Rabu, 04 Mei 2011

Akibat Dasar-dasar Ketidakadilan Pemenfaatan SDA Kami Masyarakat Pulau Padang Berjanji Dan Bersumpah Akan Kembali Menduduki Kantor Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti

Masih teringat jelas oleh kami di saat kami melakukan unjuk rasa dari dua pulau, yakni Pulau Padang, dan Pulau Rangsang ke Kantor Bupati Kepulauan Meranti untuk menolak Perusahaan Hutan Tanaman Industri, pada Senin tanggal 11 Oktober 2010.

Wakil Bupati Kepulauan Meranti Drs Masrul Kasmy MSi dengan didampingi, Asisten I Setdakab H Fatur Rahman, Kabag Tapem Setdakab H Nuriman juga dari pihak eksekutif yakni, Wakil Ketua DPRD M Tofikurrohman SPd MSi, Dedi Putra SHi, Edy Amin SPdi, Basiran SE MM, Hafizan Abas MPd, dan sejumlah anggota dewan lainya yang menerima perwakilan Kami dari masyarakat sebanyak 10 orang untuk dilakukan diskusi terhadap tuntutan penolakan Perusahaan Hutan Tanaman Industri tersebut.

Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti Masrul Kasmy MSi saat menerima kami mengatakan, bahwa pihaknya (eksekutif atau Pemkab) dengan tegas menolak aksi HTI yang dilakukan oleh beberapa perusahaan di Meranti termasuk PT.RAPP di Pulau Padang. Bapak Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti Masrul Kasmy MSi juga mengatakan, Bupati Meranti Drs Irwan MSi juga telah melayangkan surat sikap Pemkab Meranti yang menolak HTI pada 3 Oktober 2010 lalu kepada pusat melalui Gubernur.

‘’Sejak Meranti di pimpin oleh penjabat (Pj) Bupati Meranti Drs Samsyuar MSi, sampai sekarang, zamannya Bupati Definitif Drs Irwan Nasir MSi, telah dua kali Pemkab Meranti melayangkan surat pernyataan ketegasan menolak HTI di Meranti. Namun SK yang dikeluarkan oleh pusat tersebut, hanya pusat (Kemenhut) jugalah yang berwenang terhadap itu,’’ tegas Masrul.

Bukan hanya itu, Wabup juga mengajak pihak pengunjuk rasa secara bersama-sama untuk mendatangi pusat untuk meminta SK HTI di Meranti dilakukan peninjauan ulang. ‘’Kami akan membentuk tim gabungan untuk kembali menyelesaikan permasalahan itu ke provinsi dan ke pusat. Kalau mau mari kita secara bersama untuk mendatangi pusat dan meminta untuk dilakukan peninjauan ulang,’’ sebagaimana termuat di pemberitaan riaupos.com pada 13 Oktober 2010.

Perjuangan masyarakat Pulau Padang tidak pernah berhenti hingga Senin 28 Maret 2011 dengan Aksi Stempel Darah di depan Kantor Bupati Meranti di Jalan Dorak, Selatpanjang. Aksi Stempel Darah ini adalah Aksi yang ke 9 kalinya sebelum kami berangkat ke Jakarta mendatangi Menhut. Aksi menorehkan darah dari jari tangan ke kain putih ini juga diikuti Anak dan Isteri kami. Pada saat itu "kami menyampaikan mosi tidak percaya terhadap Ir. Mahmud Murod selaku Kadishut Meranti dan Drs. Ichwani Asisten I sekdakab Meranti dan 11 kepala Desa di Pulau Padang. Mereka telah menghianati masyarakat Pulau Padang. karena Pada 16 Maret 2011, rapat yang dipimpin Asisten I Drs Ichwani dan Kadishut Moh.Murod yang turut dihadiri Ketua Komisi I DRPD Meranti dan Ketua komisi II DPRD Meranti secara gamblang mendukung operasional RAPP dengan membentuk tim pengawalan operasional RAPP di Pulau Padang. Padahal, sejatinya, yang dibentuk adalah tim investigasi, bukan tim pengawalan. Karena itu Aksi stempel darah ini juga sebagai bukti dan bentuk perlawanan terhadap Pengkhianatan Asisten I Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Meranti, Drs Ikhwani, dan Kepala Dinas Kehutanan Meranti, Drs Mahmud Morod serta 11 Kepala Desa terhadap kesepakatan pada 23 Februari 2011 dalam dialog multy pihak penyelesaian Konflik antara masyarakat dengan PT.RAPP dan Serikat Tani Riau mengutus 61 Orang pengurus-pengurus Komite Pimpinan Desa Serikat Tani Riau masyarakat Pulau Padang untuk hadir pada pertemuan yang diadakan di Aula RSUD Selatpanjang yang langsung di Pimpin oleh Bupati Drs Irwan MSi. Aksi stempel darah juga merupakan kelanjutan dari penghadangan alat berat milik RAPP di Dusun Rumbia Sungai Hiu Tanjung Padang, sehari sebelumnya. Dalam aksi tersebut kami di terima oleh Wakil Bupati Kepulauan Meranti Masrul Kasmy, saya masih ingat hadir juga dalam pertemuan tersebut Kapolsek Tebing Tinggi AKP Arafat Nur Siregar, pengurus harian DPD KNPI Meranti Ansyari, Kadishut Ir. Mahmud Morod dan Asisten I Drs. Ichwani.

Dalam pertemuan tersebut kami masyarakat menyampaikan empat tuntutan.

1. Pertama mendesak pemerintahan SBY dan Budiono harus segera melakukan peninjauan ulang atau mencabut SK 327 MENHUT tahun 2009, tertanggal 12 Juni 2009.

2. Kedua mendesak Bupati Kepulauan Meranti Drs. Irwan Nasir, MSi untuk membekukan atau membubarkan tim pengawalan operasional RAPP yang dibentuk tanggal 16 Maret 2011 dan kembali kepada kesepakatan tanggal 23 Februari 2011, yakni membentuk tim investigasi operasional RAPP.

3. Ketiga mendesak pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Meranti mulai dari tingkatan Bupati dan DPRD untuk kembali kepada rakyat dengan mengeluarkan sikap tegas untuk menarik atau menghentikan operasional 2 unit eksavator di Sungai Hiu Desa Tanjung Padang, karena hal ini bertentangan dengan pertemuan multi pihak dalam rangka mencari solusi terbaik terkait konflik antara masyarakat atas rencana operasional RAPP di Pulau Padang yang dilaksanakan pada tanggal 23 Februari 2011.

4. Keempat meminta kepada Kapolri dan Kapolda Riau untuk segera menarik anggotanya yang menjaga dua unit eksavator RAPP yang sedang melakukan operasional di Sungai Hiu Desa Tanjung Padang Kecamatan Merbau karena hal ini masih dalam tahap proses penyelesaian.

Di pertemuan itu Wabup juga mengajak pihak masyarakat secara bersama-sama untuk mendatangi pusat untuk meminta SK HTI di Meranti dilakukan peninjauan ulang dan wabup siap memediasi atau mendampingi.

Tidak berputus asa kami memberangkatkan 46 perwakilan Masyarakat Pulau Padang ke jakarta untuk menemui Menhut sebagai sikap tegas masyarakat dalam Penolakan keberadaan PT RAPP melakukan aktifitas kosensi Hutan Tanaman Industri (HTI)di Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti. "Kita tetap komit mempertahankan setiap jengkal tanah milik masyarakat Pulau Padang. Karena itu kami menempuh jalur diplomasi sampai di tingkatan Pusat. Ini sudah menjadi komitmen masyarakat dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Untuk itu, kita minta agar Pemkab Meranti tetap komit membela dan melindungi kepentingan masyarakat di Pulau Padang,".

Sebenarnya Masyarakat Pulau Padang pada intinya Kami tidak anti dengan program pembangunan. Namun, pemerintah sebagai penguasa tidak harus memaksakan kehendak dengan melegalkan kekuasaannya untuk merampas hak-hak penguasan tanah oleh masyarakat dengan menyerahkan ke perusahaan. Pemberian izin konsensi lahan HTI kepada RAPP dan dikeluarkannya izin amdal tanpa melibatkan masyarakat, jelas-jelas sudah meninggalkan masyarakat. Akibatnya, masyarakat harus bergerak dan berjuang sendiri mempertahankan hak-hak mereka untuk tetap bisa mengolah tanahnya sebagai sumber kehidupan.

Tapi apa kenyataanya. Tatkala kami masyarakat Pulau Padang di ragukan oleh Menhut, seharusnya Bapak Drs Irwan MSi tersebut selaku Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti harus ada di ruangan pertemuan tersebut bersama-sama untuk membahas persoalan ini sesuai surat pemanggilan pihak Kementerian Kehutanan pada tanggal 25 April 2011 yang lalu, Karna yang hadir adalah masyarakatnya yang bersal dari Kabupaten Kepulauan Meranti. Namun sebaliknya Bapak Drs Irwan MSi enggan bertemu dan bahkan terkesan menghindar dari masyarakat Pulau Padang. dari jadwal pertemuan jam 2 siang sesuai agenda, hingga melakukan aksi pemblokiran jalan dan bahkan ada masyarakat yang pingsan kami tetap tidak mendapatkan panggilan utusan delegasi yang jelas kami tidak di perbolehkan masuk.

jam 4 sore barulah utusan kami dari masyarakat pulau padang di izinkan masuk dan kenyataanya Bapak Drs Irwan MSi sudah tidak terlihat lagi di ruangan pertemuan.

Satuhal yang sangat Luar biasa terjadi di pertemuan tersebut dimana Bupati menyampaikan ke Menteri bahwa Pulau Padang adalah Pulau tanpa Penghuni.

Pulau Padang luasnya 1109 km2 atau 110.000 hektar, dengan jumlah penduduk sekitar 33.000 orang jiwa. Akan tetapan kesi, menurut menteri yang merujuk kepada pernyataan Bupati, pulau padang adalah daerah yang tidak berpenduduk alias pulau kosong artinya Pulau Padang adalah merupakan sebuah Pulau tanpa Penghuni.

Kami menilai sikap Menhut dan Pemkab Meranti sudah Senada dengan sejarah, banyak tercatat bahwa peperangan antar suku dalam negara dan peperangan antar negara di dunia ini umumnya dikarenakan perebutan kekuasaan atas sumber daya alam ( Hutan, Tambang, Air dan Lahan). Karena sumber daya alam (SDA) tersebut merupakan sumber daya alam yang di perebutkan, maka sejarah mencatat penguasa dan pemerintah sangat berkepentingan dengan SDA yang di miliki oleh sebuah negara. Dengan demikian bukanlah sesuatu yang sangat menakjubkan ketika pengambil kebijakan atau pemerintah di dalam sebuah Negara mendeklarasikan bahwa semua SDA yang ada di Negara tersebut di kuasai oleh Negara. Sebab Negara memiliki kepentingan maha hebat terhadap sumber daya alam tersebut, khususnya menjadikannya sebagai ‘mesin politik’ dan ‘mesin uang’ bagi golongan yang berkuasa. Golongan yang berkuasa yang memerintah biasanya selalu membawa jargon bahwa sumber daya alam (SDA) untuk semua masyarakat, tetapi dalam praktik-praktik bisnis dan pemenfaatan SDA tersebut selalu lebih menguntungkan golongan dan kelompoknya sendiri.

Di sinilah sesungguhnya dasar-dasar ketidakadilan pemenfaatan SDA berupa hutan berakar, dan ekonomi politik kekuasaan negaralah yang sesungguhnya telah memanipulasi semua model-model pengelolaan SDA hutan di dunia, Indonesia adalah bagian dari sekenario global yang mana SDA hutanya telah terekploitasi sejak zaman kolonial (penjajahan) hingga abad melinium ini. Perspektif pemikiran yang melatarbelakangi konsep dan pelaksanaan pengelolaan serta pemanfaatan hutan di Indonesia adalah perspektif Negara, dimana PEMERINTAH MENJADI PEMAIN TUNGGAL DALAM MENETAPKAN dan MENGATUR PEMANFAATAN DAN PERUNTUKAN SUMBER DAYA HUTAN, kepada siapa hutan tersebut di serahkan untuk di manfaatkan sangat di pengaruhi oleh KEPENTINGAN dan TAWAR-MENAWAR POLITIK PENGUASA dan PERAKTISI BISNIS. Kenyataan ini di perparah lagi oleh peta politik yang paling khas pada saat ini adalah terjadinya perpindahan kekuasaan politik dan pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi, artinya sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat di serahkan kepada pemerintah otonom kabupaten dan kota. Dari sini, beragam penyimpangan pun ditengarai terjadi, hinggalah Pemerintah bersama-sama perusahaan akan memaksakan kehendaknya terhadap Rakyat.

Kami Masyarakat Pulau Padang Berjanji Dan Bersumpah Akan Menduduki Kantor Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti


Tidak ada komentar:

Posting Komentar