Sabtu, 28 April 2012

STR Menjawab Pernyataan Ir H Burhanuddin Asisten I Setdakab Kepulauan Meranti

Pandangan dan Sikap Serikat Tani Riau (KPP-STR) dalam merespon penyampaian Ir H Burhanuddin Asisten I Setdakab Kepulauan Meranti dalam Persoalan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT RAPP blok Pulau Padang. Salam Pembebasan, Selamatkan Pulau Padang!! Gonjang-ganjing politik di tingkat nasional, dari issue kolusi dan koncoisme rupanya membumi sampai ke level desa di Kecamatan Merbau. Kasus penolakan PT.RAPP di Pulau Padang misalnya, pemerintah memperlihatkan praktek kolusi dan koncoisme yang oleh para pemainya (Kades-kades di pulau padang) diekploitasi sedemikian rupa agar bisa mengalahkan lawan potensialnya (rakyat yang berjuang) sehingga peraturan yang jelas dan tegas pun bisa di pelintir menjadi sumir demi tercapainya keinginan politik individual ataupun kelompok. Serikat Tani Riau memahami pembentukan Tim 9 (Sembilan) yang di prakarsai oleh Kepala Dinas Kehutanan, Asisten Satu Sekda Kabupaten kepulauan Meranti dan Beberapa Kepala Desa di Pulau Padang adalah upaya menjadikan pembangunan berkelanjutan dan bahasa kerakyatan sebagai alat manipulasi untuk menjadi teks-teks kebijakan yang tak bisa di pakai. Apa yang telah di sampaikan oleh Ir H Burhanuddin Asisten I Setdakab Kepulauan Meranti dalam Persoalan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT RAPP blok Pulau Padang kepada sejumlah wartawan, Jumat (27/4) dimana menurutnya "Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti telah menargetkan batas waktu pemetaan partisipatif pulau padang pada Mei 2012 mendatang dan hal tersebut dikatakan telah diputuskan secara bersama dengan melibatkan berbagai unsur, seperti pemerintah provinsi, pusat, termasuk perusahaan dan seluruh masyarakat. Dalam bagian Sumber Daya Alam yang di wakili oleh beberapa tulisan, persoalan monopoli modal (didukung kekuasaan sebagai kerabatnya) atas sumber daya alam terus terjadi. Pengambilan sumber daya rakyat di lakukan dengan berbagai pola. Ada yang menggunakan tipu daya, intimidasi maupun berbekal kebijakan Negara. Sebenarnya hal inilah yang sedang terjadi. Dengan dalil pembentukan ‘’Tim Pengukuran Batas Desa dengan Desa Tetangga’’, sebenarnya tujuan terselubungnya adalah proses pengukuran batas partisipatif yang akan di mulai dengan pemantapan Tim Terpadu serta pembentukan Tim tiap desa yang di beri nama tim 9 (Sembilan) yang akan membantu proses pelaksanaan tata batas areal IUPHHK-HT PT.RAPP di pulau padang, sebagaimana sesuai surat KEMENTRIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN Nomor: s.156/VI-BUHT/2012 06 Maret 2012. Tentunya menjadi salah, jika atas nama hukum dan pemerintah saat ini kebijakan dan keputusan dipaksakan menjadi legitimasi penguasa atas apa yang mesti di kerjakan, namun bukan jawaban atas masalah-masalah yang di hadapi masyarakatnya. Karena hal tersebut bertolak belakang dengan gambaran keadilan, kesejahtraan, kemakmuran, merdeka dan berdaulat, sebagaimana yang diidam-idamkan dalam kehidupan social. Menurut Serikat Tani Riau, Ir H Burhanuddin terlalu berani untuk nenargetkan dan menyimpulkan solusi pada KONFLIK IZIN IUPHHK-HT PT. RAAP DI PULAU PADANG, "Jika memang terkena lahan atau rumah masyarakat, maka akan dikeluarkan dari wilayah operasional atau tergantung dari keinginan dari masyarakat itu sendiri,". Selain itu, menurut kami, penegasan Ir H Burhanuddin Asisten I Setdakab Kepulauan Meranti kepada PT.RAPP agar dalam menjalankan operasional perusahaan juga diminta dapat merealisasikan tanaman kehidupan kepada masyarakat, adalah penegasan yang telah mensinyalir bahwa pemerintah seakan menjamin PT.RAPP akan kembali beroperasi di pulau padang. Kondisi objektif lingkungan hidup kini seolah terabaikan dari penglihatan pemerintah. Mengapa pemerintah begitu gemar memproduksi peraturan-peraturan dalam mengelola sumber daya alam? Namun sebaliknya dalam penerbitan SK Menhut Nomor: 327 Tahun 2009, pemerintah sendirilah yang memperkosa produk hukum serta peraturan-peraturan yang di buat untuk di taati dan di patuhi tersebut. Itulah kesimpulan kami Serikat Tani Riau

terhadap pemerintah dalam merespon persoalan kasus pulau padang yang hingga kini semakin berlarut-larut belum mendapatkan jalan penyelesaian hanya diakibatkan tidak adanya ketegasan pemerintah dalam menjalankan amanat UU 1945. Penguasa Negara menjelma menjadi gurita raksasa yang bebal dan kebjikakan Negara telah terang-terangan terbukti mengingkari pakem peran negara untuk mengelola sumber daya alam secara adil dan berlanjut. Cukup sudah bangsa Indonesia dimiskinkan oleh penjajah modal dengan mendikte pemerintahan di republik ini guna mengeluarkan kebijakan yang pro-pemodal. Pemerintah tidak boleh lebih memilih cara-cara represifitas serta pecah belah ketimbang jalan penyelesaian dengan proses yang dialogis (demokratis), pemerintah tidak boleh menjalankan logikanya sendiri dengan mengesampingkan pandangan mayoritas Rakyatnya. Namun, jika pemerintah tetap bersekeras untuk membentuk Tim 9 (Sembilan) guna kepentingan tata batas areal IUPHHK-HT PT.RAPP. Kami menggangap bahwa cara pemaksaan kehedak oleh pemerintah hanya akan memicu timbulnya konflik baru seperti konflik agrarian di daerah lain, dimana pemerintah telah kehilangan kepercayaan dari rakyat, dan kami meyakinkan tim apapun namanya nantinya terbentuk guna melakukan kerja-kerja, pastilah akan berhadapan dengan “Parang Panjang, Tombak dan Kampak” sebagai alternativ terakhir Rakyat. Hal tersebut menjadi pilihan solusi guna penyelamatan Pulau Padang karena selama ini Pemerintah bukannya menerima pendapat mayoritas rakyat, sebaliknya mengorganisir dan memaksa pemerintah-pemerintah desa untuk bersetuju dengan konsesi Riau andalan pulp and paper (PT. RAPP). Perlu di ketahui oleh pemerintah, Rakyat mempunyai kapasitas untuk menjadikan pembaangunan ini berkelanjutan. Yang di maksudkan dengan pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memnuhi kebutuhan saat ini dengan mengindahkan kemampuan generasi mendatang dalam mencukupi kebutuhanya. Tidak ada kepentingan lain, hal inilah yang menjadi konsep dan prinsip kenapa organisasi Serikat Tani Riau sepakat serta mendukung penuh upaya masyarakat Kecamatan Merbau, Kabupaten kepulauan Meranti, Riau untuk berjuang bersama menyelamatkan Pulau Padang. Masalah lingkungan merupakan tanggung jawab setiap orang, baik sebagai perorangan maupun kelompok. Oleh karena itu untuk dapat mengatasinya di perlukan pola prilaku yang mendukung rasa kebersamaan. Hal ini dirasa penting karena di dalam masalah lingkungan terdapat kepentingan yang saling bersaing dan berbenturan. Di dalam masalah lingkungan, manusia dapat berlaku sebagai Pembina lingkungan tetapi juga sebagi perusak lingkungan. Dalam pengertian ini, semua manusia adala pelaku sekaligus calon korban, karena itu pulalah dalam gelombang reformasi ditandai dengan Runtuhnya Rezim Orde Baru yang terjadi pada awal tahun 1998 juga merambah sector kehutanan. Tuntutan pengelolaan sumber daya hutan yang lebih demokratis, berkeadilan, dan lestari, memaksa pemerintahan baru untuk merubah paradigma lama dari ‘basis negara’ (state-based) ke ‘basis rakyat’ (community based) dan dari ‘orientasi kayu’ (timber-oriented) ke ‘orientasi ekosistem’ (ecosystem-oriented). BANGUN PEMERINTAHAN KOALISASI NASIONAL MENGHADANG KAPITALISME-NEOLIBERAL TANAH, MODAL, TEKNOLOGI MODERN, MURAH, MASSAL UNTUK PERTANIAN KOLEKTIF DI BAWAH KONTROL DEWAN TANI Kamis, Pulau Padang, 28 April 2012 Ketua Umum, M. RIDUAN Sekretaris Jenderal, DESSRI KURNIAWATI, SH Selengkapnya...

Senin, 16 April 2012

MENHUT Memiliki Siasat BURUK, “Presiden SBY harus mengambil-alih tanggung jawab!!

“Presiden SBY harus mengambil-alih tanggung jawab, Hentikan Siasat Buruk MENHUT!!


oleh Muhammad Ridwan pada 17 Juli 2012 pukul 18:45 ·

6 Relawan AKSI BAKAR DIRI Pulau Padang

Pernyataan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan bahwa, SK itu akan segera direvisi dan lahan rakyat serta wilayah desa yang masuk dalam areal konsesi akan dikeluarkan, sebagaimana di ucapkanya pada saat konferensi CEO Media, Rapat Kerja Nasional dan Serikat Pekerja Suratkabar (SPS) Awards 2012, Sabtu 14 Juli 2012 di Pekanbaru bagi kami hanyalah pernyataan yang menyesatkan!! Kenapa menyesatkan? sebab Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dalam pernyataanya juga menegaskan, "pihaknya kini akan mendata untuk merevisi SK 327/2009 itu. ‘’Sekarang kita minta, yang mana punya desa dan mana yang punya rakyat,’’ tuturnya.

Menjadi suatu hal yang sangat salah, jika ada pihak yang menganggap terkait permasalahan protes masyarakat Pulau Padang yang menuntut Kementerian Kehutanan untuk segera merevisi SK Menteri Kehutanan Nomor 327/2009 dengan mengeluarkan seluruh hamparan Blok Pulau Padang seluas 41.205 Ha dari area konsesi PT.RAPP mulai menemui titik terang.

" Ia menjelaskan, desa yang masuk ke dalam wilayah konsesi sesuai SK 327/2009 akan dikeluarkan begitu juga lahan milik rakyat dan masyarakat. ‘’Kalau desa kita keluarkan. Kalau punya rakyat juga akan dikeluarkan,’’ lanjutnya.

Kami tidak mau terperangkap dan terbuai dengan kalimat ini "desa yang masuk ke dalam wilayah konsesi sesuai SK 327/2009 akan dikeluarkan" sebagaimana diatas. Sesungguhnya kami paham ini adalah jebakan, Isi pesan yang bisa kami ambil sebagai kesimpulan sebenarnya dalam pernyataan Zulkifli Hasan tersebut adalah Kementerian Kehutanan hanya akan mengeluarkan lahan perkebunan milik desa. Pasti nantinya akan ada embel-embel di belakangnya bahwa; yang namanya "Hutan Adalah Milik Negara" untuk itu, perlu digaris bawahi bahwa; Proses tata batas partisipatif yang katanya sudah melibatkan Tim 9 (masyarakat setempat), saat ini di jadikan senjata oleh Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan untuk menyampaikan ke Publik bahwa konflik PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dengan masyarakat pulau padang sudah selesai.

Kenyataan yang tidak terungkap adalah Tim 9 di bentuk tanpa persetujuan masyarakat, makanya Tim 9 ini misterius melakukan kerja secara sembunyi-sembunyi dan hal seperti ini sebenarnya sebenarnya sempat terjadi pada Kepala Desa-Kepala Desa di Pulau Padang di mana mereka menandatangai MOU dengan PT.RAPP juga secara sembunyi-sembunyi; Coba pahami kalimat Zulkifli Hasan berikut ini; Dumai Pos (Masalah Pulau Padang Sudah Selesai 16 Juli 2012 - 07.33 WIB) Menhut mengatakan Ia mendapat informasi, bahwa hampir semua masyarakat menerima keberadaan perusahaan di Pulau Padang yang berlokasi di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau itu. Dari tiga desa yang dahulu menolak, kini satu desa sudah bersedia melakukan tata batas partisipatif.

“Keterlibatan aktif masyarakat dalam proses tata batas partisipatif telah dijalankan sehingga tidak ada lagi masalah di Pulau Padang,” Nantinya akan diatur tanah milik desa dan tanah milik masyarakat yang akan dikeluarkan dari area konsesi perusahaan termasuk juga dipastikannya areal yang akan dikelola perusahaan untuk hutan tanaman industri yang diatur dalam SK 327/2009,” katanya.

Tim Pemetaan ‘Siluman’ Lakukan Pemetaan Lahan Pulau Padang

Bukti; Pemberitaan "Riau Live"
Rabu 3 Juli 2012, sore tepatnya satu hari setelah masyarakat temukan adanya pemetaan lahan di lapangan, Tim pemantau kinerja tim pemetaan lahan langsung turun ke wilayah itu. Hanya saja kedatangan tim pemantau itu malah membuka kedok adanya indikasi kuat jika PT RAPP membuat tim pemetaan sendiri diluar tim pemetaan lahan yang sesungguhnya.

Hal ini disampaikan oleh Darwis Ketua Serikat Tani Riau wilayah kabupaten Kepulauan Meranti ketika di konfirmasi Riau Live melalui selulernya pada Rabu (3/7) malam pukul 23.10 wib terkait informasi adanya tim pemantau kinerja tim pemetaan lahan yang datang kewilayah itu.

“Sangat benar sekali, bahwa kami masyarakat Pulau Padang umumnya masyarakat kecamatan Merbau, telah kedatangan tim pemantau kinerja tim pemetaan lahan yang didampingi oleh dua orang dari kementerian kehutanan (Kemenhut-red) Republik Indonesia, tepatnya mereka datiang ke desa Pelantai kecamatan Pulau Merbau”, ungkap Darwis.

“Mereka yang datang ke kampung kami mengaku sebagi tim pemantau kinerja tim pemetaan lahan yang dimandatkan oleh menhut guna menyelesaikan sengketa lahan yang terjadi di Pulau Padang. Diantara mereka itu adalah Rojali dari Sceal-up mewakili Andiko ketua tim pemantau kinerja tim tapal batas, serta dua orang dari kantor kementerian kehutanan Republik Indonesia dan salah satu mereka bernama Deni. Pada intinya, kedatangan tim pemantau kinerja tim pemetaan tapal batas ke wilayah kami untuk menyampaikan jika Tim pemetaan tapal batas telah menyelesaikan tugas mereka dalam melakukan pemetaan lahan sebagaimana yang diintruksikan oleh menhut. Sebagai bukti jika kinerja tim pemetaan lahan sudah siap, mereka menunjukan satu peta Pulau Padang yang didalamnya terdapat batas-batas wilayah antara lahan masyarakat dengan lahan PT RAPP. Dimana tapal batas tersebut menurut mereka dibuat atas data yang diberikan oleh tim pemetaan lahan, jelas mereka kepada kami. Sepertinya mereka ingin memperkuat alasan kenapa PT RAPP mulai beroperasi, dikarenakan kerja tim tapal batas sudah selesai melakukan pemetaan, peta Pulau Padang itu juga dibuat oleh pihak perusahaan kayu akasia (PT RAPP)yang akan meluluhlantakkan hutan gambut terluas di pulau Sumatra itu”, ucap Darwis

Lanjutnya, “Karena kita tidak yakin atas dasar pembuatan peta pemisah lahan perkebunan perusahaan dengan lahan milik masyarakat yang dibuat oleh PT RAPP, kami berupaya memanggil salah seorang anggota tim pemetaan lahan yang di-SK kan oleh tim Sembilan. Dihadapan kami semua, Sami’un yang sudah puluhan tahun menghabiskan waktunya ditengah-tengah laut guna mencari ikan (Nelayan-red) itu mengatakan jika dirinya adalah satu diantara anggota tim pemetaan lahan atas bentukan tim Sembilan”.

“Saya memang satu diantara anggota tim pemetaan lahan yang antinya dimita untuk mengerjakan pemetaan lahan, hanya saja kami akan memulai pemetaan lahan sekitar dua bulan lagi/pertengahan bulan september 2012, tepatnya setelah hari raya Idul Fitri baru mulai melakukan pemetaan lahan. Kalau sekarang ternyata pemetaan lahan di wilayah itu nampaknya lucu karena kita belum diperintahkan kerja kok tiba-tiba sekarang sudah ada temuan telah adanya pemetaan lahan disana” ,kata Sami’un.

“Menanggapi apa yang disampaikan oleh Sami’un jelas-jelas bertolak belakang dengan apa yang disampaikan oleh tim pemantau kinerja tim pemetaan lahan, juga dengan kondisi real dilapangan yang diperkuat oleh telah selesainya PT RAPP membuat Peta yang katanya atas dasar hasil kerja tim pemetaan lahan, kami menilai ada tim siluman pemetaan lahan yang diduga kuat dibentuk oleh pihak PT RAPP. Sehingga tim siluman tersebut membabi buta dalam melakukan perintisan lahan karena terburu-buru, mereka tampaknya tidak peduli itu lahan masyarakat atau bukan, yang penting dirintis sebagai pemisah lahan masyarakat dengan lahan perusahaan. Artinya atas temuan ini, kami mendesak kepada tim pemantau kinerja tim pemetaan lahan, juga kepada perwakilan pihak kemenhut untuk bekerja secara profesional. Sampaikan kepada menhut RI apa yang sebenarnya terjadi, karena tidak perlu lagi dipungkiri, sejak awal PT RAPP masuk di Pulau Padang dikarenakan izin SK no 327 tahun 2009 itu terbitnya tidak beda jauh dengan apa yang dilakukan oleh tim pemetaan lahan. Katanya kerja, eeeh.. tak taunya belum”, ucap Darwis lagi.

Semetara itu Deni, salah seorang staf kemenhut RI ketika dihubungi Riau Live melalui selulernya, Kamis (5/7) sore pukul 16.50 wib, pihaknya membenarkan jika dirinya mendampingi tim pemantau kinerja pemetaan lahan datang ke Pulau Merbau dan bertemu masyarakat. “Memang kita datang kewilayah itu mendampingi tim pemntau pemetaan lahan, namun lebih jelasnya silahkan hubungi mas Rozali selaku dari tim pemantau kinerja tim pemetaan lahan, kalau kita hanya mendampingi saja”, kilahnya.

Sementara itu Rozali ketua LSM Sceal Up provinsi Riau yang ditugaskan kewilayah Pulau Padang menggantikan Andiko ketua tim pemetaan lahan, hingga berita ini diturunkan, meskipun verkali-kali dihubungiRiau Live via selulernya secara langsung nada selulernya selalu sibuk, juga ditolak, bahkan ketika dikonfirmasi melalui pesan singkatnya, yang bersangkutan belum ada memberikan keterangan secara resmi.(Riyanto)

Karena itulah perlu kami 6 Relawan Aksi BAKAR DIRI kembali dengan tidak hentinya inginkan menegaskan kepada seluruh pihak, bahwa; persoalan Pulau padang tak sesederhana yang ada dalam benak Menhut. "Selama surat keputusan revisi belum di keluarkan oleh Kementerian Kehutanan dengan mengeluarkan seluruh hamparan Blok Pulau Padang sesuai kesepakatan 5 Januari 2012, selama itu pulau permasalahan Pulau Padang, belum dianggap selesai,"

Kembali kami tegaskan kepada Kementerian Kehutanan; Revisi yang kami dimaksud adalah mengeluarkan seluruh hamparan blok Pulau Padang yang seluas 41.205 hektar, dari SK 327 tahun 2009 yang dibikin untuk RAPP itu."Tentang mengeluarkan seluruh hamparan itu sudah ada tertuang dalam kesepakatan 5 Januari 2012,".

"Selagi hamparan itu belum keluar dari SK 327, jangan pernah bermimpi masalah akan selesai,"

Kembali kemi melihat upaya penyelesaian konflik yang telah dan sedang dilakukan pemerintah dalam menjembatani kepentingan perusahaan dengan masyarakat selalu mengedepankan kepentingan industri dan memposisikan masyarakat pada ketidakadilan. Harapan kami “Presiden SBY harus mengambil-alih tanggung jawab untuk menghentikan Siasat Buruk para Birokrat Kehutanan ini dalam persoalan pulau padang atau kenyataanya PT.RAPP Kembali Beroperasi, Pulau Padang Ber-Simbah Darah!! dan kami 6 Relawan yang masih tetap bertahan akan..

Langkah dan gerak hasil ilmu
Suara tidak sekedar ucap
Terkepel,melawan dan berontak karena sejarah
Lelah, jalan panjang,
Hitam kulit wajah, panas terik mentari
Parau suara, pekik 'BERLAWAN'!
Liar melangkah,pecah telapak kaki kami
Malam tak terasa, siang tak lagi ditunggu
Kini kami sengaja menempah diri mengejar MAUT
Karena kami malu untuk mati karena salah!!
Dan kebenaran tidak bisa dibungkam Selengkapnya...

Kamis, 12 April 2012

SENGAJA MENEMPA DIRI MENGEJAR MAUT DEMI PENYELAMATAN PULAU PADANG

Kamis 12 April 2012 masyarakat Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau melaksanakan kegiatan Sakral PERESMIAN TUGU BERLAWAN dengan Tema: Sengaja Menempah Diri Mengejar MAUT Untuk penyelamatan Pulau Padang!!




Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut tidak terlihat seorangpun dari pejabat pemerintah baik pemerintah tingkat desa sepulau padang, pemerintah kecamatan, kabupaten, pemeintah propinsi riau maupun pusat yang menghadiri undangan. Kecuali kepala desa Mengkirau dan tokoh-tokoh masyarakat serta alim ulama, kiyai.

Padahal undangan telah di sebar dan disampaikan oleh Panitia Pelaksana Peresmian Tugu Berlawan kepada hampir seluruh pejabat pemerintah eksekutif dan legislatif, partai-partai politik, juga OKP-OKP.

Mengapa negara begitu gemar memproduksi peraturan-peraturan dalam mengelola sumber daya alam? Padahal tak ada bukti kuat, negara mampu melindungi sumber daya alam baik dari kerusakan lingkungan maupun jarahan para pemodal besar. Dengan demikian, bukanlah sesuatu yang sangat menakjubkan ketika pengambil kebijakan atau pemerintah di dlam sebuah negara mendeklarasikan bahwa semua SDA yang ada di negara tersebut dikuasai negara.

Bagi kami masyarakat pulau padang negara saat ini sedang menjalankan logikanya sendiri dan terang-terangan mengingkari pakem peran negara untuk mengelola SDA secara adil dan berlanjut. Banjir kebijakan negara atas SDA adalah prasasti kesombongan negara. Tetapi sebaliknya penguasa negara menjelma menjadi gurita raksasa yang bebal.

Watak eksploitasi hutan sengaja diciptakan sebagai mesin-mesin pengumpul devisa negara. Pembangunan berkelanjutan dan bahasa kerakyatan dimanipulasi menjadi teks-teks kebijakan yang tidak bisa dipakai. Kebijakan pemerintah tidak lain sekedar alat legitimasi penguasa atas apa yang mesti dikerjakan. Namun bukan jawaban atas masalah-maslah yang dihadapi masyarakat.

Pemerintah memberi keuntungan begitu besar pada pihak pengusaha terutama bagi segelintir konglomerat perkayuan yang memiliki kedekatan dengan pengambil keputusan. Jika terjadi kesalahan dan keinginan baru dari penguasa, pemerintah secara semena-mena membuat aturan-aturan baru sesuai keinginan dirinya sendiri. Rakyat dipandang sebagai robot-robot yang bisa digerakkan dari jauh. Sungguh kebijakan kehutanan tidak bisa lagi diserahkan mentah-mentah kepada birokrasi, karena negara terbukti mengkhianati rakyatnya sendiri. Menyadari penengakan hukum lingkungan sudah tidak bisa lagi diharapkan oleh kami masyarakat Riau khususnya pulau padang kepada negara ini dan memahami pemerintah lebih memilih cara-cara represifitas serta pecah belah ketimbang jalan penyelesaian dengan proses dialogis(demokratis). Pemerintah bukannya menerimpeatyoritas rakyat sebaliknya mengorganisir dan memaksa pemerintah-pemerintah desa untuk setuju dengan konsesi PT.RAPP.
Selain itu. Pemerintah juga memaksakan solusi yang tidak populis, misalnya skenario pemberian saguh hati dan pola kemitraan. Bahkan tidak hanya itu, pemerintah juga mengkambinghitamkan perjuangan rakyat sebagai penyebab situasi tidak aman atau mengganggu iklim investasi, padahal sebenarnya akar persoaumb dari kebijakan pementah itu sendiri(SK MENHUT327/2009).

Kami menganggap bahwa cara pemaksaan kehendak oleh pemerintah terhadap masyrakat pulau padang untuk tetap memberi izin PT.RAPP melakukan operasional hanya akan menjadi pemicu timbulnya konflik baru, seperti konflik agraria di daerah lain, dimana pemerintah telah kehilangan kepercayaan dari rakyatnya sendiri.
Selengkapnya...