Senin, 27 Juni 2011

Nomor Kontak Resmi Ketua KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti

Muhamad Riduan Ketua Komite Pimpinan Daerah - Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti. 085364342092 Selengkapnya...

Sabtu, 25 Juni 2011

Bobroknya Mentalitas Pemerintah Dalam Penyelesaian Konflik Masyarakat VS PT.RAPP Menciptakan Gesekan Antara Polisi dan Rakyat Di Lapangan

Mengutip pemberitaan Riauterkini-PEKANBARU pada Rabu, 8 Juni 2011 tepatnya dalam Seminar dan Koordinasi yang digelar Satgas Pemberatasan Mafia Hukum di Pekanbaru Bahwa Kapolda Riau Brigjen Pol Suedi Husein telah menegaskan komitmenya untuk menjaga keamanan investasi. Termasuk terhadap
PT RAPP di Pulau Padang, atas dasar anggapan izin PT.RAPP melalui SK 327 Menhut Tahun 2009 yang di tentang oleh Rakyat itu masih legal dan belum di cabut.

Selain itu dapat kami pahami bahwa Kapolda Riau juga menghimbau semua pihak untuk tidak membiasakan diri memaksakan kehendak. Hal itu disampaikannya saat menjawab pertanyan Sutarno selaku Sekretaris Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti, terkait sikap represip aparat yang memburu warga pasca dibakarnya dua alat berat dan dua camp karyawan PT Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) di Desa Sei Hiu, 30 Mei 2011.

Di pertemuan itu juga Kapolda Riau sempat mengarahkan Sutarno untuk membedakan antara keberadaan SK Mehut 327 dengan pemaksaan kehendak.

KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti memandang kata “pemaksaan kehendak” yang di gunakan Kapolda Riau tentunya di tujukan kepada masyarakat yang saat ini sedang berjuang mempertahankan Pulau Padang.


Oleh karena itu, menurut KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti. Jika Kapolda Riau mengatakan yang terjadi di Pulau Padang adalah, “adanya sekelompok orang yang terus memaksakan kehendak yang berujung tindak anarkhis,". Dari pernyataan ini, dapat kami simpulkan bahwa Kapolda Riau tidak mengetahui tahapan-tahapan apa saja yang selama ini pernah di tempuh oleh masyarakat Pulau Padang dalam mencari penyelesaian persoalan secara baik dan persuasif sehingga Komnas Ham pada tanggal 29 April 2011 telah melayangkan surat kepada Menteri Kehutanan RI di Gd. Manggala Wanabakti, Jl. Jendral Gatot Subroto, Senayan, Jakarta dengan Surat Nomor: 1.072/K/PMT/IV/2011.
Untuk di ketahui oleh Kapolda Riau, di dalam surat yang telah di kirimkan Komnas Ham ke Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan , Johny Nelson Simanjuntak, SH meminta kepada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan Untuk Meninjau Ulang Surat Keputusan No. 327/Menhut-II/2009 dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti. Bahkan Komnasham mendesak Menhut untuk menggunakan kewenangan yang ada padanya untuk menghentikan operasional PT.RAPP di lapangan Sementara peroses peninjauan ulang belangsung.

Pada tanggal yang sama yaitu tanggal 29 April 2011 Komnasham selain melayangkan surat ke Zulkifli Hasan Kementerian Kehutanan , pihak Komnasham juga melayangkan surat kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper di Pangkalan Kerinci Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan. Provinsi Riau dengan Surat Nomor: 1.071/K/PMT/IV/2011.

Di dalam surat yang telah di kirimkan Komnasham kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper , Johny Nelson Simanjuntak, SH Mendesak kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper untuk Menghentikan Kegiatan Operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh pihak masyarakat dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti.

Menurut pantauan kami KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti, sebelum terjadinya tindakan anarkis yang di lakukan sekelompok orang tak di kenal, masyarakat Pulau Padang yang bergabung dengan Serikat Tani Riau sudah hampir 12 kali melakukan Aksi Massa dan semuanya berlangsung secara damai sehingga melakukan Aksi ke Jakarta dan mendatangi Komnas Ham.

Tentunya kata “pemaksaan kehendak” yang di tujukan oleh Kapolda Riau terhadap masyarakat Pulau Padang sangatlah “Tidak Pantas”, karena kata “pemaksaan kehendak” seharusnya lebih pantas di tujukan Kapolda Riau Brigjen Pol Suedi Husein untuk PT.RAPP yang tidak mengindahkan surat Komnas Ham.

Mengenai tindakan Anarkis sekelompok orang tak di kenal yang melakukan Pembakaran dua alat berat dan dua camp karyawan PT Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) di Desa Sei Hiu tentunya ini tidak ada kaitanya dengan KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti.
“jika tindakan itu (Anarkis) mau kami lakukan pastilah sudah terjadi jauh sebelum Komnas Ham mengeluarkan Recomendasi Penghentian Operasional PT.RAPP di lapangan”
Meskipun sudah sangat jelas-jelas keberadaanya di tentang keras oleh Rakyat dan masih dalam tahapan mencari jalan penyelesaian. Tentunya kita masih ingat tepatnya pada hari Minggu tanggal 22 Maret 2011 dimana 2 Unit Escavator dan 1 Unit Ponton milik Riau Andalan Pulp & Paper (PT.RAPP) dengan pengawalan dari pihak kepolisian dan beberapa sukerity pihak perusahaan tetap memaksakan kehendaknya untuk melakukan Operasional di Pulau Padang.

KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti bersama masyarakat Pulau Padang sempat melakukan Aksi Penghadangan pada waktu itu. Namun sesuai harapan pihak Kepolisian di lapangan melalui Kapolsek Merbau Syawaludin Pane, dimana masyarakat di arahkan untuk tetap menciptakan suasana Kondusif.

Karena kami paham dengan jalannya sejarah perjuangan kaum tani, Di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, sudah terlalu banyak tragedy berdarah yang menimbulkan korban baik dari sisi Rakyat yang berjuang ataupun pihak kepolisian di lapangan dalam tugasnya.

Dua sisi yang berbeda, antara Rakyat yang berjuang dan pihak Kepolisian dalam tugas, kami yakini dan imani bahwa pada hakikatnya bertujuan sama, tapi Masyarakat dan pihak Kepolisian seakan di paksakan untuk saling bergesekan di lapangan. Sangat sadar oleh kami bahwa Investasi di jamin keamananya oleh Negara. Kareana salah satu tuntutan utama pemodal asing atau pengusaha terhadap pemerintah di negeri ini adalah penekanan untuk menciptakan Iklim Kondusif untuk kepentingan mereka.

Pihak kepolisian seharusnya sadar dan memahami. Sedemikian takutkah elit-elit Politik, para pengambil kebijakan kaki tangan pemilik modal yang masuk kedalam tubuh pemerintah dengan membuat keputusan semena-mena demi kepentingan mereka termasuk SK 327 Menhut 2009 ini, sehingga mesti memasang kuda-kuda kuat “KEPOLISIAN” untuk menghadapi rakyat yang selama ini ditindas, yang sudah bersatu padu dalam sebuah kekuatan besar terorganisir dan terpimpin, SERIKAT TANI RIAU. Ketakuan yang lahir setelah rakyat mendapatkan kembali keberanian untuk melawan serta mengusir para perampas tanah. Ketakutan yang mampu kami lahirkan di setiap benak kaum pemilik modal tersebut adalah wujud awal kemenangan kecil bagi masyarakat Pulau Padang.

Perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kedaulatan politik dan kemandirian ekonomi sejak pra kemerdekaan sampai saat ini masih menghadapi musuh yang sama yakni penjajahan modal oleh kaum Imperialisme-Neoliberalisme yang bersekutu dengan pemerintahan didalam negeri.

Soekarano, sebagai seorang mantan presiden Republik Indonesia yang pertama sudah menggambarkan terlebih dahulu kepada kita, melalui pengalaman-pengalaman perjuangan kaum terjajah, bahwa hanya dengan massa aksi yang terpimpin dan terorganisir lah kemenangan rakyat terhisap dapat diraih. Dari mulai kemenangan-kemenangan kecil, hingga pada akhirnya kita mendapati kemenangan besar (Fathum Mubinaa).

KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti juga sangat memahami hal dan saran tersebut, tentulah kami dari Serikat Tani Riau sebagai Organisasi yang mendampingi masyarakat tidak mau terlibat dengan urusan “Pidana” yang pada akhirnya akan merugikan perjuangan ini. Jika Serikat Tani Riau berniat melakukan tindakan Anarkis tersebut tentulah sudah kami lakukan pada tanggal 22 Maret 2011, tetapi kenyataanya TIDAK. Kami lebih memilih membubarkan diri dan melakukan AKSI ke PEMDA dan DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti.

Persoalan Pulau Padang sudah mencapai titik kritis, Pemerintah Indonesia memberikan lampu hijau kepada PT.RAPP dan tidak memperdulikan nasib masyarakat setempat.
Karena tidak ada pilihan lain, jauh sebelum tindakan Anarkis sekelompok orang tak di kenal yang melakukan Pembakaran dua alat berat dan dua camp karyawan PT Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) itu terjadi, akhirnya kami beberapa orang perwakilan masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti yang bergabung dengan KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti berangkat ke Jakarta, dengan di dampingi oleh organisasi induk kami Serikat Tani Nasional (STN) berbekal dengan sejumlah data-data dan fakta. Kami masyarakat Pulau Padang telah mendatangi Kementerian Kehutanan di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, kamis tanggal 21 april 2011, Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) di Jalan Latuhari, Jakarta pada tanggal 25 April 2011, Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta pada tanggal 27 April 2011, Kementiran Lingkungan Hidup (KLH), dan bahkan kami mendatangi Kedutaan Besar Nerwegia di Jakarta.


Pernyataan Kapolda Raiu yang mengatakan, terlepas dari polemik, SK Menhut 327 tahun 2009 adalah produk hukum yang legal dan sejauh ini belum dicabut. Karena itu, Kepolisian sebagai aparatur penegak hukum, sudah menjadi kewajiban Polda dan jajarannya untuk melindungi kegiatan usaha operasional PT.RAPP di Pulau Padang. Menurut kami tindakan ini sangatlah salah dan merugikan masyarakat, dan sebaiknya Kapolda Riau juga menghargai Recomendasi Komnas Ham.

KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti Dan masyarakat Pulau Padang mengharapkan agar seluruh Pihak baik Pemerintah dan PT.RAPP hendaknya menghargai proses penyelesaian perbedaan pendapat ini secara baik dan tidak memaksakan kehendak. Karena prihal keberatan masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti Prov. Riau Atas Terbitnya SK Menhut No.327/ Menhut-II/2009 telah sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (3) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti bahwa hak atas kesejahteraan di jamin dalam Pasal 36 ayat (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
"Tidak Seorangpun Boleh Dirampas Miliknya dengan Sewenang-wenang dan secara melawan hukum." jo. Pasal 37 ayat (1) bahwa pencabutan hak milik atas suatu benda demi kepentingan umum, hanya di perbolehkan dengan mengganti kerugian yang wajar dan segera serta pelaksanaanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti telah mengintruksikan secara tegas kepada seluruh anggota untuk melakukan PELANGNISASI pada tanggal 08-11-2010 yang lalu secara serentak di masing-masing tanah yang masyarakat miliki. Arahan kerja ini kami keluarkan sebagai tahapan awal untuk meminimalisir terjadinya sengketa tanah antara masyarakat penggarap dengan pihak perusahaan PT.RAPP menjelang terbentuknya TIM TERPADU Kabupaten Kepulauan Meranti sebagaimana yang pernah di janjikan oleh DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti yang nantinya akan melakukan Pemetaan Ulang (MEPING) terhadap: Areal HPH/HTI PT.RAPP dan juga terbukti BOHONG Belaka. Pemetaan ulang terhadap Kawasan Hutan Desa sesuai dengan PETA Administrasi Desa-desa yang berada di Pulau Padang, dilanjutkan dengan Proses Isolasi terhadap Tanah masyarakat untuk selanjutnya di Inclav (pembebasan lahan) terhadap tanah masyarakat yang di tindih HPH/HTI PT.RAPP. Turunya TIM TERPADU untuk melakukan Pemetaan Ulang Menjadi Tuntutan HARGA MATI bagi KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti.

Selagi MEPING belum diakukan maka segala bentuk OPERASIONAL PT.RAPP Blok Pulau Padang Tidaklah Pantas Untuk Di Laksanakan.

Pemetaan Ulang ( MEPING) adalah respon dari perkembangan terakhir hasil pertemuan tanggal 30 Oktober 2010 antara KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti yang juga melibatkan 1 (satu) orang dari masing-masing Komite Pimpinan Desa-Serikat Tani Riau (KPDe-STR) dan didampingi oleh Komite Pimpinan Pusat-Serikat Tani Riau (KPP-STR) perihal menghadiri Undangan Resmi PT.RAPP dalam Rangka SOSIALISASI mereka untuk Blok Pulau Padang di pekanbaru. Dan setelah mendengar penjelasan serta melihat PETA lampiran SK-MENHUT No. SK. 327/Menhut-II/2009 tanggal 12 Juni 2009, secara langsung di pertemuan tersebut

Serikat Tani Riau menyimpulkan: Bahwa beberapa hal yang menjadi catatan sejarah hitam kaum tani di Kabupaten-kabupaten Propinsi Riau, yang mengalami konflik agraria berdampak dengan perampasan tanah rakyat yang hingga saat ini belum terselesaikan. Konflik ini terjadi sabagai dampak dari tidak adanya Tapal Batas yang jelas serta banyaknya Tanah garapan Rakyat secara terpaksa harus di akui telah di tindih oleh HPH/HTI perusahaan-perusahaan pensuply kayu ke perusahaan bubur kertas juga akan terjadi di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti apabila Pemerintah dan Pemilik Modal yang menanamkan Investasinya ke Negara ini tidak Mengindahkan pandangan-pandangan Rakyat di tambah lagi jika pelaksanaan Operasionalnya tidak di lihat dari seluruh aspek dan unsur, serta pengeluaran AMDAL PT.RAPP yang simpang siur dan tidak jelas, padahal AMDAL adalah Haknya Rakyat dan ada keterlibatan Rakyat atas pengeluaranya.

Untuk di ketahui oleh semua pihak, Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan salah satu daerah termuda di Provinsi Riau. Kabupaten Kepulauan Meranti terdiri dari Pulau Tebing tinggi, Pulau Padang, Pulau Merbau, Pulau Ransang, Pulau Topang, Pulau Manggung, Pulau Panjang, Pulau Jadi, Pulau Setahun, Pulau Tiga, Pulau Baru, Pulau Paning, Pulau Dedap.

Secara Topografi: Bentang alam kabupaten Kepulauan Meranti sebagian besar terdiri dari daratan rendah. Pada umumnya struktur tanah terdiri tanah alluvial dan grey humus dalam bentuk rawa-rawa atau tanah basah dan berhutan bakau (mangrove). Lahan semacam ini subur untuk mengembangkan pertanian,perkebunan dan perikanan. Daerah ini beriklim tropis dengan suhu udara antara 25° - 32° Celcius, dengan kelembaban dan curah hujan cukup tinggi. Musim hujan terjadi sekitar bulan September-Januari, dan musim kemarau terjadi sekitar bulan Februari hingga Agustus.

Kepulauan Meranti merupakan daerah yang terdiri dari dataran-dataran rendah, dengan ketinggian rata-rata sekitar 1-6,4 m di atas permukaan laut. Di daerah ini juga terdapat beberapa sungai dan tasik (danau) seperti sungai Suir di pulau Tebingtinggi, sungai Merbau, sungai Selat Akar di pulau Padang serta tasik Putri Pepuyu di Pulau Padang, tasik Nembus di pulau Tebingtinggi), tasik Air Putih dan tasik Penyagun di pulau Rangsang. Gugusan daerah kepulauan ini terdapat beberapa pulau besar seperti pulau Tebingtinggi (1.438,83 km²), pulau Rangsang (922,10 km²), pulau Padang dan Merbau (1.348,91 km²).

permukaan laut yang di dukung oleh daerah tanah gambut yang kedalamanya mencapai 3-6 meter, tentunya dampak Abrasi tidak bisa di terhindarkan. Selama ini tiga titik pulau di Meranti, masing-masing Pulau Rangsang, Pulau Merbau dan Pulau Padang, mengalami abrasi sepanjang tahun. Akibatnya, tidak saja ribuan hektar kebun dan ratusan rumah penduduk ke laut.

Saat ini, sudah ribuan hektar kebun milik masyarakat yang terjun ke laut di terjang abrasi. Bahkan abrasi juga mengancam kawasan pemukiman masyarakat. Akibatnya, tidak hanya luas daratan yang menyusut. Masyarakat di sejumlah desa di pulau-pulau harus menderita kerugian. Ribuan hektar kebun kelapa dan karet yang runtuh kelaut dan ratusan rumah ikut hancur. Titik kordinat terluar wilayah NKRI di Kabupaten Kepulaun Meranti turut bergeser.

Kenyataan ini sangat mencemaskan, bahwa akan merugkan posisi NKRI secara politik dan keamanan, karena ketiga pulau ini berbatasan lansung dengan perairan Selat Melaka yang menjadi pembatas dengan negara Malaysia
KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti dan masyarakat Peka serta Tanggap terhadap rasiko yang akan di terima di beberapa waktu kedepan , karena Pentingnya Sumber daya alam secara eksplisit di sebutkan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-undang dasar 1945, bahwa:

"bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat"

Pasal ini mengamanatkan bahwa pemenfaatan Sumber daya alam harus di tujukan untuk kepentingan rakyat banyak. Sedangkan bagaimana Sumber daya alam itu seharusnya di kelola termaktub dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN)tahun 1973, telah di amanatkan betapa pentingnya pendayagunaan sumber daya alam tersebut. Butir 10 menyatakan bahwa:

"dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumer alam indonesia harus di gunakan secara rasionil. Penggalian sumber kekayaan alam tersebut harus di usahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan pertimbangan kebutuhan generasi yang akan datang".



Menyadari keberadaan kawasan konsesi HTI di Pulau-pulau yang ada di kabupaten kepulauan Meranti seperti Pulau Padang, rangsang dan Tebing Tinggi bukan hanya mengancam keberlangsungan lingkungan hidup tapi juga mengancam eksistensi pulau terdepan Indonesia yang sangat strategis dalam aspek pertahanan dan keamanan nasional NKRI seperti pulau rangsang yang merupakan salah satu pulau kecil yang berbatasan langsung dengan Negara malaisia. Abrasi pantai akibat gelombang Laut semakin luas yang mengakibatkan luas pulau semakin kecil juga tidak terlepas dari pantauan masyarakat apalagi lahan konsesi memiliki radius yang terlalu dekat dengan biir pantai, yang mana dapat di pahami abrasi pantai pertahun sekitar 30 sampai 40 meter. selain itu Pulau-pulau terseut merupakan hutan rawa gambut yang apabila di tebang secara besar-besran akan sangat rentan terhadap subsistensi. kondisi struktur tanah umumnya di kawasan pesisir pantai adalah lahan gambut sehingga alih fungsi hutan alam telah mengakibatkan Intrusi (peningkatan kadar garam) yang sangat tinggi pada sumber-sumber mata air masyarakat.

Amanat GBHN itu telah mengandung jiwa " berkelanjutan " dengan menekankan perlunya memperhatikan kepentingan antargenerasi dan perlunya pengaturan penggunaan Sumber daya alam. pemenfaatan sumber daya alam yang tidak bijaksana akan menyebabkan kerusakan lingkungan. kerusakan lingkungan akan menggangggu keberlanjutan usaha pembangunan dan bahkan mengancam ekosistem dan peradaban manusia.

Anologi yang sempat di buat oleh Kapolda Riau dan ditunjukkan pada Sutarno "Bagaimana kalau Mas Sutarno mendirikan rumah secara legal, kemudian rumah itu dibakar orang, tentu minta polisi menindak pelakunya. Itulah yang sudah seharusnya kami lakukan," tetapi menurut kami pihak kepolisian tidak seharusnya bertindak sewenang-wenang seperti kejadian pada hari Kamis tanggal 9 Juni 2011 dimana pihak Kepolisian Bengkalis melakukan penangkapan paksa terhadap tiga orang warga Pulau Padang yaitu Solehan, Dalail, dan Yahya karena diduga sebagai pelaku pembakaran alat berat PT. Riau Andalan Pulp and Paper. Selain itu anologi yang di buat oleh Kapolda Riau tersebut dengan kata “Legal” hanya berdasarkan SK belum di cabut.

Persoalanya adalah, apakah selama ini ada jaminan dari Pihak Kepolisian bahwa setiap keputusan-keputusan yang di ciptakan oleh pengambil kebijakan ini di Negara ini termasuk (SK 327 Menhut 2009) benar-benar bersih? Terlepas dari KKN. Kenyataanya TIDAK. Terlalu sering para Petinggi-petinggi, elit politik mendekam di penjara di akhir-akhir jabatanya.

Soekarno berserta para pejuang revolusi Indonesia sudah menyadari jauh sebelum kita ada, bahwa musuh terbesar bangsa kita adalah Kapitalisme dan Imperialisme yang sekarang lebih mampu memetamorfosikan dirinya menjadi bentuk penindasan halus, tanpa perlu invansi bersenjata, melainkan dominasi kekuatan modal (kapital). Dia itulah, Neoliberalisme! Bagaimana neoliberalisme meluas masuk ke dalam desa, dusun, hingga rumah tangga kita? Dia bergerak dengan sangat lembut, kemudian menikam jantung. Neoliberalisme – ekonomi pasar bebas – hanya perlu memutarkan pelipatgandaan modalnya, mengambil alih lahan-lahan pertanian dengan mengamankan terlebih dahulu strktur-struktur kekuasaan (menguasai politik legislative, eksekutif, dan yudikatif), menggunakan milterisme sebagai pagar betis yang siap menjaga modal mereka, mengupah buruh dengan murah serta memisahkan mereka dari factor produksi, mengambil alih pasar-pasar tradisonal kemudian mengubahnya menjadi pasar modern yang bersewakan mahal, memasok kesadaran konsumtif kontar produktif ke benak kaum muda, bahkan menjadikan agama sebagai barang dagangan dan alat pelegalan penindasan mereka.


Setelah seminar, dalam perbincangan dengan riauterkini, Kapolda menyampaikan saran kepada pihak yang menilai SK 327 keliru untuk menempuh prosedur yang benar dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). "SK 327 itu produk hukum, kalau ada yang menilai keliru, silahkan digugat di PTUN. Itu yang semestinya dilakukan, bukan memaksakan kehendak," demikian penjelasan Kapolda.

Jika PTUN ini di anggap prosedur yang benar dengan mengajukan gugatan oleh Kapolda Riau, dan menyuruh masyarakat melakukan itu, lalu apa gunanya Wakil Rakyat yang di Pilih melalui Partai Politik di setiap kali Pilkada dan Pemilu (legislative, eksekutif, dan yudikatif) yang duduk di Derah, Wilayah dan Pusat?

Mengenai usulan PTUN yang di sarankan oleh Kapolda Riau, menurut kami saran ini menjadikan Masyarakat dan Pemerintah seperti AIR dan MINYAK yang tidak pernah menyatu.

Recomendasi penghentian kegiatan operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh masyarakat Pulau Padang oleh Komnas Ham sangatlah merupakan solusi yang sangat baik sebenarnya, tindakan ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (3) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti bahwa hak atas kesejahteraan di jamin dalam Pasal 36 ayat (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Menguatnya dominasi penjajahan modal asing di tanah air dapat kita lihat sejak rezim dictator-fasis-militer orde baru berkuasa hingga saat ini. Apa yang dilakukan pemerintahan Indonesia setelah pergantian kepemimpinan (baca : Reformasi) hanyalah menjadi penyempurna kebijakan yang telah ditetapkan ole horde baru. Kesimpulannya adalah orde baru sebagai pembangunan pondasi untuk memberikan legitimasi kepada penjajah modal dengan Pembangunanisme nya, Reformasi menyiapkan banguanan penyempurnanya. Hal inilah yang menyebabkan kemandirian ekonomi bangsa Indonesia belumlah bisa tercapai yang juga berakibat pada hilangnya kedaulatan politik bangsa Indonesia serta merusaknya kepribadian bagsa Indonesia.

Di Propinsi Riau misalnya saja, dalam menanggapi persoalan rakyat yang tak pernah terselesaikan dikarenakan tidak adanya keberanian pemerintah baik ditingkat nasional sampai pada tingkat daerah untuk mengambil kebijakan politik guna menyelesaikannya. Padahal Negara lah yang bisa menengahi persoalan ini. Maraknya praktek tindak pidana korupsi, merajalelanya perusahaan pelaku maling kayu serta perampasan tanah rakyat-penggusuran terhadap rakyat (baca : Tiga Parasit Ekonomi Rakyat Riau) merupakan manifestasi dari kebijakan yang ditempuh pemerintah saat ini. Keridaksanggupan pemerintah dalam mencariakan penyelesaian persolan ini telah memberikan kita satu kesimpulan besar bahwa perbuatan tercela ini dilakukan secara berjama’ah baik itu regulator maupun penguasa modal domestik dan asing. Tiga parasit ekonomi rakyat Riau yang berekses terhadap lemahnya produktivitas rakyat dalam proses produksi yang bermuara pada kemiskinan dan kebodohan yang terstruktur.

Menanggapi persolan mendesak Rakyat Kabupaten Kepulauan Meranti, Komite Pimpinan Daerah- Serikat Tani Riau Kabupaten Kepulauan Meranti menuntut :
1. Mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti, Pemerintah Provinsi Riau dan Pemerintah Pusat DPD-RI, DPR-RI dan MPR-RI untuk segera menggunakan wewnang yang ada sesuai jabatan menghentikan Operasional PT.RAPP di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti sesuai dengan Recomendasi Komnas Ham.

Demikianlah pernyataan sikap ini kami sampaikan, dan kami memberitahukan kepada rekan pers, segenap masyarakat , kaum pro demokrasi di Riau bersatulah kekuatan masa rakyat dengan mneyerukan seluas-luasnya Front Persatuan Rakyat (Buruh, Tani, Mahasiswa-Pelajar, serta Rakyat Miskin lainnya) serta membangun alat politik rakyat miskin - alat perjuangan melawan dominasi penjajahan modal asing (Imperialisme-Neoliberalisme) serta pemerintahan kaki tangannya didalam negeri.
Selengkapnya...

Jumat, 10 Juni 2011

Pernyataan Sikap KPP – STN




No. 09/KPP-STN/B/VI/2011
Mengutuk Keras Tindakan Brutal Kepolisian Polres Bengkalis
Dalam Penangkapan Warga Pulau Padang Kab. Meranti Riau

Kamis (9/6/11), sekitar pukul 05.00 WIB, personil Kepolisian Resort (Polres) Bengkalis dan dibantu personil Polsek Merbau mendatangi Desa Lukit, Kecamatan Merbau, Kabupaten Meranti. Kurang lebih 25 personil kepolisian melakukan penangkapan secara paksa terhadap tiga orang warga Desa. Penangkapan tersebut dipimpin oleh Kasat Intel Polres Bengkalis, AKP Yudi Fahmi.

Kronologi Penangkapan:

Penangkapan I:
Dilakukan terhadap warga RT/RW 1/2, Dusun 2, Desa Lukit yang bernama Solehan (36 tahun). Solehan yang hendak menunaikan sholat subuh, dikejutkan oleh suara drum penampung air yang jatuh disamping rumah. Solehan yang mengira terjadi gempa, kemudian bergegas berdiri menuju dapur untuk melihat sekeliling rumah, namun, yang dilihatnya adalah pihak aparat polisi (berpakaian preman) telah mengepung rumahnya.

Sebanyak enam orang aparat kepolisian langsung mendobrak pintu belakang rumah, dan menangkap Solehan. Dengan hanya mengenakan sarung, tangan di borgol dan mukanya ditutup, Solehan dibawah paksa keluar rumah. Saat berada diluar rumah, Sholehan pun meminta kepada istrinya Khoifah untuk menyampaikan perihal penangkapannya kepada rekan-rekannya. Namun, mendengar hal tersebut, pihak kepolisian lalu memukuli wajahnya sebanyak tiga kali. Lalu, beberapa meter kemudian Sholehan kembali dipukuli lagi oleh polisi sebanyak lima kali, sebelum sampai di pelabuhan. Solehan kemudian di introgasi diatas kapal kepolisian yang bersandar di Pelabuhan Jeti PT. Kundur DR. 03, Desa Lukit, Merbau Pulau Padang Kab. Meranti.

Introgasi yang berjalan sekitar pukul 06.00 WIB tersebut, hendak menyudutkan Sholehan sebagai tersangka dalam kasus pembakaran yang terjadi sebelumnya di perusahaan PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dimana dua eskpator milik perusahaan dan dua camp karyawan perusahaan terbakar.

Penangkapan II:
Dilakukan terhadap tokoh masyarakat Desa Lukit, Dalail (55 Tahun). Sesudah shalat subuh pukul 05.15 WIB, saat hendak membangunkan anaknya, Dalail mendengar suara panggilan diluar rumah. Dalail meminta kepada istrinya Srinawangsih untuk membuka pintu rumahnya. Ternyata yang masuk adalah beberapa orang aparat polisi dan langsung meminta Dalail untuk ikut ke Polres Bengkalis.

Dalail yang masih mengenakan sarung sholat, meminta untuk mengenakan celana panjang, namun, permintaan itu ditolak. Pihak kepolisian pun melakukan penggeledahan di kamar dan ruangan lainnya di rumah Dalail. Dalail kemudian di borogol untuk dibawah menuju ke pelabuhan tanpa mengenakan sandal.

Ketika didalam perjalanan menuju kepelabuhan, Dalail sempat mendengar percakapan antara polisi, yang berkata, “hari ini kita makan enak, tanggungan lepas, tinggal ngitung duit sesudah penangkapan ini".

Penangkapan III:
Dilakukan terhadap warga yang bernama Yahya (43 tahun). Pagi sekitar pukul 06.00 WIB, Yahya yang baru balik dari rumah anaknya Sukathman menemukan aparat polisi telah berada di rumahnya.

Yahya yang merupakan pengurus STR Pulau Padang, didesak untuk ikut pihak kepolisian ke Bengkalis. Polisi kemudian memaksa Yahya untuk masuk kedalam Mobil Patroli milik perusahaan PT. Kondur P.S.A. Yahya kemudian menolak. Karena menolak ikut, enam orang aparat polisi yang berpakaian preman memegang dan mendorong Yahya kedalam mobil, sambil dipukuli dibagian punggungnya dengan menggunakan pentungan.

Sebelum sampai dilokasi pelabuhan, di depan Kantor produksi milik PT. Kondur, mobil polisi tersebut dihadang oleh sekitar 50 orang warga. Polisi kemudian mengeluarkan tembakan peringatan, namun warga tidak menghiraukannya, dan Yahya pun dibebaskan oleh warga.

Pagi sekitar pukul 06.30 WIB, rakyat dari berbagai desa, diantaranya, Desa Mungkiran, Desa Bagan Melibur, Desa Mekar Sari, Desa Pelantai, Desa Mernati, Desa Bunting, Desa Lukit, yang mengetahui adanya kejadian penangkapan dan dibawa ke pelabuhan Jeti, Desa Lukit langsung mendatangi lokasi. Seribuan warga yang datang, berkumpul di pelabuhan dan menuntut supaya dua warga lainnya yang ditahan di dalam kapal polisi agar segera dibebaskan.

Karena tidak diindahkan oleh polisi, maka warga mendesak polisi yang masih berada di pelabuhan untuk segera melepaskan dua warga yang ditahan di kapal polisi. Setelah dilakukan negosiasi akhirnya Solehan dan Dalail dibebaskan.

Pihak kepolisian didesak untuk mengakui tindakan kekerasan dan pemukulan terhadap Solehan, namum mereka menolak mengakui. Lalu polisi pun didesak ke kantor Desa guna memberi keterangan yang sebenarnya. Karena terpojok, polisi melarikan diri dan masuk ke kapal. Dan salah seorang polisi yaitu, Kasat Intel, AKP Yudi Falmi menceburkan diri ke laut dan akhirnya diselamatkan oleh kapal polisi yang telah menunggunya.

Sebelum kapal meninggalkan pelabuhan, polisi melepaskan tembakan beruntun keudara dengan menggunakan pistol dan senjata otomatis.

Berdasarkan kronologis tersebut, kami dari Serikat Tani Nasional (STN) menilai kepolisian telah bertindak diluar prosedur dan menyalahgunakan kewenangannya. Pihak Kepolisian telah bertindak diluar batas dengan cara-cara represif tanpa mengindahkan aturan hukum (KUHAP).

Beberapa tindakan yang melanggar hukum tersebut antara lain:
1. Pihak kepolisian telah mengabaikan prosedur hukum dengan melakukan tindakan sewenang-wenang (inprosedural) melakukan penangkapan sehingga mengabaikan hak asasi terdakwa yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), vide pasal 17 KUHAP.
2. Pihak kepolisian telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia atas tindakan kekerasan fisik dan tekanan psikis kepada rakyat Pulau Padang.
3. Tindakan pihak kepolisian yang melakukan penangkapan secara “diam-diam”, membenarkan adanya motif kepolisian untuk melindungi dan berdiri dibelakang perusahaan PT. RAPP dalam mengkriminalisasi rakyat Pulau padan dan aktivis STR.

Tindakan inprosedural yang dilakukan oleh pihak Polres Bengkalis hanya merupakan upaya untuk melindungi kepentingan perusahaan PT. RAPP milik Sukanto Tanoto. Perusahaan yang hendak menghancurkan lahan gambut dan memproduksi bubur kertas (Pulp), rencanaya akan menguasai 40 persen lebih atau setara dengan 42.000 Ha hutan gambut di Pulau Padang.

Suarat Keputusan nomor 327/Menhut/2009 tentang ijin pemanfaatan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang diterbitkan menteri kehutanan telah menjadi sumber malapetaka bagi rakyat Pulau padang. Karena itu pula, rakyat pulau padang mendesak kepada pemerintah untuk:
1. Mengecam keras tindakan represif yang dilakukan oleh Polres Bengkalis yang sudah melanggar koridor KUHAP dan HAM.
2. Menuntut pihak kepolisian untuk segera menghentikan penangkapan dan tindakan represif terhadap rakyat Pulau Padang.
3. Menuntut kepada pihak kepolisian untuk segera mencopot oknum polisi yang melakukan tindakan kekerasan, dan sekaligus menyatakan permohonan maaf kepada rakyat Pulau Padang atas tindakan polisi yang meresahkan warga.
4. Menuntut pemerintah untuk segera mencabut SK Menhut nomor: 327 tahun 2009 tentang izin HTI PT RAPP.

Demikian peryataan politik ini dibuat dan atas kerjasamanya kami ucapkan terimakasih.

Jakarta, 9 Mei 2011.

Mengetahui;
Komite Pimpinan Pusat – Serikat Tani Nasional
( KPP – STN )

Ketua Umum Sekretaris Jendral



(Yudi Budi Wibowo) (Wiwik Widyanarko) Selengkapnya...

Perjuangan Petani Pulau Padang


STR: Polisi Jangan Jadi Alat Perusahaan
Jumat, 10 Juni 2011 | 12:10 WIB


Oleh : Ulfa Ilyas

Pengurus Serikat Tani Riau (STR) Kepulauan Meranti meminta pihak Kepolisian tidak menjadi alat atau diperalat oleh PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).

Pernyataan ini dikeluarkan pengurus STR merespon upaya Kepolisian menangkap tiga orang petani di Pulau Padang, dini hari kemarin (9/6), secara sembunyi-sembunyi dan tanpa memperlihatkan surat tugas penangkapan.

Menurut Muhamad Riduan, Ketua STR Kepulauan Meranti, penangkapan itu sama sekali tindakan illegal karena tidak mengantongi surat tugas penangkapan dan tidak berkoordinasi dengan Polsek setempat maupun aparat desa.

“Kalau model penangkapannya begitu, kami menduga bahwa ini merupakan pesanan dari pihak perusahaan. Kami sangat menyayangkan tindakan kepolisian seperti ini,” katanya.

Menurut Riduan, selain pelanggaran prosedural, Polisi juga telah melakukan tindakan pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM), diantaranya, karena memperlakukan petani seperti teroris dan melakukan pemukulan berkali-kali.

Sebelumnya, Kapolsek Merbau Sawaluddin Pane juga mengakui bahwa pihaknya tidak mengetahui adanya penangkapan itu. Ia baru mengetahui hal itu setelah mendapat laporan dari salah satu anggotanya yang ikut penangkapan itu.

Tidak Ada Rencana Demo Anarkis

Riduan juga membantah keras pernyataan Kapolsek Merbau bahwa massa petani berkumpul di pelabuhan Desa Lukit untuk mendatangi Polsek Merbau, dan rencananya akan membuat aksi pembalasan di sana.

Menurut Riduan, STR dan kaum tani sama sekali tidak punya rencana untuk melakukan serangan balik, apalagi mau menyerang markas Polsek Merbau. “Kami tidak pernah berencana melakukan serangan balik. Kami tidak akan terpancing dengan provokasi kepolisian dan pihak perusahaan”.

Pimpinan STR ini juga memastikan bahwa STR dan kaum tani saat ini sedang melakukan siaga penuh di desa masing-masing, yang dimaksudkan untuk melindungi petani dan keluarganya dari intimidasi pihak kepolisian. Selengkapnya...

Kamis, 02 Juni 2011

Alat berat eksavator dan dua camp milik RAPP di Bakar, Di harapkan dalam pemberitaan-pemberitaannya Rekan-rekan PERS atau Media Harus Independen dan berpihak kepada RAKYAT

Jika PEMERINTAH segera tanggap terhadap surat yang di kirimkan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM) pada tanggal 29 April 2011 maka sesungguhnya Pembakaran Dua unit alat berat berupa eksavator dan dua camp milik RAPP di Sungai Hiu, Pulau Padang munkin TIDAK AKAN DAN sesungguhnya TIDAK PERLU TERJADI.

Entah di sebabkan apa? MENHUT Zulkifli Hasan, GUBERNUR Riau, DPRD Propinsi Riau, PEMDA Kabupaten Kepulauan Meranti dan DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti tidak pernah mau menggubriskan surat yang di layangkan Komnasham melalui Johny Nelson Simanjuntak, SH sebagai Komisioner Subkomisi Pemantauan Dan Penyelidikan Komnasham kepada Menteri Kehutanan RI di Gd. Manggala Wanabakti, Jl. Jendral Gatot Subroto, Senayan, Jakarta dengan Surat Nomor: 1.072/K/PMT/IV/2011 yang sebenarnya menjadi Solusi atau prosudur yang sangat bijak dalam penyelesaian Persoalan Penolakan HTI PT.RAPP ini.

Tidak di gubrisnya surat komnas ini menjadi bukti bahwa pemanfaatan sumber daya alam selama ini lebih berorentasi pada kepentinngan ekonomi. Sumber daya alam dipandang semata-mata sebagai aset untuk mengeruk devisa sebesar-besarya dengan kurang memperdulikan kelestariannya. Negara memiliki kepentingan maha hebat terhadap sumber daya alam, termasuk menjadikan sumber daya alam sebagai “Mesin Politik” dan “Mesin Uang” bagi golongan yang berkuasa.

Pemerintah biasanya selalu membawa jargon sumber daya alam untuk semua masyarakat, tetapi dalam peraktek-peraktek bisnis dan pemenfaatan sumbar daya alam selalu “lebih mementingkan” golongan dan kelompoknya sendiri. Ini terbukti hingga kepada pemberian tanpa batas hak pengelolaan lahan dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya kepada pemilik modal atau kasarnya Negara tidak mampu menegaskan batas maksimal penguasaan lahan – tanah – yang boleh dikuasai atau dikelola. Dan hal ini sangat Jelas sudah terjadi di Kabupaten Kepulauan Meranti khususnya Pulau- Pulau Tanah Gambut yang ada di wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti. Ketidakjelasan tersebut didukung dengan buramnya sistem administrasi pertanahan sehingga banyak Mafia Tanah yang mengambil KEUNTUNGAN PRIBADI di tengah-tengah keresahan masyarakat yang sedang berjuang.

Bukan hanya itu, di Kabupaten Kepulauan Meranti ini Dampak Terhadap Lingkungan juga menjadi pertimbangan bagi kita. Disinilah sesungguhnya dasar-dasar ketidakadilan pemenfaatan sumber daya alam hutan berakar, dan ekonomi politik kekuasaan negaralah yang sesungguhnya telah memanipulasi semua model-model penggelolaan sumber daya alam hutan di dunia hinggalah di Kabupaten Kepulauan Meranti di Pulau Padang ini.

Selama ini masyarakat Pulau Padang yang tergabung dalam STR, tetap bersikukuh mendesak agar pemerintah meninjau ulang SK Menhut Nomor 327/Menhut-II/2009 tertanggal 12 Juni 2009. SK Menhut ini merupakan sebuah eksekusi terhadap keleluasaan masyarakat dalam mengelola hutan di Pulau Padang.

Selain mendesak meninjau ulang SK menhut tersebut, masyarkat juga mendesak agar pemerintah segera menurunkan tim terpadu dari berbagai elemen untuk melakukan Meeping. Langkah ini dilakukan sebagai upaya melakukan pemetaan ulang terhadap pengeloalan hutan alam di Pulau Padang agar ada kejelasan Tapal Batas sehingga Pihak perusahan bisa komit nantinya untuk tidak masuk dalam areal lahan masyarakat. "Dua tuntutan ini menjadi harga mati yang harus segera diakomdir oleh pemerintah. Kalau dua tuntutan ini gagal dan tidak diakomodir, maka segala bentuk operasional PT RAPP di blok Pulau Padang tidak boleh dilakukan. Jika tetap di paksakan untuk di dilakukan, konsekuensinya Pasti akan terjadi perampasan Tanah.

Tidak adanya tapal batas yang jelas antara Tanah Garapan masyarakat dengan Areal Konsesi Pihak perusahaan dan tidak di berlakukanya Pemetaan Ulang (MAPING) menjadi sbuah ketakutan Besar masyarakat akan terjadinya PERAMPASAN TANAH RAKYAT. Sebab Maraknya sengketa tanah di provinsi Riau antara masyarakat penggarap dengan pihak perusahaan tidak lagi merupakan rahasia umum. Pengosongan Paksa, Penggusuran terhadap masyarakat untuk meninggalkan Rumah dan Kebun, sawah, ladang yang menjadi Alat Peroduksi kaum tani. Bahkan tertangkap atau tertembaknya Kaum Tani sudah menjadi bagian dari kosumsi publik.

Penolakan terhadap Hutan Tanaman Industeri (HTI) di Kabupaten Kepualuan Meranti ini kami lakukan bukan tanpa alasan, ini dikarenakan HTI tidak terlepas dari sejarah konflik Agraria di Indonesia, khususnya di Riau. Permasalahan yang bermula dari rapuhnya pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960, hingga kepada pemberian tanpa batas hak pengelolaan lahan dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya kepada pemilik modal atau kasarnya Negara tidak mampu menegaskan batas maksimal penguasaan lahan – tanah – yang boleh dikuasai atau dikelola. Dan hal ini sangat Jelas sudah terjadi di Kabupaten Kepulauan Meranti khususnya Pulau- Pulau Tanah Gambut yang ada di wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti.

Padahal sudah sangat jelas, Di dalam surat yang telah di kirimkan Komnasham kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper , Johny Nelson Simanjuntak, SH Mendesak kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper untuk Menghentikan Kegiatan Operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh pihak masyarakat dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti.

Sama seperti surat yang di layangkan Komnasham ke Menhut. Komnasham juga memberikan alasan kenapa tindakan ini mereka lakukan ke PT.RAPP setelah menerima pengaduan dari masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti Prov. Riau prihal Keberatan Atas Terbitnya SK Menhut No.327/ Menhut-II/2009.

Karena menurut Komnasham tindakan ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (3) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti bahwa hak atas kesejahteraan di jamin dalam Pasal 36 ayat (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Selain itu Komnasham menyatakan bahwa Hak Pengadu di jamin di dalam Pasal 36 ayat (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. "Tidak Seorangpun Boleh Dirampas Miliknya dengan Sewenang-wenang dan secara melawan hukum." jo. Pasal 37 ayat (1) bahwa pencabutan hak milik atas suatu benda demi kepentingan umum, hanya di perbolehkan dengan mengganti kerugian yang wajar dan segera serta pelaksanaanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Tidak kurang-kurang upaya yang sudah di lakukan oleh masyarakat selama ini, jauh sebelum Komnas Ham melayangkan sutar ke Menhut dan PT.RAPP. Berkali-kali masyarakat sudah menggelar aksi massa secara damai untuk menyuarakan aspirasi Penolakan HTI tanpa tindakan Anarkis.

Tidak hanya melakukan Aksi Massa, sebagai bentuk Komitmen masyarakat dalam mencari jalan yang terbaik untuk menyikapai persoalan HTI tersebut, masyarakat Kepulauan Meranti pada tanggal 15 Desember 2010 kami telah menggelar acara Seminar Terbuka dengan Tema: “Dampak HTI Terhadap Lingkungan Dan Kehidupan Rakyat”, dimana untuk dapat di pahami acara tersebut kami gelar secara mandiri hampir menghabiskan dana sebesar 30 Juta Rupiah yang dana ini kami dapatkan dari sumbangan 20 Ribu per anggota Serikat Tani Riau. Pelaksanaan kegiatan seminar ini juga menggundang seluruh tokoh-tokoh masyarakat, seluruh Pejabat Pemerintah di tingkatan kabupaten, Bupati, DPRD, Partai-partai Politik dan juga pihak PT.RAPP dalam upaya mencari kejelasan solusi bersama untuk menjawab dari segala persoalan yang berhubungan dengan HTI, dan bahkan kami juga telah menghadiri undangan bapak Bupati Drs Irwan MSi dalam dialog multy pihak penyelesaian Konflik antara masyarakat dengan PT.RAPP, namun ketika Tim belum terbentuk, dan bahkan belum di SK kan oleh Bupati yang tentunya secara otomatis belum bekerja, tetapi 2 (Unit) Unit Excavator PT.RAPP di perbolehkan melakukan Operasionalnya di Pulau Padang.



Selengkapnya...

Rabu, 01 Juni 2011

STR Bukan Dalang Pembakaran PT. RAPP


Tajuk berita dibeberapa media online seperti Riau Terkini, Halloriau.com, dan Detik.com mencoba mengait-ngaitkan aksi massa dan peristiwa pembakaran dua eskavator dan dua camp karyawan PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).

Ratusan massa petani Pulau Padang dan aktivis Serikat Tani Riau (STR) yang melakukan aksi pada senin (31/5/2011) menjadi sasaran "kriminalisasi" pihak Perusahaan dan Polres Bengkalis.

Atas pemberitaan tersebut, petani Pulau Padang dan organisasi STR menjadi sasaran opinisasi dalang pembakaran. Padahal, keterangan yang disampaikan oleh semua pihak tersebut, baik PT.RAPP, Polres Bengkalis, dan Koramil, dalam kerangka mencari "kambing hitam" pelaku pembakaran.

Modus kekerasan semacam ini merupakan bentuk kerja-kerja konspirasi yang paling banyak menjadi metode pihak aparat dalam melumpuhkan atau mengalihkan tuntutan rakyat yang sebenarnya. Sebut saja misalnya, kasus Seluk Bongka, kasus Kampar, dll, merupakan praktek ala Orde baru dalam memberangus setiap perlawanan rakyat.

Tentu saja, rekaan kepolisian bertolak-belakang dengan tempat (tempus) dan waktu (delikti) yang sebenarnya. Aksi yang dilakukan sejak siang, pukul 15.00 WIB dan berakhir sore, pukul 17.00 WIB. Massa aksi kemudian balik, para aktivis STR kemudian balik menuju Kota Pekanbaru untuk menghadiri rapat pleno persiapan kongres STR, sedangkan warga belik ke Desa masing-masing dengan menggunakan perompong (kapal perahu).

Sehingga, massa aksi tidak lagi berada di lokasi perusahaan tersebut sejak sore itu. Sehingga pula, Muhammad Riduan sebagai pimpinan aksi telah lebih awal membubarkan aksi sebelum berangkat menuju Kota Pekanbaru. M. Riduan juga baru menerima adanya laporan pembakaran di lokasi perusahaan pada pagi selasa, pagi, pukul 10.13 WIB.

Pihak STR juga tidak mengetahui pelaku maupun kepentingan dibalik pembakaran tersebut. Namun, kriminalisasi terhadap warga Pulau Padang dan STR justru menguntungkan pihak perusahaan. Dengan begitu, aktivitas PT.RAPP berjalan lancar.

Dan STR yang selama ini berjuang bersama rakyat Pulau Padang tetap mendukung perjuangan penghentian operasional PT.RAPP dan pencabutan Surat Keputusan nomor 327/Menhut/2009 tentang ijin Hutan Tanaman Industri (HTI) di Pulau Padang yang seluas 42.000 Ha.

Sejak semula, STR telah melakukan pendampiangan dan perjuangan damai melalui dialog dengan pihak perusahaan dan pemerintah. Perjuangan ini juga sudah dimulai dari tingkat Desa hingga Pusat. Petani Pulau Padang bahkan telah mengantongi surat rekomendasi dari Komnas HAM untuk dilakukan dialog dan kerjasama mengenai proses penghentian sementara opersiaonal PT.RAPP di Pulau Padang sampai ada proses hukum yang benar.

PT.RAPP, sebagaimana yang dilaporkan kepada Menhut Zulkifli Hasan, merupakan perusahaan eksploitatif yang banyak merusak lingkungan dan menghancurkan hutan di Riau. Aktvitas perusahaan ini di Pulau Padang mencakup 40 persen dari luas lahan pulau tersebut yang hanya sebesar 110.000 Ha.

Petani Pulau Padang telah menempuh proses legal sebagai bentuk perjuangan damai yang dilaluinya sejak tahun 2009. Sekalipun, rakyat belum memperolh capaian dari tuntutannya, namun, saat ini rakyat Pulau Padang tengah menungguh hasil pengujian Kementerian Lingkungan Hidup, pengujian dari tim penelitian Universitas Gajah Mada, dan tinjauan dari Menteri Kehutanan terkait dengan kelayakan perijinan dilahan gambut.

Berbagai dukungan dari elemen organisasi, individu, dan LSM, meruapakan upaya bagi para Petani Pulau Padang untuk menempuh proses legal dalam perjuangannya. Kurang lebih delapan belas kali aksi yang dilakukan di tingkat lokal seperti Desa, Kecamatan, DPRD dan Kantor Bupati berjalan dengan damai. Para Petani dan Serikat Tani Riau bahkan telah mendatangi instansi lain di Jakarta, seperti Kementerian Lingkungan Hidup, Kedubes Norwegia, dan Komnas HAM. Kementrian Lingkungan hingga kedutaan Besar Norwegia, semuanya dengan aksi damai.

Namun, saat ini tindakan aparat kepolsian di Pulau Padang justru mengambil keputusan kontra-produktif dengan mengisolasi aktivitas warga dan merepresif kehidupan warga dan jauh dari uapaya pemulihan situasi yang kondusif di Desa. Tindakan ini, sekaligus menunjukkan bahwa aparat kepolisian bertindak tidak objektif dan netral.

Semestinya, kepolisian jangan hanya mendesak masyarakat untuk menciptakan situasi kondusif, tetapi, membiarkan PT.RAPP melanggar aturan yang ada dan tidak mematuhi rekomendasi Komnas HAM. Karena, yang mendorong rakyat Pulau Padang melakukan protes bersumber dari keberadaan PT.RAPP.

Jika dilihat, peristiwa yang terjadi di Pulau Padang, maka yang paling bertanggung jawab adalah Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan. Dengan terbitnya SK Menhut No.327 tahun 2009 yang menambahkan luas areal PT. RAPP dari semula 235.140 Ha di tahun 2004 menjadi 350.167 Ha di tahun 2009, dikawasan gambut.

Pemerintahan SBY-Budiono juga tidak pernah tanggap terhadap konflik-konflik tanah dan perusahaan yang hampir terjadi disetiap daerah di Indonesia. Pemerintahan SBY-Budiono lebih mementingkan penjualan lahan dan bahan baku melalui investasi asing, ketimbang melindungi sektor produktif rakyat. Sungguh aneh, jika keberadaan perusahaan bubur kertas milik Sukanto Tanoto ini malah di lindungi, yang justru menjadi malapetakan bagi tenaga produktif rakyat dan mengancam masa depan masyarakat Pulau Padang.

Karena itu, kami dari Serikat Tani Riau (STR) mengajak kepada seluruh rakyat Pulau Padang untuk merapatkan kembali barisan perjuangannya melawan penindasan, melawan eksploitation de I'homme par I'homme.*

Muhammad Riduan, Ketua STR Kepulauan Meranti. Selengkapnya...

MASYARAKAT PULAU PADANG DI KRIMINALISASI


PERNYATAAN SIKAP
No: 014/KPP-STR/B.1/IV/2011

Hentikan Kriminalisasi Warga Pulau Padang;
Menteri Kehutanan Harus Bertanggungjawab

Atas peristiwa terbakarnya dua mobil eskavator dan dua camp karyawan milik PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Sungai Hiu, Desa Tanjung Padang, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti, pada Senin (30/5/2011), menjadikan alasan bagi aparat Kepolisian Resort (Polres) Bengkalis melakukan tindakapan represif.

Saat ini, kondisi di Pulau Padang sedang terisolir. Rakyat Pulau Padang tidak dapat keluar dari pulau tersebut, sebab dua akses pintu masuk dan keluar pulau melalui Pelabuhan Buton dan Pelabuhan Kurau telah ditutup Polres Bengkalis untuk mencegah warga keluar dari pulau tersebut. Selain itu, seorang warga bernama Heri (25 tahun) telah pula ditangkap, dan sedangkan Nazlan (20 tahun) dan Mazlin (18 tahun) belum diketahui keberadannya, serta beberapa warga lainnya dalam proses pemeriksaan dan pengejaran kepolisian.

Pihak PT. RAPP menuding bahwa 600 massa dan aktivis dari Serikat Tani Riau (STR) yang melakukan aksi di perusahaan pada hari itu, terlibat dengan aksi pembakaran, sebagaimana berita yang dilansir disebagian media-media lokal, bahwa kasus pembakaran tersebut berkaitan dengan aksi massa.

Dari kronologi yang disampaikan ke sejumlah media massa, terkesan ada upaya kuat dari pihak perusahaan, kepolisian, serta koramil setempat untuk mengkriminalisasi massa aksi.

Lebih lanjut, PT.RAPP mengklaim aksi massa yang dilakukan oleh warga Pulau Padang telah mengakibatkan kerugian perusahaan dan invetasi bagi daerah serta meresahkan warga. Warga juga dianggap "melawan hukum", sebab berdasarkan Surat Keputusan No.327/Menhut-II/2009 tentang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK HTI), pihak perusahaan merasa berhak mengambil lahan-lahan perkebunan rakyat.

Berdasarkan situasi tersebut, Serikat Tani Riau (STR) menilai adanya persekongkolan diantara pihak perusahaan dan aparat negara dalam merekayasa fakta peristiwa yang sebenarnya, sebab tindakan kriminalisasi merupakan cara lazim yang selalu digunakan dalam meredam perjuangan rakyat dimanapun.

Karena aksi massa yang dilakukan oleh Rakyat Pulau Padang sejak siang, pukul 14.30 WIB di areal perusahaan merupakan aksi damai.
Pertama, sebelumnya organisasi STR telah meminta kerjasama dan bantuan keamanan melalui surat pemberitahuan secara resmi kepada pihak kepolisian terkait dengan rencana aksi yang akan dilakukan warga. Namun, keamanan yang diharapkan untuk membantu jalannya proses aksi tidak dengan personil yang maksimal. Pihak kepolisian justru lalai mengamankan kegiatan aksi.

Kedua, dialog antara massa STR dengan perwakilan PT. RAPP, Pendi, selaku Humas, berjalan buntu. Pihak perusahaan menolak mematuhi surat Komnas HAM untuk menghentikan operasional perusahaan, yang dinilai mengantongi perijin yang cacat administrasi (inprosedural) dan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Perjuangan warga sejak tahun 2009 hingga sekarang ini tidak kunjung selesai. Warga Pulau Padang tidak menghendaki perusahaan bubur kertas itu menghancurkan hutan gambut dan tanaman produksi warga. Sebanyak 33 ribu jiwa penduduk di Kecamatan Merbau terancam kehilangan sumber kehidupan dan tempat tinggal, disebabkan Pulau Padang yang seluas 1.109 km² atau 110.000 Ha terancam tenggelam akibat perambahan hutan gambut seluas 40 % atau 41.205 Ha oleh PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP).

Ketiga, berdasarkan laporan kronologis KPD STR Kab. Kepualauan meranti, aksi yang berakhir pada sore, pukul 17.00 WIB berjalan damai. Sesudah aksi, pimpinan-pimpinan aksi STR menuju Kota Pekanbaru untuk menghadiri rapat pleno persiapan Kongres STR ke II. Demikian pula dengan massa aksi lainnya, kembali menuju desa masing-masing dengan menggunakan lima buah pompong (kapal motor).

Keempat, pihak STR baru mengetahui adanya kebakaran dilokasi aksi pada Selasa pagi. Berdasarkan informasi yang diterima oleh pihak STR, terjadi “amuk massa” di lokasi hutan milik PT. RAPP pada malam hari, sehingga, tidak diketahui kejadian yang sesungguhnya.

Akan tetapi, peristiwa yang terjadi di Pulau Padang bersumber dari SK Menhut No.327 tahun 2009 tentang ijin HTI yang menambahkan luas areal PT. RAPP dari semula 235.140 Ha di tahun 2004, bertambah menjadi 350.167 Ha di tahun 2009. Kebijakan Menhut yang mengijinkan perambahan hutan gambut merupakan hasil "main mata" dengan pelaku pencemaran lingkungan, illegal logging, suap, dll, yang dikenal sebagai pengusaha hitam Sukanto Tanoto, pemilik PT. RAPP yang bernaung dibawah Asia Pacific Resource International Limited (APRIL).

Dengan begitu, Menteri Kehutanan menjadi pihak yang paling bertanggungjawab atas penerbitan ijin perambahan hutan gambut dan perampasan lahan warga. Terlebih lagi, Rakyat Pulau Padang bahkan telah melakukan aksi di Kantor Kementerian Kehutanan, di Jakarta. Akan tetapi, Menhut Zulkifli Hasan bersikap “tuli” terhadap aspirasi Petani Pulau Padang.

Maka, kami dari Serikat Tani Riau (STR) mendukung sepenuhnya perjuangan rakyat Pulau Padang untuk segera:
1. Menghentikan Operasional PT.RAPP di Pulau Padang Secepat-cepatnya.
2. Mencabut Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.327/Menhut-II/2009.
3. Menghentikan Penagkapan Warga dan Kriminalisi Para Aktifis Kerakyatan.
4. Membebaskan Penahanan Warga Tanpa Syarat.
Demikian Pernyataan Sikap ini kami buat sebagai sikap solidaritas perjuangan pada kaum tani.

KEMBALIKAN TANAH RAKYAT SEKARANG JUGA !
SELAMATKAN RAKYAT MERANTI !

TANAH, MODAL DAN TEKNOLOGI MURAH MODERN UNTUK KAUM TANI !

Pekanbaru, 1 Juni 2011

SerikatTani Riau (STR)

Teri Hendra Chaniago (082172486565)
Ketua UMUM KPP STR

Dessri Kurniawati, SH (081371388132)
Sekretris Jendral KPP STR Selengkapnya...

SERIKAT TANI RIAU (STR)


Ada Upaya Polisi Dan PT.RAPP Mengkriminalkan Perjuangan Petani Pulau Padang

Rabu, 1 Juni 2011 | 13:32 WIB

Perjuangan Petani Pulau Padang
Oleh : Ulfa Ilyas

Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Riau (KPP-STR) menuding adanya upaya yang dilakukan oleh pihak kepolisian dan PT.RAPP untuk mengkriminalkan perjuangan petani di pulau Padang.


Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Riau (KPP-STR) menuding adanya upaya yang dilakukan oleh pihak kepolisian dan PT.RAPP untuk mengkriminalkan perjuangan petani di pulau Padang.

Indikasi itu, menurut Teri Hendra Chaniago, Ketua Umum STR, terlihat dari sejumlah pemberitaan di media massa, yang sebagian besar sumbernya berasal dari pihak manajemen PT.RAPP, pihak Kepolisian, dan Koramil.

Dalam berbagai pemberitaan itu, PT.RAPP dan pihak Kepolisian mencoba menuding aksi massa damai 600 anggota STR di Sungai Hiu, Desa Tanjung Padang, terlibat dalam aksi pembakaran terhadap dua eskavator dan 2 kamp karyawan milik PT.RAPP.

Menurut Teri Hendra, sebelum STR menggelar aksinya di areal perusahaan, pihaknya sudah menyampaikan surat pemberitahuan aksi dan meminta kerjasama pihak kepolisian untuk mengamankan aksi ini. “Polisi tidak mengerahkan personil secara maksimal untuk menjaga aksi ini,” kata Teri Hendra.

Selain itu, menurut Teri Hendra, massa STR bersedia melakukan dialog dengan pihak PT.RAPP yang diwakili oleh Pendi, selaku humas. Akan tetapi, pertemuan itu mengalami jalan buntu karena PT.RAPP tidak mengindahkan rekomendasi Komnas HAM.

Selanjutnya, berdasarkan kronologi yang dibuat KPD STR Kepulauan Meranti, massa STR mengakhiri aksi damai sekitar pukul 17.00 WIB. Seusai aksi, para pengurus STR berangkat ke kota Pekanbaru untuk mengikuti rapat pleno persiapan kongres ke-II STR, sedangkan ratusan massa aksi kembali ke desa masing-masing dengan menumpangi lima pompong.

Pihak STR sendiri baru mendengar kejadian ini pada Selasa pagi. Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh STR, kejadian pembakaran berlangsung pada malam hari dan itupun merupakan “amuk massa”.

Pulau Padang Diisolasi

Berdasarkan informasi terakhir yang didapatkan Berdikari Online, kondisi pulau padang sekarang ini dalam keadaan terisolir. Polisi menutup dua pintu masuk dan keluar melalui pelabuhan, yaitu pelabuhan Buton dan pelabuhan Kurau.

Akibatnya, banyak warga Pulau Padang yang tidak bisa keluar ataupun masuk ke Pulau. Situasi ini juga sangat mengganggu aktivitas ekonomi masyarakat di pulau tersebut.

Selain menangkap seorang pemuda bernama Heri, 25 tahun, sekarang ini Polisi sedang melakukan pengejaran terhadap petani yang dianggap sebagai pelaku pembakaran. Sedang dua orang warga, Nazlan (20 tahun) dan Mazlin (18 tahun), belum diketahui keberadaannya.

Menhut Harus Bertanggung Jawab

KPP STR menganggap Menteri Kehutanan RI, Zulkifli Hasan, harus bertanggung-jawab terhadap situasi yang sedang terjadi di pulau padang.

“kejadian di pulau padang dipicu oleh SK Menhut nomor 327 tahun 2009 tentang pemberian ijin HTI kepada PT.RAPP,” kata Teri Hendra dalam siaran persnya.

Selain itu, dalam upaya menyelesaikan persoalan ini secara damai, para petani pulau padang sudah mendatangi Menhut Zulkifli Hasan di kantornya, di Jakarta, pada akhir April lalu. Akan tetapi, Menhut sama sekali mengabaikan laporan petani dan malah bermain mata dengan PT.RAPP.

STR berharap agar SK menhut nomor 327 tahun 2009 segera dicabut dan operasional PT.RAPP segera dihentikan. Selengkapnya...