Selasa, 10 Mei 2011

Menhut Sejalan Dengan Kalangan industri perkayuan PT.RAPP di Riau Untuk Tenggelamkan Pulau Padang

Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan salah satu daerah termuda di Provinsi Riau. Kabupaten Kepulauan Meranti terdiri dari Pulau Tebing tinggi, Pulau Padang, Pulau Merbau, Pulau Ransang, Pulau Topang, Pulau Manggung, Pulau Panjang, Pulau Jadi, Pulau Setahun, Pulau Tiga, Pulau Baru, Pulau Paning, Pulau Dedap.

Adapun nama Kabupaten Kepulauan "Meranti" diambil dari nama gabungan "Pulau Merbau, Ransang dan Pulau Tebing tinggi".

Secara Topografi
Bentang alam kabupaten Kepulauan Meranti sebagian besar terdiri dari daratan rendah. Pada umumnya struktur tanah terdiri tanah alluvial dan grey humus dalam bentuk rawa-rawa atau tanah basah dan berhutan bakau (mangrove). Lahan semacam ini subur untuk mengembangkan pertanian,perkebunan dan perikanan. Daerah ini beriklim tropis dengan suhu udara antara 25° - 32° Celcius, dengan kelembaban dan curah hujan cukup tinggi. Musim hujan terjadi sekitar bulan September-Januari, dan musim kemarau terjadi sekitar bulan Februari hingga Agustus.

Kepulauan Meranti merupakan daerah yang terdiri dari dataran-dataran rendah, dengan ketinggian rata-rata sekitar 1-6,4 m di atas permukaan laut. Di daerah ini juga terdapat beberapa sungai dan tasik (danau) seperti sungai Suir di pulau Tebingtinggi, sungai Merbau, sungai Selat Akar di pulau Padang serta tasik Putri Pepuyu di Pulau Padang, tasik Nembus di pulau Tebingtinggi), tasik Air Putih dan tasik Penyagun di pulau Rangsang. Gugusan daerah kepulauan ini terdapat beberapa pulau besar seperti pulau Tebingtinggi (1.438,83 km²), pulau Rangsang (922,10 km²), pulau Padang dan Merbau (1.348,91 km²).





Karena kabupaten kepululauan meranti objektifnya adalah daerah yang terdiri dari dataran-dataran rendah, dengan ketinggian rata-rata sekitar 1-6,4 m di atas

permukaan laut yang di dukung oleh daerah tanah gambut yang kedalamanya mencapai 3-6 meter, tentunya dampak Abrasi tidak bisa di terhindarkan.

Abrasi Meranti Menjadi-jadi Ribuan Hakter Kebun dan Ratusan Rumah Terjun ke Laut
Tiga titik pulau di Meranti, masing-masing Pulau Rangsang, Pulau Merbau dan Pulau Padang, mengalami abrasi sepanjang tahun. Akibatnya, tidak saja ribuan hektar kebun dan ratusan rumah penduduk ke laut.

Saat ini, sudah ribuan hektar kebun milik masyarakat yang terjun ke laut di terjang abrasi. Bahkan abrasi juga mengancam kawasan pemukiman masyarakat. Akibatnya, tidak hanya luas daratan yang menyusut. Masyarakat di sejumlah desa di pulau-pulau harus menderita kerugian. Ribuan hektar kebun kelapa dan karet yang runtuh kelaut dan ratusan rumah ikut hancur. Titik kordinat terluar wilayah NKRI di Kabupaten Kepulaun Meranti turut bergeser.

Kenyataan ini sangat mencemaskan, bahwa akan merugkan posisi NKRI secara politik dan keamanan, karena ketiga pulau ini berbatasan lansung dengan perairan Selat Melaka yang menjadi pembatas dengan negara Malaysia

Untuk itu pemerintah pusat harus segera mengalokasikan anggaran penyelamatan pulau-pulau terluar di Kabupaten Kepulauan Meranti tersebut.

Kenyataanya, fenomena yang terjadi terhadap pulau-pulau di kabupaten kepulauan meranti tidak mampu mengetuk hati Pihak pemerintah untuk tanggap dan peduli.

Pemerintah malah sebaliknya mengeluarkan izin untuk melakukan pembabatan hutan alam di kawasan gambut pulau-pulau tersebut kepada PT.Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) melalui SK 327 Menhut Tahun 2009 Tanggal 12 Juni 2009.

Di Pulau Padang 43.000 ha. Sedangkan mitranya PT. Sumatera Riang Lestari (SRL) di Pulau Rangsang seluas 18.890 ha, Tempuling seluas 48.635 ha dan Pulau Rupat seluas 38.59 ha; lalu di Pulau Tebing Tinggi PT Lestari Unggul Makmur (LUM) dengan luas 10.390 ha. Semua kawasan ini tersebar di lima (5) Kabupaten antara lain Kabupaten Indragiri Hilir, Pelalawan, Siak, Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti.

Terbitnya SK 327 Menhut Tahun 2009 Tanggal 12 Juni inilah yang menjadi petaka bagi masyarakat di kabupaten kepulauan meranti. SK 327 MENHUT Tahun 2009 tanggal 12 juni yang sebenarnya kita sangat memahami bahwa SK 327 MENHUT Tahun 2009 tersebut merupakan perubahan ketiga atas keputusan menteri Nomor 130/KPTS-II/1993 Tanggal 27 Februari 1993 tentang pemberian Hak Penguasaan Hutan Tanaman Industri kepada PT. RAPP yang sebenarnya terletak di 5 kabupaten provinsi Riau diantarnya adalah Kabupaten Bengkalis dulunya yang sekarang wilayahnya menjadi wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti. Tentunya masyarakat tidak tinggal diam melihat sikap pemerintah ini, perlawanan rakyat terhadap Operasional Perusahaan HTI di kabupaten kepulauan Meranti hingga detik ini masih tetap di lakukan.

Menurut Dinas Kehutan Provinsi Riau Tahun 2009 Zulkifli Yusuf, sebelum SK Menhut keluar, Wakil Bupati Bengkalis Normanysah dan Gubernur Riau Rusli Zainal ikut merekomendasi pembukaan HTI tersebut yang notabene untuk kelangsungan pasokan kayu akasia perusahaan kertas di Riau.

Zulkifli Yusuf juga memaparkan rekomendasi Wakil Bupati Bengkalis Normanysah dan Gubernur Riau Rusli Zainal tidak ada studi kelayakan sebelum merekomendasikan kawasan untuk dijadikan HTI.

Kepala Dinas Kehutanan Riau, Zulkifli Yusuf menegaskan, izin HTI terbaru yang diperoleh PT RAPP melalui SK 327 Menhut Tahun 2009 Tanggal 12 Juni 2009 bermasalah.

Dishut Riau sudah mengirim surat resmi ke Menteri Kehutanan pada Tanggal 2 September Tahun 2009 lalu supaya izin tersebut ditinjau karena ditemukan sejumlah masalah.

Kepala Dinas Kehutanan Riau Zulkifli Yusuf menegaskan, surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.327/Menhut- II/2009 seluruh prosesnya merupakan andil dari Menhut. Termasuk proses Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan Rencana Kerja Usaha (RKU) untuk PT RAPP juga dikeluarkan Menhut, tanpa adanya rekomendasi Dishut Riau.

"Berdasarkan surat Menhut tersebut terjadi perubahan luas areal izin RAPP dari 235.140 ha menjadi 350.165 ha di Kampar, Siak, Pelalawan, Kuansing dan Meranti," kata Kadishut kepada wartawan, Senin (21/12), seusai hearing dengan Komisi A prihal simpang siur rekomendasi Pemprov terhadap SK Menhut untuk RAPP. Dishut Riau, kata Zulkifli, hanya mengeluarkan pemberitahuan kepada Menhut pada surat resmi tanggal 2 September 2009 tersebut Isinya, memberitahukan kepada Menhut bahwa SK tentang perubahan ketiga atas Keputusan Menteri tentang pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri kepada PT RAPP terdapat areal tumpang tindih dengan Kawasan Suaka Alam (KSA) seluas 5.019 Ha, terdapat Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 23.411 Ha.

Bahkan dalam suratnya, Dishut mengusulkan kepada Menhut untuk meninjau ulang dan merevisi keputusan tersebut, mengacau dan mengakomodir Surat Gubernur No.522/EKBANG/ 33.10 tanggal 2 Juli 2004 tentang perubahan status dari non kawasan hutan menjadi kawasan Hutan Produksi Tetap. Penegasan itu pernah dikatakan Zulkifli dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi A DPRD Riau, Senin (21/12).

Areal Izin Usahan Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) PT RAPP yang semula 235.140 hektare menjadi 350.165 hektare. Tapi hasil telaah Dishut Riau, luas areal tersebut 357.518, 77 hektare atau terdapat perbedaan 7.353,77 hektare.

Selain itu, lokasi izin yang diberikan Menhut melalui SK 327/Menhut-II/ 2009 tanggal 12 Juni 2009 tentang areal IUPHHK-HTI PT RAPP hanya berada di 4 kabupaten yakni Siak, Pelalawan, Kuansing, Bengkalis. Sementara hasil kajian Dishut, areal RAPP juga terdapat di Kabupaten Indragiri Hulu seluas 1.090,80 hektare. Izin tersebut juga tumpang tindih dengan kawasan Suaka Alam seluas 5.019,09 hektare. "Jadi jauh sebelum persoalan ini muncul, kami sudah menyurati Departemen Kehutanan supaya meninjau izin yang dikeluarkan pada Juni 2009," tutur Zulkifli Saleh.

Perizinan yang diperoleh PT RAPP, kata Zulkifli, tak sesuai peruntukannya. Izin yang diterbitkan Menhut pada 12 Juni 2009 lalu merupakan perubahan ketiga dari izin sebelumnya. Izin pertama diperoleh pada 1993 lahan HTI untuk dua anak perusahaan PT RAPP. Kemudian diperbaharui pada izin perubahan kedua pada 1997. Izin yang diterbitkan melalui SK Menhut itu juga tak mengakomodir rekomendasi Gubernur Riau Rusli Zainal yang menyatakan tak mendukung terjadinya perubahan ketiga izin HTI PT RAPP. Tapi pada kenyataannya, Menhut tak memperhatikan rekomendasi gubernur dan bupati. Dalam petikan izin perubahan justru yang ditampilkan nomor surat rekomendasi kepala daerah itu. "Substansi dari rekomendasi gubernur diabaikan. Padahal substansi itu penting," ulas Zulkifli.

Dijelaskan Kadishut, rekomendasi Gubernur pernah keluar yaitu pada tahun 2004 sebelum terbitnya SK perubahan kedua perluasan areal HTI RAPP menjadi seluas 235.140 H dari Menhut Nomo SK356/Menhut- II/2004). Kendati demikian rekomendasi gubernur saat itu memilliki catatan persyaratan antara lain sebelum Menhut memberi surat Izin kepada RAPP, harus terlebih dahulu mengadenddum SK HPH yang tumpang tindih dengan areal yang dicadangkan kepda PT RAPP. Melaksanakan perubahan status dari non kawasan hutan menjadi kawasan hutan produksi tetap, dan PT RAPP diwajibkan menyelesaikan hak-hak masyarakat.

Menurut Dinas Kehutan Provinsi Riau Tahun 2009 Zulkifli Yusuf kenapa beliau mengirim surat resmi ke Menteri Kehutanan pada Tanggal 2 September Tahun 2009 lalu supaya izin tersebut ditinjau karena ditemukan sejumlah masalah yang bisa di Simpulkan sebagai berikut:

Dari uraian diatas tersebut diatas maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Nomenklatur Rekomendasi dari Gubernur dan Bupati serta surat Menteri memakai istilah penabahan/perluasan, akan tetapi surat Keputusan Menteri memakai istilah perubahan dan istilah tersebut tidak ada dasarnya dalam ketentuan dan peraturan bidang kehutanan.

2. Norma dan standar yang diatur oleh PP 6/2007 jo PP 3/2003 bertentangan dengan yang diatur oleh undang-undang nomor 41 tahun 1999.

3. Permohonan Direktur Utama PT. RAPP Nomor 02/RAPP-DU/I/04 tanggal 19 Januari 2004, digunakan oleh Departemen Kehutanan untuk 2 (dua) keputusan, yaitu:

a.Surat Menteri Kehutanan Nomor : S.143/MENHUT-VI/2004 tanggal 29 April 2004 tentang penambahan/perluasan areal kerja IUPHHK pada Hutan Tanaman An. PT. Riau Andalan Plup And Paper.

b.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :SK.327/MENHUT-II/2009 tanggal 12 Juni 2009 tentang perubahan ketiga atas Keutusan Menteri Kehutanan Nomor 130/Kpts/II/1993 tanggal 27 Februari 1993 tentang pemberian hak penguasahaan Hutan Tanaman Industri kepada PT. RAPP.

4. Keputusan Menteri Kehutana tersebut tidak mengakomodir pada rekomendasi Bupati dan Gubernur Riau.

5. Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai dasar penerbitan Keputusan Menteri Kehutanan diambil dari keputusan Gubernur Riau yang telah dicabut.

6. Masih ada areal tersebut yang belum di alih fungsikan sehingga tidak memenuhi syarat diberikan izin perluasan / penambahan areal Hutan Tanaman Industri (Areal HTI seharusnya pada kawasan hutan produksi).

7. Surat Keputusan perluasan pada areal Kabupaten tertentu terdapat penambahan dan pengurangan tanpa adanya dasar pertimbangan Bupati dan Gubernur.

8. Terdapat areal yang masuk dalam wilayah Kabupaten Indra Giri Hulu seluas lebih kurang 1.090,80 Ha tanpa adanya rekomendasi dari Bupati setempat.

9. Rekomendasi Bupati didasarkan pada PP 34/2002 sedangkan surat Keputusan Menteri Kehutanan didasarkan pada PP 6/2007 jo PP 3/2008.

10. PP 34/2002 proses izin HTI melalui pelelangan, sedangkan PP 6/2007 jo PP 3/2008 berdasarkan permohonan dan PP 34/2002 telah dicabut oleh PP 6/2007 jo PP 3/2008.

11. Areal perluasan PT. RAPP yang semula masuk dalam wilayah Kabupaten Bengkalis, sekarang masuk dalam wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti berdasrakan undang-undang pembentukan Kabupaten Kepulauan Meranti Nomor 12 tahun 2009 tanggal 19 Desember 2008 dan telah diresmikan pada tanggal 16 Januari 2009, sedangkan Keputusan Menteri Kehutanan masih mengacu pada Rekomendasi Bupati Bengkalis.

12. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Hutan Tanaman Industri PT. RAPP telah melanggar ketentuan Luas Maksimum penguasaan hutan dan pelepasan kawasan hutan untuk budidaya perkebunan, yaitu Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 728/Kpts-II/1998 tanggal 9 November 1998 pasal 4 huruf a.

Dalam ketentuan tersebut dinyatakan bahwa: Luas Maksimum dari Penguasahaan Hutan atau Hasil Penguashaan Hutan tanaman Industri baik unutk tujuan Plup maupun untuk tujuan nonplup dalam 1 (satu) Provinsi 100.000 (seratus ribu) hekter dan untuk seluruh Indonesia 400.000 (empat ratus ribu) hektar, sdngkan luas areal PT. RAPP sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : Sk.327/MENHUT-II/2009 tanggal 12 Juni 2009 adalah 350.165 Ha.

D. REKOMENDASI
Rekomendasi kami berdasarkan fakta dan uraian tersebut diatas maka Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.327/MENHUT-II/2009 tanggal 12 Juni 2009 adalah cacat administrasi dan perlu ditinjau ulang dan direvisi agar tidak menimbulkan permasalhan dikemudian hari dalam pelaksanaanya.

Meskipun SK 327 Menhut tahun 2009 ditentang keras oleh Rakyat menteri kehutanan Zulkifli Hasan malah memberikan target waktu kepada Industri pulp dan kertas hingga tahun 2012 untuk memanfaatkan kayu hutan alam. Saat yang sama bagi industri untuk menyiapkan lahan guna dibangun hutan tanaman bagi kebutuhan bahan baku. Setelah tahun depan, penanaman seluruh Hutan Tanaman Industri (HTI) yang sudah ada harus sudah selesai menurut beliau. Selain itu Menhut memaparkan, pihaknya tak bisa melarang penggunaan kayu dari hutan alam dalam proses penyiapan lahan karena berdasarkan ketentuan hukum memang dibolehkan.

Sebenarnya mau tidak mau, pemerintah pusat harus menjadikan fenomena Kepulauan Meranti merupakan daerah yang terdiri dari dataran-dataran rendah, dengan ketinggian rata-rata sekitar 1-6,4 m di atas permukaan laut ini sebagai perhatian serius yang harus segera ditindak lanjuti. Jika langkah ini tidak segera diambil, dihawatirkan akan semakin memperburuk situasi dan menngancam posisi NKRI dari sisi politik dan keamanan,".

Sebagai pelau terluar sudah seharusnya tiga pulau tersebut menjadi perhatian serius pemerintah pusat. Abrasi yang menghantam ketiga pulau tersebut benar-benar cukup menghawatirkan. Dalam kurun tiga puluh tahun terakhir ini, sudah puluhan ribu meter kawasan bibir pantai-pulau pulau ini yang terjun ke laut.

Tapi sangat di sayangkan sikap Zulkifli Hasan selaku Menteri Kehutanan hanya bertolak ukur dengan Industri pulp dan kertas adalah industri strategis yang bisa menarik investasi hingga AS$16 miliar, serta menyumbang devisa sedikitnya AS$4 miliar per tahun menrut beliau. “Industri pulp dan kertas juga menyerap tenaga kerja langsung sedikitnya 242.800 orang,” ujar dia.

Berdasarkan data Poyry 2025 Fibre Outlook, di tahun 2009, Indonesia berada pada peringkat sembilan dalam jajaran produsen pulp dan kertas dunia setelah Amerika Serikat, Kanada, Brasil, Jepang, Swedia, Finlandia, Rusia, dan Cina. Indonesia memberi kontribusi sekitar 3,6 persen dari total kapasitas global. Produksi Indonesia memiliki potensi kuat untuk berkembang lebih besar dan masuk dalam jajajran lima besar.

Menhut izin Pulau-pulau di kabupaten Kepulauan Meranti di Tenggelamkan. Karena ini terlihat dari ketegasan sikap Zulkifli Hasan.
“Namun dalam dua tahun ke depan, seluruh areal izin HTI yang sudah diberikan, sudah harus tertanami,” tegas Menhut Zulkifli.

Stetmen Zulkifli Hasan ini juga di respon oleh Kalangan industri perkayuan di Riau mengeluhkan tidak jelasnya kepastian hukum yang telah menghambat realisasi investasi, meski pemerintah telah mengeluarkan izin Hutan Tanaman Industri bagi pengusaha.

Kemudian regulasi yang selalu berubah dengan cepat telah menyebabkan pengusaha dengan cepat harus menyesuaikan kondisi yang ada yang berujung bertambahnya biaya yang harus dikeluarkan sehingga menyebabkan ekonomi biaya tinggi.

Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Riau Endro Siswoko kepada wartawan di Pekanbaru menjelaskan berbagai izin yang diterbitkan pemerintah pusat belum tentu bisa langsung dimplementasikan pelaku usaha di daerah menyusul masih adanya "sentimen negatif dari masyarakat lokal".



Propinsi Riau memiliki dua raksasa perusahaan HTI penghasil pulp dan kertas yakni PT Riau Andalan Pulp and Paper dan PT Indah Kiat Pulp and Paper yang menyerap ribuan tenaga kerja, dan berkontribusi bagi penerimaan negara melalui sektor pajak.

Padahal, kata Endro, Kementerian Kehutanan telah mewanti-wanti pelaku usaha dengan memberikan batas waktu hingga akhir 2012 agar industri perkayuan tidak lagi menggunakan bahan baku kayu alam seperti pulp dan kertas.

"Pelaku usaha sangat mengharapkan dukungan dari pemerintah untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif di lapangan, sehingga ijin-ijin lama yang sudah diperoleh dapat segera diimplementasikan. Dukungan ini sangat penting bagi pengusaha HTI," katanya sebagaimana dimuat dalam MEDAN BISNIS Senin, 09 Mei 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar