Rabu, 30 November 2011

3 Kepala Desa Pulau Padang adalah PEJUANG!!

Selamatkan Pulau Padang!!
Pulau Padang Tanah Tumpah Darah Kami, Kan Kami Jaga Sampai Mamti.

Kepada semua pembaca yang kami muliakan, perlu rasanya kami mengajak seluruh pembaca mengingat kembali kejadian dimana ketika Serikat Tani Riau bersama masyarakat Pulau Padang menyampaikan "Mosi Tidak Percaya" terhadap Ir. Mahmud Murod selaku Kadishutbun Meranti dan Drs. Ichwani Asisten I sekdakab Meranti dan 11 kepala Desa di Pulau Padang pada tanggal 28 Maret 2011. "Mosi Tidak Percaya" ini di samapaikan dalam aksi Stempel Darah yang merupakan aksi yang ke 9 kalinya di lakukan masyarakat Pulau Padang sebelum masyarakat Pulau Padang berangkat ke Jakarta mendatangi Kementerian Kehutanan pada kamis tanggal 21 april 2011, Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) di Jalan Latuhari, Jakarta pada tanggal 25 April 2011, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta pada tanggal 27 April 2011, Kementiran Lingkungan Hidup (KLH), dan bahkan juga masyarakat Pulau Padang mendatangi Kedutaan Besar Nerwegia di Jakarta dalam mencari penyelesaian persoalan secara baik dan persuasif sehingga Komnas Ham pada tanggal 29 April 2011 telah melayangkan surat kepada Menteri Kehutanan RI di Gd. Manggala Wanabakti, Jl. Jendral Gatot Subroto, Senayan, Jakarta dengan Surat Nomor: 1.072/K/PMT/IV/2011. Perihal rekomendasi penghentian operasional PT.RAPP dan Desakan Peninjauan Ulang SK Menhut No:327 tersebut.


Menurut masyarakat Pulau Padang, mereka (Ir. Mahmud Murod selaku Kadishutbun Meranti dan Drs. Ichwani Asisten I sekdakab Meranti dan 11 kepala Desa di Pulau Padang)telah menghianati masyarakat Pulau Padang. Karena Pada 16 Maret 2011, rapat yang dipimpin Asisten I Drs Ichwani dan Kadishut Moh.Murod yang turut dihadiri Ketua Komisi I DRPD Meranti dan Ketua komisi II DPRD Meranti secara gamblang mendukung operasional RAPP dengan membentuk tim pengawalan operasional RAPP di Pulau Padang. Padahal, sejatinya, tim yang dibentuk adalah Tim Investigasi yang bekerja untuk mengkaji secara administratif dan uji kelayakan, bukan tim pengawalan operasional terhadap PT.RAPP.

Serikat Tani Riau Kabupaten Kepulauan Meranti Merasa sangat kecewa dengan Sikap Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti Ir Mamun Murod, (Kadishutbun) bersama Asisten I Sekdakab Meranti.

Dalam pertemuan yang merupakan Tindak Lanjut dari pada pertemuan multy pihak penyelesaian Konflik. yang pertemuan tersebut dilaksanakan kan di Kantor Dinas Kehutanan Dan Perkebunan (Kadishutbun)di fasilitasi oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Kepulauan Meranti Ir Mamun Murod, bersama Asisten I Sekdakab Meranti dan anggota Komisi I dan II DPRD Kepulauan Meranti Sangat Penuh Dengan Muatan Politik.

Dalam pertemuan sempat terjadi ketegangan. Hal ini disebabkan oleh sikap kadishutbun Makmun Murad yang mengarahkan Tim, sebagai Tim Pengawas operasional.

Pembentukan TIM Pengkaji sebagaimana ditetapkan pada tgl 23 Feb. 2011 di Aula RSUD Selatpanjang tentang “Tim Pengkaji Kelayakan” di Rubah serta merta menjadi “TIM Pengawas Operasional PT. RAPP di Pulau padang”.

Rapat sama sekali tidak mengakomodir aspirasi yang berkembang dan melenceng dari kesepakatan tanggal 23 februari 2011.

Hasil Analisa Serikat Tani Riau sesuai Kronologis Pertemuan hari Rabu 16 Maret 2011 di Kantor Dinas Kehutanan Dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti:

1. Adanya Pembacaan Pernyataan Sikap yang lakukan oleh 11 Kepala Desa Se-Pulau Padang, Kecuali Bapak Kades Samaun S.sos, (Bagan Melibur),Bapak Kades Toha (Mengkirau) dan Bapak Suyatno selaku Lurah di (Teluk Belitung) 11 kepala desa tersebut mendukung sepenuhnya upaya pemerintah kabupaten kepulauan meranti untuk mewujudkan iklim investasi yang kondusif demi kelancaran pembangunan daerah khususnya di pulau padang, kecamatan merbau yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan Masyarakat.

2. Drs Ikhwani, Asisten I Setdakab Meranti mengatakan keputusan pemerintah dalam mengeluarkan izin operasional PT.RAPP perusahaan tersebut, telah sah secara hukum.

3. Ir Mamun Murod, Kadishutbun Mengatakan pertemuan itu bertujuan untuk membentuk Tim Pengawasan terkait rencana operasional PT RAPP di Pulau Peadang sesuai SK Menhut 327 Tahun 2009.

Hinggalah pada tanggal 27 Maret 2011, PT.RAPP Memaksakan Kehendak Untuk Beroperasional Di Pulau Padang.

Padahal, sejatinya menurut masyarakat, yang dibentuk Pada 16 Maret 2011 adalah Tim investigasi atau tim pengkajian ulang mulai dari kelayakan Tanah dengan menggunakan Pakar, hingga tim bekerja untuk mengkaji persoalan Administrasi PT.RAPP, bukan tim pengawalan, karena itu Aksi stempel darah ini juga sebagai bukti dan bentuk perlawanan masyarakat terhadap pengkhianatan Asisten I Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Meranti, Drs Ikhwani, dan Kepala Dinas Kehutanan Meranti, Drs Mahmud Morod serta 11 Kepala Desa terhadap kesepakatan pada 23 Februari 2011 dalam dialog multy pihak penyelesaian Konflik antara masyarakat yang mengutus 61 Orang pengurus-pengurusnya dengan PT.RAPP mengutus 61 Orang pengurus-pengurus untuk hadir pada pertemuan yang diadakan di Aula RSUD Selatpanjang yang langsung di Pimpin oleh Bupati Drs Irwan MSi selaku Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti.

Dalam sambutan Bupati Kepulauan Meranti, Irwan Nasir secara tegas mengatakan terkait maraknya aksi massa yang menolak keberadaan HTI di Kepulauan Meranti “mari kita bentuk Tim yang akan mengkaji secara obyektif, jika memang izin HTI di Kepulauan Meranti berdampak positif sama-sama kita terima, akan tetapi jika HTI berdampak Negatif sama-sama kita tolak”.

Kini penzaliman terhadap masyarakat kembali di lakukan oleh PEMKAB MERANTI dengan melakuakan pengangkangan terhadap masyarakat pulau padang melalui penandatanganan MOU antara 14 kades dan lurah se Pulau Padang dengan PT.RAPP di Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti pada baru-baru ini tepatnya pada tanggal 27 Oktober 2011.

Ternyata stelah Aksi Jahit Mulut berakhir dengan hasil yang sangat mengecewakan sehingga sempat membuat ratusan orang masyarakat pulau padang mengamuk di ruangan Komisi A, karena hampir seluruh pejabat pemerintah menguasi panggung dan menyeret pembicaraan ke arah MoU pada saat rapat dengar pendapat tersebut kini telah terungkap fakta yang sebenarnya.

Ternyata MoU tersebut lahir dari kemauan sekelompok orang yang memaksakan kehendak dengan menafikan kegelisahan yang menjadi Aspirasi Masyarakat pulau padang.
Kini 3 Kepala desa menyatakan menarik kembali kesepakatan MoU tersebut, hal ini di lakukan oleh Kades Toha dari desa Mengkirau, Samaun desa Bagan melibur dan Edi Gunawan dari desa Lukit.




Dari 3 pernyataan kades di atas tersebut, sesunggunya kita bisa menyimpulkan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Konflik agraria struktural dapat dinyatakan sebagai konflik kelompok masyarakat sipil "melawan" dua kekuatan lain di masyarakat, yakni: sektor bisnis dan/atau negara. Hal inilah yang sesungguhnya sedang terjadi di Pulau Padang. Untuk itu kami dari Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti mengharapkan kerjasama seluruh pihak dalam upaya mengungkap fakta yang sesungguhnya demi penyelamatan Pulau Padang .

Maka sejarah mencatat penguasa dan pemerintah sangat berkepentingan dengan SDA yang di miliki oleh sebuah negara. Dengan demikian bukanlah sesuatu yang sangat menakjubkan ketika pengambil kebijakan atau pemerintah di dalam sebuah Negara mendeklarasikan bahwa semua SDA yang ada di Negara tersebut di kuasai oleh Negara. Sebab Negara memiliki kepentingan maha hebat terhadap sumber daya alam tersebut, khususnya menjadikannya sebagai ‘mesin politik’ dan ‘mesin uang’ bagi golongan yang berkuasa.

Sehingga terkait dengan SK 327 Menhut 2009 Tanggal 12 Juni. Ketidaksanggupan pemerintah dalam mencarikan penyelesaian persolan ini telah memberikan kita satu kesimpulan besar bahwa perbuatan tercela ini dilakukan secara berjama’ah baik itu regulator maupun penguasa modal domestik dan asing. Tiga parasit ekonomi rakyat Riau yang berekses terhadap lemahnya produktivitas rakyat dalam proses produksi yang bermuara pada kemiskinan dan kebodohan yang terstruktur. Yang memerintah hanya selalu membawa jargon bahwa sumber daya alam (SDA) untuk semua masyarakat, tetapi dalam praktik-praktik bisnis dan pemenfaatan SDA tersebut selalu lebih menguntungkan golongan dan kelompoknya sendiri. Seperti apa yang di perlihatkan Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti saat ini.


Selengkapnya...

Minggu, 27 November 2011

Tokoh Masyarakat, Alim Ulama dan Kiyai Gagas (FKM-Pulau Padang)

Selamatkan Pulau Padang. 1 tahun perjuangan Serikat Tani Riau dalam memenangkan konflik agraria untuk masyarakat pulau padang di Riau setidaknya telah membuktikan kepada sekalian rakyat yang menyaksikan, bahwa pemerintahan kabupaten kepulauan meranti dan pemerintah Propinsi Riau benar-benar tidak mempunyai konsep penyelesaian konflik yang menguntungkan rakyat. Yang ada malahan kepengecutannya terhadap kaum pemilik modal besar dan sarat dengan kepentingan.

Subhanallah, dalam perjuangan ini masyarakat Pulau Padang harus bersyukur, karena saat ini telah terbentuk Forum Komunikasi Masyarakat Untuk Penyelamatan Pulau Padang (FKM-Pulau Padang) yang di gagas oleh Para Alim Ulama, dan Tokoh Masyarakat sebagai pencetusnya. Luar biasa, sungguh merupakan kebesaran allah.

Di dalam rapat pembentukan Forum Komunikasi Masyarakat Untuk Penyelamatan Pulau Padang (FKM-Pulau Padang) tersebut, Kiyai Hasyim salah satu tokoh masyarakat Desa Bagan Melibur Kampung Jawa mengatakan.

Sesungguhnya perjuangan ini harus tetap di lanjutkan, karena Allah telah mengingatkan kita,

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar”. (QS: 30: 41)

“Dan bila dikatakan kepada mereka, ‘janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi ini’, mereka menjawab, ‘sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan. ‘Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.” (QS: 2: 11-12)

Selanjutnya dalam menghadapi Bencana SK 327 ini, kita harus hati-hati!! sebab, menurut beliau Rasul pernah bersabda;

Tidak mudah menjadi pemimpin, juga tidak mudah memilih pemimpin. Ini akan di alami oleh suatu masyarakat yang rusak. Masyarakat yang para pemimpin dan politisinya menjadikan Book Of The prince sebagai kitab suci mereka dan mechavelli sebagai panutan mereka.

Masyarakat yang memberikan kesempatan pada orang bodoh berbicara. Kondisi ini pernah di gambarkan oleh nabi Saw dalam sabdanya.

Akan datang kepada manusia tahun-tahun penuh tipu daya, di masa itu para pendusta di benarkan omongannya, sedangkan orang-orang jujur di dustakan, di masa itu para pengkhianat di percaya, sedangkan orang-orang terpecaya justru tidak di percaya. Dan pada masa itu muncul Ruaibidlah kepada rasul, lalu bertanya kepada rasul, apa itu ya Rasul? Rasul menjawab: Seseorang yang bodoh yang di percayai bebrbicara tentang Rakyat/ Publik.



(Hadis Riwayat Ibnu Majjah dari Abu hurairah) Selengkapnya...

Sabtu, 26 November 2011

100 Orang TAMU Untuk SBY=Menhut=DPR-RI

Masih teringat jelas oleh kami Masyarakat Pulau Padang di saat Menteri Kehutanan Republik Indonesia Zulkifli Hasan mengajak semua komponen masyarakat untuk menjaga kelestarian alam.

Sejenak kami masyarakat Pulau Padang merasa takjub dan bangga, bagaimana tidak!! Karena Hal tersebut di sampaikan beliau dalam Sempena Gerakan Penanaman 1 Miliar Pohon di BENGKALIS, luar biasa seakan-akan benar mau menunjukan kepada Rakyat bahwa beliau adalah sosok figur yang peduli akan lingkungan. Pada saat itu Zulkifli Hasan menghimbau agar seluruh komponen masyarakat Kabupaten Bengkalis khususnya, dan masyarakat Indonesia pada umumnya, untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup. Dengan menjaga kawasan hutan dan lingkungan, ianya akan memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia itu sendiri. Sungguh pesan yang sangat berarti bagi kami masyarakat Pulau Padang hingga detik ini.

Selain memberi nasehat, Lebih lanjut Zulkifli Hasan juga mengakui, untuk kawasan hutan di Riau, memang diakui hampir puluhan hutannya dieksploitasi. Akibatnya alam tidak mampu lagi mencegah timbulnya berbagai dampak negatif yang muncul akibat eksploitasi. Namun demikian, Zulkifli menyarankan tidak ada kata terlambat dalam mencegah dan mengatasi kerusakan hutan. Salah satunya adalah dengan memaksimalkan cagar-cagar biosfer, dan upaya menanam pohon.

"Zaman telah berubah, situasi juga berubah, bahkan bumi juga berubah. Perubahan iklim bukan isu lagi, tetapi fakta dan nyata yang dihadapi. Antara lain seperti di tahun 2010 ini, sepanjang tahunnya musim hujan, tidak lagi dua musim," kata Zulkifli seraya mengatakan jika seharusnya musim kemarau, namun akibat perubahan iklim, kondisi musim juga sudah tidak menentu. sungguh bagi kami masyarakat Pulau Padang apa yang di sampaikan menhut sangatlah tepat dan tentunya membutuhkan analisa yang sangat tajam!!

Tidak hanya itu, "Dahulu kawasan hutan memang diatur secara sentralistik, seperti terkait penebangan hutan dan lain-lain. Tepai sejak saya menjadi menteri, saya canangkan untuk penebangan hutan (eksploitasi, red), harus dihentikan, termasuk mengeluarkan izin larangan penebangan pohon," kata Zulkifli lagi. Menhut juga mengingatkan bahwa tanah air, hutan dan lingkungan, adalah kewajiban seluruh lapisan masyarakat untuk menjaganya. Kami masyarakat Pulau Padang sangat terkesan dengan Amanah ini.


Kami masih ingat, dalam kesempatan tersebut, Zulkifli juga ikut melakukan penanaman pohon secara simbolis dan menyerahkan bantuan sebesar Rp50 juta bagi Kelompok Bibit Rakyat (KBR) di Bengkalis, beliau juga mengharapkan adanya kerjasama yang baik dari Pemkab Bengkalis dalam menjaga kelestarian lingkungan, seperti menjaga hutan dan kawasan lingkungan hidup dengan gerakan gemar menanam pohon. Sebab jika hutan dirusak, maka sudah tentu akan merugikan masyarakat banyak katanya.

Menhut juga meminta agar kawasan hutan yang masih ada di Bengkalis ini, dapat dikembangkan dengan baik menjadi hutan tanaman rakyat. "Kalau ada kawasan hutan yang sudah tidak ada lagi hutannya, maka kelolalah bersama dengan rakyat. Utamakanlah rakyat. Sehingga masyarakat merasakan manfaatnya," pintanya lagi.
Selain meminta agar seluruh komponen masyarakat ikut menjaga kelestarian hutan dan lingkungan, Zulkifli juga minta agar penegakan hukum dapat diterapkan dengan


maksimal. Artinya, jika terjadi pembakaran lahan misalnya, maka aturan dan sanksi harus diterapkan.

Tetapi disinilah timbul masalahnya bagi kami masyarakat Pulau Padang saat ini. Hukum bagi kami di negeri ini seperti (Pisau), tajamnya cuma kebawah ketika mengarah ke Rakyat kecil, seperti pembakaran lahan yang di maksud menhut di atas. Tetapi tidak untuk para Pemodal!!

Kami masyarakat Pulau Padang harus terpaksa mengakui hal yang sama, bahwa“…banyak pihak meragukan keseriusan aparat penegak hukum dalam menuntaskan permasalahan carut marut kehutanan yang berdampak pada semakin menurunnya kualitas lingkungan di Provinsi Riau,” akibatnya Melihat penegakan hukum oleh kepolisian terhadap pelanggaran kejahatan kehutanan masih setengah hati. Korupsi semakin berkembang jadi faktor utama meningkatnya penggundulan hutan dan kejahatan kehutanan. Seperti SK 327 MENHUT Tahun 2009 tanggal 12 juni yang saat ini menjadi Landasan Kekuatan Hukum Pemilik modal besar PT.RAPP untuk melakukan Operasionalnya di Pulau Padang.

Kami masyarakat Pulau Padang mengerti dengan apa yang di sampaikan oleh menhut saat itu, kami masih ingat dimana secara khusus menyangkut adanya izin pemanfaatan hutan (HTI) di sejumlah daerah di Kabupaten Kepulauan Meranti, seperti di Pulau Padang Kecamatan Merbau, saat di wawancarai wartawan menurut Zulkifli pihaknya tidak akan gegabah dalam mencabut perizinan dan menghentikannya, namun pihaknya mengaku akan mempelajarinya lebih serius dan mengambil langkah dalam menyelesaikan persoalan tersebut.

Namun harus tegas kami katakan selaku masyarakat Pulau Padang, sebenarnya jika Menhut Zulkifli Hasan berniat baik dan serius peduli terhadap lingkungan sebagaimana di sampaikanya diatas, untuk persoalan Pulau Padang = SK 327 sudah ada sampel pada tahun 2009 yang menegaskan bahwa SK tersebut BERMASALAH!!

Baca saja Riau Pos 22 Desember 2009 contoh kasus Semenajung Kampar yang pernah dibahas Komisi A – Dishut – BLH dan Akademisi yang menghasilkan 4 Point kesimpulan:

1. Terdapat izin yang bermasalah, tumpang tindih dan tidak sesuai peruntukkan.

2. Hasil kajian atau penilelitian akademisi dari UNRI dan UIR disampaikan sepotong-sepotong bahkan dipelintir.

3. Pemberian izin tidak melalui proses lelang yang menurut aturan hal itu mesti dilakukan.

4.AMDAL yang disampaikan sudah tidak berlaku lagi.

• Menurut Dishut dan BLH, ada persoalan dengan perizinan dan itu semua kewenangan Dephut.

• Menurut Kadishut, keluarnya surat keputusan Menhut SK. 327/09 seluruhnya andil Menhut termasuk proses RKT (rencana kerja tahunan) dan RKU (rencana kerja usaha) RAPP.

• Dishut tidak pernah mengeluarkan rekom atau RKT maupun RKU. Dishut hanya mengeluarkan Surat pemberitahuan kepada Menhut Tgl: 2 September 2009 yang isinya memberitahukan kepada Menhut bahwa: SK perubahan ketiga atas Keputusan Menhut Tentang pemberian HPHTI kepada RAPP terhadap areal yang Tumpang tindih dengan Kawasan Suaka Alam (KSA) seluas 5.019 Ha dan Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 23.411 ha.

• Dishut mengusulkan kepada Menhut untuk meninjau ulang dan merevisi keputusan tersebut mengacu dan mengakomodir Surat GubriNo. 522/2004 Ttg perubahan status dari non kawasan hutan menjadi kawasan hutan produksi tetap.

• Rekom Gubri pernah keluar pada tahun 2004 sebelum SK perubahan ke dua perluasan areal HTI RAPP menjadi 235.140 ha dari Menhut No. SK 356/2004.

Sudah sangat jelas SK 327 bermasalah, nah sebenarnya tidak membutuhkan waktu yang lama untuk Menhut mempelajarinya guna mengambil langkah dalam menyelesaikan persoalan tersebut sampai-sampai masyarakat Pulau Padang harus melakukan Aksi unjuk rasa dengan Menjahit mulut di DPRD Riau awal bulan lalu, boleh jadi puncak dari sebuah gunung es. Sebab, ibarat bisul, dalam sebulan ini satu demi satu meletus. Kasus demi kasus sengketa lahan mencuat ke permukaan. Sebelumnya di Rangsang, masih persoalan SK 327, sempat terjadi Insiden (Riauterkini-Pekanbaru)
Hari Kamis sekitar pukul 17.30 WIB. Dua unit alat berat jenis excafator milik PT Sumatera Riang Lestari (SRL) dibakar sekelompok warga Desa Tanjung Kedabu, Kecamatan Rangsang, Kabupaten Kepulauan Meranti. Catatan Penting: pada saat itu Serikat Tani Riau belum terbentuk di Kabupaten Kepulauan Meranti.

Sengketa lahan di Pulau Padang antara masyarakat dengan pengusaha besar adalah yang pertama memanas setelah beberapa waktu lalu protes masyarakat tidak ditanggapi serius oleh para pembuat kebijakan. Masyarakat protes atas diterbitkannya izin pembukaan lahan di Pulau Padang untuk penanaman hutan tanaman industri sebuah perusahaan besar di Riau. Sebenarnya Perjuangan landreform masyarakat pulau padang dalam konflik agraria dengan PT. RAPP patut diapresiasi sebagai bentuk anti-tesa terhadap praktek monopoli tanah yang berlangsung di Indonesia. Masyarakat Pulau Padang yang bergabung dengan Serikat Tani Riau sudah hampir 12 kali melakukan Aksi Massa dan semuanya berlangsung secara damai sehingga melakukan Aksi ke Jakarta dan mendatangi Kementerian Kehutanan pada kamis tanggal 21 april 2011, Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) di Jalan Latuhari, Jakarta pada tanggal 25 April 2011, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta pada tanggal 27 April 2011, Kementiran Lingkungan Hidup (KLH), dan bahkan juga masyarakat Pulau Padang mendatangi Kedutaan Besar Nerwegia di Jakarta dalam mencari penyelesaian persoalan secara baik dan persuasif sehingga Komnas Ham pada tanggal 29 April 2011 telah melayangkan surat kepada Menteri Kehutanan RI di Gd. Manggala Wanabakti, Jl. Jendral Gatot Subroto, Senayan, Jakarta dengan Surat Nomor: 1.072/K/PMT/IV/2011. Perihal rekomendasi penghentian operasional PT.RAPP dan Desakan Peninjauan Ulang SK Menhut No:327 tersebut.

Recomendasi penghentian kegiatan operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh masyarakat Pulau Padang oleh Komnas Ham sangatlah merupakan solusi yang sangat baik, tindakan ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (3) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti bahwa hak atas kesejahteraan di jamin dalam Pasal 36 ayat (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Johny Nelson Simanjuntak, SH sebagai Komisioner Subkomisi Pemantauan Dan Penyelidikan yang menerima langsung pengaduan masyarakat Pulau Padang dan telah mengambil tindakan tegas dengan melayangkan 2 Surat. Yang Pertama kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper Di Pangkalan Kerinci Kematan. Langgam Kabupaten Pelalawan. Provinsi Riau dengan Surat Nomor: 1.071/K/PMT/IV/2011 dan yang Kedua kepada Zulkifli Hasan Menteri Kehutanan di Gd. Manggala Wanabakti, Jl. Jendral Gatot Subroto, Senayan, Jakarta dengan Surat Nomor: 1.072/K/PMT/IV/2011.Di dalam surat yang telah di kirimkan Komnas Ham ke Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan , Johny Nelson Simanjuntak, SH meminta kepada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan Untuk Meninjau Ulang Surat Keputusan No. 327/Menhut-II/2009 dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti. Bahkan Komnasham mendesak Menhut untuk menggunakan kewenangan yang ada padanya untuk menghentikan operasional PT.RAPP di lapangan Sementara peroses peninjauan ulang belangsung.

Namun sampai detik ini opersioal tetap tidak di hentikan.

Konflik di Meranti ini sudah pernah meminta korban ketika seorang operator alat berat tewas dalam aksi unjuk rasa.

Yang terbaru, beberapa hari lalu, masyarakat Pulau Rupat, Bengkalis mengamuk dan membakar lima unit ekskavator milik PT Sumatera Riang Lestari. Tidak hanya itu, masyarakat juga membakar sebuah tug boat milik perusahaan yang membawa bahan bakar. Di ujung pekan, masyarakat di Desa Segati Kecamatan Langgam, Pelalawan juga nyaris bentrok massal dengan pihak perusahaan, juga akibat sengketa lahan SK 327

Bicara Pulau Padang sebenarnya sudah Hampir semua elit politik di Propinsi Riau mengetahui, bahwa Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan salah satu daerah termuda di Provinsi Riau. Kabupaten Kepulauan Meranti terdiri dari Pulau Padang, Pulau Merbau, Pulau Ransang, Pulau Topang, Pulau Manggung, Pulau Panjang, Pulau Jadi, Pulau Setahun, Pulau Tiga, Pulau Baru, Pulau Paning, Pulau Dedap dan Pulau Tebing Tinggi.

Secara Topografi Bentang alam kabupaten Kepulauan Meranti sebagian besar terdiri dari daratan rendah. Pada umumnya struktur tanah terdiri tanah alluvial dan grey humus dalam bentuk rawa-rawa atau tanah basah dan berhutan bakau (mangrove). Lahan semacam ini subur untuk mengembangkan pertanian,perkebunan dan perikanan. Daerah ini beriklim tropis dengan suhu udara antara 25° - 32° Celcius, dengan kelembaban dan curah hujan cukup tinggi. Musim hujan terjadi sekitar bulan September-Januari, dan musim kemarau terjadi sekitar bulan Februari hingga Agustus.

Kepulauan Meranti merupakan daerah yang terdiri dari dataran-dataran rendah, dengan ketinggian rata-rata sekitar 1-6,4 m di atas permukaan laut. Di daerah ini juga terdapat beberapa sungai dan tasik (danau) seperti sungai Suir di pulau Tebingtinggi, sungai Merbau, sungai Selat Akar di pulau Padang serta tasik Putri Pepuyu di Pulau Padang, tasik Nembus di pulau Tebingtinggi), tasik Air Putih dan tasik Penyagun di pulau Rangsang. Gugusan daerah kepulauan ini terdapat beberapa pulau besar seperti pulau Tebingtinggi (1.438,83 km²), pulau Rangsang (922,10 km²), pulau Padang dan Merbau (1.348,91 km²).

Permukaan laut yang di dukung oleh daerah tanah gambut yang kedalamanya mencapai 6-12 meter, tentunya dampak Abrasi tidak bisa di nafikan telah terjadi. Selama ini tiga titik pulau di Meranti, masing-masing Pulau Rangsang, Pulau Merbau dan Pulau Padang, mengalami abrasi sepanjang tahun. Akibatnya, tidak saja ribuan hektar kebun dan ratusan rumah penduduk musnah terjun ke laut. Saat ini, sudah ribuan hektar kebun milik masyarakat yang terjun ke laut di terjang abrasi. Bahkan abrasi juga mengancam kawasan pemukiman masyarakat. Akibatnya, tidak hanya luas daratan yang menyusut. Masyarakat di sejumlah desa di pulau-pulau harus menderita kerugian. Ribuan hektar kebun kelapa dan karet yang runtuh kelaut dan ratusan rumah ikut hancur. Titik kordinat terluar wilayah NKRI di Kabupaten Kepulaun Meranti turut bergeser.

Berdasarkan Rekapitulasi Data Kependudukan Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti pada tanggal 03 April 2011, tercatat jumlah penduduk yang tinggal di Pulau Padang adalah sebanyak 35224 (Tiga puluh lima ribu dua ratus dua puluh empat ) Jiwa yang hidup di pulau tanah gambut dengan Luas 101000 (Seratus sepuluh ribu) Ha di Kabupaten Kepulauan Meranti Propinsi Riau, Indonesia ini. Ingat Bukan TIDAK BERPENDUDUK Lho....

Kami masyarakat Pulau Padang juga merasa bangga ketika Indonesia merupakan penghasil ges emisi rumah kaca ketiga terbesar di dunia, kami juga sangat merasa bangga ketika Indonesia memiliki daerah hutan terluas ketiga di dunia. Hutan dan tanah Gambut berkontribusi 78% emisi Negara sehingga Indonesia berpotensi untuk menyumbang kontribusi 8% emisi sebagaimana di haruskan untuk mencapai target dua drajat yang di stujui saat Konfrensi Perubahan Iklim PBB di Copenhogen pada tahun 2009. Tetapi meskipun Indonesia merupakan Negara percontohan penting untuk program PBB dalam mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (UN-REDD), serta untuk Forest Carbon Partnership Facility and the Forest Investment Program, yang keduanya di kelola oleh Bank Dunia. Namun kebanggaan kami masyaraktat Pulau Padang kabupaten Kepulauan Meranti Riau terhadap prestasi Indonesia yang memiliki daerah hutan terluas ketiga di dunia ini sebaliknya menjadi PETAKA bagi kami.

Pemerintah Pusat Indonesia yang seharusnya segera mengalokasikan Anggaran untuk penyelamatan pulau-pulau terluar di Kabupaten Kepulauan Meranti seperti Pulau Padang dari Ancaman Abrasi yang lambat laun akan menenggelamkan Pulau yang hidup diatasnya sebanyak hampir 35000 Jiwa ini ternyata dengan Fenomena tersebut tidaklah mampu mengetuk hati Pemerintah Indonesia untuk Tanggap dan Peduli meskipun sejak tahun 2008 sebelum Izin Hutan Tanaman Industeri itu di terbitkan masyarakat sudah menentangnya hingga detik ini.

SK 327 MENHUT Tahun 2009 tanggal 12 juni yang saat ini menjadi Landasan Kekuatan Hukum Pemilik modal besar tersebut untuk melakukan Operasionalnya di tentang Keras oleh Rakyat di karenakan Masyarakat Peka dan Tanggap terhadap Rasiko yang akan di terima di beberapa waktu kedepan dan Sumber daya alam baik hayati maupun non-hayati merupakan unsur lingkungan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup bangsa indonesia. Kami masyarakat Pulau Padang memahami Pentingnya Sumber Daya Alam secara eksplisit di sebutkan dalam pazsal 33 ayat 3 Undang-undang dasar 1945, bahwa:

"bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat"

Pasal ini mengamanatkan bahwa pemenfaatan Sumber daya alam harus di tujukan untuk kepentingan rakyat banyak. Sedangkan bagaimana Sumber daya alam itu seharusnya di kelola termaktub dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1973, telah di amanatkan betapa pentingnya pendayagunaan sumber daya alam tersebut. Butir 10 menyatakan bahwa:

"dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumer alam indonesia harus di gunakan secara rasionil. Penggalian sumber kekayaan alam tersebut harus di usahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan pertimbangan kebutuhan generasi yang akan datang".

Menyadari keberadaan kawasan konsesi HTI di Pulau-pulau yang ada di kabupaten kepulauan Meranti seperti Pulau Padang, rangsang dan Tebing Tinggi bukan hanya mengancam keberlangsungan lingkungan hidup tapi juga mengancam eksistensi pulau terdepan Indonesia yang sangat strategis dalam aspek pertahanan dan keamanan nasional NKRI seperti pulau rangsang yang merupakan salah satu pulau kecil yang berbatasan langsung dengan Negara malaisia.

Amanat GBHN itu telah mengandung jiwa " berkelanjutan " dengan menekankan perlunya memperhatikan kepentingan antargenerasi dan perlunya pengaturan penggunaan Sumber daya alam. pemenfaatan sumber daya alam yang tidak bijaksana akan menyebabkan kerusakan lingkungan. kerusakan lingkungan akan menggangggu keberlanjutan usaha pembangunan dan bahkan mengancam ekosistem dan peradaban manusia. Karena itulah Serikat Tani Riau Kabupaten Kepulauan Meranti bersama masyarakat Pulau Padang menganggap pemberian sagu hati oleh PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) kepada masyarakat Pulau Padang tidak menyelesaikan persoalan.

Selamatkan Pulau Padang, Penolakan masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti terhadap Hutan Tanaman Industeri (HTI) di Kabupaten Kepualuan Meranti ini juga kami lakukan karenakan HTI tidak terlepas dari sejarah konflik Agraria di Indonesia, khususnya di Riau. Permasalahan yang bermula dari rapuhnya pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960, hingga kepada pemberian tanpa batas hak pengelolaan lahan dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya kepada pemilik modal atau kasarnya Negara tidak mampu menegaskan batas maksimal penguasaan lahan – tanah – yang boleh dikuasai atau dikelola. Dan hal ini sangat Jelas sudah terjadi di Kabupaten Kepulauan Meranti khususnya Pulau- Pulau Tanah Gambut yang ada di wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti. Ketidakjelasan tersebut didukung dengan buramnya sistem administrasi pertanahan. Untuk itu pada Tanggal 1-2 februari 2011, sebanyak 3000 orang Masyarakat telah mendatangi Kantor Bupati Kepulauan Meranti dan menginap guna menuntut Pencabutan Izin PT. RAPP, SK No. 327 Menhut 2009, dan menyerahkan Petisi Penolakan Masyarakat terhadap Rencana Operasional PT. RAPP di Pulau Padang PT. SRL di Rangsang dan PT. LUM di Tebing Tinggi kepada Pemerintah Kabupaten yang di wakili oleh asisten I Ikhwani.

Selamatkan Pulau Padang. Secara kepemilikan tanah di Indonesia, Menurut kami, peruntukan lahan bagi perkebunan skala besar jelas-jelas menumbuhkan penindasan struktural serta menjauhkan kaum tani dari kesejahteraan apalagi saat ini telah terbukti bahwa kedalaman gambut di Pulau Padang mencapai 6 hingga 12 meter. Apalagi saat ini telah di ketahui, dari Areal Konsessi PT.RAPP yang mencapai 41.205 hektar, Lebih kurang seluas 25 ribu hektarenya di Kecamatan Merbau terdapat kubah gambut dengan kedalaman mencapai 8 meter yang berpotensi besar menghasilkan karbon REDD plus. Dimana kita paham dengan adanya gambut itu, merupakan potensi menjadi suatu program yang diberikan insentif oleh lembaga donor dunia yang pusatnya berada di Kota Paris, negara Prancis.

Selamatkan Pulau Padang. Serikat Tani Riau bersama masyarakat pulau padang berpendapat, Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) di wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti oleh pemerintah kepada PT.RAPP tidak memiliki alasan yang kuat. Menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, serta mendatangkan devisa bagi Negara itu semua tidak berarti bagi Rakyat di kabupaten ini. Kami Serikat Tani Riau dan masyarakat pulau padang sangat mengetahui alasan kelasik pihak perusahaan nantinya. Sesuai izin yang diberikan pemerintah, di lokasi ini PT.RAPP hanya diberi kewenangan atas pengelolaan kawasan hutan, bukan untuk memilikinya.“Tanah itu milik negara, bukan milik perusahaan yang mengantongi izin Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dari pemerintah,” Rakyat sudah sangat mengerti dalil-dalil busuk ini.

Perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kedaulatan politik dan kemandirian ekonomi sejak pra kemerdekaan sampai saat ini masih menghadapi musuh yang sama yakni penjajahan modal oleh kaum Imperialisme-Neoliberalisme yang bersekutu dengan pemerintahan didalam negeri. Meskipun Kapitalisme telah terbukti gagal mensejahterakan mayoritas rakyat serta menuliskan sejarah suram dalam lembar sejarah peradaban masyarakat manusia, namun pemerintahan kaki tangannya didalam negeri tetap setia mengabdi untuk kepentingan tuan modalnya sehingga di terbitkanya SK 327 Menhut 2009 Tanggal 12 Juni yang menjadi landasan PT.Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) untuk tetap memaksakan kehendaknya di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti Riau. Sungguh sangat nyata kebijakan politik-ekonomi pemerintah di negeri saat ini, baik nasional maupun daerah telah memperlihatkan kepada masyarakat Pulau Padang dampak yang tak teratasi.

Selamatkan Pulau Padang. Pola Kemitraan Dalam Pengelolaan Tanaman Kehidupan. Jika ini jawaban Direktorat Jenderal Bina Usaha kehutanan tertanda Direktur jenderal Imam Santoso, dengan Surat No. S.1055/VI-BPHT/2010 pada tanggal 3 November 2010 yang merupakan surat balasan Dari permohonan Peninjauan Ulang IUPHHK-HTI PT. LUM, PT. SRL dan PT. RAPP terkait dengan penolakan HTI tentunya jawaban ini menurut kami sangat TIDAK MENGAKOMODIR Aspirasi masyarakat secara Objektif dan Ilmiah sesuai Fakta di lapangan. Memuluskan investasi di negeri ini yang oleh pemerintah diproyeksikan sebagai skenario penting dengan Jargon Sumber Daya Alam (SDA) untuk Kesejahteraan Rakyat untuk meningkatkan ketersediaan lapangan pekerjaan sekaligus memompa devisa, mengkondisikan masyarakat bukan lagi sebagai kekuatan produktif, melainkan sekadar konsumen pasif terhadap kebijakan-kebijakan.

Selamatkan Pulau Padang, Penerbitan SK 327 Menhut Tahun 2009 Tanggal 12 Juni yang telah di Tuhankan oleh APRIL/RAPP yang saat ini melakukan pembabatan Hutan Alam Gambut Dalam di Semenanjung Kampar dan PT.SRL di Pulau Rangsang, dan PT.RAPP, di Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti untuk dieksploitasi Kayu Alamnya bertentangan dengan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung, dimana ditegaskan gambut kedalaman lebih 3 meter harus dijadikan Kawasan Lindung sehingga perizinan yang berada pada kawasan gambut tersebut selayaknya tidak dapat diberikan izinnya.

Selamatkan Pulau Padang. Kami masyarakat Pulau Padang, tetap bersikukuh mendesak agar pemerintah meninjau ulang SK Menhut Nomor 327/Menhut-II/2009 tertanggal 12 Juni 2009. Karena SK Menhut ini merupakan sebuah eksekusi terhadap keleluasaan masyarakat dalam mengelola hutan di Pulau Padang.

Tentunya kami masyarakat Pulau Padang tidak akan pernah tinggal diam dalam melihat sikap Pemerintah Indonesia ini, perlawanan rakyat terhadap Operasional Perusahaan HTI di kabupaten kepulauan Meranti hingga detik ini masih tetap di lakukan. Dan kami peserta AKSI JAHIT MULUT siap mati. Demi tuhan kami tidak akan kembali dan menghentikan aksi ini sampai ajal menjemput, jika pemerintah tidak segera merespon aksi kami dengan menghentikan Opersional PT.RAPP di Pulau Padang.

Perlu di ketahui semua pihak. Pada hari minggu tanggal 27 Maret 2011 2 Unit Escavator PT.RAPP tetap memaksakan kehendaknya untuk beroperasi di Pulau Padang, dan akhirnya kami terpaksa melakukan Aksi Penghadangan. Namun kenyataanya 2 Unit Escavator tersebut mendapat pengawalan dari pihak Kepolisian dan beberapa sukerity pihak perusahaan. Sesuai harapan Pihak Kepolisian pada waktu itu, masyarakat di arahkan untuk tetap menciptakan suasana Kondusif dan kami masyarakat Pulau Padang juga memahami hal tersebut, tentulah kami tidak mau terlibat dengan urusan Pidana yang pada akhirnya akan merugikan perjuangan ini. Memahami Pihak perusaahan mengantongi izin dari Pemerintah melalui Hak Pengusaan Hutan (HPH) atau apalah namanya, tentunya Pengusaha memiliki Legitimasi Hukum yang pada akhirnya suka atau tidak suka, rela atau tidak rela. Berbicara HUKUM tentunya INVESTOR akan di jamin keamananya oleh Negara. Sehingga sejarah mengungkap terlalu sering penyelesaian dari sebuah Konflik Agraria berakhir dengan menjadikan Kaum Tani sebagai Tersangkanya dengan Tuduhan Kasus Penyerobotan Lahan Pihak Perusahaan lalu rakyat di kalahkan di persidangan di belakangan hari.

Melalui keputusan Direktur Utama PT.RAPP Nomor:SK.06/RAPP/III/2011 tentang Pengesahan Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemenfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industeri (RKTUPHHK HTI) Tahun 2011 A.N.PT.RAPP Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau telah di sebutkan peralatan berat untuk areal PT.RAPP Blok Pulau Padang, Estate Pulau Padang di rencanakan akan masuk sejumlah 1.025 (Seribu dua puluh lima) unit alat berat.

Selamatkan Pulau Padang. Sungguh masyarakat Pulau Padang dan Rangsang saat ini sedang menunggu kejadian yang akan berdampak sama dengan kejadian di beberapa kabupaten di Riau, seperti kabupaten Kampar, Bengkalis, Siak dan Pelalawan serta beberapa kabupaten lainnya dan bahkan di Provinsi-provinsi lain di wilayah NKRI ini. Kenyataan bentrok fisik antara Masyarakat dengan Pihak Kepolisian sebagai Pihak Keamananpun terkadang tidak bisa terhindarkan, seperti yang terjadi di Jambi, Lampung dan Lombok Barat. Sesungguhnya apa yang terjadi di Pulau Rupat jelaslah sama kenyataanya dengan apa yang di hadapi oleh masyarakat di Pulau Rangsang dan Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti. Melihat kenyataan ini tentunya tidaklah cukup hanya dengan mengandalkan rasa prihatin. Persoalan Pulau Padang sudah mencapai titik kritis. Tetapi pemerintah di tingkatan Daerah dan Propinsi Riau memberikan lampu hijau kepada PT.RAPP dan tidak memperdulikan nasib masyarakat setempat hingga detik ini.

Konflik agraria struktural dapat dinyatakan sebagai konflik kelompok masyarakat sipil "melawan" dua kekuatan lain di masyarakat, yakni: sektor bisnis dan/atau negara. Hal inilah yang sesungguhnya sedang terjadi di Pulau Padang. Untuk itu kami dari Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti mengharapkan kerjasama seluruh pihak dalam upaya mengungkap fakta yang sesungguhnya demi penyelamatan Pulau Padang .

Maka sejarah mencatat penguasa dan pemerintah sangat berkepentingan dengan SDA yang di miliki oleh sebuah negara. Dengan demikian bukanlah sesuatu yang sangat menakjubkan ketika pengambil kebijakan atau pemerintah di dalam sebuah Negara mendeklarasikan bahwa semua SDA yang ada di Negara tersebut di kuasai oleh Negara. Sebab Negara memiliki kepentingan maha hebat terhadap sumber daya alam tersebut, khususnya menjadikannya sebagai ‘mesin politik’ dan ‘mesin uang’ bagi golongan yang berkuasa.

Sehingga terkait dengan SK 327 Menhut 2009 Tanggal 12 Juni. Ketidaksanggupan pemerintah dalam mencarikan penyelesaian persolan ini telah memberikan kita satu kesimpulan besar bahwa perbuatan tercela ini dilakukan secara berjama’ah baik itu regulator maupun penguasa modal domestik dan asing. Tiga parasit ekonomi rakyat Riau yang berekses terhadap lemahnya produktivitas rakyat dalam proses produksi yang bermuara pada kemiskinan dan kebodohan yang terstruktur. Yang memerintah hanya selalu membawa jargon bahwa sumber daya alam (SDA) untuk semua masyarakat, tetapi dalam praktik-praktik bisnis dan pemenfaatan SDA tersebut selalu lebih menguntungkan golongan dan kelompoknya sendiri. Seperti apa yang di perlihatkan Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti saat ini.






. Selengkapnya...

Jumat, 25 November 2011

Bom Waktu Masyarakat Pulau Padang

Oleh drh. Chaidir

MASIH ingat tragedi kapal mewah Titanic? Kapal itu tenggelam dalam pelayaran perdana dari Inggeris ke New York seabad lalu karena menabrak sebuah gunung es di Samudra Atlantik. Sebagian besar dari 1500 selebritis jemputan dalam pelayaran tersebut, ikut tenggelam ke dasar samudra. Gunung es, tampak kecil di permukaan, tapi di bawah permukaan laut tak terkira.

Teori gunung es populer dalam ilmu sosial untuk mempelajari anatomi sebuah permasalahan. Seringkali, apa yang terlihat di permukaan, hanyalah sebagian kecil dari permasalahan. Sebagian besar terbenam di bawah permukaan dan justru di sanalah akar masalahnya, kait mengkait bak benang kusut. Bila yang di bawah permukaan itu gagal dibaca secara seksama, situasi bisa berbahaya.

Aksi unjuk rasa jahit mulut yang
dilakukan oleh lima orang masyarakat Pulau Padang, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti di DPRD Riau awal bulan lalu, boleh jadi puncak dari sebuah gunung es. Sebab, ibarat bisul, dalam sebulan ini satu demi satu meletus. Kasus demi kasus sengketa lahan mencuat ke permukaan. Sengketa lahan di Pulau Padang antara masyarakat dengan pengusaha besar adalah yang pertama memanas setelah beberapa waktu lalu protes masyarakat tidak ditanggapi serius oleh para pembuat kebijakan. Masyarakat protes atas diterbitkannya izin pembukaan lahan di Pulau Padang untuk penanaman hutan tanaman industri sebuah perusahaan besar di Riau. Konflik di Meranti ini sudah pernah meminta korban ketika seorang operator alat berat tewas dalam aksi unjuk rasa.

Yang terbaru, beberapa hari lalu, masyarakat Pulau Rupat, Bengkalis mengamuk dan membakar lima unit ekskavator milik PT Sumatera Riang Lestari. Tidak hanya itu, masyarakat juga membakar sebuah tug boat milik perusahaan yang membawa bahan bakar. Di ujung pekan, masyarakat di Desa Segati Kecamatan Langgam, Pelalawan juga nyaris bentrok massal dengan pihak perusahaan, juga akibat sengketa lahan.

Serupa tapi tak sama, di Indragiri Hulu, Bupati Yopi Arianto dilaporkan ke Polda Riau karena dituduh menampar seorang karyawan perusahaan ketika Sang Bupati mencoba membantu menyelesaikan konflik lahan antara perusahaan dengan masyarakatnya. Sang Bupati berusaha untuk membela masyarakatnya yang berada pada posisi lemah. Dan sebenarnyalah masih panjang catatan sengketa lahan rakyat pada satu sisi dengan pemodal kuat pada sisi lain yang terjadi di Riau. Korban sudah berjatuhan. Sebut saja di Kabupaten Rokan Hulu, di Kecamatan Pinggir Bengkalis, di Kabupaten Kuantan Singingi, di Kabupaten Kampar, dan di Kabupaten Rokan Hilir

Masih di Riau, ada pula pembukaan puluhan ribu hektar lahan untuk perkebunan sawit tanpa ada izin sama sekali. Ajaib! Berarti pemerintah kita, entah pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan, desa, mungkin telah lama absen sehingga tidak tahu apa yang sedang terjadi di depan batang hidungnya. Adakah daerah ini sebuah terra incognita, wilayah tak dikenal, dengan demikian berarti juga tak bertuan?

Kita sama sekali tidak anti pemodal besar, mereka diperlukan. Masih banyak lahan kita yang merana tak produktif, mubazir. Kenapa bukan itu saja yang diolah? Bukankah pemodal punya alat berat dan punya teknologi? Di sinilah pemerintah harus hadir, jangan absen. Fasilitasi pemodal, lindungi rakyat. Masalah sengketa lahan ini masalah serius., bagi rakyat ini masalah hidup mati. Hadapi dengan serius. Kalau tidak, bom waktu itu siap meledak bila-bila masa.
Selengkapnya...

Konflik di Pulau Padang SENGAJA DIPELIHARA

Pernyataan Bupati Kepulauan Meranti, Irwan Nasir yang di langsir oleh PEKANBARU,RIAUPLUS.COM baru-baru ini yang mengatakan - Tak kunjung tuntasnya konflik lahan antara masyarakat dengan PT Riau andala Pulp and Paper (PT RAPP) di Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, ternyata juga dipicu konflik antara masyarakat tempatan dengan kelompok masyarakat

di luar itu menurut Serikat Tani Riau adalah salah satu upaya yang sengaja di lakukan untuk mengkaburkan persoalan yang sebenarnya yang sudah tidak bisa di tutupi lagi Bahwa masyarakat Pulau Padang dari awal sudah menolak keberadaan PT.RAPP di Pulau Padang.

Jika Bupati Kepulauan Meranti, Irwan Nasir mengakui adanya Kedua kelompok lain , mengaku sebagai pemilik lahan di areal Konsesi PT RAPP sebagaimana di sampaikan beliau disela-sela menghadiri Rapat Forkorpimda Riau di Hotel Labersa tentunya hal tersebut pantas terjadi, karena Perlu di ingat, dalam perjalanan satu Tahun perjuangan Serikat Tani Riau bersama masyarakat Pulau Padang melakukan mobilisasi massa menuntut pencabutan SK No. 327 Menhut Tahun 2009 perihal penolakan HTI PT.RAPP. Menurut kami Pembodohan massal para Mafia Tanah yang telah mengkapling-kapling hutan dengan modus membuat Kelompok Tani lalu menjualnya ke masyarakat dengan harga beragam dari Rp. 750.000-Rp. 2000.000 perkapling, selain cara ini juga di manfaatkan oleh oknum tertentu untuk mengutip pundi-pundi uang sebelum PT. RAPP melakukan operasionalnya saat itu. Hal ini juga SENGAJA DIPELIHARA oleh pihak Pemerintah GUNA menjadi TAKTIK PECAH BELAH bagi persatuan rakyat untuk menolak operasional PT.RAPP di Kecamatan Merbau, sehingga menimbulkan issue Pro dan Kontra terhadap persoalan HTI ini.

Sebab Propaganda mendapatkan Ganti Rugi dari PT.RAPP cukup menjadi daya tarik kuat sebelum PT.RAPP melaksanakan operasionalnya, sehingga banyak masyarakat awam menjadi korbanya mulai dari masyarakat Pulau Padang itu sendiri, hinggalah termasuk warga Selatpanjang, masyarakat desa Lalang, Desa Kayu Ara, dan Sungai Apit Kabupaten Siak dan masyarakat Kabupaten Bengkalis.


Jika dari hasil evaluasi dan inventarisasi Pemda Meranti konflik di Pulau Padang, banyak kepentingan. Ini dikarenakan adanya kelompok lain di luar masyarakat yang mengaku memiliki dokumen kepemilikan di lahan konsesi PT.RAPP. sebenarnya meurut kami tentunnya hal ini bisa di jawab dengan gampang kenapa haltersebut bisa terjadi. maka jawabnya Masalah ini sengaja di ciptakan!!

Kami Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti bersama masyarakat Pulau Padang yang menolak keberadaan HTI PT.RAPP menyimpulkan Tidak adanya KEBERANIAN Pemerintah, Aparat Penegak Hukum (Kepolisian), Dishut, dan BPN Bahkan Menhut dalam MENINDAK TEGAS Para Mavia Tanah di Pulau Padang telah membuktikan kepada kami bahwa Komunitas Ini Sengaja Di PELIHARA.
Selengkapnya...

Rabu, 23 November 2011

Pemerintah Harus BELAJAR MENDENGAR!!

Oleh; Muhamamd Ridwan

Selamatkan Pulau Padang, Sungguh kami masyarkat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti Riau ingin diakui ada, setara dan sejajar sebagai bangsa Indonesia.

Puji Tuhan, kami masyarakat Pulau Padang dalam keadaan yang masih tetap konsisten melanjutkan perjuangan ini. Berlahan namun pasti, kami yakin semuanya akan terkuak dan kemenangan pasti berada di tangan Rakyat.

Sungguh Pemerintah Harus BELAJAR MENDENGAR!!
Tepatnya 2 hari setelah masyarakat Pulau Padang mengamuk di Ruangan Komisi A DPRD Profinsi Riau Senin (14/11) karena Bagus Santoso dalam menanggapi permintaan warga Pulau Padang yang telah mengatakan bahwa DPRD, khususnya Komisi A, segera akan mengajukan rekomendasi kepada pihak terkait agar bisa didengar oleh pemerintah pusat dan PT RAPP, sehingga akan ada penyelesaian yang berpihak pada rakyat ternyata tidak terbukti.

Kini kembali janji-janji terucap, 18 November 2011 tentag Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau akan mengkaji ulang izin PT Sumatera Riang Lestari (SRL) di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis. Dimana kita paham Kaji ulang itu dilakukan terkait dibakarnya lima eskavator milik PT SRL yang menguasai areal seluas 38 ribu hektar lebih hutan Rupat, oleh ratusan warga saat berlangsungnya aks unjuk rasa, Kamis (17/11) sekitar pukul 10.00 WIB,

Janji yang memberi pengharapan besar masyarakat Pulau Rupat itu keluar dari pernyataan Wakil Gubernur Riau, HR Mambang Mit kepada Halloriau.com, Jumat di gedung DPRD Riau.

"Ya, saya setuju dengan usul anggota DPRD Bengkalis untuk kembali mengkaji izin HTI perusahaan SRL,"kata Wakil Gubernur Riau saat itu

Menurut beliau izin perusahaan harus dibahas secara konfrehensif, Begitu juga dengan dibentuknya pansus oleh DPRD tujuannya bukan untuk mendiskreditkan atau antipati terhadap perusahaan." Itu tak benar,"tegasnya.

Karena katanya, perusahaan harus taat hukum dan harus dikawal. Karena perusahaan itu merupakan investasi. Tapi bersamaan dengan itu lanjutnya, perusahaan juga harus mempertimbangkan lingkungan yang ada disekitar wilayahnya."Bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat, itu juga harus dipikirkan oleh perusahaan,"jelasnya.

Jangan sampai kata Mambang keberadaaan perusahaan itu malah merusak lingkungan. Karena perusahaan itu tak di langit. Jadi harus ada interaksi dan saling menjaga antara perusahaan dan masyarakat.



Perlu di ketahui oleh semua Pihak,
SK 327 MENHUT Tahun 2009 tanggal 12 juni yang saat ini menjadi Landasan Kekuatan Hukum Pemilik modal besar PT.RAPP tersebut untuk melakukan Operasionalnya di tentang Keras oleh Rakyat di karenakan Masyarakat Peka dan Tanggap terhadap Rasiko yang akan di terima di beberapa waktu kedepan dan Sumber daya alam baik hayati maupun non-hayati merupakan unsur lingkungan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup bangsa indonesia. Kami masyarakat Pulau Padang memahami Pentingnya Sumber Daya Alam secara eksplisit di sebutkan dalam pazsal 33 ayat 3 Undang-undang dasar 1945, bahwa:

"bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat"

Pasal ini mengamanatkan bahwa pemenfaatan Sumber daya alam harus di tujukan untuk kepentingan rakyat banyak. Sedangkan bagaimana Sumber daya alam itu seharusnya di kelola termaktub dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1973, telah di amanatkan betapa pentingnya pendayagunaan sumber daya alam tersebut. Butir 10 menyatakan bahwa:

"dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumer alam indonesia harus di gunakan secara rasionil. Penggalian sumber kekayaan alam tersebut harus di usahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan pertimbangan kebutuhan generasi yang akan datang".

Menyadari keberadaan kawasan konsesi HTI di Pulau-pulau yang ada di kabupaten kepulauan Meranti seperti Pulau Padang, rangsang dan Tebing Tinggi bukan hanya mengancam keberlangsungan lingkungan hidup tapi juga mengancam eksistensi pulau terdepan Indonesia yang sangat strategis dalam aspek pertahanan dan keamanan nasional NKRI seperti pulau rangsang yang merupakan salah satu pulau kecil yang berbatasan langsung dengan Negara malaisia.

Amanat GBHN itu telah mengandung jiwa " berkelanjutan " dengan menekankan perlunya memperhatikan kepentingan antargenerasi dan perlunya pengaturan penggunaan Sumber daya alam. pemenfaatan sumber daya alam yang tidak bijaksana akan menyebabkan kerusakan lingkungan. kerusakan lingkungan akan menggangggu keberlanjutan usaha pembangunan dan bahkan mengancam ekosistem dan peradaban manusia. Karena itulah Serikat Tani Riau Kabupaten Kepulauan Meranti bersama masyarakat Pulau Padang menganggap pemberian sagu hati oleh PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) kepada masyarakat Pulau Padang tidak menyelesaikan persoalan tentunya begitu juga dengan Pola Kemitraan Dalam Pengelolaan Tanaman Kehidupan.

Jika Pola Kemitraan Dalam Pengelolaan Tanaman Kehidupan ini adalah jawaban dari Direktorat Jenderal Bina Usaha kehutanan tertanda Direktur jenderal Imam Santoso, dengan Surat No. S.1055/VI-BPHT/2010 pada tanggal 3 November 2010 yang merupakan surat balasan Dari permohonan Peninjauan Ulang IUPHHK-HTI PT. LUM, PT. SRL dan PT. RAPP terkait dengan penolakan HTI tentunya jawaban ini menurut kami sangat TIDAK MENGAKOMODIR Aspirasi masyarakat secara Objektif dan Ilmiah sesuai Fakta di lapangan. Memuluskan investasi di negeri ini yang oleh pemerintah diproyeksikan sebagai skenario penting dengan Jargon Sumber Daya Alam (SDA) untuk Kesejahteraan Rakyat untuk meningkatkan ketersediaan lapangan pekerjaan sekaligus memompa devisa, mengkondisikan masyarakat bukan lagi sebagai kekuatan produktif, melainkan sekadar konsumen pasif terhadap kebijakan-kebijakan.

Selamatkan Pulau Padang, Penolakan masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti terhadap Hutan Tanaman Industeri (HTI) di Kabupaten Kepualuan Meranti ini juga kami lakukan karenakan HTI tidak terlepas dari sejarah konflik Agraria di Indonesia, khususnya di Riau. Permasalahan yang bermula dari rapuhnya pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960, hingga kepada pemberian tanpa batas hak pengelolaan lahan dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya kepada pemilik modal atau kasarnya Negara tidak mampu menegaskan batas maksimal penguasaan lahan – tanah – yang boleh dikuasai atau dikelola. Dan hal ini sangat Jelas sudah terjadi di Kabupaten Kepulauan Meranti khususnya Pulau- Pulau Tanah Gambut yang ada di wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti. Ketidakjelasan tersebut didukung dengan buramnya sistem administrasi pertanahan. Untuk itu pada Tanggal 1-2 februari 2011, sebanyak 3000 orang Masyarakat telah mendatangi Kantor Bupati Kepulauan Meranti dan menginap guna menuntut Pencabutan Izin PT. RAPP, SK No. 327 Menhut 2009, dan menyerahkan Petisi Penolakan Masyarakat terhadap Rencana Operasional PT. RAPP di Pulau Padang PT. SRL di Rangsang dan PT. LUM di Tebing Tinggi kepada Pemerintah Kabupaten yang di wakili oleh asisten I Ikhwani.

Selamatkan Pulau Padang, Penerbitan SK 327 Menhut Tahun 2009 Tanggal 12 Juni yang telah di Tuhankan oleh APRIL/RAPP yang saat ini melakukan pembabatan Hutan Alam Gambut Dalam di Semenanjung Kampar dan PT.SRL di Pulau Rangsang, dan PT.RAPP, di Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti untuk dieksploitasi Kayu Alamnya bertentangan dengan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung, dimana ditegaskan gambut kedalaman lebih 3 meter harus dijadikan Kawasan Lindung sehingga perizinan yang berada pada kawasan gambut tersebut selayaknya tidak dapat diberikan izinnya.











Selengkapnya...

Pulau Rupat, Sesungguhnya Pemerintah Harus Belajar MENDENGAR!!

Sumber: Muhamad Ridwan
Ketua Komite Pimpinan Daerah- Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau



Sesungguhnya Pemerintah Harus Belajar MENDENGAR!! Sebelum 5 Unit Alat berat PT.SRL Di Bakar oleh masyarakat Pulau Rupat 18 November 2011, kita paham dan mengetahui bahwa ketua Komisi A DPRD Propinsi Riau Bagus Santoso melakukan kunjungan lapangan sebagai tindak lanjut atas pengaduan masyarakat terkait aktivitas PT SRL di Pulau Rupat yang pada akhirnya menyaksikan langsung kenyataan pembangunan kanal-kanal di pulau tersebut oleh PT SRL yang sampai menggusur rumah masyarakat. Kami dari Serikat Tani Riau bersama masyarakat Pulau Padang merasa perlu mengingatkan kembali, kepada semua pihak bahwa tepatnya pada Kamis Tanggal 11 februari 2011, Komisi B DPRD Propinsi Riau juga telah melakukan Kunjungan Kerja Ke Pulau Padang dan Rangsang. Kunjungan kerja tersebut sebagai bentuk respon dari aksi massa tanggal 1 dan 2 Februari 2011 di Kantor Bupati Kepulauan Meranti yang melakukan Penolakan Operasional Perusahaan HTI PT RAPP di Pulau Padang.

Pada saat itu, Komisi B DPRD Propinsi Riau, yang diwakili oleh wakil komisi B Zulfan Heri, Sumiyati, dan Mahdinur melakukan kunjungan dinas untuk bertemu masyarakat pulau padang yang menolak akan beroperasinya PT. RAPP dan akan melihat langsung lokasi kegiatan operasional PT. SRL di Pulau Rangsang. Zulfan Heri dalam penyampaiannya berjanji bahwa DPRD Propinsi Riau akan membentuk Pansus HTI Riau secepat-cepatnya, agar pansus tersebut dapat mengakaji secara obyektif tentang dampak negative dan positif yang bakal ditimbulkan oleh operasional PT. RAPP di Pulau padang dan secara umum di Propinsi Riau. Dari hasil kunjungan kerja Komisi B DPRD Propinsi Riau, yang diwakili oleh wakil komisi B Zulfan Heri, Sumiyati, dan Mahdinur ke PT.SRL tersebut telah mendapat kesimpulan: Izin PT.SRL terancam di cabut dan operasional HTI dapat menenggelamkan Pulau, sebagai mana pemberitaan media. Sehingga Akhirnya timbullah wacana untuk di bentuknya Pansus HTI se-Riau. dan Pansus HTI pun di Gagalkan Oleh lembaga Itu Sendiri, timbul pertanyaan sesungguhnya ada apa ini?

Tinjau Ulang SK 327 Menhut Tahun 2009 dan Hentikan Operasional PT.RAPP Di Pulau Padang, PT.SRL di Pulau Rupat dan Rangsang sekarang jugaWujud nyata PT.SRL di Pulau Rupat yang telah terjadi Insiden pembakaran 5 Unit alat berat milik PT.SRL tentunya sama dengan kenyataan di Pulau Padang, padahal kita paham Ketua Komisi A Bagus Santoso, Wakil Ketua Jabarullah, Sekretaris Elly Suryani, serta Anggota Zulkarnain Nurdin telah melakukan kunjungan kerja sebagai tindak lanjut dari rapat dengar pendapat dengan masyarakat Pulau Rupat. " Dan Komisi A telah mengakui Ternyata Laporan Masyarakat Selama Ini Memang Benar, telah terjadi keserakahan di sini," kata Jabarullah. Sumber: Tribun Pekanbaru - Rabu, 28 September 2011.
Tinjau Ulang SK 327 Menhut Tahun 2009 dan Hentikan Operasional PT.RAPP Di Pulau Padang, PT.SRL di Pulau Rupat dan Rangsang sekarang juga. dikarenakan tidak adanya keberanian pemerintah baik ditingkat Daerah sampai pada tingkat Nasional untuk mengambil kebijakan politik guna menyelesaikannya sehingga kondisi Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti yang akhir-akhir ini menjadi sebuah Pulau yang sangat rawan konflik, situasi begitu sangat mencekam dan sangat penuh dengan kemungkinan-kemungkinan adanya hal-hal baru yang akan memperburuk keadaan. Mencekamnya situasi di daerah tanah gambut ini tidak terlepas dari Konflik kelompok masyarakat sipil "melawan" dua kekuatan lain di masyarakat, yakni: sektor bisnis (PT.RAPP) dan/atau Negara seperti yang kami sampaikan di atas. Inilah yang sedang terjadi di Pulau Padang. Karena jauh sebelum insiden-insiden terhadap operasional RAPP kerap terjadi di Pulau Padang, sebelumnya masyarakat di pulau padang ini hidup dalam keadaan rukun damai dan tentram. Namun, dalam dua bulan terakhir telah terjadi tiga insiden yang telah mengakibatkan kerusakan peralatan milik kontraktor RAPP di Pulau Padang dan bahkan menimbulkan korban jiwa.

Menurut Serikat Tani Riau. Insiden yang terjadi dalam beberapa waktu belakangan ini baik yang terjadi di Pulau Rupat ataupun di Pulau Padang adalah sebagai sebuah akibat dari gerak anarki modal yang tidak memperdulikan beberapa hal penting dari aspirasi Rakyat. Kosekuensi yang berdampak kepada penderitaan rakyat yang akan berkepanjangan nantinya, besar kemungkinan menjadi pemicu dari insiden-insiden yang terjadi di pulau padang saat ini, apalagi tindakan-tindakan seperti ini juga menjadi gembaran bahwa tingkat krisis kepercayaan Rakyat terhadap para Pengambil Kebijakan di Tingkat Kepemerintahan mulai dari Daerah hingga tingkat Nasional sudah semakn meninggi sehingga tidak adalagi ketergantungan harapan rakyat terhadap Pejabat Tinggi Negara dalam menyelesaikan persoalan mereka. Padahal Negara lah yang bisa menengahi persoalan ini.

Konflik agraria struktural dapat dinyatakan sebagai konflik kelompok masyarakat sipil "melawan" dua kekuatan lain di masyarakat, yakni: sektor bisnis dan/atau negara. Hal inilah yang sesungguhnya sedang terjadi di Pulau Padang. Untuk itu kami dari Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti mengharapkan kerjasama seluruh pihak dalam upaya mengungkap fakta yang sesungguhnya demi penyelamatan Pulau Padang dan Pulau Rupat .

Maka sejarah mencatat penguasa dan pemerintah sangat berkepentingan dengan SDA yang di miliki oleh sebuah negara. Dengan demikian bukanlah sesuatu yang sangat menakjubkan ketika pengambil kebijakan atau pemerintah di dalam sebuah Negara mendeklarasikan bahwa semua SDA yang ada di Negara tersebut di kuasai oleh Negara. Sebab Negara memiliki kepentingan maha hebat terhadap sumber daya alam tersebut, khususnya menjadikannya sebagai ‘mesin politik’ dan ‘mesin uang’ bagi golongan yang berkuasa.

Sehingga terkait dengan SK 327 Menhut 2009 Tanggal 12 Juni. Ketidaksanggupan pemerintah dalam mencarikan penyelesaian persolan ini telah memberikan kita satu kesimpulan besar bahwa perbuatan tercela ini dilakukan secara berjama’ah baik itu regulator maupun penguasa modal domestik dan asing. Tiga parasit ekonomi rakyat Riau yang berekses terhadap lemahnya produktivitas rakyat dalam proses produksi yang bermuara pada kemiskinan dan kebodohan yang terstruktur. Yang memerintah hanya selalu membawa jargon bahwa sumber daya alam (SDA) untuk semua masyarakat, tetapi dalam praktik-praktik bisnis dan pemenfaatan SDA tersebut selalu lebih menguntungkan golongan dan kelompoknya sendiri. Seperti apa yang di perlihatkan Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti saat ini.

Serikat Tani Riau bersama masyarakat pulau padang berpendapat, Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) di wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti oleh pemerintah kepada PT.RAPP tidak memiliki alasan yang kuat. Menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, serta mendatangkan devisa bagi Negara itu semua tidak berarti bagi Rakyat di kabupaten ini. Kami Serikat Tani Riau dan masyarakat pulau padang sangat mengetahui alasan kelasik pihak perusahaan nantinya. Sesuai izin yang diberikan pemerintah, di lokasi ini PT.RAPP hanya diberi kewenangan atas pengelolaan kawasan hutan, bukan untuk memilikinya.“Tanah itu milik negara, bukan milik perusahaan yang mengantongi izin Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dari pemerintah,” Rakyat sudah sangat mengerti dalil-dalil busuk ini.

Penerbitan SK 327 Menhut Tahun 2009 Tanggal 12 Juni yang telah di Tuhankan oleh APRIL/RAPP yang saat ini melakukan pembabatan Hutan Alam Gambut Dalam di Semenanjung Kampar dan PT.SRL di Pulau Rangsang, dan PT.RAPP, di Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti untuk dieksploitasi Kayu Alamnya bertentangan dengan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung, dimana ditegaskan gambut kedalaman lebih 3 meter harus dijadikan Kawasan Lindung sehingga perizinan yang berada pada kawasan gambut tersebut selayaknya tidak dapat diberikan izinnya.

seperti di Pulau Padang Pola Kemitraan Dalam Pengelolaan Tanaman Kehidupan. Jika ini jawaban Direktorat Jenderal Bina Usaha kehutanan tertanda Direktur jenderal Imam Santoso, dengan Surat No. S.1055/VI-BPHT/2010 pada tanggal 3 November 2010 yang merupakan surat balasan Dari permohonan Peninjauan Ulang IUPHHK-HTI PT. LUM, PT. SRL dan PT. RAPP terkait dengan penolakan HTI tentunya jawaban ini menurut kami sangat TIDAK MENGAKOMODIR Aspirasi masyarakat secara Objektif dan Ilmiah sesuai Fakta di lapangan. Memuluskan investasi di negeri ini yang oleh pemerintah diproyeksikan sebagai skenario penting dengan Jargon Sumber Daya Alam (SDA) untuk Kesejahteraan Rakyat untuk meningkatkan ketersediaan lapangan pekerjaan sekaligus memompa devisa, mengkondisikan masyarakat bukan lagi sebagai kekuatan produktif, melainkan sekadar konsumen pasif terhadap kebijakan-kebijakan.

Perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kedaulatan politik dan kemandirian ekonomi sejak pra kemerdekaan sampai saat ini masih menghadapi musuh yang sama yakni penjajahan modal oleh kaum Imperialisme-Neoliberalisme yang bersekutu dengan pemerintahan didalam negeri. Meskipun Kapitalisme telah terbukti gagal mensejahterakan mayoritas rakyat serta menuliskan sejarah suram dalam lembar sejarah peradaban masyarakat manusia, namun pemerintahan kaki tangannya didalam negeri tetap setia mengabdi untuk kepentingan tuan modalnya sehingga di terbitkanya SK 327 Menhut 2009 Tanggal 12 Juni yang menjadi landasan PT.Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) untuk tetap memaksakan kehendaknya di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti Riau. Sungguh sangat nyata kebijakan politik-ekonomi pemerintah di negeri saat ini, baik nasional maupun daerah telah memperlihatkan kepada masyarakat Pulau Padang dampak yang tak terata.

Konflik berkepanjangan di Pulau Padang yang meliputi 14 desa dipicu oleh keluarnya ijin perusahan hutan tanaman industry PT. RAPP tanggal 12 Juni 2009 itu telah terbukti sebagian besar tumpang tindih dengan tanah-tanah yang sudah menjadi hak masyarakat local, baik berupa perkebunan karet, sagu, maupun areal perladangan dan eks perladanangan dan perkebunan masyarakat. Memasuki 11 (Sebelas) kali Serikat Tani Riau bersama masyarakat pulau padang melakukan Aksi Mobilisasi Massa Menuntut Pencabutan – Minimal Tinjau Ulang SK 327 Menhut Tahun 2009 dan Penghentian Seluruh Operasional HTI Di Kabupaten Kepulauan Meranti, namun PT. RAPP di pulau padang tetap memaksakan kehendak untuk tetap beroperasi dengan memasukkan 2 unit alat berat pada Minggu tanggal 27 Maret 2011 lalu di Tanjung Padang tanpa mendengarkan keberatan masyarakat. Penolakan besaran-besaran masyarakat melalui demonstrasipun terjadi hingga ke Jakarta mendatangi Menteri Kehutanan Ir Zulkifli Hasan.

Perjuangan landreform masyarakat pulau padang dalam konflik agraria dengan PT. RAPP patut diapresiasi sebagai bentuk anti-tesa terhadap praktek monopoli tanah yang berlangsung di Indonesia. Masyarakat Pulau Padang yang bergabung dengan Serikat Tani Riau sudah hampir 12 kali melakukan Aksi Massa dan semuanya berlangsung secara damai sehingga melakukan Aksi ke Jakarta dan mendatangi Kementerian Kehutanan pada kamis tanggal 21 april 2011, Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) di Jalan Latuhari, Jakarta pada tanggal 25 April 2011, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta pada tanggal 27 April 2011, Kementiran Lingkungan Hidup (KLH), dan bahkan juga masyarakat Pulau Padang mendatangi Kedutaan Besar Nerwegia di Jakarta dalam mencari penyelesaian persoalan secara baik dan persuasif sehingga Komnas Ham pada tanggal 29 April 2011 telah melayangkan surat kepada Menteri Kehutanan RI di Gd. Manggala Wanabakti, Jl. Jendral Gatot Subroto, Senayan, Jakarta dengan Surat Nomor: 1.072/K/PMT/IV/2011. Perihal rekomendasi penghentian operasional PT.RAPP dan Desakan Peninjauan Ulang SK Menhut No:327 tersebut.

Recomendasi penghentian kegiatan operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh masyarakat Pulau Padang oleh Komnas Ham sangatlah merupakan solusi yang sangat baik, tindakan ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (3) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti bahwa hak atas kesejahteraan di jamin dalam Pasal 36 ayat (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Johny Nelson Simanjuntak, SH sebagai Komisioner Subkomisi Pemantauan Dan Penyelidikan yang menerima langsung pengaduan masyarakat Pulau Padang dan telah mengambil tindakan tegas dengan melayangkan 2 Surat. Yang Pertama kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper Di Pangkalan Kerinci Kematan. Langgam Kabupaten Pelalawan. Provinsi Riau dengan Surat Nomor: 1.071/K/PMT/IV/2011 dan yang Kedua kepada Zulkifli Hasan Menteri Kehutanan di Gd. Manggala Wanabakti, Jl. Jendral Gatot Subroto, Senayan, Jakarta dengan Surat Nomor: 1.072/K/PMT/IV/2011.Di dalam surat yang telah di kirimkan Komnas Ham ke Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan , Johny Nelson Simanjuntak, SH meminta kepada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan Untuk Meninjau Ulang Surat Keputusan No. 327/Menhut-II/2009 dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti. Bahkan Komnasham mendesak Menhut untuk menggunakan kewenangan yang ada padanya untuk menghentikan operasional PT.RAPP di lapangan Sementara peroses peninjauan ulang belangsung.

Perlu di ketahui semua pihak. Pada hari minggu tanggal 27 Maret 2011 2 Unit Escavator PT.RAPP tetap memaksakan kehendaknya untuk beroperasi di Pulau Padang, dan akhirnya kami terpaksa melakukan Aksi Penghadangan. Namun kenyataanya 2 Unit Escavator tersebut mendapat pengawalan dari pihak Kepolisian dan beberapa sukerity pihak perusahaan. Sesuai harapan Pihak Kepolisian pada waktu itu, masyarakat di arahkan untuk tetap menciptakan suasana Kondusif dan kami masyarakat Pulau Padang juga memahami hal tersebut, tentulah kami tidak mau terlibat dengan urusan Pidana yang pada akhirnya akan merugikan perjuangan ini. Memahami Pihak perusaahan mengantongi izin dari Pemerintah melalui Hak Pengusaan Hutan (HPH) atau apalah namanya, tentunya Pengusaha memiliki Legitimasi Hukum yang pada akhirnya suka atau tidak suka, rela atau tidak rela. Berbicara HUKUM tentunya INVESTOR akan di jamin keamananya oleh Negara. Sehingga sejarah mengungkap terlalu sering penyelesaian dari sebuah Konflik Agraria berakhir dengan menjadikan Kaum Tani sebagai Tersangkanya dengan Tuduhan Kasus Penyerobotan Lahan Pihak Perusahaan lalu rakyat di kalahkan di persidangan di belakangan hari.

Sungguh masyarakat Pulau Padang dan Rangsang saat ini sedang menunggu kejadian yang akan berdampak sama dengan kejadian di Pulau Rupat dan di beberapa kabupaten lain di Riau, seperti kabupaten Kampar, Siak dan Pelalawan serta beberapa kabupaten lainnya dan bahkan di Provinsi-provinsi lain di wilayah NKRI ini.

Kenyataan bentrok fisik antara Masyarakat dengan Pihak Kepolisian sebagai Pihak Keamananpun terkadang tidak bisa terhindarkan, seperti yang terjadi di Jambi, Lampung dan Lombok Barat. Sesungguhnya apa yang terjadi di Pulau Rupat jelaslah sama kenyataanya dengan apa yang di hadapi oleh masyarakat di Pulau Rangsang dan Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti. Melihat kenyataan ini tentunya tidaklah cukup hanya dengan mengandalkan rasa prihatin. Persoalan Pulau Padang sudah mencapai titik kritis. Tetapi pemerintah di tingkatan Daerah dan Propinsi Riau memberikan lampu hijau kepada PT.RAPP dan tidak memperdulikan nasib masyarakat setempat hingga detik ini.

1 tahun perjuangan Serikat Tani Riau dalam memenangkan konflik agraria untuk masyarakat pulau padang di Riau setidaknya telah membuktikan kepada sekalian rakyat yang menyaksikan, bahwa pemerintahan kabupaten kepulauan meranti dan pemerintah Propinsi Riau benar-benar tidak mempunyai konsep penyelesaian konflik yang menguntungkan rakyat. Yang ada malahan kepengecutannya terhadap kaum pemilik modal besar dan sarat dengan kepentingan. Seperti yang diutarakan anggota DPRD Riau dari PDIP AB Purba dan anggota DPRD Riau dari Fraksi Demokrat Jefry Noer. Jefry Noer dalam merespon Pembatalan Pembentukan Pansus HTI Se- Riau juga menegaskan, penundaan diduga karena ada intervensi dari pihak lain agar Pansus HTI tidak terbentuk. "Ada ketakutan yang sangat luar biasa jika Pansus HTI ini dilaksanakan. Dengan keberadaan HTI ini telah meluluhlantakkan hutan Riau. Makanya Pansus HTI ini salah satunya bertujuan untuk menekan perusakan hutan Riau yang tersisa," tukasnya yang kami himpun dari beberapa media.
Selengkapnya...