Senin, 20 Februari 2012

Gagas PENDUDUKAN SERENTAK!!

Hadirnya KAMI Karna Kalian PENGUASA
Caci Maki Pantas Untuk KALIAN yang Menjual Dalil Suci Untuk PENGHAMBAAN DIRI Kepeda KAPITALISME NEOLIBRALISME.
Sadar Luka Sudah Menjadi Barah.
Sadar Derita Lelahkan Jiwa.
Sadar Kata TAKDIR Racun Ulama Dari PENGUASA.
Tanah Sudah Terampas.
Buruh Dibayar Murah.
Pendidikan Bukan Untuk Kata Pintar. Ada Ranjau Di GEDUNG ILMU.
Berkata Ibuku, Anaku Sayang... "Kain Kapan AYAHMU Mahal Harganya".
Pantaslah Jenazah AYAHKu Tidak Ada Tempat Penggalian Lahat Rumah Terakhir bagi Pejuangku.

Penguasa...
Kalian Bangga Menjadi BANGSA MERDEKA Hidup Dari Hasil Pajak.
Hitam Kulit Wajah. Pecah Telapak Kaki Kami. Kalian Tetap Dengan CERUTU Kebanggaan Merak Asing Hasil Negeri Kami.

SATU SUMPAH dari Rahim PENDERITAAN yang kau Ciptakan.
Kami TIDAK akan PERNAH membiarkan Kalian Untuk Tetap TENANG.
Hadirnya KAMI Karna Kalian PENGUASA

Aku Tetap Aku.


Forum Komunikasi Rakyat-Penyelamat Propinsi Riau nantinya pasti akan TERBENTUK dan di saat itulah........

Sikap Kemenhut telah memancing Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP) untuk berubah menjadi Forum Komunikasi Rakyat-Penyelamat Propinsi Riau (FKR-Penyelamat Propinsi Riau)

Kami masyarakat Pulau Padang akan mengkonsulidasikan 4 (empat) Potensi kabupaten lain yakni, Pelalawan, Siak, Kampar serta Kuansing yang mendapatkan perlakuan serupa seperti halnya warga Pulau Padang. Jika di meranti tidak menjadi pertimbangan Kementrian Kehutanan. SK Menhut Nomor 327 tahun 2009 untuk perluasan lahan ekplorasi PT RAPP diberlakukan pada empat kabupaten tersebut juga telah menuai protes.


Selengkapnya...

MENANTANG PERANG & MENOLAK TUNDUK!!

Kawan-kawanku




oleh Muhammad Ridwan pada 27 Agustus 2011 ·

Bersegeralah Menuju Kemenangan!

“Memang, massa aksi tidak bisa hebat kalau setengah-setengahan, massa aksi tidak bisa hebat kalau hanya mau mengejar keuntungan-keuntungan kecil ini hari saja. Massa aksi barulah dengan sesungguh-sungguhnya berderus-derusan menjadi massa aksi, kalau rakyat jelata itu sudah berniat membongkar sama sekali keadaan tua diganti dengan sama sekali keadaan baru”


(Di Bawah Bendera Revolusi – Ir. Soekarno)




Kawan-kawanku

Massa Bersama Massa

Kita Sengaja Menempah Diri

Bukan Untuk Mati Kita Berjuang

Massa Bersama Maut



Jika kematian merupakan suatu kepastian didalam setiap yang bernafas

Aku mengajak kalian kawan-kawanku untuk mengharamkan diri ini mati sebagai pengecut di Negeri sendiri

Aku mengajak kalian kawan-kawanku BerHati-hatilah untuk tidak membiarkan Diri Kita, Keluarga Kita, atau Teman-teman Kita, Menggunakan Sekecil Apapun Kesenangan Atau Keistimewaan Dalam Hal-hal yang Merupakan Milik Rakyat dan yang Harus Di Bagi Rata Diantara Seluruh Rakyat!

Menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat

Serta mendatangkan devisa bagi Negara

Dalil Busuk!!

Benar-benar tidak mempunyai konsep penyelesaian konflik yang menguntungkan rakyat

Kepengecutannya terhadap kaum pemilik modal besar

Pantaslah dia disebut dengan kakitangan - antek - imperialisme neoliberal dalam negeri.

Perjuangan landreform masyarakat pulau padang

Aku berada pada kegalauan yang begitu besar

Kebencian menggerakkan raga untuk Ber-Lawan

Indonesia negeri setengah jajahan setengah feodal

Aku takut dengan sebesar-besarnya takut

Ber-Lawan tetap Ber-lawan tapi aku tidak mau melihat korban

Kawan Ingatkan AKU



Kalian Kawan-kawanku

Pelan Dalam Damai Darah Dihisap Hak Di Rampas

Kita sadar itu terjadi

Rumah Berdaulat, Kita Telah Membangun dan Mendirikanya Kawan-kawan

Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP)

Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP)Rumah Massa Depan Bagi Massa

Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP)Rumah Pelindung Dengan Hukum Konstitusi

Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP)Rumah Canda Tawa Tanpa Carut Marut Hilang Harga Diri

Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP)Rumah Rakyat Anti Penindasan Bangsa Sendiri

Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP)Rumah Pemersatu Buruh, Tani.

Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP)Cukup Sudah Jadi Bangsa Kuli, Bersatu bangkit Jadi Bangsa Mandiri!!

Aku Bangga Bersama Kalian. Tetap Menyemai Biji-biji......



Selengkapnya...

Minggu, 19 Februari 2012

SBY Harus Bertanggung Jawab!!

Indonesia Harus Mampu Menyelamatkan Pulau Padang!! .
Pemerintah Indonesia memberikan Izin pembabatan hutan alam kepada PT.Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) terhadap daerah yang terdiri dari dataran-dataran rendah, dengan ketinggian rata-rata sekitar 1-6,4 m di atas permukaan laut yang di dukung oleh daerah tanah gambut kedalamanya mencapai 6-12 meter di Kabupaten Kepulauan Meranti Riau Indonesia melalui SK 327 Menhut Tahun 2009 Tanggal 12 Juni 2009 walau sudah sangat jelas Kepala Dinas Kehutan Provinsi Riau pada Tahun 2009 Bapak Zulkifli Yusuf yang juga telah menegaskan, izin HTI terbaru yang diperoleh PT RAPP melalui SK 327 Menhut Tahun 2009 Tanggal 12 Juni 2009 “Bermasalah”. Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau sudah mengirim surat resmi ke Menteri Kehutanan pada Tanggal 2 September Tahun 2009 lalu supaya izin tersebut ditinjau karena ditemukan sejumlah masalah.

Kepala Dinas Kehutanan Riau Zulkifli Yusuf menegaskan, surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.327/Menhut- II/2009 seluruh prosesnya merupakan andil dari Menhut. Termasuk proses Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan Rencana Kerja Usaha (RKU) untuk PT RAPP juga dikeluarkan Menhut, tanpa adanya rekomendasi dari Dinas Kehutanan Propinsi Riau.

Berdasarkan surat Menhut tersebut terjadi perubahan luas areal izin RAPP dari 235.140 ha menjadi 350.165 ha di Kampar, Siak, Pelalawan, Kuansing dan Meranti," kata Kadishut kepada wartawan, Senin (21/12), seusai hearing dengan Komisi A prihal simpang siur rekomendasi Pemprov terhadap SK Menhut untuk RAPP. Dishut Riau, kata Zulkifli, hanya mengeluarkan pemberitahuan kepada Menhut pada surat resmi tanggal 2 September 2009 tersebut Isinya, memberitahukan kepada Menhut bahwa SK tentang perubahan ketiga atas Keputusan Menteri tentang pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri kepada PT RAPP terdapat areal tumpang tindih dengan Kawasan Suaka Alam (KSA) seluas 5.019 Ha, terdapat Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 23.411 Ha.
Bahkan dalam suratnya, Dishut mengusulkan kepada Menhut untuk meninjau ulang dan merevisi keputusan tersebut, mengacau dan mengakomodir Surat Gubernur No.522/EKBANG/ 33.10 tanggal 2 Juli 2004 tentang perubahan status dari non kawasan hutan menjadi kawasan Hutan Produksi Tetap. Penegasan itu pernah dikatakan Zulkifli dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi A DPRD Riau, Areal Izin Usahan Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) PT RAPP yang semula 235.140 hektare menjadi 350.165 hektare. Tapi hasil telaah Dishut Riau, luas areal tersebut 357.518, 77 hektare atau terdapat perbedaan 7.353,77 hektare.

Selain itu, lokasi izin yang diberikan Menhut melalui SK 327/Menhut-II/ 2009 tanggal 12 Juni 2009 tentang areal IUPHHK-HTI PT RAPP hanya berada di 4 kabupaten yakni Siak, Pelalawan, Kuansing, Bengkalis. Sementara hasil kajian Dishut, areal RAPP juga terdapat di Kabupaten Indragiri Hulu seluas 1.090,80 hektare. Izin tersebut juga tumpang tindih dengan kawasan Suaka Alam seluas 5.019,09 hektare. "Jadi jauh sebelum persoalan ini muncul, kami sudah menyurati Departemen Kehutanan supaya meninjau izin yang dikeluarkan pada Juni 2009.

Perizinan yang diperoleh PT RAPP, kata Zulkifli, tak sesuai peruntukannya. Izin yang diterbitkan Menhut pada 12 Juni 2009 lalu merupakan perubahan ketiga dari izin sebelumnya. Izin pertama diperoleh pada 1993 lahan HTI untuk dua anak perusahaan PT RAPP. Kemudian diperbaharui pada izin perubahan kedua pada 1997. Izin yang diterbitkan melalui SK Menhut itu juga tak mengakomodir rekomendasi Gubernur Riau Rusli Zainal yang menyatakan tak mendukung terjadinya perubahan ketiga izin HTI PT RAPP. Tapi pada kenyataannya, Menhut tak memperhatikan rekomendasi gubernur dan bupati. Dalam petikan izin perubahan justru yang ditampilkan nomor surat rekomendasi kepala daerah itu. "Substansi dari rekomendasi gubernur diabaikan. Padahal substansi itu penting,"

Dijelaskan Kadishut, rekomendasi Gubernur pernah keluar yaitu pada tahun 2004 sebelum terbitnya SK perubahan kedua perluasan areal HTI RAPP menjadi seluas 235.140 H dari Menhut Nomo SK356/Menhut- II/2004). Kendati demikian rekomendasi gubernur saat itu memilliki catatan persyaratan antara lain sebelum Menhut memberi surat Izin kepada RAPP, harus terlebih dahulu mengadenddum SK HPH yang tumpang tindih dengan areal yang dicadangkan kepda PT RAPP. Melaksanakan perubahan status dari non kawasan hutan menjadi kawasan hutan produksi tetap, dan PT RAPP diwajibkan menyelesaikan hak-hak masyarakat.

Menurut Dinas Kehutan Provinsi Riau Tahun 2009 Zulkifli Yusuf kenapa beliau mengirim surat resmi ke Menteri Kehutanan pada Tanggal 2 September Tahun 2009 lalu supaya izin tersebut ditinjau karena ditemukan sejumlah masalah yang bisa di Simpulkan sebagai berikut:

Zulkifli Yusuf selaku Kepala Dinas Kehutanan sudah merekomendasi berdasarkan fakta dan uraian tersebut diatas kepada Menhut bahwa Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.327/MENHUT-II/2009 tanggal 12 Juni 2009 adalah cacat administrasi dan perlu ditinjau ulang dan direvisi agar tidak menimbulkan permasalhan dikemudian hari dalam pelaksanaanya.

Tidak ada pilihan lain bagi MENHUT, kecuali merevisi SK Nomor 327/Menhut-II/2009untuk segera mengeluarkan seluruh blok Pulau Padang yang seluas 41.205 Hektar dari areal konsesi PT. RAPP.

Perlu rasanya kami menegaskan kepada seluruh pihak bahwa Sejak tanggal 16 Desember 2011 hingga detik ini telah terhitung hampir 3 (Tiga) bulan masyarakat Pulau Padang memilih bertahan di Jakarta yang mengakibatkan banyak pihak kebingungan, dan lalu mempertanyakan darimana Sumber Dana masyarakat Pulau Padang dalam perjuanganya menolak keberadaan PT.RAPP sehingga mampu bertahan!! Maka pesan kami carilah Jawaban Itu Lewat Sejarah KEMERDEKAAN NEGARA INI..

Banyak hal yang telah dialami oleh masyarakat Pulau Padang selama bertahan di Jakarta ini, 1 orang masyarakat Desa Pelantai SULATRA umur 37 Tahun yang juga merupakan peserta AKSI JAHIT MULUT secara terpaksa harus kami larikan ke Rumah Sakit Jiwa Grogol. 6 Februari 2012 ratusan karyawan kantor Kementrian Kehutanan di gedung Manggala Wanabhakti ini mengepung 16 orang masyarakat Pulau Padang yang berupaya mendirikan tenda di halaman kantor Kementrian Kehutanan ini. Sejarah tidak bisa di bungkam, baahwa sejak 10 Desember 2009 melalui Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Kabupaten Kepuluan Meranti (FMPL-KM) hingga detik ini melalui Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP) Perjuangan dalam upaya Penolakan HTI PT.RAPP Guna Penyelamatan Pulau Padang masih tetap berlanjut.

Pada tanggal 27 Desember 2011 Kemenhut telah membentuk Tim Mediasi penyelesaian konflik Pulau Padang berdasarkan SK 736/Menhut-II/2011, sehingga Sekjen Kementrian Kehutanan Hadi Daryanto dibeberapa media dalam merespon persoalan Konflik Pulau Padang menyatakan meminta semua pihak agar melihat fakta ilmiah atas insiden ini. "Kalau memang terbukti bermasalah ya kita akan revisi. “Kita kan tidak bisa seenaknya mencabut izin” Sabtu, 21 Januari 2012 |Berita Satu.Com. Dan tanggal 30 Desember 2011 Bupati Kepulauan Meranti Drs Irwan MSi di Daerah telah melakukan dialog dengan perwakilan warga dari (FKM-PPP) di Aula Pertemuan Kantor Bupati Kepulauan Meranti. Pertemuan berakhir dengan Bupati Sepakat Minta Menhut Revisi SK 327. Baca: Situs Resmi Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti (Bupati Sepakat Minta Menhut Revisi SK 327). Selanjutnya Kamis 5 Januari 2012 Masyarakat Pulau Padang sebanyak 20 orang didampingi oleh anggota DPD RI provinsi Riau Intsiawati Ayus telah menandatangani kesepakatan bersama Dirjen Plannologi Bambang Supiyanto di kantor Kemenhut. Kesepakan tersebut sangat jelas menekankan bahwa: “Persoalan masyarakat pulau padang akan segera di tindaklanjuti apabila Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti mengeluarkan Surat Recomendasi Revisi terhadap SK Menhut No 327/Menhut-II/2009.

Dan kini semuanya telah terjawab, KEMENTIRAN KEHUTANAN HARUS SEGERA MENGELUARKAN SURAT KEPUTUSAN REVISI TERHADAP SK Menhut No 327/Menhut-II/2009, Mengeluarkan Seluruh Blog Pulau Padang Dengan Luas Hamparan 41.205 Ha Dari Area Konsesi. Sebab Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Riau telah mengeluarkan SURAT REKOMENDASI REVISI terhadap SK 327 Menhut Tahun 2009 Pada 8 Februari 2012 lalu tepatnya 1 (Satu) Hari menjelang tanggal 9 Februari 2012 dimana akhirnya petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dibantu petugas kepolisian Sektor Tanah Abang membongkar paksa tenda yang didirikan masyarakat Pulau Padang di depan gerbang Gedung DPR/MPR,Jl. Gatot Subroto, Jakarta Pusat ini. Selain itu berdasarkan analisis data dan temuan lapangan TIM MEDIASI yang di bentuk oleh Kementian kehutanan dan di SK kan langsung oleh Zulkifli Hasan pada konflik Masyarakat Pulau Padang dan PT. RAPP, Ketua Tim Mediasi saudara Andiko (Presidium Dewan Kehutanan Nasional-Ketua Perkumpulan Huma/LSM) tepat pada tanggal 1 Februari 2012 telah melaporkan dan menyampaikan rekomendasi khusus untuk menjadi pertimbangan bagi Kementrian Kehutanan dalam mengambil keputusan penyelesaian kasus ini. Pilihan-pilihan rekomendasi berdasarkan hasil analisis tersebut sebagai berikut:

1. solusi alternatif berupa revisi Keputusan Menteri Kehutanan No 327/Menhut-II/2009 dengan mengeluarkan seluruh blok Pulau Padang dari area konsesi.
2. solusi Alternatif berupa Revisi Keputusan Menteri Kehutanan.

Laporan Tim Penyelesaian Tuntutan Masyarakat Setempat Terhadap Izin Usaha Pemenfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) PT.RAPP Di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Terlampir. Untuk itu, berdasarkan SURAT REKOMENDASI REVISI terhadap SK 327 Menhut Tahun 2009 yang telah di keluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti pada tanggal 8 Februari 2012 dan Laporan Tim Penyelesaian Tuntutan Masyarakat Setempat Terhadap Izin Usaha Pemenfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) PT.RAPP Di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau Kami Forum Komunikasi Masyarakat - Penyelamatan Pulau Padang (FKM-PPP) Menyatakan Sikap;

1. Menyatakan Dengan Tegas Bahwa Penandatanganan MoU Oleh 11 Kepala Desa Dengan PT.RAPP Tidak berhak dinyatakan sebagai Keputusan Masyarakat, Karena Penandatanganan MoU Oleh 11 Kepala Desa Merupakan Keputusan Sepihak Untuk Kepentingan Kelompok Tertentu Yang Memaksakan Kehendak Dengan Tidak Mempertimbangkan Aspirasi Masyarakat. Dan

2. Kami Masyarakat Pulau Padang Menyatakan MENOLAK SEGALA BENTUK OPERASIONAL PT.RAPP Di Kecamatan Merbau, Pulau Padang. Bukan Hanya 3 Desa (Bagan Melibur, Mengkirau Dan Desa Lukit). Karena Inclaving, Sagu Hati Dan Pola Kemitraan Bukan Solusi Bagi Masyarakat Pulau Padang.

3. Meminta Kepada KEMENTRIAN KEHUTANAN RI Untuk SEGERA MENGELUARKAN SURAT KEPUTUSAN REVISI TERHADAP SK Menhut No 327/Menhut-II/2009, Mengeluarkan Seluruh Blog Pulau Padang Dengan Luas Hamparan 41.205 Ha Dari Area Konsesi sesuai kesepakatan 5 Januari 2012.

Perlu di ketahui oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa, Masyarakat pulau padang telah pernah di terima langsung Oleh Juru Bicara Presiden Julaian Andrian Fasa Di Istana Negara pada Rabu (25 Januari 2012. Tentunya kedatangan Masyarakat Pulau Padang ke Istana menuntut menhut segera merevisi SK menhut No 327 tahun 2009 dengan mengeluarkan hamparan blok pulau padang seluas 41.205 ribu hektar dari SK menhut no 327.

Dihadapan Juru Bicara Presiden Julaian Andrian Fasa perwakilan masyarakat Pulau Padang menceritakan kronologis kejadian di pulau padang dan hasil dari Bupati Meranti 30 Desember 2011 dan bahkan ridwan menyampaikan sesungguhnya Kami masyarakat Pulau Padang mengerti dan sangat memahami bahwa Bupati sudah pernah mengeluarkan surat kepada Menhut pada September 2010 lalu meminta Menhut meninjau ulang atas operasi RAPP di Pulau Padang.

Sesungguhnya apa yang telah menjadi kesepakatan antara Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti dengan Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP) pada tanggal 30 Desember 2011 telah sesuai dengan Kesepakatan tertulis yang tertuang dalam pertemuan perwakilan 20 warga Pulau Padang Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamatan Pulau Padang (FKM-PPP) yang didampingi oleh anggota DPD RI provinsi Riau Intsiawati Ayus dengan Dirjen Plannologi Bambang Supiyanto di kantor Kemenhut, Jakarta, Kamis 5 Januari 2012.

Dan pada hari Rabu 15 Februari 2012 juga masyarakat Pulau Padang telah melayangkan surat audensi kepada Presiden SBY. Surat itu menerangkan tentang sikap Menteri Kehutanan ke Presiden.


Surat yang bernomor 034/FKM-PPP/II/2012 itu di terima langsung oleh Suhadi Staff Sekretariatan Biro Tata Usaha dan Humas Istana Negara.


Dalam surat itu kami meminta waktu dan kesempatan SBY untuk menerima kami, kami akan memberikan penjelasan apa yang sebenarnya terjadi di Pulau Padang dan apa pula yang telah di lakukan RAPP di Pulau Padang. Selain itu kami juga melaporkan kinerja Menteri Kehutanan yang kami anggap tidak mau mendengarkan aspirasi kami masyarakat Pulau Padang. Padahal secara adminitrasi yang di minta telah kami penuhi, namun sampai saat ini Menteri tetap memperpatahankan RAPP di Pulau Padang"terangnya.


Nomor : 034/FKM-PPP/II/2012 Jakarta, 15 Februari 2012
Lampiran : 5 (Lima) Berkas
Hal : PENGADUAN TENTANG SIKAP KEMENTRIAN KEHUTANAN DAN MOHON
TINDAK LANJUT
Kepada
Yth, BAPAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Di-
Jakarta

Selamatkan Pulau Padang!!
Bapak Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia yang terhormat. Perlu rasanya kami sampaikan bahwa sejak tanggal 16 Desember 2011 hingga detik ini telah terhitung hampir 3 (Tiga) bulan masyarakat Pulau Padang memilih bertahan di Jakarta.

Banyak hal yang telah dialami oleh masyarakat Pulau Padang selama bertahan di Jakarta ini, 1 orang masyarakat Desa Pelantai SULATRA umur 37 Tahun yang juga merupakan peserta AKSI JAHIT MULUT secara terpaksa harus kami larikan ke Rumah Sakit Jiwa Grogol. 6 Februari 2012 ratusan karyawan kantor Kementrian Kehutanan di gedung Manggala Wanabhakti ini mengepung 16 orang masyarakat Pulau Padang yang berupaya mendirikan tenda di halaman kantor Kementrian Kehutanan ini. Sejarah tidak bisa di bungkam, baahwa sejak 10 Desember 2009 melalui Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Kabupaten Kepuluan Meranti (FMPL-KM) hingga detik ini melalui Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP) Perjuangan dalam upaya Penolakan HTI PT.RAPP Guna Penyelamatan Pulau Padang masih tetap berlanjut.

Pada tanggal 27 Desember 2011 Kemenhut telah membentuk Tim Mediasi penyelesaian konflik Pulau Padang berdasarkan SK 736/Menhut-II/2011, sehingga Sekjen Kementrian Kehutanan Hadi Daryanto dibeberapa media dalam merespon persoalan Konflik Pulau Padang menyatakan meminta semua pihak agar melihat fakta ilmiah atas insiden ini. "Kalau memang terbukti bermasalah ya kita akan revisi. “Kita kan tidak bisa seenaknya mencabut izin” Sabtu, 21 Januari 2012 |Berita Satu.Com. Berdasarkan analisis data dan temuan lapangan TIM MEDIASI yang di bentuk oleh Kementian kehutanan dan di SK kan langsung oleh Zulkifli Hasan pada konflik Masyarakat Pulau Padang dan PT. RAPP, Ketua Tim Mediasi saudara Andiko (Presidium Dewan Kehutanan Nasional-Ketua Perkumpulan Huma/LSM) tepat pada tanggal 1 Februari 2012 telah melaporkan dan menyampaikan rekomendasi khusus untuk menjadi pertimbangan bagi Kementrian Kehutanan dalam mengambil keputusan penyelesaian kasus ini. Pilihan-pilihan rekomendasi berdasarkan hasil analisis tersebut sebagai berikut:

1. solusi alternatif berupa revisi Keputusan Menteri Kehutanan No 327/Menhut-II/2009 dengan mengeluarkan seluruh blok Pulau Padang dari area konsesi.
2. solusi Alternatif berupa Revisi Keputusan Menteri Kehutanan.
Laporan Tim Penyelesaian Tuntutan Masyarakat Setempat Terhadap Izin Usaha Pemenfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) PT.RAPP Di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Terlampir.

Bapak Susilo Bambang Yudhoyono yang terhormat, pada tanggal 30 Desember 2011 Bupati Kepulauan Meranti Drs Irwan MSi di Daerah telah melakukan dialog dengan perwakilan warga dari (FKM-PPP) di Aula Pertemuan Kantor Bupati Kepulauan Meranti. Pertemuan berakhir dengan Bupati Sepakat Minta Menhut Revisi SK 327. Baca: Situs Resmi Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti (Bupati Sepakat Minta Menhut Revisi SK 327). Selanjutnya Kamis 5 Januari 2012 Masyarakat Pulau Padang sebanyak 20 orang didampingi oleh anggota DPD RI provinsi Riau Intsiawati Ayus telah menandatangani kesepakatan bersama Dirjen Plannologi Bambang Supiyanto di kantor Kemenhut. Kesepakan tersebut sangat jelas menekankan bahwa: “Persoalan masyarakat pulau padang akan segera di tindaklanjuti apabila Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti mengeluarkan Surat Recomendasi Revisi terhadap SK Menhut No 327/Menhut-II/2009. Sebagaimana Terlampir.

Kini semuanya telah terjawab, KEMENTIRAN KEHUTANAN HARUS SEGERA MENGELUARKAN SURAT KEPUTUSAN REVISI TERHADAP SK Menhut No 327/Menhut-II/2009, Mengeluarkan Seluruh Blog Pulau Padang Dengan Luas Hamparan 41.205 Ha Dari Area Konsesi. Sebab Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Riau telah mengeluarkan SURAT REKOMENDASI REVISI terhadap SK 327 Menhut Tahun 2009 Pada 8 Februari 2012 lalu tepatnya 1 (Satu) Hari menjelang tanggal 9 Februari 2012 dimana akhirnya petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dibantu petugas kepolisian Sektor Tanah Abang membongkar paksa tenda yang didirikan masyarakat Pulau Padang di depan gerbang Gedung DPR/MPR,Jl. Gatot Subroto, Jakarta Pusat ini.

Namun kenyataan yang kami terima dari pihak Kementrian Kehutanan pada tanggal 14 Februari 2012 saat kami menyerahkan SURAT REKOMENDASI REVISI SK dari Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti, pihak Kementrian Kehutanan sebaliknya mengangkangi kesepakatan tertanggal 5 Januari 2012 tersebut. Selain itu, pemerintah juga memaksakan solusi yang tidak populis, misalnya, scenario penanaman sagu hati dengan pola kemitraan. Dan pemerintah juga “mengkambing-hitamkan” perjuangan rakyat sebagai penyebab situasi tidak aman, padahal, akar persoalnnya bersumber dari kebijakan pemerintah itu sendiri. Atas kenyataan ini kami masyarakat Pulau Padang berhrap kepada Bapak Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia untuk segera mengambil sikap tegas.

Demikianlah pernyataan sikap ini kami sampaikan, “Indonesia Harus Mampu Menyelamatkan Pulau Padang”.


“Selamatkan Pulau Padang”
Hormat Kami

Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamatan Pulau Padang
(FKM-PPP) Kepulauan Meranti, Riau


Muhamad Ridwan
(Kordinator Lapangan)
Mengetahui,

Ketua Umum Sekretaris Jendral



MISNO KARDO S,Sos

Jika KEMENTRIAN KEHUTANAN menganggap persoalan sengketa lahan di Pulau Padang saat ini tidak perlu dipermasalahkan lagi.

Pihaknya sudah sepakat bahwa perizinan tetap diberikan kepada PT RAPP untuk mengelola izin HTI, maka kami masyarakat Pulau Padang menyambut pernyataan itu dengan MENGIBARKAN BENDERA PERANG!!

Kami masyarakat Pulau Padang akan membuktikan bahwa kami bukan sekelompok orang, tetapi kami adalah MAYORITAS dan kami Masyarakat Pulau Padang telah mempersiapkan Posko-posko perjuangan RAKYAT untuk menanti kedatangan Tim yang katanya Independent tersebut.

Benar bahwa beberapa hal yang menjadi catatan sejarah hitam kaum tani di Kabupaten-kabupaten Propinsi Riau, yang mengalami konflik agraria berdampak dengan perampasan tanah rakyat yang hingga saat ini belum terselesaikan terjadi sabagai dampak dari tidak adanya Tapal Batas yang jelas serta banyaknya Tanah garapan Rakyat secara terpaksa harus di akui telah di tindih oleh HPH/HTI perusahaan-perusahaan pensuply kayu ke perusahaan bubur kertas. Namun akan menjadi salah jika dalam penyelesaian Konflik di Pulau Padang pemerintah menyelesaikanya dengan cara MEMBERI SAGU HATI Atau GANTI RUGI. Sebab Kami masyarakat Pulau Padang memahami Pentingnya Sumber Daya Alam secara eksplisit di sebutkan dalam pazsal 33 ayat 3 Undang-undang dasar 1945, bahwa:

"bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat"


Pasal ini mengamanatkan bahwa pemenfaatan Sumber daya alam harus di tujukan untuk kepentingan rakyat banyak. Sedangkan bagaimana Sumber daya alam itu seharusnya di kelola termaktub dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN)tahun 1973, telah di amanatkan betapa pentingnya pendayagunaan sumber daya alam tersebut. Butir 10 menyatakan bahwa:

"dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumer alam indonesia harus di gunakan secara rasionil. Penggalian sumber kekayaan alam tersebut harus di usahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan pertimbangan kebutuhan generasi yang akan datang".


Menyadari keberadaan kawasan konsesi HTI di Pulau-pulau yang ada di kabupaten kepulauan Meranti seperti Pulau Padang, rangsang dan Tebing Tinggi bukan hanya mengancam keberlangsungan lingkungan hidup tapi juga mengancam eksistensi pulau terdepan Indonesia yang sangat strategis dalam aspek pertahanan dan keamanan nasional NKRI seperti pulau rangsang yang merupakan salah satu pulau kecil yang berbatasan langsung dengan Negara malaisia. Abrasi pantai akibat gelombang Laut semakin luas yang mengakibatkan luas pulau semakin kecil juga tidak terlepas dari pantauan masyarakat apalagi lahan konsesi memiliki radius yang terlalu dekat dengan biir pantai, yang mana dapat di pahami abrasi pantai pertahun sekitar 30 sampai 40 meter. selain itu Pulau-pulau terseut merupakan hutan rawa gambut yang apabila di tebang secara besar-besran akan sangat rentan terhadap subsistensi. kondisi struktur tanah umumnya di kawasan pesisir pantai adalah lahan gambut sehingga alih fungsi hutan alam telah mengakibatkan Intrusi (peningkatan kadar garam) yang sangat tinggi pada sumber-sumber mata air masyarakat.

Amanat GBHN itu telah mengandung jiwa " berkelanjutan " dengan menekankan perlunya memperhatikan kepentingan antargenerasi dan perlunya pengaturan penggunaan Sumber daya alam. pemenfaatan sumber daya alam yang tidak bijaksana akan menyebabkan kerusakan lingkungan. kerusakan lingkungan akan menggangggu keberlanjutan usaha pembangunan dan bahkan mengancam ekosistem dan peradaban manusia.

KEMENTIRAN KEHUTANAN HARUS SEGERA MENGELUARKAN SURAT KEPUTUSAN REVISI TERHADAP SK Menhut No 327/Menhut-II/2009, Mengeluarkan Seluruh Blog Pulau Padang Dengan Luas Hamparan 41.205 Ha Dari Area Konsesi seperti yang di harapkan pada waktu itu kamis dimana Masyarakat Pulau Padang sebanyak 20 orang didampingi oleh anggota DPD RI provinsi Riau Intsiawati Ayus telah menandatangani kesepakatan bersama Dirjen Plannologi Bambang Supiyanto di kantor Kemenhut. Kesepakan tersebut sangat jelas menekankan bahwa: “Persoalan masyarakat pulau padang akan segera di tindaklanjuti apabila Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti mengeluarkan Surat Recomendasi Revisi terhadap SK Menhut No 327/Menhut-II/2009.

Dalam surat itu (No.100/Tapem/II/2012/18), Pemerentah Daerah telah menegaskan dukungannya terhadap perjuangan rakyat untuk mengeluarkan seluruh blok Pulau Padang dari lahan konsesi PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang seluas 41.205 Ha. Pun, pihak legislative (DPRD) Kepulauan Meranti juga telah menyatakan sikap persetujuannya menentang keberadaan PT. RAPP di pulau itu. Sikap inilah yang dibutuhkan oleh rakyat, agar pemerintah menjadi penyambung lidah rakyat.

Kesamaan sikap antara rakyat dan pemerintah di Kepulauan Meranti adalah “modal politik” untuk mencabut kebijakan politik yang tidak disetujui oleh rakyat. Sebab, kebijakan pemerintah yang dibuat secara sepihak ini membuahkan konflik agraria.
Konflik agrarian yang sudah berlangsung selama dua tahun itu, mengindikasikan “pemerintah gagal” memenuhi harapan rakyat. Pemerintah lebih memilih cara-cara represifitas dan pecah belah ketimbang jalan penyelesaian dengan proses yang dialogis (demokratis).

Inilah yang dialami oleh rakyat di Pulau Padang. Pemerintah bukannya menerima pendapat mayoritas rakyat, sebaliknya mengorganisir dan memaksa pemerintah-pemerintah desa untuk bersetuju dengan konsesi PT. RAPP.

Selain itu, pemerintah juga memaksakan solusi yang tidak populis, misalnya, scenario penanaman sagu hati dengan pola kemitraan. Dan pemerintah juga “mengkambing-hitamkan” perjuangan rakyat sebagai penyebab situasi tidak aman, padahal, akar persoalnnya bersumber dari kebijakan pemerintah itu sendiri.
Kami menggangap bahwa cara pemaksaan kehedak oleh pemerintah hanya akan memicu timbulnya konflik baru seperti konflik agrarian di daerah lain, dimana pemerintah telah kehilangan kepercayaan dari rakyat.

Disisi lain, maksud baik pemerintah untuk untuk mengundang investasi asing atau juga modal swasta agar ada tambahan income dan lapangan kerja hanyalah “mimpi disiang bolong”. Pemerintah hanya mengejar “recehan uang saku” dan pajak, dan bukannya mengoptimalkan sumberdaya alam untuk kepentingan nasional, tetapi juga masuknya investasi justru mengancam dan merampas sumber kehidupan rakyat.

Senada dengan sejarah, banyak tercatat bahwa peperangan antar suku dalam negara dan peperangan antar negara di dunia ini umumnya dikarenakan perebutan kekuasaan atas Sumber Daya Alam ( Hutan, Tambang, Air dan Lahan). Karena sumber daya alam (SDA) tersebut merupakan sumber daya alam yang di perebutkan, maka sejarah mencatat penguasa dan pemerintah sangat berkepentingan dengan SDA yang di miliki oleh sebuah negara. Dengan demikian bukanlah sesuatu yang sangat menakjubkan ketika pengambil kebijakan atau pemerintah di dalam sebuah Negara mendeklarasikan bahwa semua SDA yang ada di Negara tersebut di kuasai oleh Negara. Sebab Negara memiliki kepentingan maha hebat terhadap sumber daya alam tersebut, khususnya menjadikannya sebagai ‘mesin politik’ dan ‘mesin uang’ bagi golongan yang berkuasa. Golongan yang berkuasa yang memerintah biasanya selalu membawa jargon bahwa sumber daya alam (SDA) untuk semua masyarakat, tetapi dalam praktik-praktik bisnis dan pemenfaatan SDA tersebut selalu lebih menguntungkan golongan dan kelompoknya sendiri.
Untuk itu atas pernyataan Kementrian Kehutanan Zulkifli Hasan di Detik. Com yang mengatakan KONFLIK PULAU PADANG di anggap telah selesai dengan dilakukanya Inclaving melalui pemetaan ulang dan guna menetapkan tata batas agar tanah-tanah masyarakat dan perkampungan warga di keluarkan dari area konsesi.

Pemerintah nampak begitu sigap ketika menghadapi pujian dengan menyambut peluang investasi. Sementara itu, ketika menghadapi kasus-kasus konflik agraria dan protes rakyat, pemerintah malah mengambil langkah seribu alias kabur. Ini juga yang sempat dialami oleh rakyat Pulau Padang ketika mendatangi kantor Kemeterian Kehutanan, rakyat diperhadapkan dengan kekerasan pegawai dan aparat.

Jadi, konflik agraria yang terjadi saat ini disebabkan karena kebijakan yang pemerintah yang begitu liberal. Pemerintah salah urus. Pengelolaan sektor agraria justru menghilangkan hak mayoritas rakyat terhadap akses tanahnya dan mengorbankan masa depan rakyat. Akibatnya, pemerintah seperti pembeo “mulut pengusaha”.
Semua ini tidak perlu terjadi bila saja pemerintah menjalankan amanat konstitusi dengan benar. Kembali menjalankan cita-cita konstitusi dengan benar, khususnya pasal 33 UUD 1945 dan UU Pokok Agraria tahun 1960.

Olehnya itu, tidak ada alasan bagi pihak pemerintah untuk menghindar dan menyetujui tuntutan rakyat. Apalagi ketika rakyat dan Pemerintah Daerah Kepulauan Meranti sudah bersepakat untuk merevisi SK Menhut 327/2009 tentang HTI PT. RAPP.

Maka dari itu, kami yang tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamatan Pulau Padang (FKM-PPP) Kepulauan Meranti, Riau menuntut: Kepada Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan, untuk segera mengeluarkan seluruh blok Pulau Padang yang seluas 41.205 Hektar dari areal konsesi PT. RAPP dengan merevisi SK Nomor 327/Menhut-II/2009.





Selengkapnya...

GANTI RUGI LAHAN BUKAN SOLUSI

Benar bahwa beberapa hal yang menjadi catatan sejarah hitam kaum tani di Kabupaten-kabupaten Propinsi Riau, yang mengalami konflik agraria berdampak dengan perampasan tanah rakyat yang hingga saat ini belum terselesaikan terjadi sabagai dampak dari tidak adanya Tapal Batas yang jelas serta banyaknya Tanah garapan Rakyat secara terpaksa harus di akui telah di tindih oleh HPH/HTI perusahaan-perusahaan pensuply kayu ke perusahaan bubur kertas. Namun akan menjadi salah jika dalam penyelesaian Konflik di Pulau Padang pemerintah menyelesaikanya dengan cara MEMBERI SAGU HATI Atau GANTI RUGI. Sebab Kami masyarakat Pulau Padang memahami Pentingnya Sumber Daya Alam secara eksplisit di sebutkan dalam pazsal 33 ayat 3 Undang-undang dasar 1945, bahwa:
"bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat"
Pasal ini mengamanatkan bahwa pemenfaatan Sumber daya alam harus di tujukan untuk kepentingan rakyat banyak. Sedangkan bagaimana Sumber daya alam itu seharusnya di kelola termaktub dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN)tahun 1973, telah di amanatkan betapa pentingnya pendayagunaan sumber daya alam tersebut. Butir 10 menyatakan bahwa:

"dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumer alam indonesia harus di gunakan secara rasionil. Penggalian sumber kekayaan alam tersebut harus di usahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan pertimbangan kebutuhan generasi yang akan datang".

Menyadari keberadaan kawasan konsesi HTI di Pulau-pulau yang ada di kabupaten kepulauan Meranti seperti Pulau Padang, rangsang dan Tebing Tinggi bukan hanya mengancam keberlangsungan lingkungan hidup tapi juga mengancam eksistensi pulau terdepan Indonesia yang sangat strategis dalam aspek pertahanan dan keamanan nasional NKRI seperti pulau rangsang yang merupakan salah satu pulau kecil yang berbatasan langsung dengan Negara malaisia. Abrasi pantai akibat gelombang Laut semakin luas yang mengakibatkan luas pulau semakin kecil juga tidak terlepas dari pantauan masyarakat apalagi lahan konsesi memiliki radius yang terlalu dekat dengan biir pantai, yang mana dapat di pahami abrasi pantai pertahun sekitar 30 sampai 40 meter. selain itu Pulau-pulau terseut merupakan hutan rawa gambut yang apabila di tebang secara besar-besran akan sangat rentan terhadap subsistensi. kondisi struktur tanah umumnya di kawasan pesisir pantai adalah lahan gambut sehingga alih fungsi hutan alam telah mengakibatkan Intrusi (peningkatan kadar garam) yang sangat tinggi pada sumber-sumber mata air masyarakat.

Amanat GBHN itu telah mengandung jiwa " berkelanjutan " dengan menekankan perlunya memperhatikan kepentingan antargenerasi dan perlunya pengaturan penggunaan Sumber daya alam. pemenfaatan sumber daya alam yang tidak bijaksana akan menyebabkan kerusakan lingkungan. kerusakan lingkungan akan menggangggu keberlanjutan usaha pembangunan dan bahkan mengancam ekosistem dan peradaban manusia.

KEMENTIRAN KEHUTANAN HARUS SEGERA MENGELUARKAN SURAT KEPUTUSAN REVISI TERHADAP SK Menhut No 327/Menhut-II/2009, Mengeluarkan Seluruh Blog Pulau Padang Dengan Luas Hamparan 41.205 Ha Dari Area Konsesi seperti yang di harapkan pada waktu itu kamis dimana Masyarakat Pulau Padang sebanyak 20 orang didampingi oleh anggota DPD RI provinsi Riau Intsiawati Ayus telah menandatangani kesepakatan bersama Dirjen Plannologi Bambang Supiyanto di kantor Kemenhut. Kesepakan tersebut sangat jelas menekankan bahwa: “Persoalan masyarakat pulau padang akan segera di tindaklanjuti apabila Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti mengeluarkan Surat Recomendasi Revisi terhadap SK Menhut No 327/Menhut-II/2009.

Dalam surat itu (No.100/Tapem/II/2012/18), Pemerentah Daerah telah menegaskan dukungannya terhadap perjuangan rakyat untuk mengeluarkan seluruh blok Pulau Padang dari lahan konsesi PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang seluas 41.205 Ha. Pun, pihak legislative (DPRD) Kepulauan Meranti juga telah menyatakan sikap persetujuannya menentang keberadaan PT. RAPP di pulau itu. Sikap inilah yang dibutuhkan oleh rakyat, agar pemerintah menjadi penyambung lidah rakyat.

Kesamaan sikap antara rakyat dan pemerintah di Kepulauan Meranti adalah “modal politik” untuk mencabut kebijakan politik yang tidak disetujui oleh rakyat. Sebab, kebijakan pemerintah yang dibuat secara sepihak ini membuahkan konflik agraria.
Konflik agrarian yang sudah berlangsung selama dua tahun itu, mengindikasikan “pemerintah gagal” memenuhi harapan rakyat. Pemerintah lebih memilih cara-cara represifitas dan pecah belah ketimbang jalan penyelesaian dengan proses yang dialogis (demokratis).

Inilah yang dialami oleh rakyat di Pulau Padang. Pemerintah bukannya menerima pendapat mayoritas rakyat, sebaliknya mengorganisir dan memaksa pemerintah-pemerintah desa untuk bersetuju dengan konsesi PT. RAPP.

Selain itu, pemerintah juga memaksakan solusi yang tidak populis, misalnya, scenario penanaman sagu hati dengan pola kemitraan. Dan pemerintah juga “mengkambing-hitamkan” perjuangan rakyat sebagai penyebab situasi tidak aman, padahal, akar persoalnnya bersumber dari kebijakan pemerintah itu sendiri.
Kami menggangap bahwa cara pemaksaan kehedak oleh pemerintah hanya akan memicu timbulnya konflik baru seperti konflik agrarian di daerah lain, dimana pemerintah telah kehilangan kepercayaan dari rakyat.

Disisi lain, maksud baik pemerintah untuk untuk mengundang investasi asing atau juga modal swasta agar ada tambahan income dan lapangan kerja hanyalah “mimpi disiang bolong”. Pemerintah hanya mengejar “recehan uang saku” dan pajak, dan bukannya mengoptimalkan sumberdaya alam untuk kepentingan nasional, tetapi juga masuknya investasi justru mengancam dan merampas sumber kehidupan rakyat.

Senada dengan sejarah, banyak tercatat bahwa peperangan antar suku dalam negara dan peperangan antar negara di dunia ini umumnya dikarenakan perebutan kekuasaan atas Sumber Daya Alam ( Hutan, Tambang, Air dan Lahan). Karena sumber daya alam (SDA) tersebut merupakan sumber daya alam yang di perebutkan, maka sejarah mencatat penguasa dan pemerintah sangat berkepentingan dengan SDA yang di miliki oleh sebuah negara. Dengan demikian bukanlah sesuatu yang sangat menakjubkan ketika pengambil kebijakan atau pemerintah di dalam sebuah Negara mendeklarasikan bahwa semua SDA yang ada di Negara tersebut di kuasai oleh Negara. Sebab Negara memiliki kepentingan maha hebat terhadap sumber daya alam tersebut, khususnya menjadikannya sebagai ‘mesin politik’ dan ‘mesin uang’ bagi golongan yang berkuasa. Golongan yang berkuasa yang memerintah biasanya selalu membawa jargon bahwa sumber daya alam (SDA) untuk semua masyarakat, tetapi dalam praktik-praktik bisnis dan pemenfaatan SDA tersebut selalu lebih menguntungkan golongan dan kelompoknya sendiri.
Untuk itu atas pernyataan Kementrian Kehutanan Zulkifli Hasan di Detik. Com yang mengatakan KONFLIK PULAU PADANG di anggap telah selesai dengan dilakukanya Inclaving melalui pemetaan ulang dan guna menetapkan tata batas agar tanah-tanah masyarakat dan perkampungan warga di keluarkan dari area konsesi.

Pemerintah nampak begitu sigap ketika menghadapi pujian dengan menyambut peluang investasi. Sementara itu, ketika menghadapi kasus-kasus konflik agraria dan protes rakyat, pemerintah malah mengambil langkah seribu alias kabur. Ini juga yang sempat dialami oleh rakyat Pulau Padang ketika mendatangi kantor Kemeterian Kehutanan, rakyat diperhadapkan dengan kekerasan pegawai dan aparat.

Jadi, konflik agraria yang terjadi saat ini disebabkan karena kebijakan yang pemerintah yang begitu liberal. Pemerintah salah urus. Pengelolaan sektor agraria justru menghilangkan hak mayoritas rakyat terhadap akses tanahnya dan mengorbankan masa depan rakyat. Akibatnya, pemerintah seperti pembeo “mulut pengusaha”.
Semua ini tidak perlu terjadi bila saja pemerintah menjalankan amanat konstitusi dengan benar. Kembali menjalankan cita-cita konstitusi dengan benar, khususnya pasal 33 UUD 1945 dan UU Pokok Agraria tahun 1960.

Olehnya itu, tidak ada alasan bagi pihak pemerintah untuk menghindar dan menyetujui tuntutan rakyat. Apalagi ketika rakyat dan Pemerintah Daerah Kepulauan Meranti sudah bersepakat untuk merevisi SK Menhut 327/2009 tentang HTI PT. RAPP.

Maka dari itu, kami yang tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamatan Pulau Padang (FKM-PPP) Kepulauan Meranti, Riau menuntut: Kepada Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan, untuk segera mengeluarkan seluruh blok Pulau Padang yang seluas 41.205 Hektar dari areal konsesi PT. RAPP dengan merevisi SK Nomor 327/Menhut-II/2009.





Selengkapnya...

MENANTANG PERANG!!

Sebagaimana yang telah kami sampaikan, Indonesia Harus Mampu Menyelamatkan Pulau Padang!! . Pemerintah Indonesia memberikan Izin pembabatan hutan alam kepada PT.Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) terhadap daerah yang terdiri dari dataran-dataran rendah, dengan ketinggian rata-rata sekitar 1-6,4 m di atas permukaan laut yang di dukung oleh daerah tanah gambut kedalamanya mencapai 6-12 meter di Kabupaten Kepulauan Meranti Riau Indonesia melalui SK 327 Menhut Tahun 2009 Tanggal 12 Juni 2009 walau sudah sangat jelas Kepala Dinas Kehutan Provinsi Riau pada Tahun 2009 Bapak Zulkifli Yusuf yang juga telah menegaskan, izin HTI terbaru yang diperoleh PT RAPP melalui SK 327 Menhut Tahun 2009 Tanggal 12 Juni 2009 “Bermasalah”. Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau sudah mengirim surat resmi ke Menteri Kehutanan pada Tanggal 2 September Tahun 2009 lalu supaya izin tersebut ditinjau karena ditemukan sejumlah masalah.

Kepala Dinas Kehutanan Riau Zulkifli Yusuf menegaskan, surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.327/Menhut- II/2009 seluruh prosesnya merupakan andil dari Menhut. Termasuk proses Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan Rencana Kerja Usaha (RKU) untuk PT RAPP juga dikeluarkan Menhut, tanpa adanya rekomendasi dari Dinas Kehutanan Propinsi Riau.




Berdasarkan surat Menhut tersebut terjadi perubahan luas areal izin RAPP dari 235.140 ha menjadi 350.165 ha di Kampar, Siak, Pelalawan, Kuansing dan Meranti," kata Kadishut kepada wartawan, Senin (21/12), seusai hearing dengan Komisi A prihal simpang siur rekomendasi Pemprov terhadap SK Menhut untuk RAPP. Dishut Riau, kata Zulkifli, hanya mengeluarkan pemberitahuan kepada Menhut pada surat resmi tanggal 2 September 2009 tersebut Isinya, memberitahukan kepada Menhut bahwa SK tentang perubahan ketiga atas Keputusan Menteri tentang pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri kepada PT RAPP terdapat areal tumpang tindih dengan Kawasan Suaka Alam (KSA) seluas 5.019 Ha, terdapat Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 23.411 Ha.
Bahkan dalam suratnya, Dishut mengusulkan kepada Menhut untuk meninjau ulang dan merevisi keputusan tersebut, mengacau dan mengakomodir Surat Gubernur No.522/EKBANG/ 33.10 tanggal 2 Juli 2004 tentang perubahan status dari non kawasan hutan menjadi kawasan Hutan Produksi Tetap. Penegasan itu pernah dikatakan Zulkifli dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi A DPRD Riau, Areal Izin Usahan Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) PT RAPP yang semula 235.140 hektare menjadi 350.165 hektare. Tapi hasil telaah Dishut Riau, luas areal tersebut 357.518, 77 hektare atau terdapat perbedaan 7.353,77 hektare.

Selain itu, lokasi izin yang diberikan Menhut melalui SK 327/Menhut-II/ 2009 tanggal 12 Juni 2009 tentang areal IUPHHK-HTI PT RAPP hanya berada di 4 kabupaten yakni Siak, Pelalawan, Kuansing, Bengkalis. Sementara hasil kajian Dishut, areal RAPP juga terdapat di Kabupaten Indragiri Hulu seluas 1.090,80 hektare. Izin tersebut juga tumpang tindih dengan kawasan Suaka Alam seluas 5.019,09 hektare. "Jadi jauh sebelum persoalan ini muncul, kami sudah menyurati Departemen Kehutanan supaya meninjau izin yang dikeluarkan pada Juni 2009.

Perizinan yang diperoleh PT RAPP, kata Zulkifli, tak sesuai peruntukannya. Izin yang diterbitkan Menhut pada 12 Juni 2009 lalu merupakan perubahan ketiga dari izin sebelumnya. Izin pertama diperoleh pada 1993 lahan HTI untuk dua anak perusahaan PT RAPP. Kemudian diperbaharui pada izin perubahan kedua pada 1997. Izin yang diterbitkan melalui SK Menhut itu juga tak mengakomodir rekomendasi Gubernur Riau Rusli Zainal yang menyatakan tak mendukung terjadinya perubahan ketiga izin HTI PT RAPP. Tapi pada kenyataannya, Menhut tak memperhatikan rekomendasi gubernur dan bupati. Dalam petikan izin perubahan justru yang ditampilkan nomor surat rekomendasi kepala daerah itu. "Substansi dari rekomendasi gubernur diabaikan. Padahal substansi itu penting,"

Dijelaskan Kadishut, rekomendasi Gubernur pernah keluar yaitu pada tahun 2004 sebelum terbitnya SK perubahan kedua perluasan areal HTI RAPP menjadi seluas 235.140 H dari Menhut Nomo SK356/Menhut- II/2004). Kendati demikian rekomendasi gubernur saat itu memilliki catatan persyaratan antara lain sebelum Menhut memberi surat Izin kepada RAPP, harus terlebih dahulu mengadenddum SK HPH yang tumpang tindih dengan areal yang dicadangkan kepda PT RAPP. Melaksanakan perubahan status dari non kawasan hutan menjadi kawasan hutan produksi tetap, dan PT RAPP diwajibkan menyelesaikan hak-hak masyarakat.

Menurut Dinas Kehutan Provinsi Riau Tahun 2009 Zulkifli Yusuf kenapa beliau mengirim surat resmi ke Menteri Kehutanan pada Tanggal 2 September Tahun 2009 lalu supaya izin tersebut ditinjau karena ditemukan sejumlah masalah yang bisa di Simpulkan sebagai berikut:

Zulkifli Yusuf selaku Kepala Dinas Kehutanan sudah merekomendasi berdasarkan fakta dan uraian tersebut diatas kepada Menhut bahwa Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.327/MENHUT-II/2009 tanggal 12 Juni 2009 adalah cacat administrasi dan perlu ditinjau ulang dan direvisi agar tidak menimbulkan permasalhan dikemudian hari dalam pelaksanaanya.

Jika KEMENTRIAN KEHUTANAN menganggap persoalan sengketa lahan di Pulau Padang saat ini tidak perlu dipermasalahkan lagi. Pihaknya sudah sepakat bahwa perizinan tetap diberikan kepada PT RAPP untuk mengelola izin HTI, maka kami masyarakat Pulau Padang menyambut pernyataan itu dengan MENGIBARKAN BENDERA PERANG!!


Kami masyarakat Pulau Padang akan membuktikan bahwa kami bukan sekelompok orang, tetapi kami adalah MAYORITAS dan kami Masyarakat Pulau Padang telah mempersiapkan Posko-posko perjuangan RAKYAT untuk menanti kedatangan Tim yang katanya Independent tersebut.



Tidak ada pilihan lain bagi MENHUT, kecuali merevisi SK Nomor 327/Menhut-II/2009untuk segera mengeluarkan seluruh blok Pulau Padang yang seluas 41.205 Hektar dari areal konsesi PT. RAPP.



Perlu rasanya kami menegaskan kepada seluruh pihak bahwa Sejak tanggal 16 Desember 2011 hingga detik ini telah terhitung hampir 3 (Tiga) bulan masyarakat Pulau Padang memilih bertahan di Jakarta yang mengakibatkan banyak pihak kebingungan, dan lalu mempertanyakan darimana Sumber Dana masyarakat Pulau Padang dalam perjuanganya menolak keberadaan PT.RAPP sehingga mampu bertahan!! Maka pesan kami carilah Jawaban Itu Lewat Sejarah KEMERDEKAAN NEGARA INI..

Banyak hal yang telah dialami oleh masyarakat Pulau Padang selama bertahan di Jakarta ini, 1 orang masyarakat Desa Pelantai SULATRA umur 37 Tahun yang juga merupakan peserta AKSI JAHIT MULUT secara terpaksa harus kami larikan ke Rumah Sakit Jiwa Grogol. 6 Februari 2012 ratusan karyawan kantor Kementrian Kehutanan di gedung Manggala Wanabhakti ini mengepung 16 orang masyarakat Pulau Padang yang berupaya mendirikan tenda di halaman kantor Kementrian Kehutanan ini. Sejarah tidak bisa di bungkam, baahwa sejak 10 Desember 2009 melalui Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Kabupaten Kepuluan Meranti (FMPL-KM) hingga detik ini melalui Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP) Perjuangan dalam upaya Penolakan HTI PT.RAPP Guna Penyelamatan Pulau Padang masih tetap berlanjut.

Pada tanggal 27 Desember 2011 Kemenhut telah membentuk Tim Mediasi penyelesaian konflik Pulau Padang berdasarkan SK 736/Menhut-II/2011, sehingga Sekjen Kementrian Kehutanan Hadi Daryanto dibeberapa media dalam merespon persoalan Konflik Pulau Padang menyatakan meminta semua pihak agar melihat fakta ilmiah atas insiden ini. "Kalau memang terbukti bermasalah ya kita akan revisi. “Kita kan tidak bisa seenaknya mencabut izin” Sabtu, 21 Januari 2012 |Berita Satu.Com. Dan tanggal 30 Desember 2011 Bupati Kepulauan Meranti Drs Irwan MSi di Daerah telah melakukan dialog dengan perwakilan warga dari (FKM-PPP) di Aula Pertemuan Kantor Bupati Kepulauan Meranti. Pertemuan berakhir dengan Bupati Sepakat Minta Menhut Revisi SK 327. Baca: Situs Resmi Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti (Bupati Sepakat Minta Menhut Revisi SK 327). Selanjutnya Kamis 5 Januari 2012 Masyarakat Pulau Padang sebanyak 20 orang didampingi oleh anggota DPD RI provinsi Riau Intsiawati Ayus telah menandatangani kesepakatan bersama Dirjen Plannologi Bambang Supiyanto di kantor Kemenhut. Kesepakan tersebut sangat jelas menekankan bahwa: “Persoalan masyarakat pulau padang akan segera di tindaklanjuti apabila Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti mengeluarkan Surat Recomendasi Revisi terhadap SK Menhut No 327/Menhut-II/2009.

Dan kini semuanya telah terjawab, KEMENTIRAN KEHUTANAN HARUS SEGERA MENGELUARKAN SURAT KEPUTUSAN REVISI TERHADAP SK Menhut No 327/Menhut-II/2009, Mengeluarkan Seluruh Blog Pulau Padang Dengan Luas Hamparan 41.205 Ha Dari Area Konsesi. Sebab Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Riau telah mengeluarkan SURAT REKOMENDASI REVISI terhadap SK 327 Menhut Tahun 2009 Pada 8 Februari 2012 lalu tepatnya 1 (Satu) Hari menjelang tanggal 9 Februari 2012 dimana akhirnya petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dibantu petugas kepolisian Sektor Tanah Abang membongkar paksa tenda yang didirikan masyarakat Pulau Padang di depan gerbang Gedung DPR/MPR,Jl. Gatot Subroto, Jakarta Pusat ini. Selain itu berdasarkan analisis data dan temuan lapangan TIM MEDIASI yang di bentuk oleh Kementian kehutanan dan di SK kan langsung oleh Zulkifli Hasan pada konflik Masyarakat Pulau Padang dan PT. RAPP, Ketua Tim Mediasi saudara Andiko (Presidium Dewan Kehutanan Nasional-Ketua Perkumpulan Huma/LSM) tepat pada tanggal 1 Februari 2012 telah melaporkan dan menyampaikan rekomendasi khusus untuk menjadi pertimbangan bagi Kementrian Kehutanan dalam mengambil keputusan penyelesaian kasus ini. Pilihan-pilihan rekomendasi berdasarkan hasil analisis tersebut sebagai berikut:

1. solusi alternatif berupa revisi Keputusan Menteri Kehutanan No 327/Menhut-II/2009 dengan mengeluarkan seluruh blok Pulau Padang dari area konsesi.
2. solusi Alternatif berupa Revisi Keputusan Menteri Kehutanan.

Laporan Tim Penyelesaian Tuntutan Masyarakat Setempat Terhadap Izin Usaha Pemenfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) PT.RAPP Di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Terlampir. Untuk itu, berdasarkan SURAT REKOMENDASI REVISI terhadap SK 327 Menhut Tahun 2009 yang telah di keluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti pada tanggal 8 Februari 2012 dan Laporan Tim Penyelesaian Tuntutan Masyarakat Setempat Terhadap Izin Usaha Pemenfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) PT.RAPP Di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau Kami Forum Komunikasi Masyarakat - Penyelamatan Pulau Padang (FKM-PPP) Menyatakan Sikap;

1. Menyatakan Dengan Tegas Bahwa Penandatanganan MoU Oleh 11 Kepala Desa Dengan PT.RAPP Tidak berhak dinyatakan sebagai Keputusan Masyarakat, Karena Penandatanganan MoU Oleh 11 Kepala Desa Merupakan Keputusan Sepihak Untuk Kepentingan Kelompok Tertentu Yang Memaksakan Kehendak Dengan Tidak Mempertimbangkan Aspirasi Masyarakat. Dan

2. Kami Masyarakat Pulau Padang Menyatakan MENOLAK SEGALA BENTUK OPERASIONAL PT.RAPP Di Kecamatan Merbau, Pulau Padang. Bukan Hanya 3 Desa (Bagan Melibur, Mengkirau Dan Desa Lukit). Karena Inclaving, Sagu Hati Dan Pola Kemitraan Bukan Solusi Bagi Masyarakat Pulau Padang.

3. Meminta Kepada KEMENTRIAN KEHUTANAN RI Untuk SEGERA MENGELUARKAN SURAT KEPUTUSAN REVISI TERHADAP SK Menhut No 327/Menhut-II/2009, Mengeluarkan Seluruh Blog Pulau Padang Dengan Luas Hamparan 41.205 Ha Dari Area Konsesi sesuai kesepakatan 5 Januari 2012.





Selengkapnya...

MENANTANG PERANG!!

Sebagaimana yang telah kami sampaikan, Indonesia Harus Mampu Menyelamatkan Pulau Padang!! . Pemerintah Indonesia memberikan Izin pembabatan hutan alam kepada PT.Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) terhadap daerah yang terdiri dari dataran-dataran rendah, dengan ketinggian rata-rata sekitar 1-6,4 m di atas permukaan laut yang di dukung oleh daerah tanah gambut kedalamanya mencapai 6-12 meter di Kabupaten Kepulauan Meranti Riau Indonesia melalui SK 327 Menhut Tahun 2009 Tanggal 12 Juni 2009 walau sudah sangat jelas Kepala Dinas Kehutan Provinsi Riau pada Tahun 2009 Bapak Zulkifli Yusuf yang juga telah menegaskan, izin HTI terbaru yang diperoleh PT RAPP melalui SK 327 Menhut Tahun 2009 Tanggal 12 Juni 2009 “Bermasalah”. Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau sudah mengirim surat resmi ke Menteri Kehutanan pada Tanggal 2 September Tahun 2009 lalu supaya izin tersebut ditinjau karena ditemukan sejumlah masalah.

Kepala Dinas Kehutanan Riau Zulkifli Yusuf menegaskan, surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.327/Menhut- II/2009 seluruh prosesnya merupakan andil dari Menhut. Termasuk proses Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan Rencana Kerja Usaha (RKU) untuk PT RAPP juga dikeluarkan Menhut, tanpa adanya rekomendasi dari Dinas Kehutanan Propinsi Riau.

Berdasarkan surat Menhut tersebut terjadi perubahan luas areal izin RAPP dari 235.140 ha menjadi 350.165 ha di Kampar, Siak, Pelalawan, Kuansing dan Meranti," kata Kadishut kepada wartawan, Senin (21/12), seusai hearing dengan Komisi A prihal simpang siur rekomendasi Pemprov terhadap SK Menhut untuk RAPP. Dishut Riau, kata Zulkifli, hanya mengeluarkan pemberitahuan kepada Menhut pada surat resmi tanggal 2 September 2009 tersebut Isinya, memberitahukan kepada Menhut bahwa SK tentang perubahan ketiga atas Keputusan Menteri tentang pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri kepada PT RAPP terdapat areal tumpang tindih dengan Kawasan Suaka Alam (KSA) seluas 5.019 Ha, terdapat Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 23.411 Ha.
Bahkan dalam suratnya, Dishut mengusulkan kepada Menhut untuk meninjau ulang dan merevisi keputusan tersebut, mengacau dan mengakomodir Surat Gubernur No.522/EKBANG/ 33.10 tanggal 2 Juli 2004 tentang perubahan status dari non kawasan hutan menjadi kawasan Hutan Produksi Tetap. Penegasan itu pernah dikatakan Zulkifli dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi A DPRD Riau, Areal Izin Usahan Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) PT RAPP yang semula 235.140 hektare menjadi 350.165 hektare. Tapi hasil telaah Dishut Riau, luas areal tersebut 357.518, 77 hektare atau terdapat perbedaan 7.353,77 hektare.

Selain itu, lokasi izin yang diberikan Menhut melalui SK 327/Menhut-II/ 2009 tanggal 12 Juni 2009 tentang areal IUPHHK-HTI PT RAPP hanya berada di 4 kabupaten yakni Siak, Pelalawan, Kuansing, Bengkalis. Sementara hasil kajian Dishut, areal RAPP juga terdapat di Kabupaten Indragiri Hulu seluas 1.090,80 hektare. Izin tersebut juga tumpang tindih dengan kawasan Suaka Alam seluas 5.019,09 hektare. "Jadi jauh sebelum persoalan ini muncul, kami sudah menyurati Departemen Kehutanan supaya meninjau izin yang dikeluarkan pada Juni 2009.

Perizinan yang diperoleh PT RAPP, kata Zulkifli, tak sesuai peruntukannya. Izin yang diterbitkan Menhut pada 12 Juni 2009 lalu merupakan perubahan ketiga dari izin sebelumnya. Izin pertama diperoleh pada 1993 lahan HTI untuk dua anak perusahaan PT RAPP. Kemudian diperbaharui pada izin perubahan kedua pada 1997. Izin yang diterbitkan melalui SK Menhut itu juga tak mengakomodir rekomendasi Gubernur Riau Rusli Zainal yang menyatakan tak mendukung terjadinya perubahan ketiga izin HTI PT RAPP. Tapi pada kenyataannya, Menhut tak memperhatikan rekomendasi gubernur dan bupati. Dalam petikan izin perubahan justru yang ditampilkan nomor surat rekomendasi kepala daerah itu. "Substansi dari rekomendasi gubernur diabaikan. Padahal substansi itu penting,"

Dijelaskan Kadishut, rekomendasi Gubernur pernah keluar yaitu pada tahun 2004 sebelum terbitnya SK perubahan kedua perluasan areal HTI RAPP menjadi seluas 235.140 H dari Menhut Nomo SK356/Menhut- II/2004). Kendati demikian rekomendasi gubernur saat itu memilliki catatan persyaratan antara lain sebelum Menhut memberi surat Izin kepada RAPP, harus terlebih dahulu mengadenddum SK HPH yang tumpang tindih dengan areal yang dicadangkan kepda PT RAPP. Melaksanakan perubahan status dari non kawasan hutan menjadi kawasan hutan produksi tetap, dan PT RAPP diwajibkan menyelesaikan hak-hak masyarakat.

Menurut Dinas Kehutan Provinsi Riau Tahun 2009 Zulkifli Yusuf kenapa beliau mengirim surat resmi ke Menteri Kehutanan pada Tanggal 2 September Tahun 2009 lalu supaya izin tersebut ditinjau karena ditemukan sejumlah masalah yang bisa di Simpulkan sebagai berikut:

Zulkifli Yusuf selaku Kepala Dinas Kehutanan sudah merekomendasi berdasarkan fakta dan uraian tersebut diatas kepada Menhut bahwa Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.327/MENHUT-II/2009 tanggal 12 Juni 2009 adalah cacat administrasi dan perlu ditinjau ulang dan direvisi agar tidak menimbulkan permasalhan dikemudian hari dalam pelaksanaanya.

Jika KEMENTRIAN KEHUTANAN menganggap persoalan sengketa lahan di Pulau Padang saat ini tidak perlu dipermasalahkan lagi. Pihaknya sudah sepakat bahwa perizinan tetap diberikan kepada PT RAPP untuk mengelola izin HTI, maka kami masyarakat Pulau Padang menyambut pernyataan itu dengan MENGIBARKAN BENDERA PERANG!!

Kami masyarakat Pulau Padang akan membuktikan bahwa kami bukan sekelompok orang, tetapi kami adalah MAYORITAS dan kami Masyarakat Pulau Padang telah mempersiapkan Posko-posko perjuangan RAKYAT untuk menanti kedatangan Tim yang katanya Independent tersebut.



Tidak ada pilihan lain bagi MENHUT, kecuali merevisi SK Nomor 327/Menhut-II/2009untuk segera mengeluarkan seluruh blok Pulau Padang yang seluas 41.205 Hektar dari areal konsesi PT. RAPP.



Perlu rasanya kami menegaskan kepada seluruh pihak bahwa Sejak tanggal 16 Desember 2011 hingga detik ini telah terhitung hampir 3 (Tiga) bulan masyarakat Pulau Padang memilih bertahan di Jakarta yang mengakibatkan banyak pihak kebingungan, dan lalu mempertanyakan darimana Sumber Dana masyarakat Pulau Padang dalam perjuanganya menolak keberadaan PT.RAPP sehingga mampu bertahan!! Maka pesan kami carilah Jawaban Itu Lewat Sejarah KEMERDEKAAN NEGARA INI..

Banyak hal yang telah dialami oleh masyarakat Pulau Padang selama bertahan di Jakarta ini, 1 orang masyarakat Desa Pelantai SULATRA umur 37 Tahun yang juga merupakan peserta AKSI JAHIT MULUT secara terpaksa harus kami larikan ke Rumah Sakit Jiwa Grogol. 6 Februari 2012 ratusan karyawan kantor Kementrian Kehutanan di gedung Manggala Wanabhakti ini mengepung 16 orang masyarakat Pulau Padang yang berupaya mendirikan tenda di halaman kantor Kementrian Kehutanan ini. Sejarah tidak bisa di bungkam, baahwa sejak 10 Desember 2009 melalui Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Kabupaten Kepuluan Meranti (FMPL-KM) hingga detik ini melalui Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP) Perjuangan dalam upaya Penolakan HTI PT.RAPP Guna Penyelamatan Pulau Padang masih tetap berlanjut.

Pada tanggal 27 Desember 2011 Kemenhut telah membentuk Tim Mediasi penyelesaian konflik Pulau Padang berdasarkan SK 736/Menhut-II/2011, sehingga Sekjen Kementrian Kehutanan Hadi Daryanto dibeberapa media dalam merespon persoalan Konflik Pulau Padang menyatakan meminta semua pihak agar melihat fakta ilmiah atas insiden ini. "Kalau memang terbukti bermasalah ya kita akan revisi. “Kita kan tidak bisa seenaknya mencabut izin” Sabtu, 21 Januari 2012 |Berita Satu.Com. Dan tanggal 30 Desember 2011 Bupati Kepulauan Meranti Drs Irwan MSi di Daerah telah melakukan dialog dengan perwakilan warga dari (FKM-PPP) di Aula Pertemuan Kantor Bupati Kepulauan Meranti. Pertemuan berakhir dengan Bupati Sepakat Minta Menhut Revisi SK 327. Baca: Situs Resmi Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti (Bupati Sepakat Minta Menhut Revisi SK 327). Selanjutnya Kamis 5 Januari 2012 Masyarakat Pulau Padang sebanyak 20 orang didampingi oleh anggota DPD RI provinsi Riau Intsiawati Ayus telah menandatangani kesepakatan bersama Dirjen Plannologi Bambang Supiyanto di kantor Kemenhut. Kesepakan tersebut sangat jelas menekankan bahwa: “Persoalan masyarakat pulau padang akan segera di tindaklanjuti apabila Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti mengeluarkan Surat Recomendasi Revisi terhadap SK Menhut No 327/Menhut-II/2009.

Dan kini semuanya telah terjawab, KEMENTIRAN KEHUTANAN HARUS SEGERA MENGELUARKAN SURAT KEPUTUSAN REVISI TERHADAP SK Menhut No 327/Menhut-II/2009, Mengeluarkan Seluruh Blog Pulau Padang Dengan Luas Hamparan 41.205 Ha Dari Area Konsesi. Sebab Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Riau telah mengeluarkan SURAT REKOMENDASI REVISI terhadap SK 327 Menhut Tahun 2009 Pada 8 Februari 2012 lalu tepatnya 1 (Satu) Hari menjelang tanggal 9 Februari 2012 dimana akhirnya petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dibantu petugas kepolisian Sektor Tanah Abang membongkar paksa tenda yang didirikan masyarakat Pulau Padang di depan gerbang Gedung DPR/MPR,Jl. Gatot Subroto, Jakarta Pusat ini. Selain itu berdasarkan analisis data dan temuan lapangan TIM MEDIASI yang di bentuk oleh Kementian kehutanan dan di SK kan langsung oleh Zulkifli Hasan pada konflik Masyarakat Pulau Padang dan PT. RAPP, Ketua Tim Mediasi saudara Andiko (Presidium Dewan Kehutanan Nasional-Ketua Perkumpulan Huma/LSM) tepat pada tanggal 1 Februari 2012 telah melaporkan dan menyampaikan rekomendasi khusus untuk menjadi pertimbangan bagi Kementrian Kehutanan dalam mengambil keputusan penyelesaian kasus ini. Pilihan-pilihan rekomendasi berdasarkan hasil analisis tersebut sebagai berikut:

1. solusi alternatif berupa revisi Keputusan Menteri Kehutanan No 327/Menhut-II/2009 dengan mengeluarkan seluruh blok Pulau Padang dari area konsesi.
2. solusi Alternatif berupa Revisi Keputusan Menteri Kehutanan.

Laporan Tim Penyelesaian Tuntutan Masyarakat Setempat Terhadap Izin Usaha Pemenfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) PT.RAPP Di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Terlampir. Untuk itu, berdasarkan SURAT REKOMENDASI REVISI terhadap SK 327 Menhut Tahun 2009 yang telah di keluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti pada tanggal 8 Februari 2012 dan Laporan Tim Penyelesaian Tuntutan Masyarakat Setempat Terhadap Izin Usaha Pemenfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) PT.RAPP Di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau Kami Forum Komunikasi Masyarakat - Penyelamatan Pulau Padang (FKM-PPP) Menyatakan Sikap;

1. Menyatakan Dengan Tegas Bahwa Penandatanganan MoU Oleh 11 Kepala Desa Dengan PT.RAPP Tidak berhak dinyatakan sebagai Keputusan Masyarakat, Karena Penandatanganan MoU Oleh 11 Kepala Desa Merupakan Keputusan Sepihak Untuk Kepentingan Kelompok Tertentu Yang Memaksakan Kehendak Dengan Tidak Mempertimbangkan Aspirasi Masyarakat. Dan

2. Kami Masyarakat Pulau Padang Menyatakan MENOLAK SEGALA BENTUK OPERASIONAL PT.RAPP Di Kecamatan Merbau, Pulau Padang. Bukan Hanya 3 Desa (Bagan Melibur, Mengkirau Dan Desa Lukit). Karena Inclaving, Sagu Hati Dan Pola Kemitraan Bukan Solusi Bagi Masyarakat Pulau Padang.

3. Meminta Kepada KEMENTRIAN KEHUTANAN RI Untuk SEGERA MENGELUARKAN SURAT KEPUTUSAN REVISI TERHADAP SK Menhut No 327/Menhut-II/2009, Mengeluarkan Seluruh Blog Pulau Padang Dengan Luas Hamparan 41.205 Ha Dari Area Konsesi sesuai kesepakatan 5 Januari 2012.






Selengkapnya...

KEMENHUT “SEPERTI MIMPI DI SIANG BOLONG”

ZULKIFLI HASAN “SEPERTI MIMPI DI SIANG BOLONG”

Perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kedaulatan politik dan kemandirian ekonomi sejak pra kemerdekaan sampai saat ini masih menghadapi musuh yang sama yakni penjajahan modal oleh kaum Imperialisme-Neoliberalisme yang bersekutu dengan pemerintahan didalam negeri. Meskipun Kapitalisme telah terbukti gagal mensejahterakan mayoritas rakyat serta menuliskan sejarah suram dalam lembar sejarah peradaban masyarakat manusia, namun pemerintahan kaki tangannya didalam negeri tetap setia mengabdi untuk kepentingan tuan modalnya sehingga kenyataan sama harus di terima oleh masyarakat Pulau Padang sebagaimana Kementrian Kehutanan tetap mempertahankan PT.RAPP untuk tetap melaksanakan operasionalnya di wilayah Tanah Gambut ini.

Perlu kami tegaskan Sejak tanggal 16 Desember 2011 hingga detik ini telah terhitung hampir 3 (Tiga) bulan masyarakat Pulau Padang memilih bertahan di Jakarta. Banyak hal yang telah dialami oleh masyarakat Pulau Padang selama bertahan tersebut, SULATRA umur 37 tahun masyarakat desa Pelantai yang juga merupakan peserta AKSI JAHIT MULUT secara terpaksa harus kami larikan ke Rumah Sakit Jiwa Grogol. Masyarakat Pulau Padang telah berusaha mengikuti kemauan Pemerintah Pusat sesuai kesepakatan 5 Januari 2012, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Riau telah mengeluarkan SURAT REKOMENDASI REVISI terhadap SK 327 Menhut Tahun 2009 Pada 8 Februari 2012.

1 (Satu) Hari menjelang tanggal 9 Februari 2012 dimana akhirnya petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dibantu petugas kepolisian Sektor Tanah Abang membongkar paksa tenda yang didirikan masyarakat Pulau Padang di depan gerbang Gedung DPR/MPR,Jl. Gatot Subroto, Jakarta Pusat ini. Sejarah tidak bisa di bungkam, baahwa sejak 10 Desember 2009 melalui Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Kabupaten Kepuluan Meranti (FMPL-KM) hingga detik ini melalui Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP) Perjuangan dalam upaya Penolakan HTI PT.RAPP Guna Penyelamatan Pulau Padang masih tetap berlanjut.

Kami masih mengingat jelas kejadian 6 Februari 2012. Pada saat itu ratusan karyawan kantor Kementrian Kehutanan di gedung Manggala Wanabhakti telah mengepung 16 orang masyarakat Pulau Padang yang berupaya mendirikan tenda di halaman kantor Kementrian Kehutanan. Dan kejadian itu terulang untuk yang ke dua kalinya pada tanggal 14 Februari 2012 disaat 46 orang masyarakat Pulau Padang menyerahkan SURAT REKOMENDASI REVISI terhadap SK 327 Menhut Tahun 2009 tersebut. Bahkan tidak hanya mengerahkan pegawai, Kemenhut juga mengerahkan milisi Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan Indonesia (FKPPI).

Pulau Padang KIBARKAN BENDERA PERANG


KEMENTIRAN KEHUTANAN HARUS SEGERA MENGELUARKAN SURAT KEPUTUSAN REVISI TERHADAP SK Menhut No 327/Menhut-II/2009, Mengeluarkan Seluruh Blog Pulau Padang Dengan Luas Hamparan 41.205 Ha Dari Area Konsesi seperti yang di harapkan pada waktu itu kamis dimana Masyarakat Pulau Padang sebanyak 20 orang didampingi oleh anggota DPD RI provinsi Riau Intsiawati Ayus telah menandatangani kesepakatan bersama Dirjen Plannologi Bambang Supiyanto di kantor Kemenhut. Kesepakan tersebut sangat jelas menekankan bahwa: “Persoalan masyarakat pulau padang akan segera di tindaklanjuti apabila Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti mengeluarkan Surat Recomendasi Revisi terhadap SK Menhut No 327/Menhut-II/2009.

Dalam surat itu (No.100/Tapem/II/2012/18), Pemerentah Daerah telah menegaskan dukungannya terhadap perjuangan rakyat untuk mengeluarkan seluruh blok Pulau Padang dari lahan konsesi PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang seluas 41.205 Ha. Pun, pihak legislative (DPRD) Kepulauan Meranti juga telah menyatakan sikap persetujuannya menentang keberadaan PT. RAPP di pulau itu. Sikap inilah yang dibutuhkan oleh rakyat, agar pemerintah menjadi penyambung lidah rakyat.
Kesamaan sikap antara rakyat dan pemerintah di Kepulauan Meranti adalah “modal politik” untuk mencabut kebijakan politik yang tidak disetujui oleh rakyat. Sebab, kebijakan pemerintah yang dibuat secara sepihak ini membuahkan konflik agraria.
Konflik agrarian yang sudah berlangsung selama dua tahun itu, mengindikasikan “pemerintah gagal” memenuhi harapan rakyat. Pemerintah lebih memilih cara-cara represifitas dan pecah belah ketimbang jalan penyelesaian dengan proses yang dialogis (demokratis).

Inilah yang dialami oleh rakyat di Pulau Padang. Pemerintah bukannya menerima pendapat mayoritas rakyat, sebaliknya mengorganisir dan memaksa pemerintah-pemerintah desa untuk bersetuju dengan konsesi PT. RAPP.

Selain itu, pemerintah juga memaksakan solusi yang tidak populis, misalnya, scenario penanaman sagu hati dengan pola kemitraan. Dan pemerintah juga “mengkambing-hitamkan” perjuangan rakyat sebagai penyebab situasi tidak aman, padahal, akar persoalnnya bersumber dari kebijakan pemerintah itu sendiri.
Kami menggangap bahwa cara pemaksaan kehedak oleh pemerintah hanya akan memicu timbulnya konflik baru seperti konflik agrarian di daerah lain, dimana pemerintah telah kehilangan kepercayaan dari rakyat.

Disisi lain, maksud baik pemerintah untuk untuk mengundang investasi asing atau juga modal swasta agar ada tambahan income dan lapangan kerja hanyalah “mimpi disiang bolong”. Pemerintah hanya mengejar “recehan uang saku” dan pajak, dan bukannya mengoptimalkan sumberdaya alam untuk kepentingan nasional, tetapi juga masuknya investasi justru mengancam dan merampas sumber kehidupan rakyat. Hal ini tentunya senada dengan sejarah, banyak tercatat bahwa peperangan antar suku dalam negara dan peperangan antar negara di dunia ini umumnya dikarenakan perebutan kekuasaan atas Sumber Daya Alam ( Hutan, Tambang, Air dan Lahan). Karena sumber daya alam (SDA) tersebut merupakan sumber daya alam yang di perebutkan, maka sejarah mencatat penguasa dan pemerintah sangat berkepentingan dengan SDA yang di miliki oleh sebuah negara. Dengan demikian bukanlah sesuatu yang sangat menakjubkan ketika pengambil kebijakan atau pemerintah di dalam sebuah Negara mendeklarasikan bahwa semua SDA yang ada di Negara tersebut di kuasai oleh Negara. Sebab Negara memiliki kepentingan maha hebat terhadap sumber daya alam tersebut, khususnya menjadikannya sebagai ‘mesin politik’ dan ‘mesin uang’ bagi golongan yang berkuasa. Golongan yang berkuasa yang memerintah biasanya selalu membawa jargon bahwa sumber daya alam (SDA) untuk semua masyarakat, tetapi dalam praktik-praktik bisnis dan pemenfaatan SDA tersebut selalu lebih menguntungkan golongan dan kelompoknya sendiri.

Dalam menyikapi persoalan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Kabupaten Kepulauan Meranti, FKM-PPP memandang keberadaan HTI jelas-jelas di tentang oleh Rakyat. Penolakan masyarakat terhadap HTI di kabupaten kepualuan meranti bukan tidak beralasan, ini dikarenakan HTI tidak terlepas dari sejarah konflik Agraria di Indonesia, khususnya di Riau.

Permasalahan yang bermula dari rapuhnya pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960, hingga kepada pemberian tanpa batas hak pengelolaan lahan dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya kepada pemilik modal atau kasarnya Negara tidak mampu menegaskan batas maksimal penguasaan lahan – tanah – yang boleh dikuasai atau dikelola dan hal ini sangat Jelas sudah terjadi di Kabupaten Kepulauan Meranti khusunya Pulau Padang. Ketidakjelasan tersebut didukung dengan buramnya sistem administrasi pertanahan sehingga sebidang tanah pun bisa dimiliki oleh 2 hingga 3 orang. Bukan hanya itu Di Kabupaten Kepulauan Meranti dampak terhadap lingkungan yang juga menjadi PERTIMBANGAN MASYARAKAT TETAP TIDAK PERNAH Di PERDULIKAN.




Lagi-lagi rakyat harus mengakui bahwa Bangsa ini belum Merdeka secara politik dan ekonomi. Di usia yang masih muda, 2 Tahun Kabupaten Kabupaten Kepulauan Meranti, harapan untuk hidup yang lebih baik di masa yang akan datang telah musnah!!. Kementrian Kehutanan telah mengangkangi kesepakatan 5 Januari 2012, Untuk itu atas pernyataan Kementrian Kehutanan Zulkifli Hasan di Detik. Com yang mengatakan KONFLIK PULAU PADANG di anggap telah selesai dengan dilakukanya Inclaving melalui pemetaan ulang dan guna menetapkan tata batas agar tanah-tanah masyarakat dan perkampungan warga di keluarkan dari area konsesi.

Pemerintah nampak begitu sigap ketika menghadapi pujian dengan menyambut peluang investasi. Sementara itu, ketika menghadapi kasus-kasus konflik agraria dan protes rakyat, pemerintah malah mengambil langkah seribu alias kabur. Ini juga yang sempat dialami oleh rakyat Pulau Padang ketika mendatangi kantor Kemeterian Kehutanan, rakyat diperhadapkan dengan kekerasan pegawai dan aparat.

Jadi, konflik agraria yang terjadi saat ini disebabkan karena kebijakan yang pemerintah yang begitu liberal. Pemerintah salah urus. Pengelolaan sektor agraria justru menghilangkan hak mayoritas rakyat terhadap akses tanahnya dan mengorbankan masa depan rakyat. Akibatnya, pemerintah seperti pembeo “mulut pengusaha”.

Semua ini tidak perlu terjadi bila saja pemerintah menjalankan amanat konstitusi dengan benar. Kembali menjalankan cita-cita konstitusi dengan benar, khususnya pasal 33 UUD 1945 dan UU Pokok Agraria tahun 1960.

Olehnya itu, tidak ada alasan bagi pihak pemerintah untuk menghindar dan menyetujui tuntutan rakyat. Apalagi ketika rakyat dan Pemerintah Daerah Kepulauan Meranti sudah bersepakat untuk merevisi SK Menhut 327/2009 tentang HTI PT. RAPP.

Masyarakat Pulau Padang telah mempersiapkan Posko-posko perjuangan RAKYAT untuk menanti kedatangan Tim yang katanya Independent tersebut. Tidak ada pilihan lain bagi MENHUT kecuali merevisi SK Nomor 327/Menhut-II/2009untuk segera mengeluarkan seluruh blok Pulau Padang yang seluas 41.205 Hektar dari areal konsesi PT. RAPP








Selengkapnya...

Kamis, 16 Februari 2012

Penyimpangan perizinan di pulau padang

Penyimpangan perizinan di pulau padang — Presentation Transcript

1. Oleh: Raflis Disampaikan dalam Rangka: Pertemuan Tim Mediasi dengan PakarRuang Rapat Gedung Manggala Wanabakti Kementrian Kehutanan Blok I Lantai III Pada Tanggal 25 Januari 2012

2. Proses Permohonan Izin Usaha HTI (Berdasarkan Permenhut No. P.19/Menhut-II/2007 jo. P.11/Menhut-II/2008) Tembusan : Permohonan Persyaratan Perusahaan Dirjen Menteri Kehutanan Baplan Admin&Teknis (Proptek) Kadishut Prov Kadishut Kab/Kota SK IUPHHK dibatalkan Persyaratan Adminsitrasi

• Rekom Gubernur Atas Usulan Dirjen BPK apabila tdk membayar IIUPH memeriksa dlm jangka waktu yg Bupati/Walikota Berdasar kelengkapan Adm, ditentukan dlm Permenhut Pertimbangan Teknis Kepala Dinas 10 hr krj Admin Tdk Lengkap, IIUPH Kht Kab/Kota, tidak ada beban hak Tolak dan didasarkan analisis fungsi kaw Admin Lengkap, Dirjen Dns Kht Prov & Kepala BPKH serta minta KaBaplan Konfirm Areal (30 hr krj) Dapat mengajukan dilamp peta lokasi skala 1 : 100.000 kembali

• Menhut mener
• Rencana Lokasi yg dimohon & Citra bitkan SK IUPHHK- Landsat resolusi minimal 30 m, skala HTI 1 : 100.000

• Pernyataan bersedia buka kantor Pada Areal yg Areal diluar Pencad. Dirjen menerbitkan di Prov/Kab dicadkan Menhut diajukan ke Menhut untuk dicadkan SPP IIUPH 6 hr krj

• Akte Pendirian Kop/Bdn Usaha. SK IUPHHK-HTI
• Bergerak di bid usaha kehutanan/ diberikan setelah pertanian/perkebunan pembayaran IIUPH • Surat Izin Usaha Berdasarkan hsl konfirm areal, Dirjen Melakukan
• NPWP Penilaian Proptek 7 hr krj & hasil disampaikan Menteri Persyaratan Teknis
• Proposal Teknis Tidak Lulus, TolakBerdasarkan WA,Dirjen Lulus,Persetujuan Menhut (7 hr krj) (7 hr krj)menyiapkan konsep Kep Berdasarkan AMDAL/UKL&IUPHHK- HTI kpd UPL, Menteri menginstruksikanMenhut Melalui Sekjen & KaBaplan untuk menyiapkan Surat Perintah PenyusunanSekjen menelaah aspek Peta Areal Kerja (WA)

1. AMDAL 150 HrHukumnya (5 hr krj) (15 hr krj)
2. UKL DAN UPL 60 Hr 3. Apabila tdk dipenuhi, Srt persetujuan batal
3. Penyimpangan Terhadap Aturan Permohonan Persyaratan Admin&Teknis (Proptek) Mentri Kehutanan Kelengkapan Administrasi Persyaratan Adminsitrasi Terhadap RTRWP Dirjen BPK Rekomendasi Gubernur Terhadap RTRWK Konfirmasi Areal Rekomendasi Bupati Terhadap TGHK 2 Baplan Analisis Fungsi Kawasan Dishut/BKPH 1 Dokumen Amdal Komisi AmdalPembayaran IUPHH Penyusunan Amdal Izin Lingkungan Baplan Peta Areal Kerja 3 Mentri Kehutanan Sekjen SK IUPHHK-HT UU 26 / 2007 dan PP 26/2008 Aspek Hukum UU 27/ 2007 Tindak Pidana Tata Ruang 4

4. Penyimpangan 1: Persyaratan Administrasi (Tahun 2004) Rekomendasi Gubernur (Nomor 522/EKBANG/33.10 tanggal 2 Juli 2004) Tidak Sesuai Dengan RTRWP Perda No 10 Tahun 1994 Rekomendasi Bupati Nomor 522.1/Hut/820 tanggal 11 Oktober 2005 RTRWK Perda No 19 Tahun 2004 TGHK Analisis Fungsi Kawasan Kepmen 173/ 1986 Dishut/BKPH 1

5. Rekomendasi Bupati Tidak Sesuai Dengan Perda No 19 Tahun 2004 Tentang RTRWK Bengkalis
6. Penyimpangan Terhadap Perda No 10 tahun 1994 Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau
7. Penyimpangan Terhadap TGHKKepmen 173 ahun 1986 Tentang TGHK
8. Penyimpangan 2: Konfirmasi Areal (Tahun 2004) Kriteria Kawasan Yang dapat diberikan IUPHHK- HTBaplan Konfirmasi Areal 2
9. Penyimpangan 2: Konfirmasi Areal1. Pengaburan kriteria kawasan hutan yang dapat diberikan IUPHHK-HT terhadap fungsi kawasan hutan berdasarkan TGHK/Penunjukan Kawasan Hutan (Pasal 3 ayat 1 P.19/Menhut-II/2007 ; Pasal 1a P.11/Menhut-II/2008 ; Keputusan Mentri Pertanian Nomor : 683/Kpts/Um/8/1981 ; Pasal 1 Point 4 P. 33/Menhut-II/2010 )2. Peraturan yang mengatur penggunaan kawasan hutan sesuai dengan fungsi kawasan hutan ditemukan dalam PP No 26 Tahun 2008 Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa IUPHHK-HT hanya dapat diberikan dalam kawasan Hutan Produksi (HP)

10. Pengaburan kriteria kawasan hutan yang dapatdiberikan IUPHHK-HT terhadap Fungsi Kawasan Hutan 1. Pasal 3 ayat 1 P.19/Menhut-II/2007 “Areal untuk pembangunan hutan tanaman adalah Hutan Produksi yang tidak produktif dan tidak dibebani hak/izin lainnya”, dalam TGHK /Penunjukan kawasan hutan hanya dikenal istilah Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi tetap (HP) dan hutan produksi konversi (HPK), tidak ditemukan penjelasan yang menghubungkan antara hutan produksi yang tidak produktif dengan kriteria kawasan hutan dalam TGHK. 2. Pasal 1a P.11/Menhut-II/2008 “ Hutan Produksi yang tidak produktif adalah hutan yang dicadangkan oleh mentri sebagai hutan tanaman.” artinya seluruh kawasan hutan dapat didefinisikan sebagai hutan produktif dengan mengabaikan fungsi kawasan hutan yang telah diatur dalam TGHK/Penunjukan kawasan hutan tanpa disertai kriteria yang jelas. 3. Tidak ditemukan penjelasan yang memadai tentang penggunaan kawasan hutan sesuai dengan fungsi kawasan hutan yang digambarkan dalam Peta TGHK/ Penunjukan kawasan hutan terutama perbedaan penggunaan antara Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi Tetap (HP). 4. Perbedaan penggunaan Hutan Produksi terbatas (HPT) dan Hutan Produksi Tetap (HP) dapat dilihat dalam Keputusan Mentri Pertanian Nomor : 683/Kpts/Um/8/1981 tentang kriteria dan tata cara penetapan hutan produksi “ Yang dimaksud dengan hutan produksi dengan penebangan terbatas ialah hutan produksi yang hanya dapat dieksploitasi dengan cara tebang pilih sedang yang dimaksud dengan hutan produksi bebas ialah hutan produksi yang dapat dieksploitasi baik dengan cara tebang pilih maupun dengan cara tebang habis.” dilihat dari kriteria kawasan Hutan Produksi dengan Pengelolaan Terbatas identik dengan hutan produksi terbatas (HPT) dan hutan produksi bebas identik dengan hutan produksi tetap (HP) 5. Pasal 1 Point 4 P. 33/Menhut-II/2010 “Hutan produksi yang dapat dikonversi yang selanjutnya disebut HPK adalah kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa IUPHHK-HT pembangunan di luar kegiatan kehutanan. “ hanya dapat diberikan dalam kawasan Hutan Produksi (HP)

11. Peruntukan Kawasan Hutan Produksi dalam RTRWN (PP 26 Tahun 2008 )Penjelasan Pasal 64 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan “kawasan peruntukan hutan produksi terbatas” adalah kawasan hutan yang secara ruang digunakan untuk budi daya hutan alam.Penjelasan Pasal 64 Ayat (1) Huruf b Yang dimaksud dengan “kawasan peruntukan hutan produksi tetap” adalah kawasan hutan yang secara ruang digunakan untuk budi daya hutan alam dan hutan tanaman.Penjelasan Pasal 64 Ayat (1) Huruf c Yang dimaksud dengan “kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat dikonversi” adalah kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi perkembangan transportasi, transmigrasi, permukiman, pertanian, perkeb unan, industri, dan lain-lain. IUPHHK-HT hanya dapat diberikan dalam Kawasan Hutan Produksi Tetap (HP)

12. Penyimpangan Terhadap Fungsi Kawasan Hutan• Kawasan yang diizinkan untuk IUPHHK-HT adalah pada hutan produksi tetap (HP)• Pada Kawasan ini tidak terdapat Hutan Produksi Tetap• IUPHHK-HT Pada kawasan ini 100% tidak sesuai dengan TGHK Fungsi Kawasan Pada SK 327 Sektor Luas (ha) Pulau Padang Hutan Produksi Terbatas (HPT) 18.133 Hutan Produksi yang dapat dikonversi 23.352 (HPK) Kawasan Suaka Alam 232 JUMLAH 41.717

13. Penyimpangan Terhadap TGHKKepmen 173 ahun 1986 Tentang TGHK

14. Penyimpangan 3. Penyusunan Amdal (2004) Dokumen Amdal Kurang Mempertimbangkan Dampak Subsidence Pada Pulau Kecil Dokumen Amdal Komisi Penilai Amdal Tidak memperhatikan RTRWP, RTRWK, TGHK Komisi Amdal Izin Lingkungan Izin Lingkungan Sudah Kadaluarsa 3 •Kepres No 32 Tahun 1990 •PP No 47 Tahun 1997 •PP No 26 Tahun 2008Areal Kerja Berada Pada Kawasan Bergambut

15. Dokumen Amdal• Dokumen Amdal Kurang Mempertimbangkan Dampak Subsidence Pada Pulau Kecil (Lihat Bagian hipotesa Tenggelamnya sebuah pulau) , Dokumen RPL Hal III-6 menjelaskan bahwa “Pembukaan wilayah Hutan (Pembuatan kanal dan saluran drainase) dapat menimbulkan subsidensi tanah gambut mencapai 50 cm pada tahun pertama, dan rata rata 10 cm pada beberapa tahun berikutnya”• Area Penambahan tidak sesuai dengan RTRWP Riau dan RTRWK Bengkalis (Tidak Sesuai dengan PP 27 Tahun 2008 tentang Amdal)• Tidak ditemukan berita acara sosialisasi konsultasi publik pada desa interaksi di pulau padang (Kepmen LH No 2 tahun 2004 dan Keputusan Kepala Bappedal No 8 Tahun 2000)• Tidak dilampirkan seluruh dokumen perizinan sebagai syarat kelengkapan dokumen (Kepmen LH No 2 Tahun 2000)• Tidak dijelaskan metodologi dan analisis yang menjelaskan “Terdapat Kubah Gambut oligotropik yang terpengaruh air asin dengan kedalaman lebih dari 2 m seluas 51.942 ha” (Kepmen LH No 5 tahun 2000)• Plot Pengambilan sampel kualitas air permukaan tidak dilakukan diwilayah pulau padang

16. Komisi Amdal• Hasil Rapat Penilaian tidak mempertimbangkan Rencana Tata Ruang, Menurut Pasal 16 ayat (4) PP 27 Tahun 1999 “Instansi yang bertanggung jawab wajib menolak kerangka acuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila rencana lokasi dilaksanakannya usaha dan/atau kegiatan terletak dalam kawasan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan”• Berita Acara Rapat Penilai Amdal Tanggal 20 Oktober 2004 belum menyetujui Dokumen Amdal, dan tidak ditemukan berita acara rapat Tim penilai lainnya. (Cacat Proses)• Dari daftar hadir Rapat Penilaian Dokumen AMDAL tidak dihadiri oleh masyarakat yang terkena dampak di Pulau Padang (tidak sesuai dengan PP No 27 tahun 1999 tentang AMDAL)

17. Izin Lingkungan• Keputusan Gubernur Riau Kpts. 667/XI/2004 tanggal 11 November 2004 tentang Kelayakan Lingkungan Kegiatan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHKHT) di areal tambahan Kabupaten Pelalawan, Siak dan Bengkalis Provinsi Riau oleh PT. Riau Andalan Pulp and Paper telah dicabut oleh Keputusan Gubernur Riau Nomor Kpts. 326/VII/2006 tanggal 6 Juli 2006 dan Tidak berlaku lagi.• Izin lingkungan yang digunakan sudah kadaluarsa (Antara keluarnya SK 327 dan Izin Lingkungan mempunyai rentang waktu sekitar 5 tahun) Lihat Pasal 24 ayat 1 PP 27 Tahun 1999.

18. Areal Kerja IUPHHK-HT Berada Pada Kawasan Bergambut• Kawasan Bergambut dengan Kedalaman Lebih dari 3 Meter dilindungi oleh aturan Perundangan diantaranya: – Kepres No 32 Tahun 1997 tentang pengelolaan kawasan lindung – PP No 47 tahun 1997 yang diganti dengan PP No 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)

19. Penyimpangan 4: Penilaian Aspek Hukum (2009) Tindak Pidana Penataan RuangSekjen UU No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Sebagian Areal Kerja sudah ditetapkan sebagai Kawasan Lindung PP No 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Aspek Hukum Kawasan Yang diperuntukkan untuk IUPHHK-HT adalah hutan produksi tetap (HP) UU No 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau Kecil Tidak diprioritaskan untuk budidaya kehutanan 4

20. Penyimpangan 4: Penilaian Aspek Hukum (2009)• Lamanya rentang waktu proses keluarnya izin antara tahun 2004-2009 (5 tahun)• Keluarnya 3 aturan baru yang berdampak secara hukum terhadap proses perizinan yang sudah berjalan yaitu: • UU No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang yang memberikan mandat untuk menertibkan perizinan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan Sangsi Pidana terhadap Pemberian Izin yang melanggar Tata Ruang. • UU No 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau pulau kecil dimana Pulau Padang masuk kategori pulau kecil yang didefinisikan oleh UU 27 Tahun 2007 • PP No 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang menegaskan kriteria kawasan lindung dan budidaya serta penegasan fungsi kawasan hutan produksi terhadap perizinan kehutanan.• Seharusnya dengan keluarnya 3 aturan baru ini proses Perizinan IUPHHK-HT di pulau padang diulang kembali mulai dari tahapan awal, karena beberapa substansi yang diatur dalam 3 aturan baru berdampak terhadap kriteria kawasan yang diajukan pada wilayah pulau padang.

21. Penertiban PerizinanUU No 26 Tahun 2007

22. (Tindak Pidana Penataan Ruang) UU No 26 Tahun 2007

23. UU No 27 Tahun 2007 (Pulau Pulau Kecil) Luas Pulau Padang: 111.500 ha atau 1.115 km2 (masuk kategori pulau kecil)• Pasal 1 Ayat (3) Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km (duaribu kilometer persegi) beserta kesatuan Ekosistemnya.• Pasal 23 (1) Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya dilakukan berdasarkan kesatuan ekologis dan ekonomis secara menyeluruh dan terpadu dengan pulau besar di dekatnya.• Pasal 23 (2) Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk salah satu atau lebih kepentingan berikut: a. konservasi; b. pendidikan dan pelatihan; c. penelitian dan pengembangan; d. budidaya laut; e. pariwisata; f. usaha perikanan dan kelautan dan industri perikanan secara lestari; g. pertanian organik; dan/atau h. Peternakan. “Tidak diprioritaskan untuk kegiatan kehutanan”

24. Beberapa Pengertian Dalam PP 26 Tahun 2008• Rencana pola ruang wilayah nasional digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:1.000.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini (Pasal 50 ayat 2)• Strategi Kebijakan Pengelolaan Kawasan Lindung Nasional “mewujudkan kawasan berfungsi lindung dalam satu wilayah pulau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas pulau tersebut sesuai dengan kondisi ekosistemnya” (Pasal 7 ayat 2 huruf b)• Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya adalah dengan mengembangkan kegiatan budidaya yang dapat mempertahankan keberadaan pulau-pulau kecil. (Pasal 8 Ayat 3 huruf e)• Yang dimaksud dengan “kawasan peruntukan hutan produksi terbatas” adalah kawasan hutan yang secara ruang digunakan untuk budi daya hutan alam Penjelasan Pasal 64 Ayat (1) Huruf a• Yang dimaksud dengan “kawasan peruntukan hutan produksi tetap” adalah kawasan hutan yang secara ruang digunakan untuk budi daya hutan alam dan hutan tanaman. Penjelasan Pasal 64 Ayat (1) Huruf b• Yang dimaksud dengan “kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat dikonversi” adalah kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi perkembangan transportasi, transmigrasi, permukiman, pertanian, perkebunan, industri, dan lain-lain. Penjelasan Pasal 64 Ayat (1) Huruf c

25. Penyimpangan terhadap PP 26 Tahun 2008 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

26. Tindak Pidana Penataan Ruang RTRWN RTRWP RTRWK TGHKMasuk Kategori Tindak Pidana Penataan RuangBahan Bacaan:1. http://raflis.wordpress.com/2011/09/13/penataan-ruang-dan-korupsi-studi-kasus-provinsi-riau/2. http://raflis.wordpress.com/2011/07/15/menyerahkan-hutan-ke-pangkuan-modal/

27. Penyimpangan Terhadap Perda No 19 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bengkalis• IUPHHK-HT hanya diperbolehkan pada kawasan hutan produksi (HP)• Pada area ini terdapat Hutan Produksi seluas 22.554 ha, namun teridentifikasi sebagai lindung gambut.• IUPHHK-HT pada kawasan ini 100% tidak sesuai dengan RTRWK Bengkalis Fungsi Kawasan Luas (ha) 1. Kawasan Budidaya 13.235 1.a. Kawasan Perkebunan Besar Negara/Swasta 4.584 1.b. Kawasan Perkebunan Rakyat 2.001 1.c. Kawasan Pertanian Lahan Basah 4.719 1.d. Kawasan Pertanian lahan Kering 1.930 2. Kawasan Lindung 28.482 2.a. Buffer 2.007 2.b. Hutan Produksi Tetap yang didalamnya terdapat lindung gambut 22.554 2.c. Kawasan hutan Lindung gambut 3.351 2.d. Kawasan hutan Suaka Alam 389 JUMLAH 41.717

28. Penyimpangan Terhadap Perda No 19 Tahun 2004Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bengkalis

29. Penyimpangan Terhadap Perda No 10 tahun 1994 Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau• Pada Kawasan ini fungsi kawasan dalam RTRWP hanya menggambarkan: 1) Arahan Pemanfaatan Kawasan Kehutanan, 2)Arahan Pemanfaatan Kawasan Perkebunan, 3) Kawasan Lindung.• IUPHHK-HT hanya diperbolehkan pada Arahan Pemanfaatan Kawasan Kehutanan• Terdapat 19.599 ha (42,19%) dari izin yang tidak sesuai dengan RTRWP dengan Peruntukan APK Perkebunan seluas 3.954 ha dan kawasan lindung seluas 17.599 ha Fungsi Kawasan Luas (ha) APK Kehutanan 24.118 APK Perkebunan 3.954 Kawasan Lindung 13.645 Jumlah 41.707

30. Penyimpangan Terhadap Perda No 10 tahun 1994 Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau

31. Penyimpangan terhadap PP 26 Tahun 2008 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional• Peta Lampiran VII PP 26 Tahun 2007 hanya menggambarkan kawasan lindung dan budidaya.• Kawasan yang diizinkan untuk IUPHHK-HT adalah Kawasan Budidaya yang berada dalam kawasan hutan produksi.• Terdapat 28.160 ha atau 67,5% dari luas izin dalam kawasan ini yang berada dalam Kawasan Lindung Fungsi Kawasan Luas (ha) Kawasan Lindung 13.556 Kawasan Budidaya 28.160

32. Penyimpangan terhadap PP 26 Tahun 2008 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

33. Temuan Lain• Penyimpangan dalam Proses Perubahan Fungsi Kawasan hutan (Sesuai dengan Pesanan)• Penyimpangan terhadap luasan Izin dalam satu provinsi• Dampak Tenggelamnya Sebuah Pulau• Konflik Sosial

34. Pengelolaan Hutan Produksi SKOR Hutan Produksi Budidaya Hutan Alam (IUPHHK-HA / HPH) 124-175 Terbatas Fungsi tidak dapat saling dipertukarkan karena Hutan skornya berbedaProduksi Budidaya Hutan alam Hutan Produksi dan Tanaman (IUPHHK- Tetap HT / HPHTI/ HTI) SKOR Fungsi dapat saling < 124 dipertukarkan karena skornya sama Budidaya Non Kehutanan Hutan Produksi (Perkebunan, Pertanian, P Konversi ertambangan) 35. Fakta Pengelolaan Hutan Produksi IUPHHK-HA Tidak Sesuai SKOR Hutan Produksi dengan124-175 Terbatas IUPHHK-HT Ketentuan dan Berdampak Perkebunan Hidrologi Ada SK Mentri Perubahan Fungsi Kawasan Hutan IUPHHK-HA Tidak Sesuai Hutan Produksi IUPHHK-HT dengan Tetap Ketentuan Perkebunan tetapi Tidak Berdampak SKOR Ada SK Mentri Perubahan secara < 124 Fungsi Kawasan Hutan Hidrologi IUPHHK-HA Hutan Produksi IUPHHK-HT Sesuai dengan Konversi Ketentuan Perkebunan 36. Pasal 8 PP No 6 Tahun 19991) Ketentuan luas maksimal Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) diatur sebagai berikut:• a. Untuk satu propinsi setiap pemegang hak maksimal seluas 100.000 (seratus ribu) hektar;• b. Untuk seluruh Indonesia setiap pemegang hak maksimal seluas 400.000 (empat ratus ribu) hektar;• c. Khusus untuk Propinsi Irian Jaya setiap pemegang hak maksimal seluas 200.000 (dua ratus ribu) hektar.Luas Izin PT RAPP (SK 327) seluas 350.165 Ha Ha 37. Dampak Subsidence (Potensi Tenggelamnya Pulau) 38. Elevasi Pulau Padang (mdpl) 6 5 5 2 8 4 39. Dampak Bencana (HipotesaTenggelamnya Pulau)• Penurunan relatif daratan terhadap permukaan laut sekitar 7 sampai 8 cm/tahun.• Beda elevasi antara darat dan laut rata rata 5 meter• Perkiraan waktu pulau tenggelam 60 - 70 tahun. http://raflis.wordpress.com/2010/12/20/hipotesa-awal-tenggelamnya-sebuah-pulau/ 40. Konflik SosialBukti Keberadaan Masyarakat di Pulau Padang dapat dilihat pada:1. Peta Army Map Service yang diterbitkan tahun 1945 skala 1: 250.0002. Peta Topografi Bakosurtanal yang diterbitkan tahun 1975 skala 1: 50.0003. Peta Map Sol Central Sumatra yang diterbitkan tahun 1986 skala 1: 1.000.000 41. Map Army 1945• Peta Map Army• Peta Bakosurtanal 42. Bakosurtanal 1975 43. Map Soil Central Sumaterahttp://raflis.wordpress.com/2011/02/12/map-soil-central-sumatera/ Selengkapnya...