telah mengantongi izin seluas masing-masing 1.137.028 Hektar untuk APP dan 681.778 Hektar untuk APRIL, sementara operasional kedua perusahaan ini sudah begitu lama (23 tahun IKPP dan 12 tahun RAPP) namun anehnya HTI yang berhasil mereka bangun baru mampu 30 % dari total kebutuhan kapasitas Industri terpasangnya 4 juta ton per tahun. Hal ini berarti kedua perusahaan ini bisa dikatakan gagal/tidak serius, dan hanya mau mengeksploitasi Hutan Alam untuk memenuhi kebutuhan bahan bakunya. Tidak hanya itu, kedua perusahaan ini juga kerap menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kayu alam, dan terus mengajukan izin perluasan konsesi di atas Hutan Alam. APRIL misalnya, saat ini masih terus giat melobby Pemerintah untuk dapat menguasai Hutan Alam Gambut Dalam di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang seluas 215.790 ha untuk dieksploitasi Kayu Alamnya.

Menurut JIKALAHARI pada tahun 2001-2003 APP dan APRIL juga memanfaatkan secara maksimal kewenangan Kepala Daerah dalam mengeluarkan izin HTI atau IUPHHK-HT dengan menggunakan mitra-mitranya untuk mendapatkan izin eksploitasi Hutan Alam. Bahkan hingga dicabutnya kewenangan Kepala Daerah pada awal 2002 melalui Kepmenhut 541/KPTS-II/2002 tanggal 21 Februari dan diperkuat dengan PP 34 tahun 2002 tanggal 8 juni 2002, mitra-mitra APP dan APRIL tetap mendapatkan izin-izin baru di atas Hutan Alam. JIKALAHARI mencatat ada 34 IUPHHK-HT yang masih dikeluarkan 4 bupati (Inhil, Inhu, Siak dan Pelalawan) dan Gubernur Riau sampai awal 2003. Izin ini jelas telah cacat Hukum, namun baik APP dan APRIL yang menerima kayunya maupun Kepala Daerah yang mengeluarkan Izin seolah-olah tutup mata, penebangan kayu alam terus berlanjut. Hingga pada tanggal 15 Januari 2005 Menteri Kehutanan M.S. Ka’ban mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2005 dan diteruskan dengan surat edaran ke Gubernur se Indonesia tanggal 25 Februari 2005 yang pada intinya menegaskan bahwa semua IPHHK-HT yang pernah dikeluarkan Kepala Daerah akan dilakukan Verifikasi mengingat kewenangan Kepala Daerah telah dicabut. Menjelang akhir tahun 2005 tim verifikasi bentukan Menteri Kehutanan ini dikabarkan telah turun ke kabupaten Pelalawan, namun apakah hasil verifikasinya menyatakan 21 IUPHHK-HT cacat hukum atau tidak hingga kini belum jelas.

Secara logis, sempitnya lahan produksi, yang mengakibatkan rakyat tidak sanggup lagi mempertahankan hidup secara layak. Rakyat Sialang Rimbun misalnya, hanya mampu mengonsumsi Ubi untuk makanan sehari-harinya, dan sedikit saja dari mereka yang sanggup membeli beras. Inilah hasil dari istilah Pembangunanisme kapitalisme-neoliberal yang dikoar-koarkan pemerintahan SBY-Kalla serta ditindaklanjuti oleh Rusli Zainal. Program-program palsu, lips servis, entah apalagi namanya. Pembangunan yang bisa dikatakan tidak mampu mengaliri sebagian desa di kecamatan Pinggir dengan listrik.

Sempitnya lahan pertanian yang mengakibatkan rendahnya pendapatan rakyat, seperti yang sudah kami tegaskan diatas, adalah hasil perasan dari kebijakan pemberian izin pengelolaan hutan/perkebunan secara besar-besaran, seperti PT. Arara Abadi, yang dalam catatan Human Rigth Wacth sudah banyak memakan korban. Mulai di kabupaten Pelalawan, Kampar, Siak, hingga Bengkalis.

Inilah kemudian yang melahirkan bentuk-bentuk perlawanan rakyat petani berbagai tempat di Riau. Untuk kasus PT. Arara abadi misalnya, sudah banyak korban yang berjatuhan seperti bentrokan antara rakyat angkasa, Balam Merah di Kabupaten Pelalawan dengan perusahaan yang merupakan bagian dari Sinar Mas Group (SMG) itu tahun 2001, kasus Mandiangin (Kab. Siak) tahun 2003 , kasus kec. Pinggir (kab. Bengkalis) tahun 2005-2006, kasus Tapung (kab. Kampar) 2006, terbaru adalah kasus di Pinang Sebatang dan sei. Mandau (Akhir tahun 2006). Hal yang paling memiriskan dari kesimpulan pemerintahan di propinsi Riau adalah, selalu mengambil kebijakan stanvas bagi setiap kasus yang ada, bukan malah mengumpulkan data-data tersebut bagi alasan pencabutan SK Gubernur yang pernah dikeluarkan pada 9 Februari 1990. Dan kemudian, tahun 1996 Menteri Kehutanan pada tanggal 25 November 1996 mengeluarkan surat Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri seluas 299.975 ha di Riau kepada PT. Arara Abadi. Surat tersebut bernomor 743/kpts-II/1996 - di Jakarta, isinya menyebutkan bahwa, surat tersebut merupakan surat balasan perusahaan tersebut mengenai permohonan penyediaan lahan untuk perkebunan yang dikirimkan kepada Gubernur Riau pada 7 Oktober 1989 bernomor 57/AIP/UM/-DL/X/89. Hal inilah kemudian yang menjadi dasar konflik agraria antara rakyat dengan perusahaan. Konflik yang memakan tanah adat, ulayat, perkebunan rakyat, bahkan hingga kepada samarnya batas desa, kampung, pekuburan, dan lain sebagainya.
Tidak ada alasan sebenarnya perusahan untuk tidak melakukan enclave terhadap lahan yang dimiliki masyarakat dan atau mengeluarkan areal desa, tegalan, perkampungan. Misalnya kasus di Desa Tasik Serai dalam Peta Pembagian Kerja PT. Arara Abadi Distrik Duri – Resort Sebanga (tahun 1992) telah tercantum lahan batas HPHTI PT. Arara Abadi, ladang Masyarakat namun realitas dilapangan adalah PT. Arara Abadi tetap melakukan proses penanaman pohon akasia sehingga menengarai sengketa agraria dengan masyarakat desa Tasik Serai yang hingga kini juga belum terselesaikan hingga saat ini. Begitu juga yang terjadi di Desa Tasik Serai Timur dalam Peta Penyelesaian Masalah Perluasan Desa Tasik Serai tertanggal 7 Maret 1994 yang setelah pemekaran masuk dalam areal desa Tasik Serai Timur pun hingga kini tetap menjadi areal operasi perusahan. Inilah kemudian upaya penyelesaian sengketa agraria antara masyarakat dengan PT. Arara Abadi tak kunjung selesai. Perladangan masyarakat Desa Melibur yang telah sejak dulu menjadi sumber mata pencaharian (baca : alat produksi) masyarakat menjadi sasaran perusahan. Tanah ulayat masyarakat yang telah menjadi sumber pendapatan yang diperoleh melalui warisan masyarakat pendahulu menjadi tak berharga. Inilah yang harus dirasakan oleh masyarakat pulau padang jika PT. RAPP tetap beroperasi.

Penyelesaian sengketa agrarian ini mestilah dilakukan secara komprehensif. Yang menjadi penyebab rumitnya penyelesaian sengketa tanah ini adalah tidak ditangani secara sistematik antara aturan dan kelembagaan serta belum adanya kebijakan politik pemerintah terkait hal ini.

Dalam rilis persnya juga Media Relations RAPP, Salomo Sitohang mengatakan insiden diduga akibat penolakan sekelompok warga yang tak setuju dilakukannya pembukaan kebun akasia di daerah itu.

Untuk itu Serikat Tani Riau kembali menegaskan beberapa hal yang kami anggap penting.

1: Insiden-insiden yang terjadi di atas tidak bisa di nafikan adalah merupakan dampak dari tidak adanya keberanian pemerintah baik ditingkat Daerah hingga sampai pada tingkat Nasional untuk mengambil kebijakan dalam menanggapi persoalan masyarakat Pulau Padang yang tak pernah terselesaikan perihal penolakan HTI PT. RAPP ini.

2: Bahwa saat ini bukan hanya masyarakat Pulau Padang saja yang berkonflik dengan operasional PT.RAPP di pulau padang. Konflik juga terjadi anatara PT.RAPP dengan masyarakat desa Lalang, Desa Kayu Ara, dan Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki lahan di daerah operasional perusahaan bubur kertas itu.

3: Pembodohan massal para Mafia Tanah yang telah mengkapling-kapling hutan dengan modus membuat Kelompok Tani lalu menjualnya ke masyarakat dengan harga beragam dari Rp 750.000-Rp2000.000 perkapling selain menjadi taktik pecah belah bagi persatuan rakyat untuk menolak operasional PT.RAPP, cara ini juga di menfaatkan oleh oknum tertentu untuk mengutip pundi-pundi uang. Propaganda mendapatkan Ganti Rugi dari PT.RAPP cukup menjadi daya tarik kuat sebelum PT.RAPP melaksanakan operasionalnya, sehingga banyak masyarakat awam menjadi korbanya mulai dari masyarakat pulau padang itu sendiri, hinggalah termasuk masyarakat desa Lalang, Desa Kayu Ara, dan Sungai Apit Kabupaten Siak dan masyarakat Kabupaten Bengkalis. Konflik baru, muncul di pulau padang. Karena propaganda mendapatkan uang besar tidak terbukti bagi para anggota kelompok tani yang berharap akan ganti rugi.

4: Saat ini beberapa kebun rumbia atau kebun sagu masyarakat sudah tergusur di daerah Desa Lukit. Yang sangat mengerikan adalah status lahanya masih dalam Tahapan Penyelesaian/Sengketa, kenyataanya PT.RAPP tetap bekerja dan tidak memperdulikan permasalahan tersebut. Info yang juga kami terima di Pulau Padang hal seperti ini juga terjadi di Tanjung Padang. Kenyataan ini cukup menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan bagi masyarakat lainya yang juga memiliki lahan tentunya sebagai alat produksi kaum tani.

Beberapa hal yang menjadi catatan sejarah hitam kaum tani di Kabupaten-kabupaten lain di Propinsi Riau, yang mengalami konflik agraria berdampak dengan perampasan tanah rakyat yang hingga saat ini belum terselesaikan akhirnya sudah mulai terjadi di pulau padang. Konflik ini terjadi sabagai dampak dari tidak adanya Tapal Batas yang jelas serta banyaknya Tanah garapan Rakyat secara terpaksa harus di akui telah di tindih oleh HPH/HTI PT.RAPP

Serikat Tani Riau telah mengintruksikan secara tegas kepada seluruh anggota untuk melakukan PELANGNISASI pada tanggal 08-11-2010 yang lalu secara serentak di masing-masing tanah yang mereka miliki. Jauh sebelu operasional PT.RAPP memaksakan masuk ke pulau padang. Arahan kerja ini di keluarkan sebagai tahapan awal untuk meminimalisir terjadinya sengketa tanah antara masyarakat penggarap dengan pihak perusahaan PT.RAPP.

5: Terkait dengan dugaan Media Relations RAPP, bahwa insiden terjadi diduga akibat penolakan sekelompok warga yang tak setuju dilakukannya pembukaan kebun akasia di daerah itu. Dalam hal dugaan Salomo Sitohang ini, Serikat Tani Riau menegaskan bahwa sangat benar jika selama ini organisasi Serikat Tani Riau bersama masyarakat pulau padang melakukan penolakan keras terkait operasional PT.RAPP di Pulau Padang. Tetapi bukan berarti semua pihak bisa mengarahkan logika berpikirnya bahwa Serikat Tani Riau lah yang melakukan tindakan-tindakan anarkis tersebut.

Dari itu, upaya penangan konflik agraria yang kami usulkan adalah :


1. Sesuai pemberitaan detikcom - Jakarta, Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim dan para komisioner Komnas HAM bertemu Presiden SBY di Kantor Presiden. Dalam audiensi dengan Komnas HAM, SBY komitmen untuk menyelesaikan kasus pelanggaran-pelanggaran HAM terkait dengan agraria.

"Terkait dengan penyelesaian konflik agraria yang belakangan ini sering terjadi, Presiden punya komitmen yang cukup jelas untuk menyelesaikan berbagai konflik ini," kata Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim saat jumpa pers di Kantor Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Jumat (13/5/2011).

Serikat Tani Riau mendesak Presiden SBY untuk segera menyelesaikan sengketa agraria di Pulau Padang kabupaten Kepulauan Meranti Riau antara masyarakat dengan PT.RAPP dengan menekankan kepada:

• Penghentian kegiatan operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah sesuai dengan Recomendasi Komnas Ham melalui Jhony Nelson Simanjuntak, SH yang juga telah melayangkan surat kepada Menteri Kehutanan RI di Gd. Manggala Wanabakti, Jl. Jendral Gatot Subroto, Senayan, Jakarta dengan Surat Nomor: 1.072/K/PMT/IV/2011 pada tanggal 29 April 2011

Di dalam suratnya yang telah di kirimkan Komnas Ham ke Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan , Johny Nelson Simanjuntak, SH meminta kepada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan Untuk Meninjau Ulang Surat Keputusan No. 327/Menhut-II/2009 dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti. Bahkan Komnasham mendesak Menhut untuk menggunakan kewenangan yang ada padanya untuk menghentikan operasional PT.RAPP di lapangan Sementara peroses peninjauan ulang belangsung.

Pada tanggal yang sama yaitu tanggal 29 April 2011, selain melayangkan surat ke Zulkifli Hasan Kementerian Kehutanan , pihak Komnasham juga melayangkan surat kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper Di Pangkalan Kerinci Kematan. Langgam Kabupaten Pelalawan. Provinsi Riau dengan Surat Nomor: 1.071/K/PMT/IV/2011.

Di dalam surat yang telah di kirimkan Komnasham kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper , Johny Nelson Simanjuntak, SH Mendesak kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper untuk Menghentikan Kegiatan Operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh pihak masyarakat dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti.

• Cabut – minimal tinjau ulang SK 327 Menhut Tahun 2009 – Izin HPH/TI, PT.RAPP. Karena ditengarai, hal inilah yang menyebabkan konflik berkepanjangan. Misalnya saja, PT. Arara Abdi menurut SK Menhut 743/kpts-II/1996 diberikan waktu untuk melakuakan penyelesaian inclaving 2 tahun setelah SK dikeluarkan. Namun hingga sekarang masih diindikasikan banyak wilayah yang belum mereka inclav, sehinga menyebabkan terjadinya sengketa agraria. Apalagi di Kabupaten Kepulauan Meranti dampak lingkungan yang merupakan efek dari operasional PT.RAPP di lahan gambut menjadi pertimbangan serius masyarakat Pulau Padang.

2. Insiden terhadap operasional RAPP yang kerap terjadi di Pulau Padang dalam dua bulan terakhir ini dan telah mengakibatkan kerusakan peralatan milik kontraktor RAPP di Pulau Padang serta menimbulkan korban jiwa merupakan buntut dari .kelalaian Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.

Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti berpendapat, mencekamnya situasi di daerah tanah gambut ini tidak terlepas dari Konflik kelompok masyarakat sipil "melawan" dua kekuatan lain di masyarakat, yakni: sektor bisnis (PT.RAPP) dan/atau Negara ini lah yang sedang terjadi di Pulau Padang.
Menurut Serikat Tani Riau, jauh sebelum Insiden-insiden terhadap operasional RAPP kerap terjadi di Pulau Padang, sebelumnya masyarakat di pulau padang ini hidup dalam keadaan rukun damai dan tentram. Namun, dalam dua bulan terakhir telah terjadi tiga insiden yang telah mengakibatkan kerusakan peralatan milik kontraktor RAPP di Pulau Padang dan bahkan menimbulkan korban jiwa.

Dalam mengutip pemberitaan Dumai Pos, tentang Anggota DPD RI asal pemilihan Riau, Instiawati Ayus telah mengatakan bahwa Permasalahan izin hutan tanaman industri (HTI) di Kabupaten Kepulauan Meranti, setakat ini sudah masuk dalam agenda rapat Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dalam waktu dekat akan dibahas dalam persidangan di Senayan, Jakarta menurut Instiawati.

Sebagaimana yang telah dituturkan Anggota DPD RI asal pemilihan Riau, Instiawati Ayus, pada Selasa tanggal 2 Februari 2011 mengatakan, permasalahan HTI PT SRL dan PT LUM, serta HTI PT RAPP di Pulau Rangsang setelah ditinjau langsung ke lapangan, ternyata memang tidak layak, dan harus di hentikan dengan cepat. Untuk itu bagi kami di Serikat Tani Riau apa yang di sampaikan oleh Instiawati Ayus tersebut merupakan Akar dan Pokok permasalahan yang sampai detik ini tidak terselesaikan dan membawa dampak besar hingga terjadilah hal-hal yang tidak kita ingini seperti Insiden pembakaran alat berat dan tewasnya seorang operator alat berat dengan nama Chaidir berusia 32 tahun pada Rabu tanggal 13 juli 2011.

Serikat Tani Riau mendesak Anggota DPD RI asal pemilihan Riau, Instiawati Ayus untuk segera mempercepat pembahasan terkait dengan, HTI PT.RAPP yang ternyata memang tidak layak, dan harus di hentikan dengan cepat melalui " Data- data yang telah di peroleh di lapangan ketika reses, serta data yang diperoleh melalui laporan masyarakat, untuk segera digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam persidangan di Senayan.

Karena lamban dan kurang tegasnya Menteri Kehutanan dalam menyikapi tuntutan masyarakat yang mendesak instasi tersebut agar segera mencabut minimal meninjau ulang SK 327 Menhut tiga perizinan pengelolaan hutan termasuk di Pulau Padang, Kecamatan Merbau telah menimbulkan dampak besar.

Serikat Tani Riau memandang Pemerintah pusat maupun Dirjen Kehutanan RI adalah lembaga yang paling harus bertanggung jawab atas memanasnya situasi di pulau padang. Karena selama ini tidak adanya respon nyata dari pemerintah pusat atas keresahan masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti terkait telah beroperasinya perusahaan PT RAPP.



4 Faktor penyebab Pulau Padang Rawan Konflik Saat Ini

1. Sangat lambat dan kurang mengakomodir keinginan masyarakat di pulau padang prihal penghentian operasional PT.RAPP di lapangan oleh pihak Pemerintah, meski sudah di Recomendasikan oleh Komnas Ham ke Menhut dan PT.RAPP itu sendiri,

2. Pembodohan massal para Mafia Tanah yang telah mengkapling-kapling hutan dengan modus membuat Kelompok Tani lalu menjualnya ke masyarakat dengan harga beragam dari Rp 750.000-Rp2000.000 perkapling selain menjadi taktik pecah belah bagi persatuan rakyat untuk menolak operasional PT.RAPP, cara ini juga di menfaatkan oleh oknum tertentu untuk mengutip pundi-pundi uang sebelum PT.RAPP melakukan operasionalnya.

Propaganda mendapatkan Ganti Rugi dari PT.RAPP cukup menjadi daya tarik kuat sebelum PT.RAPP melaksanakan operasionalnya, sehingga banyak masyarakat awam menjadi korbanya mulai dari masyarakat pulau padang itu sendiri, hinggalah termasuk warga selatpanjang, masyarakat desa Lalang, Desa Kayu Ara, dan Sungai Apit Kabupaten Siak dan masyarakat Kabupaten Bengkalis.

Konflik baru, muncul di pulau padang. Karena propaganda mendapatkan uang besar tidak terbukti bagi para anggota kelompok tani yang berharap akan ganti rugi.
Info yang kami terima dari beberapa sumber di lapangan, beberapa hari sebelum terjadinya Insiden yang menyebabkan tewasnya Chaidir operator PT.RAPP, banyak sengketa tanah yang di adukan masyrakat ke Kapolsek Merbau termasuk Areal operasional PT.RAPP di Tanjung Gambar. Sementara di Sungai Kuat sendiri tempat terjadinya Insiden yang menewaskan Chaidir sempat beberapa kali terjadi unjuk rasa dari masyarakat desa Kayu ara dan Sungai Apit yang memiliki lahan di daerah itu, terlepas apakah mereka korban dari mafia tanah yang kami maksud di atas.

3. Saat ini beberapa kebun rumbia atau kebun sagu masyarakat sudah tergusur di daerah Desa Lukit. Yang sangat mengerikan adalah status lahanya masih dalam Tahapan Penyelesaian/Sengketa, kenyataanya PT.RAPP tetap bekerja dan tidak memperdulikan permasalahan tersebut. Info yang juga kami terima di Pulau Padang hal seperti ini juga terjadi di Tanjung Padang. Kenyataan ini cukup menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan bagi masyarakat lainya yang juga memiliki lahan tentunya sebagai alat produksi kaum tani.

Beberapa hal yang menjadi catatan sejarah hitam kaum tani di Kabupaten-kabupaten lain di Propinsi Riau, yang mengalami konflik agraria berdampak dengan perampasan tanah rakyat yang hingga saat ini belum terselesaikan akhirnya sudah mulai terjadi di pulau padang. Konflik ini terjadi sabagai dampak dari tidak adanya Tapal Batas yang jelas serta banyaknya Tanah Garapan Rakyat secara terpaksa harus di akui telah di tindih oleh HPH/HTI PT.RAPP.

4. Pasca Insiden pembakaran alat berat dan tewasnya seorang operator alat berat PT.RAPP dengan nama Chaidir yang terjadi pada Rabu tanggal 13 juli 2011 seluruh anggota Serikat Tani Riau dalam kondisi siaga satu penuh.

Tindakan ini di ambil oleh organisasi di karenakan kita berkaca pada kejadian tanggal Pada tanggal 9 juni 2011 sebagaimana yang dikabarkan oleh media masa cetak, penangkapan – penangkapan petani pulau padang yang sudah tidak melalui procedural. Meskipun Terhadap kejadian tanggal 9 juni 2011, pada Jum’at 24 Juni 2011 yang lalu telah di lakukan Rapat Dengar Pendapat di ruangan Rapat Komisi A DPRD Provinsi Riau tepatnya dalam Kelarifikasi Polres Bengkalis terhadap Proses Penangkapan Warga Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti Riau di Selatpanjang yang juga di hadiri oleh Kapolda Riau Brigjen Pol Suedi Husein.

Serikat Tani Riau mengkhawatirkan kondisi pulau padang akan bertambah memburuk, apabila pihak kepolisian tidak lebih mendahulukan prosudural dalam kerja-kerjanya. Sebab kondisi masyarakat Pulau Padang pasca Insiden tanggal 30 mei 2011 yang lalu belum begitu kondusif dan masih dalam kondisi Trauma.










Selengkapnya...

Sabtu, 02 Juli 2011

Akan Lakukan Aksi Mogok Makan Masyarakat Pulau Padang Ajukan 2 Tuntutan Harga Mati Ke DPRD Provinsi Riau

2 Tuntutan Harga Mati Masyarakat Pulau Padang
1. Hentikan Operasional PT.RAPP Di Lapangan
2. Tinjau Ulang SK-MENHUT No. 327/Menhut-II/2009 tanggal 12 Juni 2009 dan
Turunkan TIM TERPADU Kabupaten Kepulauan Meranti


ANTISIPASI PENGGUSURAN DAN PERAMPASAN TANAH ATAS NAMA PEMBANGUNAN
Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti berpendapat dalam upaya mendapatkan pasokan kayunya, PT RAPP perusahaan milik Taipan Sukanto Tanoto dibawah bendera Asia Pacific Resource International Limited


(APRIL) ini tidak hanya melakukan kerangka sistematis penghancuran hutan alam di Sumatera yang berdamp[ak terhadap penurunan kualitas dan daya dukung lingkungan, tetapi juga mengakibatkan konflik sosial dengan masyarakat, terutama dengan masyarakat adat. Perusahaan pulp dan paper merampas sumber-sumber kehidupan berupa tanah hutan atau wilayah kelola masyarakat. Perlawanan dari masyarakat untuk mempertahankan hak tak jarang kemudian harus berhadapan dengan aparat keamanan yang berpihak kepada perusahaan yang kemudian sampai memakan korban jiwa.

Bahwa pada tahun 2007, polisi telah melakukan operasi untuk menyelidiki kasus illegal logging ini karena adanya laporan dari masyarakat bahwa telah terjadi tindak pidana perusakan lingkungan hidup dalam kawasan hutan alam akibat penebangan hutan alam secara liar oleh Perusaan-perusahaan kayu yang diberi izin HTI maupun HPH. Polisi telah bertindak secara simultan menindak lanjuti laporan ini. Kapolda Riau pada saat itu yaitu Brigjend. Pol. Sutjiptadi bahkan menemukan dan menangkap basah ribuan kubik kayu hasil penebangan liar yang dilakukan sebuah Perusahaan di Kab. Indragiri Hulu. Polisi juga telah melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap 14 Perusahaan di Riau yang bergerak di bidang HTI. Namun dari 14 Perusahaan yang diperiksa di SP3- kan oleh Polda Riau.

Bahwa Hal ini telah mengundang tanda Tanya besar bagi kita semua mengapa kasus-kasus ini di SP3-kan oleh Polda Riau karena berdasarkan data yang kami peroleh bahwa berkas perkara dari kasus-kasus ini seharusnya telah lengkap dan layak diajukan ke pengadilan. Kami menduga terjadi konspirasi antara pejabat-pejabat yang berwenang memeriksa kasus ini dengan pejabat-pejabat daerah yang terlibat dalam kasus ini serta adanya intervensi dari pihak lain terhadap kasus ini. Untuk itu kami menuntut SP3 kasus-kasus ini harus dicabut dan diteruskan ke kejaksaan agar segera dilanjutkan ke pengadilan umtuk mengobati luka hati dan kerugian masyarakat yang merasakan dampak dari Illegal Logging dan pencemaran lingkungan yang dilakukan perusahaan-perusahaan ini.

Pada tanggal 12 Juni 2009 Menteri Kehutanan Republik Indonesia mengeluarkan surat Izin Pengelolaan hutan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 327/Menhut-II/2009 yang diperuntukkan bagi Perusahaan PT RAPP. Di Riau, PT. RAPP saat ini sedang melakukan pembabatan hutan alam di kawasan gambut dalam dan pulau - pulau kecil terdepan. Di kawasan Semenanjung Kampar Seluas 55.940 ha dan Pulau Padang 41.205 ha, sedangkan mitranya PT. Sumatera Riang Lestari (SRL) di Pulau Rangsang seluas 18.890 ha, Tempuling seluas 48.635 ha dan Pulau Rupat seluas 38.59 ha, di Pulau Tebing Tinggi PT Lestari Unggul Makmur (LUM) dengan luas 10.390 ha. Semua kawasan ini tersebar di lima (5) Kabupaten antara lain Kabupaten Indragiri Hilir, Pelalawan, Siak, Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti.

Pada tanggal 9 juni 2011 muncul dampak dari Terbitnya SK Menhut No. 327/2009 yang berimbas terhadap pelanggaran HAM yang terjadi di pulau padang, sebagaimana yang dikabarkan oleh media masa cetak, penangkapan – penangkapan petani pulau padang yang sudah tidak melalui prosedural yang ada, bahkan penangkapan yang dilakukan terkesan arogan, ini adalah upaya kriminalisasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap masyarakat pulau padang. Dimana penangkapan masyarakat pulau padang yang dilakukan pihak kepolisian melebihi dari penangkapan teroris.
Padahal jauh sebelumnya Komite Pimpinan Daerah - Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti telah mengintruksikan secara tegas kepada seluruh anggota untuk melakukan PELANGNISASI pada tanggal 08-11-2010 yang lalu secara serentak di masing-masing tanah yang kita miliki. Arahan kerja ini di keluarkan sebagai tahapan awal untuk meminimalisir terjadinya sengketa tanah antara masyarakat penggarap dengan pihak perusahaan PT.RAPP menjelang terbentuknya TIM TERPADU Kabupaten Kepulauan Meranti yang nantinya akan melakukan Pemetaan Ulang (MEPING) terhadap: Areal HPH/HTI PT.RAPP. Pemetaan ulang terhadap Kawasan Hutan Desa sesuai dengan PETA Administrasi Desa-desa yang berada di Pulau Padang, dilanjutkan dengan Proses Isolasi terhadap Tanah masyarakat untuk selanjutnya di Inclav (pembebasan lahan) terhadap tanah masyarakat yang di tindih HPH/HTI PT.RAPP. Turunya TIM TERPADU untuk melakukan Pemetaan Ulang Menjadi Tuntutan HARGA MATI Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti. Selagi MEPING belum diakukan maka segala bentuk OPERASIONAL PT.RAPP Blok Pulau Padang Tidaklah Pantas Untuk Di Laksanakan.

Pemetaan Ulang ( MEPING) adalah respon dari perkembangan terakhir hasil pertemuan tanggal 30 Oktober 2010 antara Komite Pimpinan Daerah - Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti yang juga melibatkan 1 (satu) orang dari masing-masing Komite Pimpinan Desa-Serikat Tani Riau (KPDe-STR) dan didampingi oleh Komite Pimpinan Pusat-Serikat Tani Riau (KPP-STR) perihal menghadiri Undangan Resmi PT.RAPP dalam Rangka SOSIALISASI mereka untuk Blok Pulau Padang di pekanbaru. Dan setelah mendengar penjelasan serta melihat PETA lampiran SK-MENHUT No. SK. 327/Menhut-II/2009 tanggal 12 Juni 2009, secara langsung di pertemuan tersebut, Serikat Tani Riau menyimpulkan:

Bahwa beberapa hal yang menjadi catatan sejarah hitam kaum tani di Kabupaten-kabupaten Propinsi Riau, yang mengalami konflik agraria berdampak dengan perampasan tanah rakyat yang hingga saat ini belum terselesaikan. Konflik ini terjadi sabagai dampak dari tidak adanya Tapal Batas yang jelas serta banyaknya Tanah garapan Rakyat secara terpaksa harus di akui telah di tindih oleh HPH/HTI perusahaan-perusahaan pensuply kayu ke perusahaan bubur kertas juga akan terjadi di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti apabila Pemerintah dan Pemilik Modal yang menanamkan Investasinya ke Negara ini tidak Mengindahkan pandangan-pandangan Rakyat di tambah lagi jika pelaksanaan Operasionalnya tidak di lihat dari seluruh aspek dan unsur, serta pengeluaran AMDAL PT.RAPP yang simpang siur dan tidak jelas, padahal AMDAL adalah Haknya Rakyat dan ada keterlibatan Rakyat atas pengeluaranya.

Ayo bangsa Indonesia!!
Jangan berhenti, Perjuanganmu belum selesai.
Jangan berhenti, sebab siapa yang berhenti akan di seret oleh sejarah.
Dan siapa yang menentang sorak dan arahnya sejarah tidak perduli tiada bangsa apapun
Ia akan digiling gilas oleh sejarah itu sama sekali.
(Pidato Bung Karno)
Tetap Semangat Dan Terus Berjuang, RAKYAT Pasti MENANG..!!!!

Terhadap kejadian tanggal 9 juni 2011, pada Jum’at 24 Juni 2011 yang lalu telah di lakukan Rapat Dengar Pendapat di ruangan Rapat Komisi A DPRD Provinsi Riau tepatnya dalam Kelarifikasi Polres Bengkalis terhadap Proses Penangkapan Warga Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti Riau di Selatpanjang yang juga di hadiri oleh Kapolda Riau Brigjen Pol Suedi Husein.

Menurut pantauan kami, sebelum terjadinya tindakan anarkis yang di lakukan sekelompok orang tak di kenal, masyarakat Pulau Padang yang bergabung dengan Serikat Tani Riau sudah hampir 12 kali melakukan Aksi Massa dan semuanya berlangsung secara damai sehingga melakukan Aksi ke Jakarta dan mendatangi Kementerian Kehutanan pada kamis tanggal 21 april 2011, mendatangi Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) di Jalan Latuhari, Jakarta pada tanggal 25 April 2011, mendatangi Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta pada tanggal 27 April 2011, mendatangi Kementiran Lingkungan Hidup (KLH), dan bahkan juga masyarakat Pulau Padang mendatangi Kedutaan Besar Nerwegia di Jakarta dalam mencari penyelesaian persoalan secara baik dan persuasif sehingga Komnas Ham pada tanggal 29 April 2011 telah melayangkan surat kepada Menteri Kehutanan RI di Gd. Manggala Wanabakti, Jl. Jendral Gatot Subroto, Senayan, Jakarta dengan Surat Nomor: 1.072/K/PMT/IV/2011.


Di dalam surat yang telah di kirimkan Komnas Ham ke Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan , Johny Nelson Simanjuntak, SH meminta kepada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan Untuk Meninjau Ulang Surat Keputusan No. 327/Menhut-II/2009 dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti. Bahkan Komnasham mendesak Menhut untuk menggunakan kewenangan yang ada padanya untuk menghentikan operasional PT.RAPP di lapangan Sementara peroses peninjauan ulang belangsung.

Pada tanggal yang sama yaitu tanggal 29 April 2011, selain melayangkan surat ke Zulkifli Hasan Kementerian Kehutanan , pihak Komnasham juga melayangkan surat kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper Di Pangkalan Kerinci Kematan. Langgam Kabupaten Pelalawan. Provinsi Riau dengan Surat Nomor: 1.071/K/PMT/IV/2011.

Di dalam surat yang telah di kirimkan Komnasham kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper , Johny Nelson Simanjuntak, SH Mendesak kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper untuk Menghentikan Kegiatan Operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh pihak masyarakat dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti.

Sama seperti surat yang di layangkan Komnasham ke Menhut. Komnasham juga memberikan alasan kenapa tindakan ini mereka lakukan ke PT.RAPP setelah menerima pengaduan dari masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti Prov. Riau prihal Keberatan Atas Terbitnya SK Menhut No.327/ Menhut-II/2009.

Recomendasi penghentian kegiatan operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh masyarakat Pulau Padang oleh Komnas Ham sangatlah merupakan solusi yang sangat baik, tindakan ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (3) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti bahwa hak atas kesejahteraan di jamin dalam Pasal 36 ayat (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Dalam menanggapi persoalan Masyarakat Pulau Padang yang tak pernah terselesaikan dikarenakan tidak adanya keberanian pemerintah baik ditingkat Nasional sampai pada tingkat Daerah untuk mengambil kebijakan politik guna menyelesaikannya. Padahal Negara lah yang bisa menengahi persoalan ini. Maraknya praktek tindak pidana korupsi, merajalelanya perusahaan pelaku maling kayu serta perampasan tanah rakyat-penggusuran terhadap rakyat (baca : Tiga Parasit Ekonomi Rakyat Riau) merupakan manifestasi dari kebijakan yang ditempuh pemerintah saat ini. Ketidaksanggupan pemerintah dalam mencariakan penyelesaian persolan ini telah memberikan kita satu kesimpulan besar bahwa perbuatan tercela ini dilakukan secara berjama’ah baik itu regulator maupun penguasa modal domestik dan asing. Tiga parasit ekonomi rakyat Riau yang berekses terhadap lemahnya produktivitas rakyat dalam proses produksi yang bermuara pada kemiskinan dan kebodohan yang terstruktur.

Kami dari Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti memandang bahwa terbitnya SP 3 14 perusahaan pelaku Illog sehingga Terbitnya SK Menhut No. 327/2009 menjadi akar permasalahan mendasar dari konflik agraria dan pengrusakan lingkungan yang terjadi di Riau. dikarenakan tidak adanya keberanian pemerintah baik ditingkat nasional sampai pada tingkat daerah untuk mengambil kebijakan politik guna menyelesaikannya sehingga akan menimbulkan kembali hal-hal yang tidak kita ingini, seperti tindakan anarkis tanggal 30 Mei 2011 yang berdampak pada timbulnya masalah baru yaitu benturan antara pihak Kepolisian dengan Masyarakat di lapangan.

Atas dasar inilah Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti mendesak kepada DPRD Provinsi Riau untuk segera memanggil seluruh instansi terkait untuk dapat memberikan solusi terbaik atas konflik Agraria dan pengrusakan lingkungan yang terjadi di Provinsi Riau serta menjadi dasar DPRD Provinsi Riau untuk menghentikan operasional RAPP di pulau padang bahkan mencabut SP 3 14 perusahaan dan meninjau ulang SK Menhut No. 327/2009.



Hingga detik ini Komite Pimpinan Daerah - Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti sedang melakukan penggalangan dana dengan mengeluarkan arahan kerja Menabung 1 (satu) hari Rp 2000 ( Dua ribu rupiah) kepada seluruh anggota untuk persiapan Aksi Mogok Makan di DPRD Provinsi Riau.
Selengkapnya...

Jumat, 01 Juli 2011

STR mensiyalir Insiden Pembakaran Excavator 30 Mei 2011 di Pulau Padang sengaja di lakukan oleh PT.RAPP itu sendiri

Terkait insiden pembakaran dua alat berat dan dua camp karyawan PT. Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) di Desa Sei Hiu pada 30 Mei 2011. Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti mensiyalir ada sekenario busuk yang sengaja di ciptakan untuk melemahkan Persatuan Rakyat dan memperburuk citra Organisasi di mata Publik . diantaranya:

1. Insiden pembakaran dua alat berat dan dua camp karyawan PT. Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) di Desa Sei Hiu pada 30 Mei 2011 bisa-bisa saja sengaja di lakukan oleh orang-orang yang menjadi penjilat PT.RAPP atau sengaja di ciptakan oleh PT.RAPP itu sendiri, karena mereka tau STR akan melakukan aksi di lapangan sesuai Surat Pemberitauan Ke Pihak Kepolisian yang telah di layangkan oleh kami.

2. Setelah aksi STR bubar dengan tertip dan tidak terjadi tindakan Anarkis, untuk menjadi alat agar polisi bisa melakukan tindakan represip yang memburu warga guna kepentinganya membuat trauma masyarakat Pulau Padang, di lakukanlah pembakaran dua alat berat dan dua camp karyawan PT Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) di malam harinya secara sengaja. Agar ada alasan bahwa STR lah yang bertanggung jawab terhadap Insiden itu, karena selama ini hanya STR lah yang frontal menentang keras masukya PT. RAPP ke Pulau Tanah Gambut ini.

3. Lalu setelah kondisi masyarakat yang sangat trauma dan rapuh akibat tindakan pihak kepolisian yang rentan terpecah belah sesuai harapan mereka. Di jalankanlah misi yang ke tiga, yaitu dengan menyebarkan selebaran berwarna hijau dan kuning ini dengan desakan Pembubaran Serikat Tani Riau di Kabupaten Kepulauan Meranti dan menyebarkan benih-benih ketidak percayaan masyarakat terhadap organisasi.

Untuk di ketahui, pasca dibakarnya dua alat berat dan dua camp karyawan PT. Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) di Desa Sei Hiu beberapa waktu yang lalu oleh orang tak di kenal tepatnya pada 30 Mei 2011 dan setelah terjadinya tindakan represip aparat yang memburu warga pasca dibakarnya dua alat berat dan dua camp karyawan PT Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) yang telah di kelarifikasi oleh Kapolres Bengkalis dan Kapolda Riau di Rapat Dengar Pendapat yang di fasilitasi oleh Komisi A DPRD Provinsi Riau pada hari Jum’at tanggal 24 Juni 2011 tersebut.

Saat ini di desa Tanjung Padang dan di Kelurahan Teluk Belitung Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti beredar selebaran berwarna kuning dan warna hijau dari yang mengatasnamakan MASYARAKAT PULAU PADANG (ISTRI, ANAK DAN ORANG TUA YANG TERANIAYA).

Di dalam selebaran yang sengaja di bagi-bagikan ke masyarakat Pulau Padang itu berisi hal-hal yang sengaja menyudutkan Pimpinan-pimpinan organisasi, terutama kepada Ketua Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti saudara Muhamad Riduan bersama Sekretarisnya Saudara Sutarno. S.Fil dan Saudara Alfian selaku Ketua Komite Pimpinan Desa-Serikat Tani Riau (KPDe-STR) desa Tanjung Padang. Adapun teks selebaran tersebut persisnya seperti di bawah ini.

TANGISAN DAN DERITA KAMI
KEPADA MASYARAKAT PULAU PADANG YANG TERANIAYA DAN YANG DI DIADU DOMBA.

Sejak terjadinya beberapa kali demo di pulau padang tentang penolakan PT RAPP yang puncaknya terjadi pembakaran terhadap alat berat dan bedeng di tanjung padang, kami merasa tidak nyaman lagi berada dikampung halaman kami sendiri selama ini kami sebagai masyarakat terutama kaum petani di tanjung padang merasa di peralat oleh riduan, sutarno, yahya dan Alpian. Pembakaran yang dilakukan oleh sebagian besar warga yang ikut demo pada tanggal 30 mei 2011 di tanjung padang menyisakan permasalahan bagi kampung kami. Banyak aparat kepolisian yang mengintai kami. Sekarang sebagian besar laki-laki dikampung kami sudah pergi, karena takut dilibatkan dalam kejadian pembakaran malam itu. Namun fakta yang terjadi, dimana para pemimpin yang mengajak kami demo dan pembakaran malam itu semua???? Semua mengaku tidak bertanggung jawab. Lalu siapa?

Saat ini kami kehilangan kepala rumah tangga yang lari kehutan, kami kehilangan anak laki-laki kami yang menghilang entah kemana. Namun, mereka hanya cuap-cuap saja di Pekanbaru dan Jakarta. Kami yang merasakan ketakutan. Sedangkan mereka hanya santainya berkomentar di Koran-koran. Apa itu yang diharakan. Seandainya perjuangan menolak RAPP itu sesuai dengan jalur hokum dan para pemimpin kita bertanggung jawab, kami kira tidak seperti ini keadaannya. Kita pertanggung jawabkan perbuatan kita. Kita sampaikan bahwa kita yang membakar. Bukan dengan melarikan diri, mari kita hadapi bersama-sama dengan jalur yang benar.

STR yang selama ini telah menggiring kita kearah kekerasan. Mereka membawa kita seperti tidak punya adab dan etika. Apakah pantas perlakuan itu kami terima. Jangan tambah lagi permasalahan kami dengan kepentingan yang tidak jelas. Kami dari masyarakat Pulau Padang, menolak kerras keberadaan STRdi Pulau Padang, sejak keberadaan STR dikampung kami yang menimbulkan terjadinya perpecahan antara warga kampung dan di kuatirkan akan mengarah ke perkelahian antara suku :

Kami menolak keberadaan STR di Pulau Padang karena :
1. Selama ini kami hanya adu domba antara suku dan masyarakat yang tidak mau bergabung dengan STR dan menolak keberadaan PT. RAPP dengan ancaman akan dikucilkan di tengah-tengah masyarakat dimana hal ini sangat bertentangan dengan adat istiadat yang berlaku didalam masyarakat selama ini.

2. Mereka selama ini memanfaatkan kesusahanmaupun keadaan ekonomi petani khususnya masyarakat di Pulau Padang untuk kepentingan pribadi dan kelompok sementara untung ruginya terhadap masyarakat belum jelas.

3. Mereka selalu menjadikan masyarakat sebagai tameng hidup untuk berbenturan dengan aparat keamanan, sehingga menimbulkan ketakutan di tengah-tengah masyarakat sementara pimpinan STR tidak mau bertanggung jawab.

4. Kami sangat prihatin terhadap terjadinya perpecahan antara warga untuk memperjuangkan sesuatu yang belum jelas arahnya dan kami juga turut prihatin terhadap kebutuhan hidup anak beserta istri yang ditinggal lari oleh suaminya


karena merasa bersalah atas terjadinya pembakaran alat berat milik PT RAPP dan pada akhirnya masyarakat juga yang menjadi korban.

5. Setelah terjadinnya pembakaran alat berat milik PT. RAPP masyarakat yang diduga terlibat pembakaran di kejar-kejar oleh aparat keamanan, namun STR tidak pernah memberikan perlindungan atau langkah-langkah untuk menyelesaikan permasalahan ini.

6. Mereka telah memprovokasi masyarakat untuk melakukan pembakaran alat berat milik PT RAPP dan setelah terjadi pembakaran mereka ( Alfian, Riduan, Yahya dan Sutarno ) lepas tangan dan melimpahkan permasalahan tersebut kepada masyarakat.

7. Kami menghimbau kepada STR agar menghentikan kegiatannya yang mempengaruhi masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan atau tindakan yang melawan hukum yang pada akhirnya merugikan masyarakat itu sendiri.

Kami mengharapkan agar masyarakat Pulau Padang jangan mudah terprovikasi maupun dimanfaatkan oleh pihak yang mengambil manfaat atas situasi yang sengaja diciptakan oleh pihak STR maupun oleh hal-hal yang tidak bertanggung jawab dan kami ingin kampong kami kembali rukun dan damai seperti sediakala tanpa terjadi perpecahan di antara sesama warga kami.

Hormat Kami.
Ass. Wr. Wb
MASYARAKAT PULAU PADANG
(ISTRI, ANAK DAN ORANG TUA YANG TERANIAYA)

Setelah kami membaca selebaran yang ada di atas tersebut, kami dari Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti menimbulkan 14 pertanyaan terkait selebaran yang di edarkan ke masyarakat Pulau Padang tersebut.

1. Siapa orang yang benar-benar bertanggung jawab terhadap tulisan di atas?

2. Kenapa penulis teks selebaran tersebut di atas berani dan langsung
mengarahkan atau menghubungkan kejadian Aksi Demo penolakan PT.RAPP yang di lakukan STR selama ini secara damai dengan insiden pembakaran dua alat berat dan dua camp karyawan PT. Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) di Desa Sei Hiu?

3. Ada ungkapan “kami merasa tidak nyaman lagi berada dikampung halaman kami sendiri selama ini kami sebagai masyarakat terutama kaum petani di tanjung padang merasa di peralat oleh riduan, sutarno, yahya dan Alpian”.

Pertanyaanya, siapakah masyarakat Tanjung Padang yang sebenarnya bergabung dengan Serikat Tani Riau yang merasa di peralat itu ?

4. Ada ungkapan “Pembakaran yang dilakukan oleh sebagian besar warga yang ikut demo pada tanggal 30 mei 2011 di tanjung padang menyisakan permasalahan bagi kampung kami. Banyak aparat kepolisian yang mengintai kami”.

Pertanyaanya, apakah kepentingan si penulis teks selebaran di atas yang tidak berani menujukan Identitas jelas ini. Mengarahkan pembaca untuk menghubungkan Aksi STR pada siang dengan kejadian pembakaran di malam hari?

5. Ada ungkapan “Namun fakta yang terjadi, dimana para pemimpin yang mengajak kami demo dan pembakaran malam itu semua???? Semua mengaku tidak bertanggung jawab. Lalu siapa?”

Pertanyaanya, apakah kepentingan si penulis teks selebaran di atas yang tidak berani menujukan Identitas jelas ini. Memaksakan dan mempengaruhi pemikiran pembaca untuk mengarahkan seakan-akan STR yang melakukan Aksi Pembakaran itu? Dan apa kepentingan si penulis teks selebaran yang mencoba menjelek-jelekan pimpinan organisasi tidak bertanggung jawab terhadap anggota organisasi?

6. Ada ungkapan “Namun, mereka hanya cuap-cuap saja di Pekanbaru dan Jakarta. Kami yang merasakan ketakutan. Sedangkan mereka hanya santainya berkomentar di Koran-koran. Apa itu yang diharakan. Seandainya perjuangan menolak RAPP itu sesuai dengan jalur hokum dan para pemimpin kita bertanggung jawab, kami kira tidak seperti ini keadaannya”.

1. Pertanyaanya, apakah kepentingan si penulis teks selebaran di atas yang tidak berani menujukan Identitas jelas ini. Mengatakan dan mempengaruhi pemikiran pembaca untuk mengarahkan seakan-akan pimpinan-pimpinan STR hanya bercuap-cuap saja di Pekanbaru dan Jakarta dan hanya bersantai-santai berkomentar di Koran-koran?

2. Kenapa tahapan-tahapan perjuangan STR yang menolak RAPP itu di anggap menentang jalur hokum, padahal semuanya di lakukan secara Damai bahkan hingga ke Jakarta mendatangi Menteri Kehutanan, Komnas Ham, Kementrian Lingkungan Hidup?

7. Ada ungkapan “Kita pertanggung jawabkan perbuatan kita. Kita sampaikan bahwa kita yang membakar. Bukan dengan melarikan diri, mari kita hadapi bersama-sama dengan jalur yang benar”.

1. Pertanyaanya, apakah kepentingan si penulis teks selebaran di atas yang tidak berani menujukan Identitas jelas ini. Mengarahkan dan mempengaruhi pemikiran pembaca seakan-akan STR harus mengakui tindakan yang tidak pernah di lakukan?

2. Disini penulis teks selebaran di atas berperan seakan-akan sebagai masyarakat yang mengaku membakar Excavator dan merupakan anggota STR dan mengajak STR untuk mengakui tindakan yang sebenarnya sama sekali tidak pernah di lakukan oleh STR. Kenapa harus berperan sebagai anggota STR?

8. Ada ungkapan “STR yang selama ini telah menggiring kita kearah kekerasan. Mereka membawa kita seperti tidak punya adab dan etika”.

Pertanyaanya, apakah kepentingan si penulis teks selebaran di atas yang tidak berani menujukan Identitas jelas ini. Mengarahkan dan mempengaruhi pemikiran pembaca seakan-akan STR menggiring menggiring ke arah kekerasan dan mengarahkan masyarakat untuk tidak punya adab dan etika?

9. Ada ungkapan “Jangan tambah lagi permasalahan kami dengan kepentingan yang tidak jelas. Kami dari masyarakat Pulau Padang, menolak keras keberadaan STR di Pulau Padang”,

1. Pertanyaanya, apakah kepentingan si penulis teks selebaran di atas yang tidak berani menujukan Identitas jelas ini. Mengarahkan dan mempengaruhi pemikiran pembaca seakan-akan STR tidak memiliki kepentingan jelas terhadap kerja-kerja perjuanganya selama ini?

2. Kenapa berani mengatasnamakan masyarakat Pulau Padang dan demi kepentingan siapa menggunakan kata MENOLAK KERAS keberadaan STR?

10. Apakah kepentingan si penulis teks selebaran di atas yang tidak berani menujukan Identitas jelas ini. Mengarahkan dan mempengaruhi pemikiran pembaca seakan-akan STR sebagai organisasi yang menyebabkan perpecahan antar suku? Padahal di STR tergabung berbagai desa yang ada di Pulau Padang dan terdiri dari suku-suku yang memiliki semangat juang yang sama untuk menolak keberadaan PT.RAPP itu!!

11. Ada ungkapan “Selama ini kami hanya adu domba antara suku dan masyarakat yang tidak mau bergabung dengan STR dan menolak keberadaan PT. RAPP dengan ancaman akan dikucilkan di tengah-tengah masyarakat dimana hal ini sangat bertentangan dengan adat istiadat yang berlaku didalam masyarakat selama ini” Pertanyaanya. Apakah pernyataan ini benar?

12. Ada ungkapan Mereka selama ini memanfaatkan kesusahan maupun keadaan ekonomi petani khususnya masyarakat di Pulau Padang untuk kepentingan pribadi dan kelompok sementara untung ruginya terhadap masyarakat belum jelas”. Pertanyaanya apakah ini terbukti dan bisa di pertanggung jawabkan oleh si penulis teks selebaran di atas ke pada organisasi? Kami menanti dan menunggu anda!!

13. Ada ungkapan “Mereka selalu menjadikan masyarakat sebagai tameng hidup untuk berbenturan dengan aparat keamanan, sehingga menimbulkan ketakutan di tengah-tengah masyarakat sementara pimpinan STR tidak mau bertanggung jawab”. Pertanyaanya, Selama 1 Tahun lebih STR berjuang berhadapan dengan Pihak Kepolisian tetapi tetap tidak ada tindakan Anarkis dan lebih cendrung bekerja sama secara baik. Kenapa penulis teks selebaran di atas yang tidak bertanggung jawab ini mengarahkan STR menjadikan masyarakat sebagai tameng untuk berbenturan dengan Aparat?

14. Ada ungkapan “Kami menghimbau kepada STR agar menghentikan kegiatannya yang mempengaruhi masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan atau tindakan yang melawan hukum yang pada akhirnya merugikan masyarakat itu sendiri”.

Pertanyaanya, siapa sebenarnya yang mengatasnamakan Masyarakat Pulau Padang ini? yang berani menghimbau agar STR berhenti dalam kerja-kerja perjuanganya yang pada hakikatnya sengaja di arahkan oleh si penulis teks selebaran ini ke pada pembaca seakan-akan STR adalah organisasi yang mengarahkan warga untuk melakukan tindakan-tindakan melawan hokum dalam perjuanagnya.

Dari 14 pertanyaan yang dapat kami keluarkan setelah membaca selebaran yang di buat si Banci atau Pengecut singkatnya manusia benalu penjual Pulau Padang ini, dapat kami simpulkan bahwa: Ada sekenario politik busuk yang sengaja di ciptakan untuk memperburuk citra organisasi Serikat Tani Riau di mata Publik oleh si pengecut dan banci ini melalui 3 tahapan.

Soekarno berserta para pejuang revolusi Indonesia sudah menyadari jauh sebelum kita ada, bahwa musuh terbesar bangsa kita adalah Kapitalisme dan Imperialisme yang sekarang lebih mampu memetamorfosikan dirinya menjadi bentuk penindasan halus, tanpa perlu invansi bersenjata, melainkan dominasi kekuatan modal (kapital). Dia itulah, Neoliberalisme! Bagaimana neoliberalisme meluas masuk ke dalam desa, dusun, hingga rumah tangga kita? Dia bergerak dengan sangat lembut, kemudian menikam jantung. Neoliberalisme – ekonomi pasar bebas – hanya perlu memutarkan pelipatgandaan modalnya, mengambil alih lahan-lahan pertanian dengan mengamankan terlebih dahulu strktur-struktur kekuasaan (menguasai politik legislative, eksekutif, dan yudikatif), menggunakan milterisme sebagai pagar betis yang siap menjaga modal mereka, mengupah buruh dengan murah serta memisahkan mereka dari factor produksi, mengambil alih pasar-pasar tradisonal kemudian mengubahnya menjadi pasar modern yang bersewakan mahal, memasok kesadaran konsumtif kontar produktif ke benak kaum muda, bahkan menjadikan agama sebagai barang dagangan dan alat pelegalan penindasan mereka.

Menurut pantauan kami KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti, sebelum terjadinya tindakan anarkis yang di lakukan sekelompok orang tak di kenal, masyarakat Pulau Padang yang bergabung dengan Serikat Tani Riau sudah hampir 12 kali melakukan Aksi Massa dan semuanya berlangsung secara damai sehingga melakukan Aksi ke Jakarta dan mendatangi Komnas Ham.

Mengenai tindakan Anarkis sekelompok orang tak di kenal yang melakukan Pembakaran dua alat berat dan dua camp karyawan PT Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) di Desa Sei Hiu tentunya ini tidak ada kaitanya dengan KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti.
“jika tindakan itu (Anarkis) mau kami lakukan pastilah sudah terjadi jauh sebelum Komnas Ham mengeluarkan Recomendasi Penghentian Operasional PT.RAPP di lapangan”
Meskipun sudah sangat jelas-jelas keberadaanya di tentang keras oleh Rakyat dan masih dalam tahapan mencari jalan penyelesaian. Tentunya kita masih ingat tepatnya pada hari Minggu tanggal 22 Maret 2011 dimana 2 Unit Escavator dan 1 Unit Ponton milik Riau Andalan Pulp & Paper (PT.RAPP) dengan pengawalan dari pihak kepolisian dan beberapa sukerity pihak perusahaan tetap memaksakan kehendaknya untuk melakukan Operasional di Pulau Padang.

KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti bersama masyarakat Pulau Padang sempat melakukan Aksi Penghadangan pada waktu itu. Namun sesuai harapan pihak Kepolisian di lapangan melalui Kapolsek Merbau Syawaludin Pane, dimana masyarakat di arahkan untuk tetap menciptakan suasana Kondusif.

Karena kami paham dengan jalannya sejarah perjuangan kaum tani, Di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, sudah terlalu banyak tragedy berdarah yang menimbulkan korban baik dari sisi Rakyat yang berjuang ataupun pihak kepolisian di lapangan dalam tugasnya.

Dua sisi yang berbeda, antara Rakyat yang berjuang dan pihak Kepolisian dalam tugas, kami yakini dan imani bahwa pada hakikatnya bertujuan sama, tapi Masyarakat dan pihak Kepolisian seakan di paksakan untuk saling bergesekan di lapangan. Sangat sadar oleh kami bahwa Investasi di jamin keamananya oleh Negara. Kareana salah satu tuntutan utama pemodal asing atau pengusaha terhadap pemerintah di negeri ini adalah penekanan untuk menciptakan Iklim Kondusif untuk kepentingan mereka.

Pihak kepolisian seharusnya sadar dan memahami. Sedemikian takutkah elit-elit Politik, para pengambil kebijakan kaki tangan pemilik modal yang masuk kedalam tubuh pemerintah dengan membuat keputusan semena-mena demi kepentingan mereka termasuk SK 327 Menhut 2009 ini, sehingga mesti memasang kuda-kuda kuat “KEPOLISIAN” untuk menghadapi rakyat yang selama ini ditindas, yang sudah bersatu padu dalam sebuah kekuatan besar terorganisir dan terpimpin, SERIKAT TANI RIAU. Ketakuan yang lahir setelah rakyat mendapatkan kembali keberanian untuk melawan serta mengusir para perampas tanah. Ketakutan yang mampu kami lahirkan di setiap benak kaum pemilik modal tersebut adalah wujud awal kemenangan kecil bagi masyarakat Pulau Padang.

Perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kedaulatan politik dan kemandirian ekonomi sejak pra kemerdekaan sampai saat ini masih menghadapi musuh yang sama yakni penjajahan modal oleh kaum Imperialisme-Neoliberalisme yang bersekutu dengan pemerintahan didalam negeri. Selengkapnya...