Jumat, 13 Mei 2011

Ir Mamun Murod MM, Persisnya Sebagai Humas PT.RAPP

Di hadapan sejumlah wartawan usai menemui masyarakat Pulau Padang yang melakukan Unjuk Rasa untuk yang ke 11 (sebelas) kalinya perihal penolakan izin HTI PT.RAPP blok Pulau Padang, pada Rabu, 11 Mei 2011, di depan Kantor Bupati Kepulauan Meranti Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Kepulauan Meranti, Ir Mamun Murod MM mengatakan,

" bahwa yang berhak untuk mencabut izin HTI itu hanyalah pihak yang telah mengeluarkan izin tersebut".

Ir Mamun Murod MM juga menegaskan, .untuk menyikapi tuntutan pencabutan izin HTI di Pulau Padang Kecamatan Merbau, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti tetap berpegang kepada ketetapan hukum yang berlaku. Pihak-pihak yang kontra akan kehadiran HTI PT RAPP dipersilahkan untuk menempuh jalur hukum.

Menurut masyarakat, apa yang di sampaikan oleh Makmun murod itu merupakan suatu sikap yang tidak mengakomodir Aspirasi Masyarakat selama ini yang jelas-jelas menentang masuknya HTI di kabupaten Kepulauan Meranti. Selain itu ia meninggalkan Satu aspek yang menjadi persoalan mendasar kenapa masyarakat menolak operasional perusahaan HTI itu di kabupaten Kepulauan Meranti yaitu "Kerusakan Lingkungan".

"Pada dasarnya kami memiliki komitmen dan bertanggungjawab untuk melindungi hak-hak warga masyarakat, terutama mereka yang berada di sekitar areal HTI perusahaan ungkap Mamun Murod, namun perlu dimengerti bahwa kami tidak memiliki wewenang untuk melakukan pencabutan terhadap izin HTI yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah, yang berhak dalam hal ini adalah pihak Kementerian Kehutanan,"kata Mamun Murod.

Ketidak pahaman seorang Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti terhadap tujuan Aksi yang di lakukan pada 11 mei 2011 tersebut merupakan sikap yang sungguh sangat di sayangkan telah terjadi.

Dalam konteks ini, kata Murod, untuk menyikapi tuntutan pencabutan izin HTI di Pulau Padang Kecamatan Merbau Pemerintah Daerah hanya berkewajiban mengawal keputusan hukum yang berlaku, disamping berbagai langkah untuk mengakomodir aspirasi masyarakat terhadap penolakan izin HTI itu telah pula dilakukan. Sedangkan menyangkut penolakan izin yang dikeluarkan Kemenhut, pihak yang kontra dipersilahkan untuk menempuh jalur hukum, seperti menggugatnya melalui PTUN.

Padahal kedatangan masyarakat Pulau Padang adalah untuk mempertegas sikap dan mendesak kepada Pemda Kabupaten Kepulauan Meranti untuk menggunakan Wewenangnya berdasarkan surat yang di kirimkan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM) Indonesia Jl. Latuhary No. 4B Menteng Jakarta Pusat kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper dan Pihak Kementerian Kehutanan.



Di dalam surat yang telah di kirimkan Komnasham kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper , Johny Nelson Simanjuntak, SH sebagai Komisioner Subkomisi Pemantauan Dan Penyelidikan Komnasham mendesak kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper untuk Menghentikan Kegiatan Operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh pihak masyarakat dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti. Komnasham juga memerintahkan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan , Untuk Meninjau Ulang Surat Keputusan No. 327/Menhut-II/2009 dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti. Bahkan Komnasham mendesak Menhut untuk menggunakan kewenangan yang ada padanya untuk menghentikan operasional PT.RAPP di lapangan Sementara peroses peninjauan ulang belangsung.

Menurut Johny Nelson Simanjuntak, SH sebagai Komisioner Subkomisi Pemantauan Dan Penyelidikan Komnasham yang menerima langsung pengaduan masyarakat. berdasarkan pengaduan Muhamad Riduan dan masyarakat Pulau Padang tersebut ada 5 (Lima) Hal pokok yang menjadi dasar keberatan masyarakat Pulau Padang prihal Atas Terbitnya SK Menhut No.327/ Menhut-II/2009 dan Beroperasinya PT.RAPP di pulau padang Kabupaten Kepulauan Meranti. Lima Hal pokok tersebut adalah:

1. Warga menolak beroperasinya PT.RAPP di pulau padang Kabupaten Kepulauan Meranti oleh karena pemberian izin yang bermasalah di sebabkan warga tidak pernah di libatkan dalam peroses perijinan maupun dalam kegiatan perusahaan yang tidak pernah di sosialisasikan kepada warga. Selain itu juga telah ada penolakan dari DPRD dan BUPATI Kabupaten Kepulauan Meranti dan Dinas Kehutanan Provinsi Riau pada tahun 2009 oleh Zulkifli Yusuf.

2. Terjadinya pelanggaran administrasi dalam penerbitan Izin Usaha Pemenfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)Hatan Tanaman Industeri PT.RAPP, dimana dalam Surat Keputusan No. 327/Menhut-II/2009 Tentang penambahan luas pemenfaatan hutan yang di ijinkan Menhut di 5 (Lima) Kabupaten telah mengabaikan batas maksimal penguasaan hutan untuk tujuan Pulp atau non Pulp di tiap provinsi yang hanya seluas 100 ribu hektar.

3. Adanya dampak besar yang di timbulkan yaitu adanya ancaman terhadap penghancuran Ekonomi produktif warga, dimana 70% petani yang bekerja di areal hutan akan tergusur oleh penguasaan hutan oleh PT.RAPP. Selain itu adanya ancaman tenggelamnya Pulau Padang akibat pembabatan hutan di lahan gambut. Oleh karena di daerah Pulau Padang lahan gambut memiliki kedalaman mencapai 6 (enam) meter.

4. Adanya Surat Keputusan No. 327/Menhut-II/2009 menjadi pemicu konflik sosial masyarakat Pulau padang oleh karena adanya ancaman perampasan lahan dan tenggelamnya pulau. dimana sekitar 20.000 ha kebun dan pemukiman warga terancam oleh aktivitas perusahaan.

5. Munculnya ancaman tapal batas teritorial Indonesia oleh karena Kabupaten Kepulauan Meranti masuk dalam Segi Tiga Pertumbuhan Ekonomi Indonesia-Malaisia-Singapura, sehingga di khawatirkan dapat membahayakan batas wilayah negara akibat hilangnya pulau secara fisik yang di sebabkan abrasi dan tenggelam.

Komnasham juga memberikan alasan kenapa tindakan ini mereka lakukan ke PT.RAPP setelah menerima pengaduan dari masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti Prov. Riau prihal Keberatan Atas Terbitnya SK Menhut No.327/ Menhut-II/2009.

Karena menurut Komnasham tindakan ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (3) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti bahwa hak atas kesejahteraan di jamin dalam Pasal 36 ayat (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Selain itu Komnasham menyatakan bahwa Hak Pengadu di jamin di dalam Pasal 36 ayat (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. "Tidak Seorangpun Boleh Dirampas Miliknya dengan Sewenang-wenang dan secara melawan hukum." jo. Pasal 37 ayat (1) bahwa pencabutan hak milik atas suatu benda demi kepentingan umum, hanya di perbolehkan dengan mengganti kerugian yang wajar dan segera serta pelaksanaanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Surat yang di kirim Komnasham ke Menhut dan Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper Di Pangkalan Kerinci Kematan. Langgam Kabupaten Pelalawan. Provinsi Riau ini juga di tembuskan ke: Ketua Komnas Ham , Gubernur Riau Di Pekanbaru, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau di Pekanbaru, Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti,dan DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti.

Jadi, lagi-lagi di sini Mamun Murot sekali lagi coba mengarahkan masyarakat ke arah yang salah, dengan sengaja atau tidak. seakan-akan tidak tau tentang menghargai Niat baik masyarakat. Padahal Pemberian izin konsensi lahan HTI kepada RAPP dan dikeluarkannya izin amdal tanpa melibatkan masyarakat, jelas-jelas sudah meninggalkan masyarakat. Akibatnya, masyarakat harus bergerak dan berjuang sendiri mempertahankan hak-hak mereka untuk tetap bisa mengolah tanahnya sebagai sumber kehidupan.

Menurut kami, Ir Mamun Murod MM bukanlah orang yang pantas untuk di utus Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti bertemu dengan masyarakat. Ini karena, beliau berbicara di hadapan masyarakat tidak dengan kapasitasnya sebagai Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Kepulauan Meranti, tetapi persisnya sebagai Humas PT.RAPP.

Kenapa kami masyarakat Pulau padang menganggap Ir Mamun Murod MM kapasitasnya hampir persis sebagai Humas PT.RAPP. Karena hanya seorang Humaslah sebuah perusahaanlah yang berbicara mati-matian untuk membela Kepentingan perusahaanya. Sebagaimana yang di lakukan oleh Ir Mamun Murod MM pada waktu itu saat menerima masyarakat Pulau Padang.

Ungkapan Mamun Murod ini jelas-jelas seperti Orang yang baru lahir ke dunia ini yang tentunya di gariskan tidak memahami sejarah. Sehingga Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Kepulauan Meranti ini lebih cendrung berkhayal. Sehingga Mamun Murod mengungkap dan mengatakan.

"Rasanya tidak mungkin pihak perusahaan akan melakukan tindakan yang sia-sia atau mubazir kedepannya, karena mereka telah mengeluarkan investasi yang cukup besar untuk merealisasikan izin HTI tersebut,".

Ketika Ditanya soal sistem kanalisasi yang menjadi alasan kecemasan masyarakat akan mengakibatkan tenggelamnya Pulau Padang, Kadis Kehutanan Meranti ini mengatakan bahwa dari penjelasan pihak perusahaan, bahwa pola kanalisasi yang mereka terapkan telah dikaji oleh ahli lingkungan hidup. lagi-lagi menurut Pihak perusahaan.

Karena selama ini sudah sangat jelas, selain masyarakat mendesak untuk di tinjau ulang SK menhut tersebut, masyarkat juga mendesak agar pemerintah segera menurunkan tim terpadu dari berbagai elemen untuk melakukan Meeping. Langkah ini dilakukan sebagai upaya melakukan pemetaan ulang terhadap pengeloalan hutan alam di Pulau Padang agar ada kejelasan Tapal Batas sehingga Pihak perusahan bisa komit nantinya untuk tidak masuk dalam areal lahan masyarakat. "Dua tuntutan ini menjadi harga mati yang harus segera diakomdir oleh pemerintah. Kalau dua tuntutan ini gagal dan tidak diakomodir, maka segala bentuk operasional PT RAPP di blok Pulau Padang tidak boleh dilakukan. Jika tetap di paksakan untuk di dilakukan, konsekuensinya Pasti akan terjadi perampasan Tanah.

Di kabupaten Kampar, bengkalis, siak dan pelalawan serta beberapa kabupaten lainnya dan bahkan di Provinsi-provinsi lain di wilayah sumatera dalam NKRI ini Bentrok Fisik antara Masyarakat dengan pihak kepolisian sebagai pihak keamananpun Terkadang tidak bisa terhindarkan, sepert yang terjadi di Jambi dan Lampung. Memahami Pihak perusaahan mengantongi izin dari pemerintah melalui Hak Pengusaan Hutan (HPH) atau apalah namanya tentunya Pengusaha memiliki Legitimasi Hukum Yang pada akhirnya suka atau tidak suka, rela atau tidak rela berbicara HUKUM tentunya INVESTOR akan di Jamin Keamananya oleh negara sehingga sejarah mengungkap terlalu sering penyelesaian dari sebuah Konflik agraria berakhir dengan menjadikan kaum Tani sebagai Tersangkanya dengan Tuduhan Kasus Penyerobotan Lahan Pihak Perusahaan lalu kalah di persidangan dan ini adalah Sejarah.

"Namun pihak Kementerian Kehutanan RI juga telah menegaskan bahwa mereka tidak akan mencabut izin HTI itu, sepanjang pihak perusahaan tidak melakukan pelanggaran. Sementara hingga saat ini pihak perusahaan dinilai belum melakukan pelanggaran terhadap ketentuan izin tersebut," ungkap Mamun Murod.

Tidak adanya tapal batas yang jelas antara Tanah Garapan masyarakat dengan Areal Konsesi Pihak perusahaan dan tidak di berlakukanya Pemetaan Ulang (MAPING) menjadi sbuah ketakutan Besar masyarakat akan terjadinya PERAMPASAN TANAH RAKYAT. Sebab Maraknya sengketa tanah di provinsi Riau antara masyarakat penggarap dengan pihak perusahaan tidak lagi merupakan rahasia umum. Pengosongan Paksa, Penggusuran terhadap masyarakat untuk meninggalkan Rumah dan Kebun, sawah, ladang yang menjadi Alat Peroduksi kaum tani. Bahkan tertangkap atau tertembaknya Kaum Tani sudah menjadi bagian dari kosumsi publik.

Sedangkan anak perusahaan PT.RAPP saja sudah dua tahun beroperasi di Pulau Rangsang yaitu PT Sumatera Riang Lestari masih belum menetapkan tapal batas, hal ini tentunya sangat jelas akan memicu terjadinya konflik dengan masyarakat. Ini membuktikan bahwa PT SRL sudah melalaikan tugasnya sebagaimana yang diamanatkan UU.

Kadishutbun Kabupaten Kepulauan Meranti M. Murod juga mengatakan.

"sesuai dengan ketentuan UU PT SRL seharusnya menetapkan dulu tapal batas sebelum melakukan operasional". Namun aktivitas di lapangan berbeda. "Sampai hari ini pihak PT SRL tidak pernah berkoordinasi dengan Pemkab Meranti tapi sudah melakukan operasional. Bahkan, tapal batas areal konsesi belum ditetapkan pihak PT SRL sudah melakukan eksploitasi hasil hutan dan sudah menikmati," kata Murod

Kadishutbun menerangkan bahwa tindakan ini sudah merupakan satu pelanggaran UU yang dilakukan oleh PT Sumatera Riang Lestari di Pulau Rangsang. sebagaiman termuat di pemberitaan beritaterkini.com Kamis, tanggal 31 Maret 2011

Tindakan apa yang di ambil oleh Drs Irwan Nasir Msi selaku Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti terhadap PT.SRL saat itu? Tetap tidak ada!!!. Padahal bukankan secara UU Kadishutbun M. Murod telah menerangkan bahwa tindakan PT Sumatera Riang Lestari di Pulau Rangsang ini sudah merupakan satu pelanggaran UU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar