Selasa, 31 Mei 2011

KOMITE PIMPINAN PUSAT SERIKAT TANI NASIONAL



KPP-STN
Sekretariat : Jalan Tebet Dalam 2G No.1 Jakarta Selatan. Phone :
0817877279,0818296353 Faks: 021-8354513. Email : pusatdesa@gmail.com



PERNYATAAN SIKAP
No: 010/KPP-STN/B/IV/2011


Hentikan Kriminalisasi Warga Pulau Padang;
Menteri Kehutanan Harus Bertanggungjawab

Atas peristiwa terbakarnya dua mobil eskavator dan dua camp karyawan milik PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Sungai Hiu, Desa Tanjung Padang, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti, pada Senin (30/5/2011), menjadikan alasan bagi aparat Kepolisian Resort (Polres) Bengkalis melakukan tindakapan represif.

Saat ini, kondisi di Pulau Padang sedang terisolir. Rakyat Pulau Padang tidak dapat keluar dari pulau tersebut, sebab dua akses pintu masuk dan keluar pulau melalui Pelabuhan Buton dan Pelabuhan Surao telah ditutup Polres Bengkalis untuk mencegah warga keluar dari pulau tersebut. Selain itu, seorang warga bernama Heri (25 tahun) telah pula ditangkap, dan sedangkan Nazlan (20 tahun) dan Mazlin (18 tahun) belum diketahui keberadannya, serta beberapa warga lainnya dalam proses pemeriksaan dan pengejaran kepolisian.

Pihak PT. RAPP menuding bahwa 600 massa dan aktivis dari Serikat Tani Riau (STR) yang melakukan aksi di perusahaan pada hari itu, terlibat dengan aksi pembakaran, sebagaimana berita yang dilansir disebagian media-media lokal di Provinsi Riau, bahwa kasus pembakaran tersebut berkaitan dengan aksi massa.

Dari kronologi yang disampaikan ke sejumlah media massa, terkesan ada upaya kuat dari pihak perusahaan, kepolisian, serta koramil setempat untuk mengkriminalisasi massa aksi.

Lebih lanjut, PT.RAPP mengklaim aksi massa yang dilakukan oleh warga Pulau Padang telah mengakibatkan kerugian perusahaan dan invetasi bagi daerah serta meresahkan warga. Warga juga dianggap "melawan hukum", sebab berdasarkan Surat Keputusan No.327/Menhut-II/2009 tentang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK HTI), pihak perusahaan merasa berhak mengambil lahan-lahan perkebunan rakyat.

Berdasarkan situasi tersebut, Serikat Tani Riau (STR) menilai adanya persekongkolan diantara pihak perusahaan dan aparat negara dalam merekayasa fakta peristiwa yang sebenarnya, sebab tindakan kriminalisasi merupakan cara lazim yang selalu digunakan dalam meredam perjuangan rakyat dimanapun.

Karena aksi massa yang dilakukan oleh Rakyat Pulau Padang sejak siang, pukul 13.00 WIB di kantor perusahaan merupakan aksi damai. Pertama, sebelumnya organisasi STR telah meminta kerjasama dan bantuan keamanan melalui surat pemberitahuan secara resmi kepada pihak kepolisian terkait dengan rencana aksi yang akan dilakukan warga. Namun, keamanan yang diharapkan untuk membantu jalannya proses aksi tidak dengan personil yang maksimal. Pihak kepolisian justru lalai mengamankan kegiatan aksi.

Kedua, dialog antara massa STR dengan perwakilan PT. RAPP, Pendi, selaku Humas, berjalan buntu. Pihak perusahaan menolak mematuhi surat Komnas HAM untuk menghentikan operasional perusahaan, yang dinilai mengantongi perijin yang cacat administrasi (inprosedural) dan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Perjuangkan warga sejak tahun 2009 hingga sekarang ini tidak kunjung selesai. Warga Pulau Padang tidak menghendaki perusahaan bubur kertas itu menghancurkan hutan gambut dan tanaman produksi warga. Sebanyak 33 ribu jiwa penduduk di Kecamatan Merbau terancam kehilangan sumber kehidupan dan tempat tinggal, disebabkan Pulau Padang yang seluas 1.109 km² atau 110.000 Ha terancam tenggelam akibat perambahan hutan gambut seluas 40 % atau 41.205 Ha oleh PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP).

Ketiga, berdasarkan laporan kronologis STR, aksi yang berakhir pada sore, pukul 17.00 WIB berjalan damai. Sesudah aksi, pimpinan-pimpinan aksi STR menuju Kota Pekanbaru untuk menghadiri kegiatan Kongres STR. Demikian pula dengan massa aksi lainnya, kembali menuju desa masing-masing dengan menggunakan lima buah pompong (kapal motor).

Keempat, pihak STR baru mengetahui adanya kebakaran dilokasi aksi pada Selasa pagi. Berdasarkan informasi yang diterima oleh pihak STR, terjadi “amuk massa” di lokasi hutan milik PT. RAPP pada malam hari, sehingga, tidak diketahui kejadian yang sesungguhnya.

Akan tetapi, peristiwa yang terjadi di Pulau Padang bersumber dari SK Menhut No.327 tahun 2009 tentang ijin HTI yang menambahkan luas areal PT. RAPP dari semula 235.140 Ha di tahun 2004, bertambah menjadi 350.167 Ha di tahun 2009. Kebijakan Menhut yang mengijinkan perambahan hutan gambut merupakan hasil "main mata" dengan pelaku pencemaran lingkungan, illegal logging, suap, dll, yang dikenal sebagai pengusaha hitam Sukanto Tanoto, pemilik PT. RAPP yang bernaung dibawah Asia Pacific Resource International Limited (APRIL).

Dengan begitu, Menteri Kehutanan menjadi pihak yang paling bertanggungjawab atas penerbitan ijin perambahan hutan gambut dan perampasan lahan warga. Terlibih lagi, Rakyat Pulau Padang bahkan telah melakukan aksi di Kantor Kementerian Kehutanan, di Jakarta. Akan tetapi, Menhut Zulkifli Hasan bersikap “tuli” terhadap aspirasi Petani Pulau Padang.

Maka, kami dari Serikat Tani Nasional (STN) mendukung sepenuhnya perjuangan rakyat Pulau Padang untuk segera:

1. Menghentikan Operasional PT.RAPP di Pulau Padang Secepat-cepatnya.
2. Mencabut Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.327/Menhut-II/2009.
3. Menghentikan Penagkapan Warga dan Kriminalisi Para Aktifis Kerakyatan.
4. Membebaskan Penahanan Warga Tanpa Syarat.
Demikian Pernyataan Sikap ini kami buat sebagai sikap solidaritas perjuangan pada kaum tani.

KEMBALIKAN TANAH RAKYAT SEKARANG JUGA !
SELAMATKAN RAKYAT MERANTI !

TANAH, MODAL DAN TEKNOLOGI MURAH MODERN UNTUK KAUM TANI !

Jakarta, 31 Mei 2011

SerikatTani Nasional
(STN)



Yudi Budi Wibowo
(Ketua Umum)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar