Kamis, 26 Januari 2012

SK 188 Bupati Bima Adalah Pelajaran BERHARGA

Mengutip pemberitaaan TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA dimana Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Jero Wacik telah mengatakan kalau Bupati Bima, Very Zulkarnaen akhirnya mencabut izin untuk kegiatan pertambangan di kabupaten Bima.

Izin tersebut diputuskan oleh Very Zulkarnaen, mengingat telah terjadi kerusuhan yang membuat kantor Bupati Bima rata dengan tanah.

"Tadi saya dengar Bupati telah mencabut ijin eksplorasi emas dari PT Sumber Mineral Nusantara di Kabupaten Bima, menyusul kerusuhan dari kecamatan Lambu yang menolak pertambangan Emas di kecamatan itu," ujar Menteri ESDM, Jero Wacik, di acara peringatan 100 hari kerjanya, di kantor Kementerian ESDM, Kamis (26/1/2012).

Menurut Jero Wacik untuk rencana ke depan, pihak Kementrian ESDM menghimbau kepada seluruh pemimpin-pemimpin di daerah, baik dari kepala daerah sampai gubernur agar memberi sosialisasi kepada masyarakat setempat mengenai eksplorasi wilaya pertambangan. selain itu menurut beliau Izin untuk eksplorasi wilayah tambang harus disertai izin dari warga setempat.

"Ke depannya nanti setiap kepala daerah dan gubernur harus melibatkan masyarakat sebelum mengeluarkan izin usaha pertambangan,"jelas Jero Wacik.

Melihat kenyataan yang telah terjadi di Kabupaten Bima saat ini, Muhamad Ridwan Koordinator Aksi Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang (FKM-Penyelamatan Pulau Padang)yang Sudah 47 hari ‘menetap’ di ‘emperan’ Kompleks Parlemen (DPR/MPR/DPD RI) menyatakan bingung melihat sikap Pemerintah.

Kebingungan ini muncul akibat kenyataan PENCABUTAN SK 188 oleh Bupati Bima Very Zulkarnaen di lakukan setelah terjadi kerusuhan yang membuat kantor Bupati Bima rata dengan tanah dan banyak memakan korban. Kenyataan PENCABUTAN Izin tambang di bima setelah terjadi GEJOLAK YANG BEGITU BESAR mengakibatkan masyarakat Pulau Padang yang kenyataanya hingga detik ini 1 (satu) orang masyarakat Pulau Padang Kecamatan Merbau “Sulatra” Desa Pelantai masih berada di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Grogol. dimana Sulatra merupakan 1 (satu) dianta 8 (Delapan) orang peserta AKSI JAHIT MULUT yang harus di larikan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Pusat akibat kondisi yang kian melemah setelah 1 Bulan lebih bertahan di DPR-RI Senayan Jakarta menuntut agar pemerintah segera merevisi SK Menteri Kehutanan Nomor 327 Tahun 2009 terkait izin HTI di Pulau Padang belum juga ditindaklanjuti menyimpulkan TERNYATA PEMERINTAH SEAKAN LEBIH MENDENGAR JIKA RAKYAT BERLAKU KASAR!!



Oleh karena itu menurut Ridwan, terkait dengan tuntutan masyarakat Pulau Padang sebenarnya Mau tidak mau, pemerintah pusat harus menjadikan fenomena ini sebagai perhatian serius yang harus segera ditindak lanjuti.

Perlu diketahui masyarakat Pulau Padang sudah hampir 28 kali melakukan Aksi Massa dan semuanya berlangsung secara damai sehingga melakukan Aksi ke Jakarta dan mendatangi Kementerian Kehutanan pada kamis tanggal 21 april 2011, Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) di Jalan Latuhari, Jakarta pada tanggal 25 April 2011, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta pada tanggal 27 April 2011, Kementiran Lingkungan Hidup (KLH), dan bahkan juga masyarakat Pulau Padang mendatangi Kedutaan Besar Nerwegia di Jakarta dalam mencari penyelesaian persoalan secara baik dan persuasif sehingga Komnas Ham pada tanggal 29 April 2011 telah melayangkan surat kepada Menteri Kehutanan RI di Gd. Manggala Wanabakti, Jl. Jendral Gatot Subroto, Senayan, Jakarta dengan Surat Nomor: 1.072/K/PMT/IV/2011. Perihal rekomendasi penghentian operasional PT.RAPP dan Desakan Peninjauan Ulang SK Menhut No:327 tersebut.

Recomendasi penghentian kegiatan operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh masyarakat Pulau Padang oleh Komnas Ham sangatlah merupakan solusi yang sangat baik, tindakan ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (3) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti bahwa hak atas kesejahteraan di jamin dalam Pasal 36 ayat (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Johny Nelson Simanjuntak, SH sebagai Komisioner Subkomisi Pemantauan Dan Penyelidikan yang menerima langsung pengaduan masyarakat Pulau Padang dan telah mengambil tindakan tegas dengan melayangkan 2 Surat. Yang Pertama kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper Di Pangkalan Kerinci Kematan. Langgam Kabupaten Pelalawan. Provinsi Riau dengan Surat Nomor: 1.071/K/PMT/IV/2011 dan yang Kedua kepada Zulkifli Hasan Menteri Kehutanan di Gd. Manggala Wanabakti, Jl. Jendral Gatot Subroto, Senayan, Jakarta dengan Surat Nomor: 1.072/K/PMT/IV/2011.Di dalam surat yang telah di kirimkan Komnas Ham ke Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan , Johny Nelson Simanjuntak, SH meminta kepada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan Untuk Meninjau Ulang Surat Keputusan No. 327/Menhut-II/2009 dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti. Bahkan Komnasham mendesak Menhut untuk menggunakan kewenangan yang ada padanya untuk menghentikan operasional PT.RAPP di lapangan Sementara peroses peninjauan ulang belangsung. Namun Rekomendasi Komnas Ham itu tidak pernah di Gubris oleh Bupati, Menhut Dan PT.RAPP. Tentunya kenyataan tersebut memperlihatkan bahwa Perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kedaulatan politik dan kemandirian ekonomi sejak pra kemerdekaan sampai saat ini masih menghadapi musuh yang sama yakni penjajahan modal oleh kaum Imperialisme-Neoliberalisme yang bersekutu dengan pemerintahan didalam negeri.

Meskipun Kapitalisme telah terbukti gagal mensejahterakan mayoritas rakyat serta menuliskan sejarah suram dalam lembar sejarah peradaban masyarakat manusia, namun pemerintahan kaki tangannya didalam negeri tetap setia mengabdi untuk kepentingan tuan modalnya sehingga di terbitkanya SK 327 Menhut 2009 Tanggal 12 Juni yang menjadi landasan PT.Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) untuk tetap memaksakan kehendaknya di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti Riau. Sungguh sangat nyata kebijakan politik-ekonomi pemerintah di negeri saat ini, baik nasional maupun daerah telah memperlihatkan kepada masyarakat Pulau Padang dampak yang tak teratasi.

Konflik agraria struktural dapat dinyatakan sebagai konflik kelompok masyarakat sipil "melawan" dua kekuatan lain di masyarakat, yakni: sektor bisnis dan/atau negara. Hal inilah yang sesungguhnya sedang terjadi di Pulau Padang. Untuk itu kami dari Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat pulau padang Kabupaten Kepulauan Meranti mengharapkan kerjasama seluruh pihak dalam upaya mengungkap fakta yang sesungguhnya demi penyelamatan Pulau Padang .

Issue Sara, Pembangunan Opini Illog yang sengaja dimunculkan dan Nota Kesepahaman antara 11 Kepala Desa dengan PT.RAPP yang mengangkangi Masyarakat Pulau Padang telah mencocokkan kenyataan ini dengan catatan sejarah bahwa penguasa dan pemerintah sangat berkepentingan dengan SDA yang di miliki oleh sebuah negara.

Dengan demikian bukanlah sesuatu yang sangat menakjubkan ketika pengambil kebijakan atau pemerintah di dalam sebuah Negara mendeklarasikan bahwa semua SDA yang ada di Negara tersebut di kuasai oleh Negara. Sebab Negara memiliki kepentingan maha hebat terhadap sumber daya alam tersebut, khususnya menjadikannya sebagai ‘mesin politik’ dan ‘mesin uang’ bagi golongan yang berkuasa.

Sehingga terkait dengan SK 327 Menhut 2009 Tanggal 12 Juni. Ketidaksanggupan pemerintah dalam mencarikan penyelesaian persolan ini telah memberikan kita satu kesimpulan besar bahwa perbuatan tercela ini dilakukan secara berjama’ah baik itu regulator maupun penguasa modal domestik dan asing. Tiga parasit ekonomi rakyat Riau yang berekses terhadap lemahnya produktivitas rakyat dalam proses produksi yang bermuara pada kemiskinan dan kebodohan yang terstruktur. Yang memerintah hanya selalu membawa jargon bahwa sumber daya alam (SDA) untuk semua masyarakat, tetapi dalam praktik-praktik bisnis dan pemenfaatan SDA tersebut selalu lebih menguntungkan golongan dan kelompoknya sendiri.

Ridwan menekankan bahwa sebenarnya masyarakat Pulau Padang mengerti dan sangat memahami bahwa Bupati sudah pernah mengeluarkan surat kepada Menhut pada September 2010 lalu meminta Menhut meninjau ulang atas operasi RAPP di Pulau Padang. "Kalau dibahasakan dengan bahasa orang kampung, minta ditinjau ulang itu sama saja saya sudah meminta kepada Menhut untuk mencabut izinnya. Namun sebulan kemudian surat itu dibalas Menhut dan mengatakan bahwa SK 327 itu tidak bisa dicabut, karena izinnya tidak hanya untuk Pulau Padang melainkan izin RAPP itu untuk semua blok kabupaten/kota yang ada di Propinsi Riau.

Pada 30 Desember 2011 Bupati Kepulauan Meranti Drs Irwan MSi, telah melakukan dialog dengan perwakilan warga dari Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamat Pulau Padang (FKMPPP) di Aula Pertemuan Kantor Bupati Kepulauan Meranti. Pertemuan berakhir dengan menyepakati beberapa hal diantaranya untuk menyurati bahkan menemui Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan dalam waktu sesingkat-singkatnya bersama tiga orang perwakilan FKMPPP meminta kepada Menhut merevisi SK 327 tentang Perizinan HTI di PUlau Padang. Baca: Situs Resmi Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti (Bupati Sepakat Minta Menhut Revisi SK 327)

Sesungguhnya apa yang telah menjadi kesepakatan antara Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti dengan Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP) pada tanggal 30 Desember 2011 telah sesuai dengan Kesepakatan tertulis yang tertuang dalam pertemuan perwakilan 20 warga Pulau Padang Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamatan Pulau Padang (FKM-PPP) yang didampingi oleh anggota DPD RI provinsi Riau Intsiawati Ayus dengan Dirjen Plannologi Bambang Supiyanto di kantor Kemenhut, Jakarta, Kamis 5 Januari 2012.

Dan kenapa hingga detik ini masyarakat Pulau Padang memilih bertahan dan tidak pernah mau kembali kekampung halaman sebelum SK 327 di Revisi? Sebab Pola Kemitraan Dalam Pengelolaan Tanaman Kehidupan. Jika ini jawaban Direktorat Jenderal Bina Usaha kehutanan tertanda Direktur jenderal Imam Santoso, dengan Surat No. S.1055/VI-BPHT/2010 pada tanggal 3 November 2010 yang merupakan surat balasan Dari permohonan Peninjauan Ulang IUPHHK-HTI PT. LUM, PT. SRL dan PT. RAPP terkait dengan penolakan HTI tentunya jawaban ini menurut kami sangat TIDAK MENGAKOMODIR Aspirasi masyarakat secara Objektif dan Ilmiah sesuai Fakta di lapangan. Memuluskan investasi di negeri ini yang oleh pemerintah diproyeksikan sebagai skenario penting dengan Jargon Sumber Daya Alam (SDA) untuk Kesejahteraan Rakyat untuk meningkatkan ketersediaan lapangan pekerjaan sekaligus memompa devisa, mengkondisikan masyarakat bukan lagi sebagai kekuatan produktif, melainkan sekadar konsumen pasif terhadap kebijakan-kebijakan.

Semoga Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti, Bapak Drs Irwan MSi segera menerbitkan SURAT RECOMENDASI REVISI SK 327 MENHUT TAHUN 2009 MENGELUARKAN HAMPARAN BLOK PULAU PADANG SELUAS 41.205 Ha DARI SK 327 DI MAKSUD dan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan Beriktikad Baik untuk menyelesaikan Persoalan Masyarakat Pulau Padang.




Selengkapnya...

Rabu, 25 Januari 2012

Penyimpangan perizinan di pulau padang


— Presentation Transcript

1. Oleh: Raflis Disampaikan dalam Rangka: Pertemuan Tim Mediasi dengan PakarRuang Rapat Gedung Manggala Wanabakti Kementrian Kehutanan Blok I Lantai III Pada Tanggal 25 Januari 2012

2. Proses Permohonan Izin Usaha HTI (Berdasarkan Permenhut No. P.19/Menhut-II/2007 jo. P.11/Menhut-II/2008) Tembusan : Permohonan Persyaratan Perusahaan Dirjen Menteri Kehutanan Baplan Admin&Teknis (Proptek) Kadishut Prov Kadishut Kab/Kota SK IUPHHK dibatalkan Persyaratan Adminsitrasi • Rekom Gubernur Atas Usulan Dirjen BPK apabila tdk membayar IIUPH memeriksa dlm jangka waktu yg Bupati/Walikota Berdasar kelengkapan Adm, ditentukan dlm Permenhut Pertimbangan Teknis Kepala Dinas 10 hr krj Admin Tdk Lengkap, IIUPH Kht Kab/Kota, tidak ada beban hak Tolak dan didasarkan analisis fungsi kaw Admin Lengkap, Dirjen Dns Kht Prov & Kepala BPKH serta minta KaBaplan Konfirm Areal (30 hr krj) Dapat mengajukan dilamp peta lokasi skala 1 : 100.000 kembali• Menhut mener • Rencana Lokasi yg dimohon & Citra bitkan SK IUPHHK- Landsat resolusi minimal 30 m, skala HTI 1 : 100.000 • Pernyataan bersedia buka kantor Pada Areal yg Areal diluar Pencad. Dirjen menerbitkan di Prov/Kab dicadkan Menhut diajukan ke Menhut untuk dicadkan SPP IIUPH 6 hr krj • Akte Pendirian Kop/Bdn Usaha. SK IUPHHK-HTI • Bergerak di bid usaha kehutanan/ diberikan setelah pertanian/perkebunan pembayaran IIUPH • Surat Izin Usaha Berdasarkan hsl konfirm areal, Dirjen Melakukan • NPWP Penilaian Proptek 7 hr krj & hasil disampaikan Menteri Persyaratan Teknis • Proposal Teknis Tidak Lulus, TolakBerdasarkan WA,Dirjen Lulus,Persetujuan Menhut (7 hr krj) (7 hr krj)menyiapkan konsep Kep Berdasarkan AMDAL/UKL&IUPHHK- HTI kpd UPL, Menteri menginstruksikanMenhut Melalui Sekjen & KaBaplan untuk menyiapkan Surat Perintah PenyusunanSekjen menelaah aspek Peta Areal Kerja (WA) 1. AMDAL 150 HrHukumnya (5 hr krj) (15 hr krj) 2. UKL DAN UPL 60 Hr 3. Apabila tdk dipenuhi, Srt persetujuan batal
3. Penyimpangan Terhadap Aturan Permohonan Persyaratan Admin&Teknis (Proptek) Mentri Kehutanan Kelengkapan Administrasi Persyaratan Adminsitrasi Terhadap RTRWP Dirjen BPK Rekomendasi Gubernur Terhadap RTRWK Konfirmasi Areal Rekomendasi Bupati Terhadap TGHK 2 Baplan Analisis Fungsi Kawasan Dishut/BKPH 1 Dokumen Amdal Komisi AmdalPembayaran IUPHH Penyusunan Amdal Izin Lingkungan Baplan Peta Areal Kerja 3 Mentri Kehutanan Sekjen SK IUPHHK-HT UU 26 / 2007 dan PP 26/2008 Aspek Hukum UU 27/ 2007 Tindak Pidana Tata Ruang 4
4. Penyimpangan 1: Persyaratan Administrasi (Tahun 2004) Rekomendasi Gubernur (Nomor 522/EKBANG/33.10 tanggal 2 Juli 2004) Tidak Sesuai Dengan RTRWP Perda No 10 Tahun 1994 Rekomendasi Bupati Nomor 522.1/Hut/820 tanggal 11 Oktober 2005 RTRWK Perda No 19 Tahun 2004 TGHK Analisis Fungsi Kawasan Kepmen 173/ 1986 Dishut/BKPH 1
5. Rekomendasi Bupati Tidak Sesuai Dengan Perda No 19 Tahun 2004 Tentang RTRWK Bengkalis
6. Penyimpangan Terhadap Perda No 10 tahun 1994 Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau
7. Penyimpangan Terhadap TGHKKepmen 173 ahun 1986 Tentang TGHK
8. Penyimpangan 2: Konfirmasi Areal (Tahun 2004) Kriteria Kawasan Yang dapat diberikan IUPHHK-HTBaplan Konfirmasi Areal 2
9. Penyimpangan 2: Konfirmasi Areal1. Pengaburan kriteria kawasan hutan yang dapat diberikan IUPHHK-HT terhadap fungsi kawasan hutan berdasarkan TGHK/Penunjukan Kawasan Hutan (Pasal 3 ayat 1 P.19/Menhut-II/2007 ; Pasal 1a P.11/Menhut-II/2008 ; Keputusan Mentri Pertanian Nomor : 683/Kpts/Um/8/1981 ; Pasal 1 Point 4 P. 33/Menhut-II/2010 )2. Peraturan yang mengatur penggunaan kawasan hutan sesuai dengan fungsi kawasan hutan ditemukan dalam PP No 26 Tahun 2008 Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa IUPHHK-HT hanya dapat diberikan dalam kawasan Hutan Produksi (HP)
10. Pengaburan kriteria kawasan hutan yang dapatdiberikan IUPHHK-HT terhadap Fungsi Kawasan Hutan 1. Pasal 3 ayat 1 P.19/Menhut-II/2007 “Areal untuk pembangunan hutan tanaman adalah Hutan Produksi yang tidak produktif dan tidak dibebani hak/izin lainnya”, dalam TGHK /Penunjukan kawasan hutan hanya dikenal istilah Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi tetap (HP) dan hutan produksi konversi (HPK), tidak ditemukan penjelasan yang menghubungkan antara hutan produksi yang tidak produktif dengan kriteria kawasan hutan dalam TGHK. 2. Pasal 1a P.11/Menhut-II/2008 “ Hutan Produksi yang tidak produktif adalah hutan yang dicadangkan oleh mentri sebagai hutan tanaman.” artinya seluruh kawasan hutan dapat didefinisikan sebagai hutan produktif dengan mengabaikan fungsi kawasan hutan yang telah diatur dalam TGHK/Penunjukan kawasan hutan tanpa disertai kriteria yang jelas. 3. Tidak ditemukan penjelasan yang memadai tentang penggunaan kawasan hutan sesuai dengan fungsi kawasan hutan yang digambarkan dalam Peta TGHK/ Penunjukan kawasan hutan terutama perbedaan penggunaan antara Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi Tetap (HP). 4. Perbedaan penggunaan Hutan Produksi terbatas (HPT) dan Hutan Produksi Tetap (HP) dapat dilihat dalam Keputusan Mentri Pertanian Nomor : 683/Kpts/Um/8/1981 tentang kriteria dan tata cara penetapan hutan produksi “ Yang dimaksud dengan hutan produksi dengan penebangan terbatas ialah hutan produksi yang hanya dapat dieksploitasi dengan cara tebang pilih sedang yang dimaksud dengan hutan produksi bebas ialah hutan produksi yang dapat dieksploitasi baik dengan cara tebang pilih maupun dengan cara tebang habis.” dilihat dari kriteria kawasan Hutan Produksi dengan Pengelolaan Terbatas identik dengan hutan produksi terbatas (HPT) dan hutan produksi bebas identik dengan hutan produksi tetap (HP) 5. Pasal 1 Point 4 P. 33/Menhut-II/2010 “Hutan produksi yang dapat dikonversi yang selanjutnya disebut HPK adalah kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa IUPHHK-HT pembangunan di luar kegiatan kehutanan. “ hanya dapat diberikan dalam kawasan Hutan Produksi (HP)
11. Peruntukan Kawasan Hutan Produksi dalam RTRWN (PP 26 Tahun 2008 )Penjelasan Pasal 64 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan “kawasan peruntukan hutan produksi terbatas” adalah kawasan hutan yang secara ruang digunakan untuk budi daya hutan alam.Penjelasan Pasal 64 Ayat (1) Huruf b Yang dimaksud dengan “kawasan peruntukan hutan produksi tetap” adalah kawasan hutan yang secara ruang digunakan untuk budi daya hutan alam dan hutan tanaman.Penjelasan Pasal 64 Ayat (1) Huruf c Yang dimaksud dengan “kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat dikonversi” adalah kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi perkembangan transportasi, transmigrasi, permukiman, pertanian, perkeb unan, industri, dan lain-lain. IUPHHK-HT hanya dapat diberikan dalam Kawasan Hutan Produksi Tetap (HP)
12. Penyimpangan Terhadap Fungsi Kawasan Hutan• Kawasan yang diizinkan untuk IUPHHK-HT adalah pada hutan produksi tetap (HP)• Pada Kawasan ini tidak terdapat Hutan Produksi Tetap• IUPHHK-HT Pada kawasan ini 100% tidak sesuai dengan TGHK Fungsi Kawasan Pada SK 327 Sektor Luas (ha) Pulau Padang Hutan Produksi Terbatas (HPT) 18.133 Hutan Produksi yang dapat dikonversi 23.352 (HPK) Kawasan Suaka Alam 232 JUMLAH 41.717
13. Penyimpangan Terhadap TGHKKepmen 173 ahun 1986 Tentang TGHK
14. Penyimpangan 3. Penyusunan Amdal (2004) Dokumen Amdal Kurang Mempertimbangkan Dampak Subsidence Pada Pulau Kecil Dokumen Amdal Komisi Penilai Amdal Tidak memperhatikan RTRWP, RTRWK, TGHK Komisi Amdal Izin Lingkungan Izin Lingkungan Sudah Kadaluarsa 3 •Kepres No 32 Tahun 1990 •PP No 47 Tahun 1997 •PP No 26 Tahun 2008Areal Kerja Berada Pada Kawasan Bergambut
15. Dokumen Amdal• Dokumen Amdal Kurang Mempertimbangkan Dampak Subsidence Pada Pulau Kecil (Lihat Bagian hipotesa Tenggelamnya sebuah pulau) , Dokumen RPL Hal III-6 menjelaskan bahwa “Pembukaan wilayah Hutan (Pembuatan kanal dan saluran drainase) dapat menimbulkan subsidensi tanah gambut mencapai 50 cm pada tahun pertama, dan rata rata 10 cm pada beberapa tahun berikutnya”• Area Penambahan tidak sesuai dengan RTRWP Riau dan RTRWK Bengkalis (Tidak Sesuai dengan PP 27 Tahun 2008 tentang Amdal)• Tidak ditemukan berita acara sosialisasi konsultasi publik pada desa interaksi di pulau padang (Kepmen LH No 2 tahun 2004 dan Keputusan Kepala Bappedal No 8 Tahun 2000)• Tidak dilampirkan seluruh dokumen perizinan sebagai syarat kelengkapan dokumen (Kepmen LH No 2 Tahun 2000)• Tidak dijelaskan metodologi dan analisis yang menjelaskan “Terdapat Kubah Gambut oligotropik yang terpengaruh air asin dengan kedalaman lebih dari 2 m seluas 51.942 ha” (Kepmen LH No 5 tahun 2000)• Plot Pengambilan sampel kualitas air permukaan tidak dilakukan diwilayah pulau padang
16. Komisi Amdal• Hasil Rapat Penilaian tidak mempertimbangkan Rencana Tata Ruang, Menurut Pasal 16 ayat (4) PP 27 Tahun 1999 “Instansi yang bertanggung jawab wajib menolak kerangka acuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila rencana lokasi dilaksanakannya usaha dan/atau kegiatan terletak dalam kawasan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan”• Berita Acara Rapat Penilai Amdal Tanggal 20 Oktober 2004 belum menyetujui Dokumen Amdal, dan tidak ditemukan berita acara rapat Tim penilai lainnya. (Cacat Proses)• Dari daftar hadir Rapat Penilaian Dokumen AMDAL tidak dihadiri oleh masyarakat yang terkena dampak di Pulau Padang (tidak sesuai dengan PP No 27 tahun 1999 tentang AMDAL)
17. Izin Lingkungan• Keputusan Gubernur Riau Kpts. 667/XI/2004 tanggal 11 November 2004 tentang Kelayakan Lingkungan Kegiatan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHKHT) di areal tambahan Kabupaten Pelalawan, Siak dan Bengkalis Provinsi Riau oleh PT. Riau Andalan Pulp and Paper telah dicabut oleh Keputusan Gubernur Riau Nomor Kpts. 326/VII/2006 tanggal 6 Juli 2006 dan Tidak berlaku lagi.• Izin lingkungan yang digunakan sudah kadaluarsa (Antara keluarnya SK 327 dan Izin Lingkungan mempunyai rentang waktu sekitar 5 tahun) Lihat Pasal 24 ayat 1 PP 27 Tahun 1999.
18. Areal Kerja IUPHHK-HT Berada Pada Kawasan Bergambut• Kawasan Bergambut dengan Kedalaman Lebih dari 3 Meter dilindungi oleh aturan Perundangan diantaranya: – Kepres No 32 Tahun 1997 tentang pengelolaan kawasan lindung – PP No 47 tahun 1997 yang diganti dengan PP No 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
19. Penyimpangan 4: Penilaian Aspek Hukum (2009) Tindak Pidana Penataan RuangSekjen UU No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Sebagian Areal Kerja sudah ditetapkan sebagai Kawasan Lindung PP No 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Aspek Hukum Kawasan Yang diperuntukkan untuk IUPHHK-HT adalah hutan produksi tetap (HP) UU No 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau Kecil Tidak diprioritaskan untuk budidaya kehutanan 4
20. Penyimpangan 4: Penilaian Aspek Hukum (2009)• Lamanya rentang waktu proses keluarnya izin antara tahun 2004-2009 (5 tahun)• Keluarnya 3 aturan baru yang berdampak secara hukum terhadap proses perizinan yang sudah berjalan yaitu: • UU No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang yang memberikan mandat untuk menertibkan perizinan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan Sangsi Pidana terhadap Pemberian Izin yang melanggar Tata Ruang. • UU No 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau pulau kecil dimana Pulau Padang masuk kategori pulau kecil yang didefinisikan oleh UU 27 Tahun 2007 • PP No 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang menegaskan kriteria kawasan lindung dan budidaya serta penegasan fungsi kawasan hutan produksi terhadap perizinan kehutanan.• Seharusnya dengan keluarnya 3 aturan baru ini proses Perizinan IUPHHK-HT di pulau padang diulang kembali mulai dari tahapan awal, karena beberapa substansi yang diatur dalam 3 aturan baru berdampak terhadap kriteria kawasan yang diajukan pada wilayah pulau padang.
21. Penertiban PerizinanUU No 26 Tahun 2007
22. (Tindak Pidana Penataan Ruang) UU No 26 Tahun 2007
23. UU No 27 Tahun 2007 (Pulau Pulau Kecil) Luas Pulau Padang: 111.500 ha atau 1.115 km2 (masuk kategori pulau kecil)• Pasal 1 Ayat (3) Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km (duaribu kilometer persegi) beserta kesatuan Ekosistemnya.• Pasal 23 (1) Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya dilakukan berdasarkan kesatuan ekologis dan ekonomis secara menyeluruh dan terpadu dengan pulau besar di dekatnya.• Pasal 23 (2) Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk salah satu atau lebih kepentingan berikut: a. konservasi; b. pendidikan dan pelatihan; c. penelitian dan pengembangan; d. budidaya laut; e. pariwisata; f. usaha perikanan dan kelautan dan industri perikanan secara lestari; g. pertanian organik; dan/atau h. Peternakan. “Tidak diprioritaskan untuk kegiatan kehutanan”
24. Beberapa Pengertian Dalam PP 26 Tahun 2008• Rencana pola ruang wilayah nasional digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:1.000.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini (Pasal 50 ayat 2)• Strategi Kebijakan Pengelolaan Kawasan Lindung Nasional “mewujudkan kawasan berfungsi lindung dalam satu wilayah pulau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas pulau tersebut sesuai dengan kondisi ekosistemnya” (Pasal 7 ayat 2 huruf b)• Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya adalah dengan mengembangkan kegiatan budidaya yang dapat mempertahankan keberadaan pulau-pulau kecil. (Pasal 8 Ayat 3 huruf e)• Yang dimaksud dengan “kawasan peruntukan hutan produksi terbatas” adalah kawasan hutan yang secara ruang digunakan untuk budi daya hutan alam Penjelasan Pasal 64 Ayat (1) Huruf a• Yang dimaksud dengan “kawasan peruntukan hutan produksi tetap” adalah kawasan hutan yang secara ruang digunakan untuk budi daya hutan alam dan hutan tanaman. Penjelasan Pasal 64 Ayat (1) Huruf b• Yang dimaksud dengan “kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat dikonversi” adalah kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi perkembangan transportasi, transmigrasi, permukiman, pertanian, perkebunan, industri, dan lain-lain. Penjelasan Pasal 64 Ayat (1) Huruf c
25. Penyimpangan terhadap PP 26 Tahun 2008 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
26. Tindak Pidana Penataan Ruang RTRWN RTRWP RTRWK TGHKMasuk Kategori Tindak Pidana Penataan RuangBahan Bacaan:1. http://raflis.wordpress.com/2011/09/13/penataan-ruang-dan-korupsi-studi-kasus-provinsi-riau/2. http://raflis.wordpress.com/2011/07/15/menyerahkan-hutan-ke-pangkuan-modal/
27. Penyimpangan Terhadap Perda No 19 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bengkalis• IUPHHK-HT hanya diperbolehkan pada kawasan hutan produksi (HP)• Pada area ini terdapat Hutan Produksi seluas 22.554 ha, namun teridentifikasi sebagai lindung gambut.• IUPHHK-HT pada kawasan ini 100% tidak sesuai dengan RTRWK Bengkalis Fungsi Kawasan Luas (ha) 1. Kawasan Budidaya 13.235 1.a. Kawasan Perkebunan Besar Negara/Swasta 4.584 1.b. Kawasan Perkebunan Rakyat 2.001 1.c. Kawasan Pertanian Lahan Basah 4.719 1.d. Kawasan Pertanian lahan Kering 1.930 2. Kawasan Lindung 28.482 2.a. Buffer 2.007 2.b. Hutan Produksi Tetap yang didalamnya terdapat lindung gambut 22.554 2.c. Kawasan hutan Lindung gambut 3.351 2.d. Kawasan hutan Suaka Alam 389 JUMLAH 41.717
28. Penyimpangan Terhadap Perda No 19 Tahun 2004Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bengkalis
29. Penyimpangan Terhadap Perda No 10 tahun 1994 Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau• Pada Kawasan ini fungsi kawasan dalam RTRWP hanya menggambarkan: 1) Arahan Pemanfaatan Kawasan Kehutanan, 2)Arahan Pemanfaatan Kawasan Perkebunan, 3) Kawasan Lindung.• IUPHHK-HT hanya diperbolehkan pada Arahan Pemanfaatan Kawasan Kehutanan• Terdapat 19.599 ha (42,19%) dari izin yang tidak sesuai dengan RTRWP dengan Peruntukan APK Perkebunan seluas 3.954 ha dan kawasan lindung seluas 17.599 ha Fungsi Kawasan Luas (ha) APK Kehutanan 24.118 APK Perkebunan 3.954 Kawasan Lindung 13.645 Jumlah 41.707
30. Penyimpangan Terhadap Perda No 10 tahun 1994 Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau
31. Penyimpangan terhadap PP 26 Tahun 2008 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional• Peta Lampiran VII PP 26 Tahun 2007 hanya menggambarkan kawasan lindung dan budidaya.• Kawasan yang diizinkan untuk IUPHHK-HT adalah Kawasan Budidaya yang berada dalam kawasan hutan produksi.• Terdapat 28.160 ha atau 67,5% dari luas izin dalam kawasan ini yang berada dalam Kawasan Lindung Fungsi Kawasan Luas (ha) Kawasan Lindung 13.556 Kawasan Budidaya 28.160
32. Penyimpangan terhadap PP 26 Tahun 2008 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
33. Temuan Lain• Penyimpangan dalam Proses Perubahan Fungsi Kawasan hutan (Sesuai dengan Pesanan)• Penyimpangan terhadap luasan Izin dalam satu provinsi• Dampak Tenggelamnya Sebuah Pulau• Konflik Sosial
34. Pengelolaan Hutan Produksi SKOR Hutan Produksi Budidaya Hutan Alam (IUPHHK-HA / HPH) 124-175 Terbatas Fungsi tidak dapat saling dipertukarkan karena Hutan skornya berbedaProduksi Budidaya Hutan alam Hutan Produksi dan Tanaman (IUPHHK- Tetap HT / HPHTI/ HTI) SKOR Fungsi dapat saling < 124 dipertukarkan karena skornya sama Budidaya Non Kehutanan Hutan Produksi (Perkebunan, Pertanian, P Konversi ertambangan)
35. Fakta Pengelolaan Hutan Produksi IUPHHK-HA Tidak Sesuai SKOR Hutan Produksi dengan124-175 Terbatas IUPHHK-HT Ketentuan dan Berdampak Perkebunan Hidrologi Ada SK Mentri Perubahan Fungsi Kawasan Hutan IUPHHK-HA Tidak Sesuai Hutan Produksi IUPHHK-HT dengan Tetap Ketentuan Perkebunan tetapi Tidak Berdampak SKOR Ada SK Mentri Perubahan secara < 124 Fungsi Kawasan Hutan Hidrologi IUPHHK-HA Hutan Produksi IUPHHK-HT Sesuai dengan Konversi Ketentuan Perkebunan
36. Pasal 8 PP No 6 Tahun 19991) Ketentuan luas maksimal Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) diatur sebagai berikut:• a. Untuk satu propinsi setiap pemegang hak maksimal seluas 100.000 (seratus ribu) hektar;• b. Untuk seluruh Indonesia setiap pemegang hak maksimal seluas 400.000 (empat ratus ribu) hektar;• c. Khusus untuk Propinsi Irian Jaya setiap pemegang hak maksimal seluas 200.000 (dua ratus ribu) hektar.Luas Izin PT RAPP (SK 327) seluas 350.165 Ha Ha
37. Dampak Subsidence (Potensi Tenggelamnya Pulau)
38. Elevasi Pulau Padang (mdpl) 6 5 5 2 8 4
39. Dampak Bencana (HipotesaTenggelamnya Pulau)• Penurunan relatif daratan terhadap permukaan laut sekitar 7 sampai 8 cm/tahun.• Beda elevasi antara darat dan laut rata rata 5 meter• Perkiraan waktu pulau tenggelam 60 - 70 tahun. http://raflis.wordpress.com/2010/12/20/hipotesa-awal-tenggelamnya-sebuah-pulau/
40. Konflik SosialBukti Keberadaan Masyarakat di Pulau Padang dapat dilihat pada:1. Peta Army Map Service yang diterbitkan tahun 1945 skala 1: 250.0002. Peta Topografi Bakosurtanal yang diterbitkan tahun 1975 skala 1: 50.0003. Peta Map Sol Central Sumatra yang diterbitkan tahun 1986 skala 1: 1.000.000
41. Map Army 1945• Peta Map Army• Peta Bakosurtanal
42. Bakosurtanal 1975
43. Map Soil Central Sumaterahttp://raflis.wordpress.com/2011/02/12/map-soil-central-sumatera/ Selengkapnya...

Perwakilan Masyarakat Pulau Padang Di Terima Oleh Juru Bicara Presiden Julaian Andrian Fasa dan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan Di Istana Negara.


Hari Rabu 25 January 2012 Setelah 45 hari bertahan di depan Gedung DPR RI, masyarakat asal Pulau Padang Kecamatan Merabau Kabupaten Kepulauan Meranti Riau akhirnya nekat melakukan aksi Ke Istana Negara. Bukan hanya itu, kedatangan masyarakat Pulau padang juga mempersiapkan Tenda dan Bambu yang sengaja di persiapkan untuk Menduduki ISTANA yang rencanaya bertahan.

Kedatangan Masyarakat Pulau Padang ke Istana MENUTUT :
SURAT RECOMENDASI REVISI SK 327 MENHUT TAHUN 2009 MENGELUARKAN HAMPARAN BLOK PULAU PADANG
SELUAS 41.205 Ha DARI SK 327 DI MAKSUD

Dihadapan Pihak Kemanan, muhamad Ridwan mengatakan hingga detik ini 1 (satu) orang masyarakat Pulau Padang Kecamatan Merbau “Sulatra” Desa Pelantai masih berada di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Grogol. Sulatra merupakan 8 (Delapan) orang lainya yang harus di larikan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Pusat akibat kondisi yang kian melemah setelah 1 Bulan lebih bertahan di DPR-RI Senayan Jakarta. Dan kami meminta agar SUSILO BAMBANG YUDHOYONO segera menyelesaikan persoalan kami.

Sejarah tidak bisa di bungkam sejak 10 Desember 2009 melalui Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Kabupaten Kepuluan Meranti (FMPL-KM) hingga detik ini melalui Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamat Pulau Padang (FKMPPP) perjuangan masih tetap berlanjut. Sejarah ini tentunya mengingatkan kita seperti apa dulunya jalanya perjuangan pemekaran Kabupaten Kepulauan Meranti.
.
Setiba di Istana, masyarakat Pulau Padang langsung coba mendirikan Tenda untuk bertahan di Istana, namun upaya mendiriksn tenda tersebut mendapat pelarangan dari satuan keamanan pihak kepolisian. sempat terjadi persetegangan ketika masyarakat tetap memaksakan walau akhirnya gagal.

Setelah melalui proses negosiasi panjang dengan pihak kepolisian karena masyarakat Menolak Membubarkan Diri akhirnya 5 perwakilan di persialakan masuk, diantaranya 1. Binbin ( Serikat Tani Nasional) 2. Wahida ( Ketua Umum Serikat Rakyat Miskin Indonesia) 3. Muhamad Ridwan ( Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang) 4. Geri ( Dari BIMA) dan 5. Yuda ( Dari Tanah Merah)

Perwakilan di terima langsung Oleh Juru Bicara Presiden Julaian Andrian Fasa dan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan Di Istana Negara.

Dihadapan Juru Bicara Presiden Julaian Andrian Fasa dan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, muhamad ridwan perwakilan masyarakat Pulau Padang menyampaikan sesungguhnya Kami masyarakat Pulau Padang mengerti dan sangat memahami bahwa Bupati sudah pernah mengeluarkan surat kepada Menhut pada September 2010 lalu meminta Menhut meninjau ulang atas operasi RAPP di Pulau Padang. "Kalau dibahasakan dengan bahasa orang kampung, minta ditinjau ulang itu sama saja saya sudah meminta kepada Menhut untuk mencabut izinnya. Namun sebulan kemudian surat itu dibalas Menhut dan mengatakan bahwa SK 327 itu tidak bisa dicabut, karena izinnya tidak hanya untuk Pulau Padang melainkan izin RAPP itu untuk semua blok kabupaten/kota yang ada di Propinsi Riau.

Namun Pada 30 Desember 2011 Bupati Kepulauan Meranti Drs Irwan MSi, telah melakukan dialog dengan perwakilan warga dari Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamat Pulau Padang (FKMPPP) di Aula Pertemuan Kantor Bupati Kepulauan Meranti. Pertemuan berakhir dengan menyepakati beberapa hal diantaranya untuk menyurati bahkan menemui Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan dalam waktu sesingkat-singkatnya bersama tiga orang perwakilan FKMPPP meminta kepada Menhut merevisi SK 327 tentang Perizinan HTI di PUlau Padang. Baca: Situs Resmi Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti (Bupati Sepakat Minta Menhut Revisi SK 327)

Sesungguhnya apa yang telah menjadi kesepakatan antara Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti dengan Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP) pada tanggal 30 Desember 2011 telah sesuai dengan Kesepakatan tertulis yang tertuang dalam pertemuan perwakilan 20 warga Pulau Padang Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamatan Pulau Padang (FKM-PPP) yang didampingi oleh anggota DPD RI provinsi Riau Intsiawati Ayus dengan Dirjen Plannologi Bambang Supiyanto di kantor Kemenhut, Jakarta, Kamis 5 Januari 2012.

Anehnya menhut ternilai seakan tidak pernah menerima data-data yang di serahkan oleh masyarakat Pulau Padang selama di jakarta. Hal ini menurut Ridwan terlihat ketika menhut masih berkutat pada Nota Kesepahaman Antara 11 Kepala Desa Dengan PT.RAPP padahal sebenarnya munurut Ridwan hal tersebut telah di sampaikan olehnya ke Sekjen Kementrian Kehutanan bahwa Mereka 11 Kepala Desa di Pulau Padang bersama Ir. Mahmud Murod selaku Kadishutbun dan Drs. Ichwani Asisten I sekdakab Meranti telah menghianati masyarakat Kecamatan Merbau, pada saat itu masyarakat Pulau Padang sangat kecewa sebab rapat sama sekali tidak mengakomodir aspirasi yang berkembang dan melenceng dari kesepakatan. Sangat penuh dengan smuatan politik, Tim Investigasi atau Tim Pengkajian Ulang berubah menjadi Tim Pengawasan Operasional PT.RAPP.

10 hari kemudian terbukti, tepatnya pada tanggal 27 Maret 2011, PT.RAPP memaksakan kehendak untuk beroperasional di Pulau Padang dengan memasukan 2 Unit Excavator ke Sei Hiu Tanjung Padang. Atas pengkhianatan tersebut, masyarakat Pulau Padang menyampaikan "Mosi Tidak Percaya" terhadap Ir. Mamun Murod selaku Kadishutbun Meranti dan Drs. Ichwani Asisten I sekdakab Meranti dan 11 kepala Desa di Pulau Padang pada tanggal 28 Maret 2011. "Mosi Tidak Percaya" di sampaikan dalam aksi Stempel Darah.

Aksi Stempel Darah merupakan aksi yang ke 9 kalinya di lakukan masyarakat Pulau Padang sebelum masyarakat Pulau Padang berangkat ke Jakarta mendatangi Kementerian Kehutanan pada kamis tanggal 21 april 2011, Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) di Jalan Latuhari, Jakarta pada tanggal 25 April 2011, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta pada tanggal 27 April 2011, Kementiran Lingkungan Hidup (KLH), dan bahkan juga masyarakat Pulau Padang mendatangi Kedutaan Besar Nerwegia di Jakarta dalam mencari penyelesaian persoalan secara baik dan persuasif sehingga Komnas Ham pada tanggal 29 April 2011 telah melayangkan surat kepada Menteri Kehutanan RI di Gd. Manggala Wanabakti, Jl. Jendral Gatot Subroto, Senayan, Jakarta dengan Surat Nomor: 1.072/K/PMT/IV/2011. Perihal rekomendasi penghentian operasional PT.RAPP dan Desakan Peninjauan Ulang SK Menhut No:327 tersebut.

Dapat kami simpulkan dari hasil analisa sesuai Kronologis Pertemuan hari Rabu 16 Maret 2011 di Kantor Kadishutbun Kabupaten Kepulauan Meranti: Adanya pembacaan Pernyataan Sikap yang lakukan oleh 11 Kepala Desa Se-Pulau Padang. Menariknya pembacaan pernyataan sikap 11 Kepala Desa tersebut dilakukan di rapat yang sejatinya menurut masyarakat untuk membentuk Tim Investigasi atau Tim Pengkajian Ulang sesuai komitment Drs Irwan MSi selaku Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti dimana dalam sambutanya secara tegas mengatakan terkait maraknya aksi massa yang menolak keberadaan HTI di Kepulauan Meranti “mari kita bentuk Tim yang akan mengkaji secara obyektif, jika memang izin HTI di Kepulauan Meranti berdampak positif sama-sama kita terima, akan tetapi jika HTI berdampak Negatif sama-sama kita tolak”. Dimana pengkajian dimulai dari uji kelayakan terhadap Tanah dengan menggunakan Pakar, hingga Tim bekerja untuk mengkaji persoalan Administrasi PT.RAPP sementara redaksional pernyataan sikap yang dibaca Sutrisno): Mendukung sepenuhnya upaya pemerintah kabupaten kepulauan meranti untuk mewujudkan iklim investasi yang kondusif demi kelancaran pembangunan daerah khususnya di pulau padang, kecamatan merbau yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan Masyarakat Sementara 3 Kepala Desa lainya saudara Samaun S.sos, (Bagan Melibur), Kades Toha (Mengkirau) dan Bapak Suyatno selaku Lurah di (Teluk Belitung) tidak menanda tangani Pernyataan Sikap dan tidak mengetahui dimana pernyataan sikap tersebut di konsep. Ini berarti Bahwa Perjuangan Masyarakat Sipil Di Kecamatan Merbau Untuk Penyelamatan Pulau Padang Sedang Berhadapan Dengan Dua Kekuatan Lain Di Masyarakat, Yakni: Sektor Bisnis (PT.RAPP) Dan/Atau Negara

Samahalnya dengan 11 Kepala Desa dan PEMKAB MERANTI dengan melakuakan pengangkangan terhadap masyarakat pulau padang melalui penandatanganan MOU antara Kepala Desa dan Lurah se Pulau Padang dengan PT.RAPP pada tanggal 27 Oktober 2011yang lalu. Pertanyaanya, kenapa kami Forum Komunikasi Masyarakat - Penyelamatan Pulau Padang (FKM-PPP) mengatakan cuma 11 Kepala Desa saja?, sebab 3 Kepala Desa saudara Samaun S.sos, (Bagan Melibur), Kades Toha (Mengkirau) dan Edi Gunawan (Desa Lukit) telah menarik kembali dukungan dan kesepakatanya dengan MoU 27 Oktober 2011 dan mengeluarkan surat Penolakan Terhadap Operasional PT.RAPP setelah melakukan Rapat AKBAR dengan masyarakatnya. Berita Acara 3 Kepala Desa terlampir

Tegas kami katakan kepada seluruh pihak, bahwa kami seluruh Masyarakat Pulau Padang, Tokoh Masyarakat, Alim Ulama, Kiyai yang tergabung dalam (FKM-PPP) menyatakan bahwa Penandatanganan MoU pada tanggal 27 Oktober 2011 tersebut di lakukan tanpa adanya musyawarah terlebih dahulu antara Kepala Desa dengan masyarakat untuk mengambil kata sepakat. Dan kami masyarakat Pulau Padang MENOLAK KEBERADAAN OPERASIONAL PT.RAPP Di Wilayah Kami Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti. Riau.










Selengkapnya...

Selasa, 17 Januari 2012

Masyarakat Pulau Padang Pertanyakan Pernyataan Angggota Komisi IV PPR RI Ian Siagian

Ketika rakyat tetap bertahan dan akan terus melakukan aksi massa sebagai bentuk keseriusan untuk melakukan penyelamatan terhadap Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti Riau. Keseriusan itu telah di buktikan dengan niat baik masyarakat Pulau Padang mendatangi Pemerintah baik di Daerah, Wilayah dan Hingga ke Pusat. Bahkan perjuangan itu di lakukan sejak 2 tahun lalu hingga detik ini dengan melakukan Aksi Jahit Mulut. Tentunya menjadi hal yang sangat di sayangkan ketika para wakil-wakil rakyat yang ada di tingkatan daerah, wilayah dan pusat sebaliknya membuat pencitraan buruk terhadap apa yang sedang di lakukan dan yang sedang di perjuangkan oleh rakyatnya.

Seperti pengakuan Ian Siagian angggota Komisi IV DPR RI bersama dua orang anggota Komisi IV asal Riau lainnya, yakni Adi Sukemi dan Wan Abu Bakar yang menyatakan, ternyata mayoritas masyarakat di sana (Pulau Padang) menerima dan menginginkan RAPP tetap beroperasi dengan alasan industri ini dinilai memberikan dampak ekonomis bagi masyarakat setempat.



Pengakuan seperti ini muncul di Riau Today 17 Januari 2012 yang merupakan hasil kunjungan kerja beliau ke Pulau Padang untuk berdialog dengan masyarakat setempat sekaligus melihat secara langsung kawasan hutan yang akhir-akhir ini sering diperdebatkan sebagai akibat dari mencuatnya persoalan aksi unjuk rasa masyarakat Pulau Padang yang disertai jahit mulut di Gerbang Utama DPR RI.

Kami masyarakat Pulau Padang menegaskan sikap. Pernyataan Ian Siagian haruslah dapat di pertanggung jawabkan secara objektif di lapangan. Karena, jika tidak terbukti sesuai dengan fakta dan kondisi di lapangan yang sebenarnya. Maka dapatlah dipastikan pengakuan seperti ini akan berdampak buruk, selain menyesatkan banyak pihak, hal ini tentunya menambah kekecewaan rakyat atas pembohongan publik yang sedang di lakukan ini.

Senada dengan sejarah, banyak tercatat bahwa peperangan antar suku dalam negara dan peperangan antar negara di dunia ini umumnya dikarenakan perebutan kekuasaan atas Sumber Daya Alam ( Hutan, Tambang, Air dan Lahan). Karena sumber daya alam (SDA) tersebut merupakan sumber daya alam yang di perebutkan, maka sejarah mencatat penguasa dan pemerintah sangat berkepentingan dengan SDA yang di miliki oleh sebuah negara. Dengan demikian bukanlah sesuatu yang sangat menakjubkan ketika pengambil kebijakan atau pemerintah di dalam sebuah Negara mendeklarasikan bahwa semua SDA yang ada di Negara tersebut di kuasai oleh Negara. Sebab Negara memiliki kepentingan maha hebat terhadap sumber daya alam tersebut, khususnya menjadikannya sebagai ‘mesin politik’ dan ‘mesin uang’ bagi golongan yang berkuasa. Golongan yang berkuasa yang memerintah biasanya selalu membawa jargon bahwa sumber daya alam (SDA) untuk semua masyarakat, tetapi dalam praktik-praktik bisnis dan pemenfaatan SDA tersebut selalu lebih menguntungkan golongan dan kelompoknya sendiri. Mungkin inilah yang sedang di hadapi oleh Masyarakat Pulau Padang.

FKM-Penyelamatan Pulau Padang merasa perlu mempertanyakan kembali, atas dasar apa, Ian siagian membuat pernyataan sebagai berikut: “Kita belum tahu apakah ada pihak-pihak tertentu yang sengaja menciptakan konflik ini dengan menggerakkan masyarakat agar menuntut operasional PT RAPP dihentikan,”.FKM-Penyelamatan Pulau Padang berpendapat, ada upaya yang sengaja di laksanakan untuk membangun opini buruk terhadap rakyat yang berjuang dengan mengarahkan publik untuk menjawab pertanyaan yang sebenarnya mereka tidak mampu menjawabnya.

Perlu di ketahui, kami masyarakat Pulau Padang memahami fungsi Hutan di Indonesia memiliki nilai ekonomi, sosial, lingkungan dan budaya bagi negara dan masyarakat setempat. Jika berbagai peranan itu tidak seimbang, yang satu lebih ditekankan daripada yang lainnya, maka keberlanjutan hutan akan semakin terancam. Dan tentunya, tingkat kerusakan hutan yang tinggi mengakibatkan menurunnya daya kemampuan hutan untuk menjalankan fungsi ekologisnya sehingga dapat menimbulkan dampak pada lingkungan yang serius seperti perubahan iklim, berkurangnya keanekaragaman hayati, ketersediaan sumber daya air dan erosi tanah. Selain itu kami masyarakat Pulau Padang memahami Pentingnya Sumber Daya Alam secara eksplisit di sebutkan dalam pazsal 33 ayat 3 Undang-undang dasar 1945, bahwa:

"bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat"

Pasal ini mengamanatkan bahwa pemenfaatan Sumber daya alam harus di tujukan untuk kepentingan rakyat banyak. Sedangkan bagaimana Sumber daya alam itu seharusnya di kelola termaktub dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1973, telah di amanatkan betapa pentingnya pendayagunaan sumber daya alam tersebut. Butir 10 menyatakan bahwa:

"dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumber alam indonesia harus di gunakan secara rasionil. Penggalian sumber kekayaan alam tersebut harus di usahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan pertimbangan kebutuhan generasi yang akan datang".

Amanat GBHN itu telah mengandung jiwa " berkelanjutan " dengan menekankan perlunya memperhatikan kepentingan antar generasi dan perlunya pengaturan penggunaan Sumber daya alam.
Pemahaman tentang pemenfaatan sumber daya alam yang tidak bijaksana akan menyebabkan kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan akan menggangggu keberlanjutan usaha pembangunan dan bahkan mengancam ekosistem dan peradaban manusia akhirnya menjadi satu kekuatan baru bagi kami masyarakat Pulau Padang bahkan hingga detik ini untuk tetap menlanjutkan perjuangan dengan menggelar AKSI JAHIT MULUT 100 ORANG MASYARAKAT PULAU PADANG. Sangat jelas dan terang kami masyarakat Pulau Padang menekankan kepada pemerintah bahwa pemberian sagu hati oleh PT.RAPP kepada masyarakat Pulau Padang dan Incelaving tidak menyelesaikan persoalan.

(Catatan Penting) Desakan Tinjau Ulang bahkan hingga ke Pencabutan SK 327 MENHUT tahun 2009 dan PENOLAKAN Masyarakat terhadap HTI di Pulau-pulau lain, di wilayah administrasi Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti (Rangsang dan Tebing Tinggi) dan sekitarnya seperti Semenanjung Kampar, tidaklah dapat dipisahkan dengan penolakan Masyarakat Pulau Padang terhadap Operasional PT. RAPP Dan Penolakan tersebut sudah dilakukan oleh masyarakat Kepulauan Meranti sejak sebelum Kabupaten ini dimekarkan dari Kabupaten induk Bengkalis.

Untuk di ketahui oleh seluruh pihak, terutama Menteri Kehutanan Bapak Zulkifli Hasan dan Presiden Republik Indonesia Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, kami masyarakat Pulau Padang menegaskan bahwa ; jauh sebelum SK 327 MENHUT tahun 2009 yang menjadi landasan hukum RAPP untuk melakukan operasionalnya di Pulau Padang itu di terbitkan, pada tahun 2008 saja kegelisahan masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti sudah mulai terlihat. Seperti di Kecamatan Tebing Tinggi, akibat di terbitkanya izin atas usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman industri (UPHHTI) di Desa Nipah Sendadu, Sungai Tohor, Tanjung Sari, Lukun dan Desa Kepau Baru seluas 10.930 hektare yang diberikan ke PT Lestari Unggul Makmur (LUM). Forum Komunikasi Kepala Desa se Kecamatan Tebingtinggi menolak keberadaan PT LUM. Akibat rencana pembukaan HTI itu, Kemarahan warga memuncak ketika buruh perusahaan PT Lestari Unggul Makmur (LUM) yang menjadi kontraktor pelaksana pembukaan HTI menyebarkan selembaran kertas yang berisi SK Menhut No 217/Menhut-II/2007 Tanggal 31 Mei di Wilayah Desa Sungai Tohor.

TIDAK ADA ALASAN Pemerintah Indonesia untuk tidak menghentikan Operasional PT.RAPP di Pulau Padang serta meninjau ulang SK ini, karena ;

1. Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau sudah mengirim surat resmi ke Menteri Kehutanan pada Tanggal 2 September Tahun 2009 lalu supaya izin tersebut ditinjau karena ditemukan sejumlah masalah.

Menurut Dinas Kehutan Provinsi Riau Tahun 2009 Zulkifli Yusuf kenapa beliau mengirim surat resmi ke Menteri Kehutanan pada Tanggal 2 September Tahun 2009 lalu supaya izin tersebut ditinjau karena ditemukan sejumlah masalah yang bisa di Simpulkan sebagai berikut:
Dari uraian diatas tersebut diatas maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Nomenklatur Rekomendasi dari Gubernur dan Bupati serta surat Menteri memakai istilah penabahan/perluasan, akan tetapi surat Keputusan Menteri memakai istilah perubahan dan istilah tersebut tidak ada dasarnya dalam ketentuan dan peraturan bidang kehutanan.

2. Norma dan standar yang diatur oleh PP 6/2007 jo PP 3/2003 bertentangan dengan yang diatur oleh undang-undang nomor 41 tahun 1999.

3. Permohonan Direktur Utama PT. RAPP Nomor 02/RAPP-DU/I/04 tanggal 19 Januari 2004, digunakan oleh Departemen Kehutanan untuk 2 (dua) keputusan, yaitu:

a. Surat Menteri Kehutanan Nomor : S.143/MENHUT-VI/2004 tanggal 29 April 2004 tentang penambahan/perluasan areal kerja IUPHHK pada Hutan Tanaman An. PT. Riau Andalan Plup And Paper.

b.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :SK.327/MENHUT-II/2009 tanggal 12 Juni 2009 tentang perubahan ketiga atas Keutusan Menteri Kehutanan Nomor 130/Kpts/II/1993 tanggal 27 Februari 1993 tentang pemberian hak penguasahaan Hutan Tanaman Industri kepada PT. RAPP.

4. Keputusan Menteri Kehutana tersebut tidak mengakomodir pada rekomendasi Bupati dan Gubernur Riau.

5. Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai dasar penerbitan Keputusan Menteri Kehutanan diambil dari keputusan Gubernur Riau yang telah dicabut.

6. Masih ada areal tersebut yang belum di alih fungsikan sehingga tidak memenuhi syarat diberikan izin perluasan / penambahan areal Hutan Tanaman Industri (Areal HTI seharusnya pada kawasan hutan produksi).

7. Surat Keputusan perluasan pada areal Kabupaten tertentu terdapat penambahan dan pengurangan tanpa adanya dasar pertimbangan Bupati dan Gubernur.

8. Terdapat areal yang masuk dalam wilayah Kabupaten Indra Giri Hulu seluas lebih kurang 1.090,80 Ha tanpa adanya rekomendasi dari Bupati setempat.

9. Rekomendasi Bupati didasarkan pada PP 34/2002 sedangkan surat Keputusan Menteri Kehutanan didasarkan pada PP 6/2007 jo PP 3/2008.

10. PP 34/2002 proses izin HTI melalui pelelangan, sedangkan PP 6/2007 jo PP 3/2008 berdasarkan permohonan dan PP 34/2002 telah dicabut oleh PP 6/2007 jo PP 3/2008.

11. Areal perluasan PT. RAPP yang semula masuk dalam wilayah Kabupaten Bengkalis, sekarang masuk dalam wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti berdasrakan undang-undang pembentukan Kabupaten Kepulauan Meranti Nomor 12 tahun 2009 tanggal 19 Desember 2008 dan telah diresmikan pada tanggal 16 Januari 2009, sedangkan Keputusan Menteri Kehutanan masih mengacu pada Rekomendasi Bupati Bengkalis.

12. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Hutan Tanaman Industri PT. RAPP telah melanggar ketentuan Luas Maksimum penguasaan hutan dan pelepasan kawasan hutan untuk budidaya perkebunan, yaitu Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 728/Kpts-II/1998 tanggal 9 November 1998 pasal 4 huruf a.

Dalam ketentuan tersebut dinyatakan bahwa: Luas Maksimum dari Penguasahaan Hutan atau Hasil Penguashaan Hutan tanaman Industri baik unutk tujuan Plup maupun untuk tujuan nonplup dalam 1 (satu) Provinsi 100.000 (seratus ribu) hekter dan untuk seluruh Indonesia 400.000 (empat ratus ribu) hektar, sdngkan luas areal PT. RAPP sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : Sk.327/MENHUT-II/2009 tanggal 12 Juni 2009 adalah 350.165 Ha.

Zulkifli Yusuf selaku Kepala Dinas Kehutanan sudah MERECOMENDASIKAN berdasarkan fakta dan uraian tersebut diatas kepada Menhut bahwa Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.327/MENHUT-II/2009 tanggal 12 Juni 2009 adalah cacat administrasi dan perlu ditinjau ulang dan direvisi agar tidak menimbulkan permasalhan dikemudian hari dalam pelaksanaanya.

2. Surat Pjs. Bupati Kepulauan Meranti, No. 100/TAPEM/189 tahun 2009. Tanggal 26 Agustus 2009, tentang: Peninjauan Ulang terhadap IUPHHK-HTI di Kepulauan Meranti, ditujukan kepada Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan

3. Surat Bupati Kepulauan Meranti, No. 100/TAPEM/IX/2010/70 tanggal 3 September 2010, perihal Peninjauan Ulang terhadap IUPHHK-HTI PT. LUM, PT. SRL dan PT. RAPP, ditujukan kepada Menteri Kehutanan RI

4. Surat DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti, No. 661/DPRD/VII/2010, tanggal 30 Juli 2010, prihal: Tinjau Ulang izin operasional PT. SRL, PT. LUM dan PT. RAPP, di tujukan kepada Kementrian Kehutanan RI

5. Surat Rekomendasi Komnas HAM No. 1.071/K/PMT/IV/2011, tanggal 29 April 2011, perihal: Pengaduan Keberatan atas terbitnya SK Menhut No. 327/Menhut-II/2009 dan Rekomendasi Penghentian Operasional PT.RAPP di lapangan, ditujukan kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp & Paper

6. Surat Rekomendasi Komnas HAM No. 1.072/K/PMT/IV/2011, tanggal 29 April 2011, perihal: Pengaduan Keberatan atas terbitnya SK Menhut No. 327/Menhut-II/2009, dan Desakan Penghentian Operasional PT.RAPP serta Peninjauan Kembali terhadap SK tersebut ditujukan kepada Menteri Kehutanan RI

Selain menyadar keberadaan kawasan konsesi HTI di Pulau Padang mengancam keberlangsungan lingkungan hidup dan juga mengancam eksistensi pulau terdepan Indonesia yang sangat strategis dalam aspek pertahanan dan keamanan nasional NKRI seperti Pulau Padang yang merupakan salah satu pulau kecil yang berbatasan langsung dengan Negara malaysia. Konflik berkepanjangan di Pulau Padang yang meliputi 14 desa dipicu oleh keluarnya ijin perusahan hutan tanaman industry PT. RAPP tanggal 12 Juni 2009 itu telah terbukti sebagian besar tumpang tindih dengan tanah-tanah yang sudah menjadi hak masyarakat local, baik berupa perkebunan karet, sagu, maupun areal perladangan dan eks perladanangan dan perkebunan masyarakat.

Penerbitan SK 327 Menhut Tanggal 12 Juni 2009 oleh MS Kaban memberikan tambahan seluas 115.025 Ha terhadap Riau Andalan Pulp And Paper (PT. RAPP). Dari luas areal tambahan 115.025 ha ini, seluas 41.205 ha berada di Pulau Padang. SK 327 Menhut 2009 menjadi landasan PT.RAPP untuk tetap memaksakan kehendaknya melakukan pembabatan Hutan Alam Gambut di Pulau Padang untuk dieksploitasi Kayu Alamnya.

Pulau Padang termasuk Kategori Pulau Kecil (UU No 27/2007) mempunyai sumberdaya alam yang terbatas, mempunyai lingkungan yang sensitive. Berdasarkan Rekapitulasi Data Kependudukan Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti pada tanggal 03 April 2011, tercatat jumlah penduduk yang tinggal di Pulau Padang adalah sebanyak 35224 (Tiga puluh lima ribu dua ratus dua puluh empat ) Jiwa yang hidup di pulau tanah gambut dengan Luas 101000 (Seratus sepuluh ribu) Ha di Kabupaten Kepulauan Meranti Propinsi Riau, Indonesia ini.

Sementara itu, jika dilihat dari tataruang provinsi Riau yang telah di Perda‐kan dengan Perda nomor 10 Tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Riau maka area PT RAPP di Pulau Padang termasuk dalam kawasan lindung. Penerbitan SK 327 Menhut Tahun 2009 juga bertentangan dengan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung, dimana ditegaskan gambut kedalaman lebih 3 meter harus dijadikan Kawasan Lindung, sementara kedalaman Gambut di Pulau Padang mencapai 8-12 m tentunya perizinan yang berada pada kawasan gambut tersebut selayaknya tidak dapat diberikan izinnya.










Selengkapnya...

Senin, 16 Januari 2012

Ayo merapatkan barisan!!

Jangan menghadang, Masyarakat Pulau Padang ke Selatpanjang mendatangi Kantor Bupati tidak untuk menyerang!! Mereka menjemput Surat REKOMENDASI REVISI SK MENHUT Yang telah dijanjikan Bupati Kepulauan Meranti. Sadarlah wahai saudara-saudaraku, jangan terpecah, masyarakat Pulau Padang adalah saudara-saudara kita juga. Sesungguhnya Perjuangan Penolakan terhadap PT.RAPP di Kabupaten Kepulauan Meranti yang di lakukan masyarakat Pulau Padang bagi kami sama saja dengan Perjuangan Pemekaran Kabupaten Kepulauan Meranti beberapa tahun lalu.

Ketahuilah wahai saudara-saudaraku…!! Hingga detik ini 1 (satu) orang masyarakat Pulau Padang Kecamatan Merbau “Sulatra” Desa Pelantai masih berada di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Grogol. Sulatra merupakan 8 (Delapan) orang lainya yang harus di larikan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Pusat akibat kondisi yang kian melemah setelah 1 Bulan lebih bertahan di DPR-RI Senayan Jakarta.

Kita paham niat suci terhadap sebuah pembebasan yang merupakan usulan pemekaran kabupaten kepulauan Meranti sudah bermula sejak puluhan tahun silam. Namun usulan itu lama kelamaan tidak tersampaikan, Hingga semangat itu kembali muncul pada tahun 1999, Otonomi daerah dalam tata negara indonesia menjadi panggung bagi perjuangan pemekaran kabupaten kepulauan Meranti. Sesungguhnya begitu jugalah perjuangan saudara-saudara kita di pulau padang. Jika Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti memiliki niat baik untuk bersama-sama masyarakat Pulau Padang menyelamatkan pulau padang seperti layaknya sungai tohor yang sudah terbebaskan dari PT.LUM, pada dasarnya kesempatan itu sudah ada, karena Menteri Kehutanan telah memberikan kewenangan terhadap Bupati IRWAN NASIR Msi untuk mengeluarkan Surat REKOMENDASI REVISI SK 327 MENHUT Tahun 2009.

Sangat di sayangkan, jika dulu Sejarah di ukir, Gerakan-gerakan pembentukan Meranti begitu masif, pasang surut iman perjuangan seiring perjalanan waktu menjadi kisah indah. 2007 dan 2008 Gerakan perjuangan Pemekaran ini semakin mengakar. Massa yang memiliki kesadaran itu sepakat turun ke jalan menyuarakan untuk segera pisah dari Bengkalis. Wacana pisah begitu menggelora, pekikannya sampai terdengar di rumah rakyat tepatnya di Senayan. Aktivitas masyarakat beberapa kali seakan lumpuh. Massa di daerah sepertinya tidak pernah lelah, beberapa kali pekikan agar pisah dari Bengkalis terus menguat. Bahkan seperti detik detik mencekam, beberapa pekan di Selatpanjang, massa turun secara massif dan terus mendesak pembentukan kabupaten baru. Tetapi saat ini, suasana mencekam di meranti bukanlah karena persatuan, malah aksi penghadangan terhadap saudara kita yang berjuang yang kita lakukan.

Sejarah baru kembali harus ditorehkan oleh Masyarakat Kabupaten Kepulauan Meranti di Dalam Konsep Perjuanganya setelah Berhasil Memisahkan diri dari Kabupaten Bengkalis. Tantangan Meranti ke depan sangat berat, sehingga untuk mewujudkan cita-cita atau tujuan awal dari pemekaran itu harus dengan kebersamaan, antara lembaga legislatif, eksekutif, yudikatif dan seluruh elemen masyarakat,". Perlu di pahami, Operasional PT.RAPP, PT.SRL Dan PT.LUM Di Kabupaten Kepulauan Meranti kenapa ia di tentang Keras oleh Rakyat, ini di karenakan Masyarakat Peka dan Tanggap terhadap Rasiko yang akan di terima di beberapa waktu kedepan.
Selengkapnya...

Kenapa Harus Di Hadang? Dan Ada Apa Sebenarnya?

Tidakkah masyarakat Kabupaten Kepulauan Meranti mengetahui bahwa hingga detik ini 1 (satu) orang masyarakat Pulau Padang Kecamatan Merbau “Sulatra” Desa Pelantai masih berada di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Grogol. sementara Sulatra merupakan 8 (Delapan) orang lainya yang harus di larikan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Pusat akibat kondisi yang kian melemah setelah 1 Bulan lebih bertahan di DPR-RI Senayan Jakarta hanya untuk Penyelamatan Pulau Padang.

Apakah salah di saat kami yang juga merupakan masyarakat Kabupaten Kepulauan Meranti mendatangi Kantor Bupati hanya untuk menuntut penyelesaian persoalan kasus di Pulau Padang?

Sejarah tidak bisa di bungkam sejak 10 Desember 2009 melalui Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Kabupaten Kepuluan Meranti (FMPL-KM) hingga detik ini melalui Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamat Pulau Padang (FKMPPP) perjuangan masih tetap berlanjut. Sejarah ini tentunya mengingatkan kita seperti apa dulunya jalanya perjuangan pemekaran Kabupaten Kepulauan Meranti.
.
Kami masyarakat Pulau Padang mengerti dan sangat memahami bahwa Bupati sudah pernah mengeluarkan surat kepada Menhut pada September 2010 lalu meminta Menhut meninjau ulang atas operasi RAPP di Pulau Padang. "Kalau dibahasakan dengan bahasa orang kampung, minta ditinjau ulang itu sama saja saya sudah meminta kepada Menhut untuk mencabut izinnya. Namun sebulan kemudian surat itu dibalas Menhut dan mengatakan bahwa SK 327 itu tidak bisa dicabut, karena izinnya tidak hanya untuk Pulau Padang melainkan izin RAPP itu untuk semua blok kabupaten/kota yang ada di Propinsi Riau.

Namun Pada 30 Desember 2011 Bupati Kepulauan Meranti Drs Irwan MSi, telah melakukan dialog dengan perwakilan warga dari Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamat Pulau Padang (FKMPPP) di Aula Pertemuan Kantor Bupati Kepulauan Meranti. Pertemuan berakhir dengan menyepakati beberapa hal diantaranya untuk menyurati bahkan menemui Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan dalam waktu sesingkat-singkatnya bersama tiga orang perwakilan FKMPPP meminta kepada Menhut merevisi SK 327 tentang Perizinan HTI di PUlau Padang. Baca: Situs Resmi Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti (Bupati Sepakat Minta Menhut Revisi SK 327)

Sesungguhnya apa yang telah menjadi kesepakatan antara Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti dengan Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP) pada tanggal 30 Desember 2011 telah sesuai dengan Kesepakatan tertulis yang tertuang dalam pertemuan perwakilan 20 warga Pulau Padang Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamatan Pulau Padang (FKM-PPP) yang didampingi oleh anggota DPD RI provinsi Riau Intsiawati Ayus dengan Dirjen Plannologi Bambang Supiyanto di kantor Kemenhut, Jakarta, Kamis 5 Januari 2012.

Pertanyaanya? Kenapa disaat kami mau menjemput Surat REKOMENDASI REVISI SK 327 tersebut harus di hadang? Dan siapakah yang menghadang?

Kenapa Kami harus BERJUANG Sendiri....? Dimanakah hilangnya Persatuan Rakyat Meranti yang sempat dicatat sejarah dalam PERJUANGAN PEMEKARAN KABUPATEN INI?


Selengkapnya...

Minggu, 15 Januari 2012

PERNYATAAN SIKAP Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang

PERNYATAAN SIKAP
Nomor : 026 FKM-PPP/I/2012


MENUTUT :
SURAT RECOMENDASI REVISI SK 327 MENHUT TAHUN 2009 MENGELUARKAN HAMPARAN BLOK PULAU PADANG
SELUAS 41.205 Ha DARI SK 327 DI MAKSUD.


Selamatkan Pulau Padang!!
Hingga detik ini 1 (satu) orang masyarakat Pulau Padang Kecamatan Merbau “Sulatra” Desa Pelantai masih berada di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Grogol. Sulatra merupakan 8 (Delapan) orang lainya yang harus di larikan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Pusat akibat kondisi yang kian melemah setelah 1 Bulan lebih bertahan di DPR-RI Senayan Jakarta.

Sejarah tidak bisa di bungkam sejak 10 Desember 2009 melalui Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Kabupaten Kepuluan Meranti (FMPL-KM) hingga detik ini melalui Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamat Pulau Padang (FKMPPP) perjuangan masih tetap berlanjut. Sejarah ini tentunya mengingatkan kita seperti apa dulunya jalanya perjuangan pemekaran Kabupaten Kepulauan Meranti.
.
Kami masyarakat Pulau Padang mengerti dan sangat memahami bahwa Bupati sudah pernah mengeluarkan surat kepada Menhut pada September 2010 lalu meminta Menhut meninjau ulang atas operasi RAPP di Pulau Padang. "Kalau dibahasakan dengan bahasa orang kampung, minta ditinjau ulang itu sama saja saya sudah meminta kepada Menhut untuk mencabut izinnya. Namun sebulan kemudian surat itu dibalas Menhut dan mengatakan bahwa SK 327 itu tidak bisa dicabut, karena izinnya tidak hanya untuk Pulau Padang melainkan izin RAPP itu untuk semua blok kabupaten/kota yang ada di Propinsi Riau.

Namun Pada 30 Desember 2011 Bupati Kepulauan Meranti Drs Irwan MSi, telah melakukan dialog dengan perwakilan warga dari Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamat Pulau Padang (FKMPPP) di Aula Pertemuan Kantor Bupati Kepulauan Meranti. Pertemuan berakhir dengan menyepakati beberapa hal diantaranya untuk menyurati bahkan menemui Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan dalam waktu sesingkat-singkatnya bersama tiga orang perwakilan FKMPPP meminta kepada Menhut merevisi SK 327 tentang Perizinan HTI di PUlau Padang. Baca: Situs Resmi Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti (Bupati Sepakat Minta Menhut Revisi SK 327)

Sesungguhnya apa yang telah menjadi kesepakatan antara Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti dengan Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP) pada tanggal 30 Desember 2011 telah sesuai dengan Kesepakatan tertulis yang tertuang dalam pertemuan perwakilan 20 warga Pulau Padang Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamatan Pulau Padang (FKM-PPP) yang didampingi oleh anggota DPD RI provinsi Riau Intsiawati Ayus dengan Dirjen Plannologi Bambang Supiyanto di kantor Kemenhut, Jakarta, Kamis 5 Januari 2012 bahwa: Hasil Kesepakatan Terlampir.

Untuk Itu Kami Forum Komunikasi Masyarakat - Penyelamatan Pulau Padang (FKM-PPP) Menyatakan Sikap;

1. Mengharapkan Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti, Bapak Drs Irwan MSi untuk segera menerbitkan SURAT RECOMENDASI REVISI SK 327 MENHUT TAHUN 2009 MENGELUARKAN HAMPARAN BLOK PULAU PADANG SELUAS 41.205 Ha DARI SK 327 DI MAKSUD.

2. MENYATAKAN TIDAK AKAN PERNAH MENGHENTIKAN AKSI PENDUDUKAN BAIK DI DAERAH MAUPUN DI PUSAT SAMPAI BUPATI Bapak Drs Irwan MSi MENERBITKAN SURAT RECOMENDASI REVISI SK 327 MENHUT TAHUN 2009 MENGELUARKAN HAMPARAN BLOK PULAU PADANG SELUAS 41.205 Ha DARI SK 327 DI MAKSUD


Demikianlah pernyataan sikap ini kami sampaikan, Selamatkan Pulau Padang dan Hentikan Operasional PT.RAPP Sekarang Juga.

Kecamatan Merbau, 16 January 2012
FORUM KOMUNIKASI MASYARAKAT - PENYELAMATAN PULAU PADANG
(FKM-PPP)




KORLAP





ROMESNAN





Ketua Umum Sekretaris Jendral





Misno Kardo S.sos


Cp Korlap Aksi, Romesnan :085333248173









Selengkapnya...

Kamis, 12 Januari 2012

Kepada Yth :Hj.Dhiana Anwar, SH Partai Demokrat


Respon pemberitaan Riau Terkini Kamis, 12 Januari 2012 FSKAHUT Prihatinkan Nasib Perkerja Kehutanan di Pulau Padang.

Kami Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP) dan Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau menghargai jika FSKAHUT Prihatinkan Nasib Perkerja Kehutanan di Pulau Padang dan memaklumi jika dalam kisruh perizinan PT RAPP di Pulau Padang FSKAHUT pusat meminta Polisi bertindak tegas terhadap tindak kriminal yang telah memakan korban jiwa pekerja kehutanan di pulau padang. Namun jika FSKAHUT pusat mendesak Pemerintah dan kepolisian untuk mengambil tindakan tegas terhadap kami yang sedang berjuang, hanya karena menganggap apa yang sedang kami lakukan sebagai bentuk tindakan pemaksaan kehendak dengan tanpa mempertimbangkan apa yang menjadi pertimbangan kami, maka jawabanya adalah JIKA INGIN MEREBUTNYA, LANGKAHILAH NYAWA KAMI. PULAU PADANG TANAH TUMPAH DARAH KAMI, TENTUNYA AKAN KAMI JAGA SAMPAI MATI.

Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP) dan Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau ingin mempertanyakan sesungguhnya apa yang menjadi kepentingan Ketua Umum DPP Federasi Serikat Pekerja Perkayuan Dan Perhutanan Indonesia (DPP FSPKAHUT KSPSI) yang juga anggota Komisi IX DPR RI asal Partai Demokrat Hj.Dhiana Anwar, SH yang secara tiba-tiba mendesak pihak Kepolisian untuk tegas menyelidiki kasus pengrusakan dan pembakaran alat-alat berat yang bekerja di areal IUPHHK-HT PT. Riau Andalan Pulp And Paper (PT. RAPP) di Pulau Padang serta penembakan sehingga mengakibatkan korban jiwa oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang terjadi pertengahan tahun lalu ditengah-tengah situasi saat ini dimana kami masyarakat Pulau Padang sedang berjuang di Pusat Pemerintahan tepatnya di DPR,MPR-RI Senayan Jakarta.

Kami Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP) dan Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau bersepakat jika Hj.Dhiana Anwar, SH mengirimkan surat resmi ke Kapolri untuk mengungkap kasus pembunuhan itu dengan seterang-terangnya. Sudah sangat jelas apapun ”Tindakan kriminalisasi itu tidak bisa ditoleransi". Cuma saja kami mau mengingatkan dan mempertanyakan kembali, dimanakah posisi Komisi IX DPR RI? dimanakah posisi tindakan tegas seluruh Partai-partai politik yang sering membawa jargon RAKYAT termasuk partai Demokrat di saat kami masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau hamir 1 Bulan Lebih bertenda di DPR,MPR-RI Senayan Jakarta bahkan hingga kini satu orang rekan kami harus mengalami Depresi.

Tegas kami Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP) dan Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau membantah tudingan dan dugaan Hj.Dhiana Anwar, SH yang menyatakan ada pihak-pihak tertentu yang sengaja mempolitisasi kasus itu untuk tujuan-tujuan lain.

Perlu di pahami Kami masyarakat Pulau Padang tidak akan pernah tinggal diam dalam melihat sikap Pemerintah Indonesia ini, Perlawanan rakyat terhadap Operasional Perusahaan HTI di PULAU PADANG hingga detik ini masih tetap di lakukan. Dan kami peserta AKSI JAHIT MULUT siap mati. Demi tuhan kami tidak akan kembali dan menghentikan aksi ini sampai ajal menjemput, jika pemerintah tidak segera merespon aksi kami dengan menghentikan Opersional PT.RAPP di Pulau Padang.

Kami masyarakat Pulau Padang memahami fungsi Hutan di Indonesia memiliki nilai ekonomi, sosial, lingkungan dan budaya bagi negara dan masyarakat setempat. Jika berbagai peranan itu tidak seimbang, yang satu lebih ditekankan daripada yang lainnya, maka keberlanjutan hutan akan semakin terancam. Dan tentunya, tingkat kerusakan hutan yang tinggi mengakibatkan menurunnya daya kemampuan hutan untuk menjalankan fungsi ekologisnya sehingga dapat menimbulkan dampak pada lingkungan yang serius seperti perubahan iklim, berkurangnya keanekaragaman hayati, ketersediaan sumber daya air dan erosi tanah. Selain itu kami masyarakat Pulau Padang memahami Pentingnya Sumber Daya Alam secara eksplisit di sebutkan dalam pazsal 33 ayat 3 Undang-undang dasar 1945, bahwa:

"bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat"

Pasal ini mengamanatkan bahwa pemenfaatan Sumber daya alam harus di tujukan untuk kepentingan rakyat banyak. Sedangkan bagaimana Sumber daya alam itu seharusnya di kelola termaktub dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1973, telah di amanatkan betapa pentingnya pendayagunaan sumber daya alam tersebut. Butir 10 menyatakan bahwa:
"dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumber alam indonesia harus di gunakan secara rasionil. Penggalian sumber kekayaan alam tersebut harus di usahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan pertimbangan kebutuhan generasi yang akan datang".

Amanat GBHN itu telah mengandung jiwa " berkelanjutan " dengan menekankan perlunya memperhatikan kepentingan antar generasi dan perlunya pengaturan penggunaan Sumber daya alam. Pemahaman tentang pemenfaatan sumber daya alam yang tidak bijaksana akan menyebabkan kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan akan menggangggu keberlanjutan usaha pembangunan dan bahkan mengancam ekosistem dan peradaban manusia akhirnya menjadi satu kekuatan baru bagi kami masyarakat Pulau Padang bahkan hingga detik ini untuk tetap menlanjutkan perjuangan dengan menggelar AKSI JAHIT MULUT 100 ORANG MASYARAKAT PULAU PADANG.

Sangat jelas dan terang kami masyarakat Pulau Padang menekankan kepada pemerintah bahwa Pemberian Sagu Hati oleh PT.RAPP kepada masyarakat Pulau Padang dan Incelaving serta Pola Kemitraan Dalam Pengelolaan Tanaman Kehidupan. Jika ini jawaban Direktorat Jenderal Bina Usaha kehutanan tertanda Direktur jenderal Imam Santoso, dengan Surat No. S.1055/VI-BPHT/2010 pada tanggal 3 November 2010 yang merupakan surat balasan Dari permohonan Peninjauan Ulang IUPHHK-HTI PT. RAPP terkait dengan penolakan HTI tentunya jawaban ini menurut kami sangat TIDAK MENGAKOMODIR Aspirasi masyarakat secara Objektif dan Ilmiah sesuai Fakta di lapangan. (Catatan Penting) Desakan Tinjau Ulang bahkan hingga ke Pencabutan SK 327 MENHUT tahun 2009 dan PENOLAKAN Masyarakat terhadap HTI di Pulau-pulau lain, di wilayah administrasi Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti (Rangsang dan Tebing Tinggi) dan sekitarnya seperti Semenanjung Kampar, tidaklah dapat dipisahkan dengan penolakan Masyarakat Pulau Padang terhadap Operasional PT. RAPP Dan Penolakan tersebut sudah dilakukan oleh masyarakat Kepulauan Meranti sejak sebelum Kabupaten ini dimekarkan dari Kabupaten induk Bengkalis.

Untuk di ketahui oleh seluruh pihak, terutama Menteri Kehutanan Bapak Zulkifli Hasan dan Presiden Republik Indonesia Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, kami masyarakat Pulau Padang menegaskan bahwa ; jauh sebelum SK 327 MENHUT tahun 2009 yang menjadi landasan hukum RAPP untuk melakukan operasionalnya di Pulau Padang itu di terbitkan, pada tahun 2008 saja kegelisahan masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti sudah mulai terlihat. Seperti di Kecamatan Tebing Tinggi, akibat di terbitkanya izin atas usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman industri (UPHHTI) di Desa Nipah Sendadu, Sungai Tohor, Tanjung Sari, Lukun dan Desa Kepau Baru seluas 10.930 hektare yang diberikan ke PT Lestari Unggul Makmur (LUM). Forum Komunikasi Kepala Desa se Kecamatan Tebingtinggi menolak keberadaan PT LUM. Akibat rencana pembukaan HTI itu, Kemarahan warga memuncak ketika buruh perusahaan PT Lestari Unggul Makmur (LUM) yang menjadi kontraktor pelaksana pembukaan HTI menyebarkan selembaran kertas yang berisi SK Menhut No 217/Menhut-II/2007 Tanggal 31 Mei di Wilayah Desa Sungai Tohor. TIDAK ADA ALASAN Pemerintah Indonesia untuk tidak menghentikan Operasional PT.RAPP di Pulau Padang serta meninjau ulang SK ini, karena ;

1. Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau sudah mengirim surat resmi ke Menteri Kehutanan pada Tanggal 2 September Tahun 2009 lalu supaya izin tersebut ditinjau karena ditemukan sejumlah masalah.

Menurut Dinas Kehutan Provinsi Riau Tahun 2009 Zulkifli Yusuf kenapa beliau mengirim surat resmi ke Menteri Kehutanan pada Tanggal 2 September Tahun 2009 lalu supaya izin tersebut ditinjau karena ditemukan sejumlah masalah yang bisa di Simpulkan sebagai berikut:

Dari uraian diatas tersebut diatas maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Nomenklatur Rekomendasi dari Gubernur dan Bupati serta surat Menteri memakai istilah penabahan/perluasan, akan tetapi surat Keputusan Menteri memakai istilah perubahan dan istilah tersebut tidak ada dasarnya dalam ketentuan dan peraturan bidang kehutanan.
2. Norma dan standar yang diatur oleh PP 6/2007 jo PP 3/2003 bertentangan dengan yang diatur oleh undang-undang nomor 41 tahun 1999.
3. Permohonan Direktur Utama PT. RAPP Nomor 02/RAPP-DU/I/04 tanggal 19 Januari 2004, digunakan oleh Departemen Kehutanan untuk 2 (dua) keputusan, yaitu:
a. Surat Menteri Kehutanan Nomor : S.143/MENHUT-VI/2004 tanggal 29 April 2004 tentang penambahan/perluasan areal kerja IUPHHK pada Hutan Tanaman An. PT. Riau Andalan Plup And Paper.
b.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :SK.327/MENHUT-II/2009 tanggal 12 Juni 2009 tentang perubahan ketiga atas Keutusan Menteri Kehutanan Nomor 130/Kpts/II/1993 tanggal 27 Februari 1993 tentang pemberian hak penguasahaan Hutan Tanaman Industri kepada PT. RAPP.
4. Keputusan Menteri Kehutana tersebut tidak mengakomodir pada rekomendasi Bupati dan Gubernur Riau.
5. Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai dasar penerbitan Keputusan Menteri Kehutanan diambil dari keputusan Gubernur Riau yang telah dicabut.
6. Masih ada areal tersebut yang belum di alih fungsikan sehingga tidak memenuhi syarat diberikan izin perluasan / penambahan areal Hutan Tanaman Industri (Areal HTI seharusnya pada kawasan hutan produksi).
7. Surat Keputusan perluasan pada areal Kabupaten tertentu terdapat penambahan dan pengurangan tanpa adanya dasar pertimbangan Bupati dan Gubernur.
8. Terdapat areal yang masuk dalam wilayah Kabupaten Indra Giri Hulu seluas lebih kurang 1.090,80 Ha tanpa adanya rekomendasi dari Bupati setempat.
9. Rekomendasi Bupati didasarkan pada PP 34/2002 sedangkan surat Keputusan Menteri Kehutanan didasarkan pada PP 6/2007 jo PP 3/2008.
10. PP 34/2002 proses izin HTI melalui pelelangan, sedangkan PP 6/2007 jo PP 3/2008 berdasarkan permohonan dan PP 34/2002 telah dicabut oleh PP 6/2007 jo PP 3/2008.
11. Areal perluasan PT. RAPP yang semula masuk dalam wilayah Kabupaten Bengkalis, sekarang masuk dalam wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti berdasrakan undang-undang pembentukan Kabupaten Kepulauan Meranti Nomor 12 tahun 2009 tanggal 19 Desember 2008 dan telah diresmikan pada tanggal 16 Januari 2009, sedangkan Keputusan Menteri Kehutanan masih mengacu pada Rekomendasi Bupati Bengkalis.
12. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Hutan Tanaman Industri PT. RAPP telah melanggar ketentuan Luas Maksimum penguasaan hutan dan pelepasan kawasan hutan untuk budidaya perkebunan, yaitu Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 728/Kpts-II/1998 tanggal 9 November 1998 pasal 4 huruf a. Dalam ketentuan tersebut dinyatakan bahwa: Luas Maksimum dari Penguasahaan Hutan atau Hasil Penguashaan Hutan tanaman Industri baik unutk tujuan Plup maupun untuk tujuan nonplup dalam 1 (satu) Provinsi 100.000 (seratus ribu) hekter dan untuk seluruh Indonesia 400.000 (empat ratus ribu) hektar, sdngkan luas areal PT. RAPP sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : Sk.327/MENHUT-II/2009 tanggal 12 Juni 2009 adalah 350.165 Ha.

Zulkifli Yusuf selaku Kepala Dinas Kehutanan sudah MERECOMENDASIKAN berdasarkan fakta dan uraian tersebut diatas kepada Menhut bahwa Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.327/MENHUT-II/2009 tanggal 12 Juni 2009 adalah cacat administrasi dan perlu ditinjau ulang dan direvisi agar tidak menimbulkan permasalhan dikemudian hari dalam pelaksanaanya.

2. Surat Pjs. Bupati Kepulauan Meranti, No. 100/TAPEM/189 tahun 2009. Tanggal 26 Agustus 2009, tentang: Peninjauan Ulang terhadap IUPHHK-HTI di Kepulauan Meranti, ditujukan kepada Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan

3. Surat Bupati Kepulauan Meranti, No. 100/TAPEM/IX/2010/70 tanggal 3 September 2010, perihal Peninjauan Ulang terhadap IUPHHK-HTI PT. LUM, PT. SRL dan PT. RAPP, ditujukan kepada Menteri Kehutanan RI

4. Surat DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti, No. 661/DPRD/VII/2010, tanggal 30 Juli 2010, prihal: Tinjau Ulang izin operasional PT. SRL, PT. LUM dan PT. RAPP, di tujukan kepada Kementrian Kehutanan RI

5. Surat Rekomendasi Komnas HAM No. 1.071/K/PMT/IV/2011, tanggal 29 April 2011, perihal: Pengaduan Keberatan atas terbitnya SK Menhut No. 327/Menhut-II/2009 dan Rekomendasi Penghentian Operasional PT.RAPP di lapangan, ditujukan kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp & Paper

6. Surat Rekomendasi Komnas HAM No. 1.072/K/PMT/IV/2011, tanggal 29 April 2011, perihal: Pengaduan Keberatan atas terbitnya SK Menhut No. 327/Menhut-II/2009, dan Desakan Penghentian Operasional PT.RAPP serta Peninjauan Kembali terhadap SK tersebut ditujukan kepada Menteri Kehutanan RI

Selain menyadari keberadaan kawasan konsesi HTI di Pulau Padang mengancam keberlangsungan lingkungan hidup dan juga mengancam eksistensi pulau terdepan Indonesia yang sangat strategis dalam aspek pertahanan dan keamanan nasional NKRI seperti Pulau Padang yang merupakan salah satu pulau kecil yang berbatasan langsung dengan Negara malaysia. Konflik berkepanjangan di Pulau Padang yang meliputi 14 desa dipicu oleh keluarnya ijin perusahan hutan tanaman industry PT. RAPP tanggal 12 Juni 2009 itu telah terbukti sebagian besar tumpang tindih dengan tanah-tanah yang sudah menjadi hak masyarakat local, baik berupa perkebunan karet, sagu, maupun areal perladangan dan eks perladanangan dan perkebunan masyarakat.

Penerbitan SK 327 Menhut Tanggal 12 Juni 2009 oleh MS Kaban memberikan tambahan seluas 115.025 Ha terhadap Riau Andalan Pulp And Paper (PT. RAPP). Dari luas areal tambahan 115.025 ha ini, seluas 41.205 ha berada di Pulau Padang. SK 327 Menhut 2009 menjadi landasan PT.RAPP untuk tetap memaksakan kehendaknya melakukan pembabatan Hutan Alam Gambut di Pulau Padang untuk dieksploitasi Kayu Alamnya. Pulau Padang termasuk Kategori Pulau Kecil (UU No 27/2007) mempunyai sumberdaya alam yang terbatas, mempunyai lingkungan yang sensitive. Berdasarkan Rekapitulasi Data Kependudukan Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti pada tanggal 03 April 2011, tercatat jumlah penduduk yang tinggal di Pulau Padang adalah sebanyak 35224 (Tiga puluh lima ribu dua ratus dua puluh empat ) Jiwa yang hidup di pulau tanah gambut dengan Luas 101000 (Seratus sepuluh ribu) Ha di Kabupaten Kepulauan Meranti Propinsi Riau, Indonesia ini. Sementara itu, jika dilihat dari tataruang provinsi Riau yang telah di Perda‐kan dengan Perda nomor 10 Tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Riau maka area PT RAPP di Pulau Padang termasuk dalam kawasan lindung. Penerbitan SK 327 Menhut Tahun 2009 juga bertentangan dengan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung, dimana ditegaskan gambut kedalaman lebih 3 meter harus dijadikan Kawasan Lindung, sementara kedalaman Gambut di Pulau Padang mencapai 8-12 m tentunya perizinan yang berada pada kawasan gambut tersebut selayaknya tidak dapat diberikan izinnya.

Sungguh kami masyarkat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti Riau ingin diakui ada, setara dan sejajar sebagai bangsa Indonesia. Puji Tuhan, kami masyarakat Pulau Padang dalam keadaan yang masih tetap konsisten melanjutkan perjuangan ini. Berlahan namun pasti, kami yakin semuanya akan terkuak dan kemenangan pasti berada di tangan Rakyat.

Kami masyarakat Pulau Padang dapat mengingat persis kejadian 16 Maret 2011 beberapa bulan lalu yang merupakan pertemuan tindak lanjut Penyelesaian Konflik Antara Masyrakat Dengan PT.RAPP 23 Februari 2011 di Aula RSUD Selatpanjang yang di pimpin langsung oleh Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti Irwan Nasir M.si

Mereka 11 Kepala Desa di Pulau Padang bersama Ir. Mahmud Murod selaku Kadishutbun dan Drs. Ichwani Asisten I sekdakab Meranti telah menghianati masyarakat Kecamatan Merbau, pada saat itu masyarakat Pulau Padang sangat kecewa sebab rapat sama sekali tidak mengakomodir aspirasi yang berkembang dan melenceng dari kesepakatan. Sangat penuh dengan smuatan politik, Tim Investigasi atau Tim Pengkajian Ulang berubah menjadi Tim Pengawasan Operasional PT.RAPP. 10 hari kemudian terbukti, tepatnya pada tanggal 27 Maret 2011, PT.RAPP memaksakan kehendak untuk beroperasional di Pulau Padang dengan memasukan 2 Unit Excavator ke Sei Hiu Tanjung Padang. Atas pengkhianatan tersebut, masyarakat Pulau Padang menyampaikan "Mosi Tidak Percaya" terhadap Ir. Mamun Murod selaku Kadishutbun Meranti dan Drs. Ichwani Asisten I sekdakab Meranti dan 11 kepala Desa di Pulau Padang pada tanggal 28 Maret 2011. "Mosi Tidak Percaya" di sampaikan dalam aksi Stempel Darah. Aksi stempel darah ini juga sebagai bukti dan bentuk perlawanan masyarakat terhadap pengkhianatan Asisten I Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Meranti, Drs Ikhwani, dan Kepala Dinas Kehutanan Meranti, Drs Mahmud Morod serta 11 Kepala Desa terhadap kesepakatan pada 23 Februari 2011 dalam dialog multi pihak penyelesaian Konflik antara masyarakat dengan PT.RAPP yang mengutus 61 untuk hadir pada pertemuan yang diadakan di Aula RSUD Selatpanjang.

Aksi Stempel Darah merupakan aksi yang ke 9 kalinya di lakukan masyarakat Pulau Padang sebelum masyarakat Pulau Padang berangkat ke Jakarta mendatangi Kementerian Kehutanan pada kamis tanggal 21 april 2011, Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) di Jalan Latuhari, Jakarta pada tanggal 25 April 2011, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta pada tanggal 27 April 2011, Kementiran Lingkungan Hidup (KLH), dan bahkan juga masyarakat Pulau Padang mendatangi Kedutaan Besar Nerwegia di Jakarta dalam mencari penyelesaian persoalan secara baik dan persuasif sehingga Komnas Ham pada tanggal 29 April 2011 telah melayangkan surat kepada Menteri Kehutanan RI di Gd. Manggala Wanabakti, Jl. Jendral Gatot Subroto, Senayan, Jakarta dengan Surat Nomor: 1.072/K/PMT/IV/2011. Perihal rekomendasi penghentian operasional PT.RAPP dan Desakan Peninjauan Ulang SK Menhut No:327 tersebut.

Dapat kami simpulkan dari hasil analisa sesuai Kronologis Pertemuan hari Rabu 16 Maret 2011 di Kantor Kadishutbun Kabupaten Kepulauan Meranti: Adanya pembacaan Pernyataan Sikap yang lakukan oleh 11 Kepala Desa Se-Pulau Padang. Menariknya pembacaan pernyataan sikap 11 Kepala Desa tersebut dilakukan di rapat yang sejatinya menurut masyarakat untuk membentuk Tim Investigasi atau Tim Pengkajian Ulang sesuai komitment Drs Irwan MSi selaku Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti dimana dalam sambutanya secara tegas mengatakan terkait maraknya aksi massa yang menolak keberadaan HTI di Kepulauan Meranti “mari kita bentuk Tim yang akan mengkaji secara obyektif, jika memang izin HTI di Kepulauan Meranti berdampak positif sama-sama kita terima, akan tetapi jika HTI berdampak Negatif sama-sama kita tolak”. Dimana pengkajian dimulai dari uji kelayakan terhadap Tanah dengan menggunakan Pakar, hingga Tim bekerja untuk mengkaji persoalan Administrasi PT.RAPP sementara redaksional pernyataan sikap yang dibaca Sutrisno): Mendukung sepenuhnya upaya pemerintah kabupaten kepulauan meranti untuk mewujudkan iklim investasi yang kondusif demi kelancaran pembangunan daerah khususnya di pulau padang, kecamatan merbau yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan Masyarakat Sementara 3 Kepala Desa lainya saudara Samaun S.sos, (Bagan Melibur), Kades Toha (Mengkirau) dan Bapak Suyatno selaku Lurah di (Teluk Belitung) tidak menanda tangani Pernyataan Sikap dan tidak mengetahui dimana pernyataan sikap tersebut di konsep. Ini berarti Bahwa Perjuangan Masyarakat Sipil Di Kecamatan Merbau Untuk Penyelamatan Pulau Padang Sedang Berhadapan Dengan Dua Kekuatan Lain Di Masyarakat, Yakni: Sektor Bisnis (PT.RAPP) Dan/Atau Negara

Kini penzaliman terhadap masyarakat Pulau Padang kembali di lakukan oleh 11 Kepala Desa dan PEMKAB MERANTI dengan melakuakan pengangkangan terhadap masyarakat pulau padang melalui penandatanganan MOU antara Kepala Desa dan Lurah se Pulau Padang dengan PT.RAPP pada tanggal 27 Oktober 2011yang lalu. Pertanyaanya, kenapa kami Forum Komunikasi Masyarakat - Penyelamatan Pulau Padang (FKM-PPP) mengatakan cuma 11 Kepala Desa saja?, sebab 3 Kepala Desa saudara Samaun S.sos, (Bagan Melibur), Kades Toha (Mengkirau) dan Edi Gunawan (Desa Lukit) telah menarik kembali dukungan dan kesepakatanya dengan MoU 27 Oktober 2011 dan mengeluarkan surat Penolakan Terhadap Operasional PT.RAPP setelah melakukan Rapat AKBAR dengan masyarakatnya. Berita Acara 3 Kepala Desa terlampir

Tegas kami katakan kepada seluruh pihak, bahwa kami seluruh Masyarakat Pulau Padang, Tokoh Masyarakat, Alim Ulama, Kiyai yang tergabung dalam (FKM-PPP) menyatakan bahwa Penandatanganan MoU pada tanggal 27 Oktober 2011 tersebut di lakukan tanpa adanya musyawarah terlebih dahulu antara Kepala Desa dengan masyarakat untuk mengambil kata sepakat. Dan kami masyarakat Pulau Padang MENOLAK KEBERADAAN OPERASIONAL PT.RAPP Di Wilayah Kami Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti. Riau.

Untuk Itu Kami Forum Komunikasi Masyarakat - Penyelamatan Pulau Padang (FKM-PPP) Menyatakan Sikap;

1. Menyampaikan Mosi Tidak Percaya terhadap 11 Kepala Desa Dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti Yang Telah Menandatangani MoU Dengan PT.RAPP Pada Tanggal 27 Oktober 2011 Tersebut.

2. Menyatakan Dengan Tegas Bahwa Masyarakat Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti Tidak Pernah Mengikuti Rapat Dan Sosialisasi Yang Di Pimpin Oleh Kepala Desa Di Pulau Padang Tentang APAPUN YANG DI SEPAKATI OLEH 11 KEPALA DESA DAN YANG MENJADI KESEPAKATAN Di Dalam MoU Antara Kepala Desa Dengan PT.RAPP.

3. Menyatakan Dengan Tegas Bahwa Penandatanganan MoU Oleh 11 Kepala Desa Dengan PT.RAPP Tidak berhak dinyatakan sebagai Keputusan Masyarakat, Karena Penandatanganan MoU Oleh 11 Kepala Desa Merupakan Keputusan Sepihak Utuk Kepentingan Kelompok Tertentu Yang Memaksakan Kehendak Dengan Tidak Mempertimbangkan Aspirasi Masyarakat. Dan

4. Kami Masyarakat Pulau Padang Menyatakan MENOLAK SEGALA BENTUK OPERASIONAL PT.RAPP Di Kecamatan Merbau, Pulau Tanah Gambut Ini Karena Sagu Hati Dan Pola Kemitraan Bukan Solusi Bagi Masyarakat Pulau Padang.

Untuk dipahami sebenarnya masyarakat Pulau padang tidak anti dengan Investasi, dan kami berpikir tidaklah perlu Hj.Dhiana Anwar, SHD mengharapkan pemerintah harus mampu melindungi kepentingan industri-industri tertentu yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Dan jangan jadikan kami sebagai musuh dengan tudingan-tudingan tanpa dasar, apatah lagi mengganggap apa yang kami lakukan saat ini merupakan aksi konyol. Dan kami tidak seperti yang anda pikirkan, bahwa kami seakan-akan sengaja dikondisikan satu pencitraan negatif oleh pihak-pihak tertentu,”










Selengkapnya...

Senin, 09 Januari 2012

Zulkifli Hasan RASIALIS Harus Bertanggung Jawab

Pertemuan antara DPD-RI dan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan pada tanggal 9 January 2012 jam 16.00 Wib - 19.30 Di Wisma Nusantara III Lantai 8 menghasilkan beberapa hal, diantaranya: Untuk bisa merevisi SK Menhut No 327/2009 dengan MENGELUARKAN HAMPARAN BLOK PULAU PADANG 41.205 Ha tergantung pada hasil kerja a. TIM MEDIASI bentukan menhut b. Rekomendasi Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti yang isinya konkrit seperti diatas.

Dalam pertemuan yang langsung yang dihadiri oleh Ketua DPD-RI Irman Gusman, Pimpinan Komite I Intsiawati Ayus dan Pimpinan Komite II DPD-RI Menteri Kehutanan Zuklifli Hasan sempat menyinggung bebrapa hal:
1. Yang melakukan aksi di DPR-RI di anggap bukan warga Pulau Padang
2. Tentang MoU 14 Kepala Desa Sepulau Padang
3. Serikat Tani Riau dianggap sebagai Provokator
4. Di Pulau Padang di anggap kebanyakan masyarakat pendatang
5. Yang melakukan Aksi jika cuaca hujan tenda dianggap kosong.
dan parahnya lagi data dari masyaraakat Pulau Padang tidak di Gubris.

Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP)berpendapat 5 hal yang sempat di singgung Zulkifli hasan di atas ternilai senada dengan beberapa pandangan dari Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Asosiasi Pulp dan Kertas (APKI).

Kami masyarakat Pulau Padang memahami fungsi Hutan di Indonesia memiliki nilai ekonomi, sosial, lingkungan dan budaya bagi negara dan masyarakat setempat. Jika berbagai peranan itu tidak seimbang, yang satu lebih ditekankan daripada yang lainnya, maka keberlanjutan hutan akan semakin terancam. Dan tentunya, tingkat kerusakan hutan yang tinggi mengakibatkan menurunnya daya kemampuan hutan untuk menjalankan fungsi ekologisnya sehingga dapat menimbulkan dampak pada lingkungan yang serius seperti perubahan iklim, berkurangnya keanekaragaman hayati, ketersediaan sumber daya air dan erosi tanah. Selain itu kami masyarakat Pulau Padang memahami Pentingnya Sumber Daya Alam secara eksplisit di sebutkan dalam pazsal 33 ayat 3 Undang-undang dasar 1945, bahwa:

"bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat"

Pasal ini mengamanatkan bahwa pemenfaatan Sumber daya alam harus di tujukan untuk kepentingan rakyat banyak. Sedangkan bagaimana Sumber daya alam itu seharusnya di kelola termaktub dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1973, telah di amanatkan betapa pentingnya pendayagunaan sumber daya alam tersebut. Butir 10 menyatakan bahwa:

"dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumber alam indonesia harus di gunakan secara rasionil. Penggalian sumber kekayaan alam tersebut harus di usahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan pertimbangan kebutuhan generasi yang akan datang".
Amanat GBHN itu telah mengandung jiwa " berkelanjutan " dengan menekankan perlunya memperhatikan kepentingan antar generasi dan perlunya pengaturan penggunaan Sumber daya alam.

Pemahaman tentang pemenfaatan sumber daya alam yang tidak bijaksana akan menyebabkan kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan akan menggangggu keberlanjutan usaha pembangunan dan bahkan mengancam ekosistem dan peradaban manusia akhirnya menjadi satu kekuatan baru bagi kami masyarakat Pulau Padang bahkan hingga detik ini untuk tetap menlanjutkan perjuangan dengan menggelar AKSI JAHIT MULUT 100 ORANG MASYARAKAT PULAU PADANG. Sangat jelas dan terang kami masyarakat Pulau Padang menekankan kepada pemerintah bahwa pemberian sagu hati oleh PT.RAPP kepada masyarakat Pulau Padang dan Incelaving tidak menyelesaikan persoalan.

Perlu di ketahui, hampir memasuki 2 tahun perjuangan masyarakat pulau padang dalam memenangkan konflik agraria untuk masyarakat pulau padang di Riau setidaknya telah membuktikan kepada sekalian rakyat yang menyaksikan, bahwa pemerintahan kabupaten kepulauan meranti dan pemerintah pusat benar-benar tidak mempunyai konsep penyelesaian konflik yang menguntungkan rakyat. Yang ada malahan kepengecutannya terhadap kaum pemilik modal besar, maka pantaslah dia disebut dengan kakitangan - antek - imperialisme neoliberal dalam negeri.

Jika demikian kenyaataanya, maka kami masyarakat Pulau Padang akan segera membuktikan bahwa kami bukan masyarakat Pendatang, Bahwa kami tidak segelintir orang, bahwa kami bukan perambah hutan, bahwa kami tidak di tunggangi pihak manapun, atau STR di anggap profokator masyarakat pulau padang yang lugu.

Jangan persalahkan lagi Rakyat yang berjuang jika kami menggunakan Hukum dan Cara kami sendiri, Kami akan segera melakukan AKSI PENDUDUKAN Dan PEMBOIKOTAN Kantor-kantor pusat pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti (Kantor BUPATI/DPRD) dalam waktu dekat.

Perjuangan landreform masyarakat pulau padang dalam konflik agraria dengan PT. RAPP patut diapresiasi sebagai bentuk anti-tesa terhadap praktek monopoli tanah yang berlangsung di Indonesia, negeri setengah jajahan setengah feodal menurut Serikat Tani Riau dan Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP).

Kami menilai pemerintah pusat, Khususnya Ir Zukifli Hasan selaku Menhut dan Dirjen Kehutanan Republic Indonesia, terlalu lamban dan kurang tegas dalam menyikapi tuntutan masyarakat kabupaten kepulauan meranti, lamban dalam mengakomodir keinginan masyarakat yang ada di daerah, Hal ini di buktikan dengan tidak adanya respon nyata dari pemerintah pusat atas keresahan masyarakat di kabupaten kepulauan meranti terkait akan beroperasinya PT RAPP di pulau padang kecamatan merbau meski telah mendapatkan Rekomendasi Komnas Ham yaitu tanggal 29 April 2011 Prihal Penghentikan Kegiatan Operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh pihak masyarakat dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti. Selengkapnya...