Selasa, 03 Mei 2011

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mempersilakan perluasan industeri Hutan Tanaman Industeri (HTI) di Pulau Padang terus berlanjut. Masyarakat Pulau Padang Tolak HTI PT.RAPP Di Kementerian Kehutanan, Drs Irwan MSi Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti Enggan Temui Masyarakat Pulau Padang.

Mengutip dari Pemberitaan Sinar Harapan tanggal 3 Mei 2011. Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan Perluasan HTI Pulau Padang di teruskan. Jakarta- Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mempersilakan perluasan industeri Hutan Tanaman Industeri (HTI)di Pulau Padang terus berlanjut. namun, dialog dengan masyarakat yang berkeberatan tetap akan di buka. Tidak hanya itu, sejumlah kepala desa dan tokoh masyarakat Pulau Padang yang juga Menilai Aksi Masyarakat Pulau Padang Prihal penolakan HTI di Kementerian Kehutanan itu tidak mewakili Aspirasi Mereka.

Hanya saja, Menurut Menhut, Pemerintah hanya akan berdialog dengan perwakilan yang mewakili mayoritas masyarakat Pulau Padang dan Bukan kelompok tertentu yang mengatas namakan Rakyat. Tujuanya agar setiap aspirasi masyarakat Pulau Padang terwakili. Untuk itu, Menurut Menhut, Kementerian Kehutanan telah menunjuk wakil masyarakat setempat untuk mendata masyarakat asli setempat. sebab, masyarakat asli setempat berhak di libatkan dari satu kegiatan HTI di daerah.

Tatkala kami masyarakat Pulau Padang di ragukan oleh Menhut, Kenapa Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan tidak melibatkan Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti pada pertemuan tanggal 28 hari kamis yang lalu di Kementerian Kehutanan. Karna yang hadir adalah masyarakatnya yang bersal dari Kabupaten Kepulauan Meranti dan sesuai surat pemanggilan pihak Kementerian Kehutanan pada tanggal 25 April 2011 yang lalu, Bapak Drs Irwan MSi tersebut selaku Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti harus ada di ruangan pertemuan tersebut bersama-sama untuk membahas persoalan ini.

Menurut kami apa yang di sampaikan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan seperti di atas adalah suatu sikap yang akan menimbulkan Kemarahan Besar Masyarakat Pulau Padang yang selama ini sudah hampir 1 Tahun berjuang secara baik dengan menempuh segala cara, mulai dari metode Aksi massa di tingkatan Daerah dan Menempuh jalur Perundingan atau diplomasi tanpa ada tindakan anarkis. Sebagai bentuk Komitmen masyarakat dalam mencari jalan yang terbaik untuk menyikapai persoalan HTI tersebut,(KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti yang merupakan Organisasi Politik Sektor Tani selain pada tanggal 15 Desember 2010 kami telah menggelar acara Seminar Terbuka dengan Tema: “Dampak HTI Terhadap Lingkungan Dan Kehidupan Rakyat”, dimana untuk dapat di pahami acara tersebut kami gelar secara mandiri hampir menghabiskan dana sebesar 30 Juta Rupiah yang dana ini kami dapatkan dari sumbangan 20 Ribu per anggota Serikat Tani Riau. Pelaksanaan kegiatan seminar ini juga menggundang seluruh tokoh-tokoh masyarakat, seluruh Pejabat Pemerintah di tingkatan kabupaten, Bupati, DPRD, Partai-partai Politik dan juga pihak PT.RAPP dalam upaya mencari kejelasan solusi bersama untuk menjawab dari segala persoalan yang berhubungan dengan HTI. Namun Rakyat Tetaplah Jelata.

Serikat Tani Riau juga telah menghadiri undangan bapak Bupati Drs Irwan MSi dalam dialog multy pihak penyelesaian Konflik antara masyarakat dengan PT.RAPP dan Serikat Tani Riau mengutus 61 Orang pengurus-pengurus Komite Pimpinan Desa Serikat Tani Riau untuk hadir pada pertemuan yang diadakan di Aula RSUD Selatpanjang pada 23 Februari 2011, namun kami di Khianati pada pertemuan Rabu 16 Maret 2011 dalam pertemuan yang merupakan Tindak Lanjut dari pada pertemuan multy pihak penyelesaian Konflik. yang pertemuan tersebut dilaksanakan kan di Kantor Dinas Kehutanan Dan Perkebunan (Kadishutbun)di fasilitasi oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Kepulauan Meranti Ir Mamun Murod, bersama Asisten I Sekdakab Meranti dan anggota Komisi I dan II DPRD Kepulauan Meranti Sangat Penuh Dengan Muatan Politik.

Hasil Analisa Serikat Tani Riau sesuai Kronologis Pertemuan hari Rabu 16 Maret 2011 di Kantor Dinas Kehutanan Dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti:

1. Adanya Pembacaan Pernyataan Sikap yang lakukan oleh 11 Kepala Desa Se-Pulau Padang, Kecuali Bapak Kades Samaun S.sos, (Bagan Melibur),Bapak Kades Toha (Mengkirau) dan Bapak Suyatno selaku Lurah di (Teluk Belitung) 11 kepala desa tersebut mendukung sepenuhnya upaya pemerintah kabupaten kepulauan meranti untuk mewujudkan iklim investasi yang kondusif demi kelancaran pembangunan daerah khususnya di pulau padang, kecamatan merbau yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan Masyarakat.

2. Drs Ikhwani, Asisten I Setdakab Meranti mengatakan keputusan pemerintah dalam mengeluarkan izin operasional PT.RAPP perusahaan tersebut, telah sah secara hukum.

3. Ir Mamun Murod, Kadishutbun Mengatakan pertemuan itu bertujuan untuk membentuk Tim Pengawasan terkait rencana operasional PT RAPP di Pulau Peadang sesuai SK Menhut 327 Tahun 2009.

Kami menilai sikap Menhut dan Pemkab Meranti sudah Senada dengan sejarah, banyak tercatat bahwa peperangan antar suku dalam negara dan peperangan antar negara di dunia ini umumnya dikarenakan perebutan kekuasaan atas sumber daya alam ( Hutan, Tambang, Air dan Lahan). Karena sumber daya alam (SDA) tersebut merupakan sumber daya alam yang di perebutkan, maka sejarah mencatat penguasa dan pemerintah sangat berkepentingan dengan SDA yang di miliki oleh sebuah negara. Dengan demikian bukanlah sesuatu yang sangat menakjubkan ketika pengambil kebijakan atau pemerintah di dalam sebuah Negara mendeklarasikan bahwa semua SDA yang ada di Negara tersebut di kuasai oleh Negara. Sebab Negara memiliki kepentingan maha hebat terhadap sumber daya alam tersebut, khususnya menjadikannya sebagai ‘mesin politik’ dan ‘mesin uang’ bagi golongan yang berkuasa. Golongan yang berkuasa yang memerintah biasanya selalu membawa jargon bahwa sumber daya alam (SDA) untuk semua masyarakat, tetapi dalam praktik-praktik bisnis dan pemenfaatan SDA tersebut selalu lebih menguntungkan golongan dan kelompoknya sendiri.

Di sinilah sesungguhnya dasar-dasar ketidakadilan pemenfaatan SDA berupa hutan berakar, dan ekonomi politik kekuasaan negaralah yang sesungguhnya telah memanipulasi semua model-model pengelolaan SDA hutan di dunia, Indonesia adalah bagian dari sekenario global yang mana SDA hutanya telah terekploitasi sejak zaman kolonial (penjajahan) hingga abad melinium ini. Perspektif pemikiran yang melatarbelakangi konsep dan pelaksanaan pengelolaan serta pemanfaatan hutan di Indonesia adalah perspektif Negara, dimana PEMERINTAH MENJADI PEMAIN TUNGGAL DALAM MENETAPKAN dan MENGATUR PEMANFAATAN DAN PERUNTUKAN SUMBER DAYA HUTAN, kepada siapa hutan tersebut di serahkan untuk di manfaatkan sangat di pengaruhi oleh KEPENTINGAN dan TAWAR-MENAWAR POLITIK PENGUASA dan PERAKTISI BISNIS. Kenyataan ini di perparah lagi oleh peta politik yang paling khas pada saat ini adalah terjadinya perpindahan kekuasaan politik dan pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi, artinya sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat di serahkan kepada pemerintah otonom kabupaten dan kota. Dari sini, beragam penyimpangan pun ditengarai terjadi, hinggalah Pemerintah bersama-sama perusahaan akan memaksakan kehendaknya terhadap Rakyat.

Keberangkatan 46 perwakilan Masyarakat Pulau Padang ke jakarta untuk menemui Menhut adalah sebagai sikap tegas masyarakat dalam Penolakan keberadaan PT RAPP melakukan aktifitas kosensi Hutan Tanaman Industri (HTI)di Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti. "Kita tetap komit mempertahankan setiap jengkal tanah milik masyarakat Pulau Padang. Karena itu kami menempuh jalur diplomasi sampai di tingkatan Pusat. Ini sudah menjadi komitmen masyarakat dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Untuk itu, kita minta agar Pemkab Meranti tetap komit membela dan melindungi kepentingan masyarakat di Pulau Padang,".

" Pemerintah mempunyai kebijakan menetapkan 20 % dari Areal itu sebagai Plasma. selain itu, 5% areal HTI itu di peruntukan bagi tanaman Pohon Kehidupan, Pangan, dan Energi".

Menhut juga berjanji akan meninjau perluasan HTI Pulau Padang agar masyarakat setempat berkembang dan sejahtera seiring adanya perluasan HTI itu. Disisi lain, Menhut meminta Industeri HTI di Pulau Padang untuk menerapkan Tekhnik eco-hydro karena sebagian kawasan itu merupakan lahan Gambut. Industeri HTI di sana juga wajib membantu pemerintah dalam mengawasi Kebakaran Hutan dan Aksi Perambahan Liar.

Pernyataan senada juga di kemukakan Sekjen Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto. menurut hadi, pemerintah siap mendengarkan berbagai masukan dari semua para pemangku kepentingan, termasuk masyarakat.

Sebenarnya Masyarakat Pulau Padang pada intinya Kami tidak anti dengan program pembangunan. Namun, pemerintah sebagai penguasa tidak harus memaksakan kehendak dengan melegalkan kekuasaannya untuk merampas hak-hak penguasan tanah oleh masyarakat dengan menyerahkan ke perusahaan. Pemberian izin konsensi lahan HTI kepada RAPP dan dikeluarkannya izin amdal tanpa melibatkan masyarakat, jelas-jelas sudah meninggalkan masyarakat. Akibatnya, masyarakat harus bergerak dan berjuang sendiri mempertahankan hak-hak mereka untuk tetap bisa mengolah tanahnya sebagai sumber kehidupan.

Masyarakat Pulau Padang, tetap bersikukuh mendesak agar pemerintah meninjau ulang SK Menhut Nomor 327/Menhut-II/2009 tertanggal 12 Juni 2009. SK Menhut ini merupakan sebuah eksekusi terhadap keleluasaan masyarakat dalam mengelola hutan di Pulau Padang.

Selain mendesak meninjau ulang SK menhut tersebut, Kami juga mendesak agar pemerintah segera menurunkan tim terpadu dari berbagai elemen untuk melakukan Meeping. Langkah ini dilakukan sebagai upaya melakukan pemetaan ulang terhadap pengeloalan hutan alam di Pulau Padang. Karena hingga detik ini saja, PT. Sumatra Riang Lestari (SRL) yang memperoleh rekomendasi dari bupati Bengkalis nomor: 522.1/Hut/76 tanggal 7 september 2005 dan sudah beroperasi di Pulau Rangsang kabupaten kepulauan meranti menurut pemberitaan yang kami kutip dari pemberitaan Berita Terkini pada hari Kamis, tanggal 31 Maret 2011 Masih belum memiliki Tapal Batas yang jelas. Tidak jelasnya Tapal batas PT.SRL ini menyebebkan hearing antara DPRD Kepulauan Meranti dengan manajemen PT Sumatera Riang Lestari (SRL), anak perusahaan RAPP, berlangsung panas di Kantor DPRD Kepulauan Meranti, Rabu 30 Maert 2011. Hearing tersebut dipimpin Wakil Ketua DPRD Meranti Taufiqurrahman dan dihadiri Ketua Komisi I Drs. Herman, Ketua Komisi II Rubi Handoko dan sejumlah anggota Komisi I, II dan III DPRD Kepulauan Meranti. Hadir juga Kepala Dinas Kehutanan Meranti M Murod. Sedangkan SRL diwakili 7 orang perwakilannya yang tidak bersedia menyebutkan posisi mereka di perusahaan.

Dalam hearing tersebut dibahas persoalan tapal batas lahan dengan masyarakat yang tidak kunjung juga ditetapkan oleh SRL. Selain itu pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) yang minim, produksi yang tidak jelas, perburuhan yang tidak transparan dan rendahnya tanggungjawab SRL. Sudah dua tahun beroperasi, PT SRL belum menetapkan tapal batasnya. Hal ini jelas akan memicu terjadinya konflik dengan masyarakat. Ini membuktikan bahwa PT SRL sudah melalaikan tugasnya sebagaimana yang diamanatkan UU, tegas Ketua Komisi II DPRD Meranti Rubi Handoko. Menurut Rudy Handoko, seharusnya pihak perusahaan bersama Pemkab Meranti dan masyarakat, bersama-sama melakukan mapping menentukan tapal batas lahan konsesi PT SRL di Kecamatan Ransang.

"Namun realisasinya, hingga hari ini pihak DPRD pun belum mendapatkan peta tapal batas lahan konsesi PT SRL dengan masyarakat. Untuk itu, penetapan tapal batas lahan ini harus segera dilakukan," kata Rubi. Anggota DPRD Kepulauan Meranti lainnya, Muhammad Adil, mendesak manajemen SRL memberikan data-data yang valid terhadap total produksi kayu hutan alam yang telah dimanfatkan. Hal ini menyangkut soal Dan Reboisasi (DR) dan Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) yang harus dibayarkan pihak perusahaan sebagai pemegang lahan konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI).

Menurut kami Menyikapi SK 327 MENHUT Tahun 2009 tanggal 12 juni, tentang perubahan ketiga atas keputusan menteri Nomor 130/KPTS-II/1993 Tanggal 27 Februari 1993 tentang pemberian Hak Penguasaan Hutan Tanaman Industri kepada PT. RAPP di Pulau Padang.

SK 327 MENHUT Tahun 2009 tanggal 12 juni yang saat ini menjadi Landasan Kekuatan Hukum Pemilik modal besar tersebut untuk melakukan Operasionalnya di tentang Keras oleh Rakyat di karenakan Masyarakat Peka dan Tanggap terhadap Rasiko yang akan di terima di beberapa waktu kedepan dan Sumber daya alam baik hayati maupun non-hayati merupakan unsur lingkungan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup bangsa indonesia. pentingnya Sumber daya alam secara eksplisit di sebutkan dalam pazsal 33 ayat 3 Undang-undang dasar 1945, bahwa:

"bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat"

pasal ini mengamanatkan bahwa pemenfaatan Sumber daya alam harus di tujukan untuk kepentingan rakyat banyak. Sedangkan bagaimana Sumber daya alam itu seharusnya di kelola termaktub dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN)tahun 1973, telah di amanatkan betapa pentingnya pendayagunaan sumber daya alam tersebut. Butir 10 menyatakan bahwa:

"dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumer alam indonesia harus di gunakan secara rasionil. Penggalian sumber kekayaan alam tersebut harus di usahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan pertimbangan kebutuhan generasi yang akan datang".
menyadari Keberadaan kawasan konsesi HTI di Pulau-pulau yang ada di kabupaten kepulauan Meranti seperti Pulau Padang, rangsang dan Tebing Tinggi bukan hanya mengancam keberlangsungan lingkungan hidup tapi juga mengancam eksistensi pulau terdepan Indonesia yang sangat strategis dalam aspek pertahanan dan keamanan nasional NKRI seperti pulau rangsang yang merupakan salah satu pulau kecil yang berbatasan langsung dengan Negara malaisia. Abrasi pantai akibat gelombang Laut semakin luas yang mengakibatkan luas pulau semakin kecil juga tidak terlepas dari pantauan masyarakat apalagi lahan konsesi memiliki radius yang terlalu dekat dengan biir pantai, yang mana dapat di pahami abrasi pantai pertahun sekitar 30 sampai 40 meter. selain itu Pulau-pulau terseut merupakan hutan rawa gambut yang apabila di tebang secara besar-besran akan sangat rentan terhadap subsistensi. kondisi struktur tanah umumnya di kawasan pesisir pantai adalah lahan gambut sehingga alih fungsi hutan alam telah mengakibatkan Intrusi (peningkatan kadar garam) yang sangat tinggi pada sumber-sumber mata air masyarakat.

Amanat GBHN itu telah mengandung jiwa " berkelanjutan " dengan menekankan perlunya memperhatikan kepentingan antargenerasi dan perlunya pengaturan penggunaan Sumber daya alam. pemenfaatan sumber daya alam yang tidak bijaksana akan menyebabkan kerusakan lingkungan. kerusakan lingkungan akan menggangggu keberlanjutan usaha pembangunan dan bahkan mengancam ekosistem dan peradaban manusia.

Tidak adanya tapal batas yang jelas antara Tanah Garapan masyarakat dengan Areal Konsesi Pihak perusahaan dan tidak di berlakukanya Pemetaan Ulang (MAPING) menjadi sbuah ketakutan Besar masyarakat akan terjadinya PERAMPASAN TANAH RAKYAT. sebab Maraknya sengketa tanah di provinsi Riau antara masyarakat penggarap dengan pihak perusahaan tidak lagi merupakan rahasia umum. pengosongan Paksa, penggusuran terhadap masyarakat untuk meninggalkan Rumah dan Kebun, sawah, ladang yang menjadi Alat Peroduksi mereka bahkan tertangkap atau tertembaknya Kaum Tani sudah menjadi bagian dari kosumsi publik. PT. Arara Abadi misalnya di Kampar, bengkalis, siak dan pelalawan serta beberapa kabupaten lainnya dan bahkan di Provinsi laniya juga di NKRI ini Bentrok Fisik antara Masyarakat dengan pihak kepolisian sebagai pihak keamananpun Terkadang tidak bisa terhindarkan. Memahami Pihak perusaahan mengantongi izin dari pemerintah melalui Hak Pengusaan Hutan (HPH) atau apalah namanya tentunya Pengusaha memiliki Legitimasi Hukum Yang pada akhirnya suka atau tidak suka, rela atau tidak rela berbicara HUKUM tentunya INVESTOR akan di Jamin Keamananya oleh negara sehingga sejarah mengungkap terlalu sering penyelesaian dari sebuah Konflik agraria berakhir dengan menjadikan kaum Tani sebagai Tersangkanya dengan Tuduhan Kasus Penyerobotan Lahan Pihak Perusahaan lalu kalah di persidangan.

Namun Tidak banyak yang di sampaikan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, beliau hanya menyampaikan kebijakan umum kementerian kehutanan. Apakah suatu daerah itu adalah HTI ataukah dia dijadikan kebun sawit, maka sekurang-kurangnya 20% harus menguntungkan rakyat yang asli di situ,” kata Zulkifli Hasan.

Lebih lanjut Menteri asal Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengatakan: “kalau betul ada masyarakat asli di sana, bisa dibuktikan bahwa mereka penduduk di sana, bukan pendatang, punya lahan disana diambil oleh HTI, saya akan tampil ke depan untuk membela saudara-saudara.”

Satuhal yang sangat Luar biasa terjadi di pertemuan tersebut dimana Bupati menyampaikan ke Menteri bahwa Pulau Padang adalah Pulau tanpa Penghuni.

Pulau Padang luasnya 1109 km2 atau 110.000 hektar, dengan jumlah penduduk sekitar 33.000 orang jiwa. Akan tetapi, menurut menteri yang merujuk kepada pernyataan Bupati, pulau padang adalah daerah yang tidak berpenduduk alias pulau kosong artinya Pulau Padang adalah merupakan sebuah Pulau tanpa Penghuni.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar