Selasa, 17 Januari 2012

Masyarakat Pulau Padang Pertanyakan Pernyataan Angggota Komisi IV PPR RI Ian Siagian

Ketika rakyat tetap bertahan dan akan terus melakukan aksi massa sebagai bentuk keseriusan untuk melakukan penyelamatan terhadap Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti Riau. Keseriusan itu telah di buktikan dengan niat baik masyarakat Pulau Padang mendatangi Pemerintah baik di Daerah, Wilayah dan Hingga ke Pusat. Bahkan perjuangan itu di lakukan sejak 2 tahun lalu hingga detik ini dengan melakukan Aksi Jahit Mulut. Tentunya menjadi hal yang sangat di sayangkan ketika para wakil-wakil rakyat yang ada di tingkatan daerah, wilayah dan pusat sebaliknya membuat pencitraan buruk terhadap apa yang sedang di lakukan dan yang sedang di perjuangkan oleh rakyatnya.

Seperti pengakuan Ian Siagian angggota Komisi IV DPR RI bersama dua orang anggota Komisi IV asal Riau lainnya, yakni Adi Sukemi dan Wan Abu Bakar yang menyatakan, ternyata mayoritas masyarakat di sana (Pulau Padang) menerima dan menginginkan RAPP tetap beroperasi dengan alasan industri ini dinilai memberikan dampak ekonomis bagi masyarakat setempat.



Pengakuan seperti ini muncul di Riau Today 17 Januari 2012 yang merupakan hasil kunjungan kerja beliau ke Pulau Padang untuk berdialog dengan masyarakat setempat sekaligus melihat secara langsung kawasan hutan yang akhir-akhir ini sering diperdebatkan sebagai akibat dari mencuatnya persoalan aksi unjuk rasa masyarakat Pulau Padang yang disertai jahit mulut di Gerbang Utama DPR RI.

Kami masyarakat Pulau Padang menegaskan sikap. Pernyataan Ian Siagian haruslah dapat di pertanggung jawabkan secara objektif di lapangan. Karena, jika tidak terbukti sesuai dengan fakta dan kondisi di lapangan yang sebenarnya. Maka dapatlah dipastikan pengakuan seperti ini akan berdampak buruk, selain menyesatkan banyak pihak, hal ini tentunya menambah kekecewaan rakyat atas pembohongan publik yang sedang di lakukan ini.

Senada dengan sejarah, banyak tercatat bahwa peperangan antar suku dalam negara dan peperangan antar negara di dunia ini umumnya dikarenakan perebutan kekuasaan atas Sumber Daya Alam ( Hutan, Tambang, Air dan Lahan). Karena sumber daya alam (SDA) tersebut merupakan sumber daya alam yang di perebutkan, maka sejarah mencatat penguasa dan pemerintah sangat berkepentingan dengan SDA yang di miliki oleh sebuah negara. Dengan demikian bukanlah sesuatu yang sangat menakjubkan ketika pengambil kebijakan atau pemerintah di dalam sebuah Negara mendeklarasikan bahwa semua SDA yang ada di Negara tersebut di kuasai oleh Negara. Sebab Negara memiliki kepentingan maha hebat terhadap sumber daya alam tersebut, khususnya menjadikannya sebagai ‘mesin politik’ dan ‘mesin uang’ bagi golongan yang berkuasa. Golongan yang berkuasa yang memerintah biasanya selalu membawa jargon bahwa sumber daya alam (SDA) untuk semua masyarakat, tetapi dalam praktik-praktik bisnis dan pemenfaatan SDA tersebut selalu lebih menguntungkan golongan dan kelompoknya sendiri. Mungkin inilah yang sedang di hadapi oleh Masyarakat Pulau Padang.

FKM-Penyelamatan Pulau Padang merasa perlu mempertanyakan kembali, atas dasar apa, Ian siagian membuat pernyataan sebagai berikut: “Kita belum tahu apakah ada pihak-pihak tertentu yang sengaja menciptakan konflik ini dengan menggerakkan masyarakat agar menuntut operasional PT RAPP dihentikan,”.FKM-Penyelamatan Pulau Padang berpendapat, ada upaya yang sengaja di laksanakan untuk membangun opini buruk terhadap rakyat yang berjuang dengan mengarahkan publik untuk menjawab pertanyaan yang sebenarnya mereka tidak mampu menjawabnya.

Perlu di ketahui, kami masyarakat Pulau Padang memahami fungsi Hutan di Indonesia memiliki nilai ekonomi, sosial, lingkungan dan budaya bagi negara dan masyarakat setempat. Jika berbagai peranan itu tidak seimbang, yang satu lebih ditekankan daripada yang lainnya, maka keberlanjutan hutan akan semakin terancam. Dan tentunya, tingkat kerusakan hutan yang tinggi mengakibatkan menurunnya daya kemampuan hutan untuk menjalankan fungsi ekologisnya sehingga dapat menimbulkan dampak pada lingkungan yang serius seperti perubahan iklim, berkurangnya keanekaragaman hayati, ketersediaan sumber daya air dan erosi tanah. Selain itu kami masyarakat Pulau Padang memahami Pentingnya Sumber Daya Alam secara eksplisit di sebutkan dalam pazsal 33 ayat 3 Undang-undang dasar 1945, bahwa:

"bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat"

Pasal ini mengamanatkan bahwa pemenfaatan Sumber daya alam harus di tujukan untuk kepentingan rakyat banyak. Sedangkan bagaimana Sumber daya alam itu seharusnya di kelola termaktub dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1973, telah di amanatkan betapa pentingnya pendayagunaan sumber daya alam tersebut. Butir 10 menyatakan bahwa:

"dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumber alam indonesia harus di gunakan secara rasionil. Penggalian sumber kekayaan alam tersebut harus di usahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan pertimbangan kebutuhan generasi yang akan datang".

Amanat GBHN itu telah mengandung jiwa " berkelanjutan " dengan menekankan perlunya memperhatikan kepentingan antar generasi dan perlunya pengaturan penggunaan Sumber daya alam.
Pemahaman tentang pemenfaatan sumber daya alam yang tidak bijaksana akan menyebabkan kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan akan menggangggu keberlanjutan usaha pembangunan dan bahkan mengancam ekosistem dan peradaban manusia akhirnya menjadi satu kekuatan baru bagi kami masyarakat Pulau Padang bahkan hingga detik ini untuk tetap menlanjutkan perjuangan dengan menggelar AKSI JAHIT MULUT 100 ORANG MASYARAKAT PULAU PADANG. Sangat jelas dan terang kami masyarakat Pulau Padang menekankan kepada pemerintah bahwa pemberian sagu hati oleh PT.RAPP kepada masyarakat Pulau Padang dan Incelaving tidak menyelesaikan persoalan.

(Catatan Penting) Desakan Tinjau Ulang bahkan hingga ke Pencabutan SK 327 MENHUT tahun 2009 dan PENOLAKAN Masyarakat terhadap HTI di Pulau-pulau lain, di wilayah administrasi Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti (Rangsang dan Tebing Tinggi) dan sekitarnya seperti Semenanjung Kampar, tidaklah dapat dipisahkan dengan penolakan Masyarakat Pulau Padang terhadap Operasional PT. RAPP Dan Penolakan tersebut sudah dilakukan oleh masyarakat Kepulauan Meranti sejak sebelum Kabupaten ini dimekarkan dari Kabupaten induk Bengkalis.

Untuk di ketahui oleh seluruh pihak, terutama Menteri Kehutanan Bapak Zulkifli Hasan dan Presiden Republik Indonesia Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, kami masyarakat Pulau Padang menegaskan bahwa ; jauh sebelum SK 327 MENHUT tahun 2009 yang menjadi landasan hukum RAPP untuk melakukan operasionalnya di Pulau Padang itu di terbitkan, pada tahun 2008 saja kegelisahan masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti sudah mulai terlihat. Seperti di Kecamatan Tebing Tinggi, akibat di terbitkanya izin atas usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman industri (UPHHTI) di Desa Nipah Sendadu, Sungai Tohor, Tanjung Sari, Lukun dan Desa Kepau Baru seluas 10.930 hektare yang diberikan ke PT Lestari Unggul Makmur (LUM). Forum Komunikasi Kepala Desa se Kecamatan Tebingtinggi menolak keberadaan PT LUM. Akibat rencana pembukaan HTI itu, Kemarahan warga memuncak ketika buruh perusahaan PT Lestari Unggul Makmur (LUM) yang menjadi kontraktor pelaksana pembukaan HTI menyebarkan selembaran kertas yang berisi SK Menhut No 217/Menhut-II/2007 Tanggal 31 Mei di Wilayah Desa Sungai Tohor.

TIDAK ADA ALASAN Pemerintah Indonesia untuk tidak menghentikan Operasional PT.RAPP di Pulau Padang serta meninjau ulang SK ini, karena ;

1. Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau sudah mengirim surat resmi ke Menteri Kehutanan pada Tanggal 2 September Tahun 2009 lalu supaya izin tersebut ditinjau karena ditemukan sejumlah masalah.

Menurut Dinas Kehutan Provinsi Riau Tahun 2009 Zulkifli Yusuf kenapa beliau mengirim surat resmi ke Menteri Kehutanan pada Tanggal 2 September Tahun 2009 lalu supaya izin tersebut ditinjau karena ditemukan sejumlah masalah yang bisa di Simpulkan sebagai berikut:
Dari uraian diatas tersebut diatas maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Nomenklatur Rekomendasi dari Gubernur dan Bupati serta surat Menteri memakai istilah penabahan/perluasan, akan tetapi surat Keputusan Menteri memakai istilah perubahan dan istilah tersebut tidak ada dasarnya dalam ketentuan dan peraturan bidang kehutanan.

2. Norma dan standar yang diatur oleh PP 6/2007 jo PP 3/2003 bertentangan dengan yang diatur oleh undang-undang nomor 41 tahun 1999.

3. Permohonan Direktur Utama PT. RAPP Nomor 02/RAPP-DU/I/04 tanggal 19 Januari 2004, digunakan oleh Departemen Kehutanan untuk 2 (dua) keputusan, yaitu:

a. Surat Menteri Kehutanan Nomor : S.143/MENHUT-VI/2004 tanggal 29 April 2004 tentang penambahan/perluasan areal kerja IUPHHK pada Hutan Tanaman An. PT. Riau Andalan Plup And Paper.

b.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :SK.327/MENHUT-II/2009 tanggal 12 Juni 2009 tentang perubahan ketiga atas Keutusan Menteri Kehutanan Nomor 130/Kpts/II/1993 tanggal 27 Februari 1993 tentang pemberian hak penguasahaan Hutan Tanaman Industri kepada PT. RAPP.

4. Keputusan Menteri Kehutana tersebut tidak mengakomodir pada rekomendasi Bupati dan Gubernur Riau.

5. Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai dasar penerbitan Keputusan Menteri Kehutanan diambil dari keputusan Gubernur Riau yang telah dicabut.

6. Masih ada areal tersebut yang belum di alih fungsikan sehingga tidak memenuhi syarat diberikan izin perluasan / penambahan areal Hutan Tanaman Industri (Areal HTI seharusnya pada kawasan hutan produksi).

7. Surat Keputusan perluasan pada areal Kabupaten tertentu terdapat penambahan dan pengurangan tanpa adanya dasar pertimbangan Bupati dan Gubernur.

8. Terdapat areal yang masuk dalam wilayah Kabupaten Indra Giri Hulu seluas lebih kurang 1.090,80 Ha tanpa adanya rekomendasi dari Bupati setempat.

9. Rekomendasi Bupati didasarkan pada PP 34/2002 sedangkan surat Keputusan Menteri Kehutanan didasarkan pada PP 6/2007 jo PP 3/2008.

10. PP 34/2002 proses izin HTI melalui pelelangan, sedangkan PP 6/2007 jo PP 3/2008 berdasarkan permohonan dan PP 34/2002 telah dicabut oleh PP 6/2007 jo PP 3/2008.

11. Areal perluasan PT. RAPP yang semula masuk dalam wilayah Kabupaten Bengkalis, sekarang masuk dalam wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti berdasrakan undang-undang pembentukan Kabupaten Kepulauan Meranti Nomor 12 tahun 2009 tanggal 19 Desember 2008 dan telah diresmikan pada tanggal 16 Januari 2009, sedangkan Keputusan Menteri Kehutanan masih mengacu pada Rekomendasi Bupati Bengkalis.

12. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Hutan Tanaman Industri PT. RAPP telah melanggar ketentuan Luas Maksimum penguasaan hutan dan pelepasan kawasan hutan untuk budidaya perkebunan, yaitu Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 728/Kpts-II/1998 tanggal 9 November 1998 pasal 4 huruf a.

Dalam ketentuan tersebut dinyatakan bahwa: Luas Maksimum dari Penguasahaan Hutan atau Hasil Penguashaan Hutan tanaman Industri baik unutk tujuan Plup maupun untuk tujuan nonplup dalam 1 (satu) Provinsi 100.000 (seratus ribu) hekter dan untuk seluruh Indonesia 400.000 (empat ratus ribu) hektar, sdngkan luas areal PT. RAPP sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : Sk.327/MENHUT-II/2009 tanggal 12 Juni 2009 adalah 350.165 Ha.

Zulkifli Yusuf selaku Kepala Dinas Kehutanan sudah MERECOMENDASIKAN berdasarkan fakta dan uraian tersebut diatas kepada Menhut bahwa Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.327/MENHUT-II/2009 tanggal 12 Juni 2009 adalah cacat administrasi dan perlu ditinjau ulang dan direvisi agar tidak menimbulkan permasalhan dikemudian hari dalam pelaksanaanya.

2. Surat Pjs. Bupati Kepulauan Meranti, No. 100/TAPEM/189 tahun 2009. Tanggal 26 Agustus 2009, tentang: Peninjauan Ulang terhadap IUPHHK-HTI di Kepulauan Meranti, ditujukan kepada Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan

3. Surat Bupati Kepulauan Meranti, No. 100/TAPEM/IX/2010/70 tanggal 3 September 2010, perihal Peninjauan Ulang terhadap IUPHHK-HTI PT. LUM, PT. SRL dan PT. RAPP, ditujukan kepada Menteri Kehutanan RI

4. Surat DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti, No. 661/DPRD/VII/2010, tanggal 30 Juli 2010, prihal: Tinjau Ulang izin operasional PT. SRL, PT. LUM dan PT. RAPP, di tujukan kepada Kementrian Kehutanan RI

5. Surat Rekomendasi Komnas HAM No. 1.071/K/PMT/IV/2011, tanggal 29 April 2011, perihal: Pengaduan Keberatan atas terbitnya SK Menhut No. 327/Menhut-II/2009 dan Rekomendasi Penghentian Operasional PT.RAPP di lapangan, ditujukan kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp & Paper

6. Surat Rekomendasi Komnas HAM No. 1.072/K/PMT/IV/2011, tanggal 29 April 2011, perihal: Pengaduan Keberatan atas terbitnya SK Menhut No. 327/Menhut-II/2009, dan Desakan Penghentian Operasional PT.RAPP serta Peninjauan Kembali terhadap SK tersebut ditujukan kepada Menteri Kehutanan RI

Selain menyadar keberadaan kawasan konsesi HTI di Pulau Padang mengancam keberlangsungan lingkungan hidup dan juga mengancam eksistensi pulau terdepan Indonesia yang sangat strategis dalam aspek pertahanan dan keamanan nasional NKRI seperti Pulau Padang yang merupakan salah satu pulau kecil yang berbatasan langsung dengan Negara malaysia. Konflik berkepanjangan di Pulau Padang yang meliputi 14 desa dipicu oleh keluarnya ijin perusahan hutan tanaman industry PT. RAPP tanggal 12 Juni 2009 itu telah terbukti sebagian besar tumpang tindih dengan tanah-tanah yang sudah menjadi hak masyarakat local, baik berupa perkebunan karet, sagu, maupun areal perladangan dan eks perladanangan dan perkebunan masyarakat.

Penerbitan SK 327 Menhut Tanggal 12 Juni 2009 oleh MS Kaban memberikan tambahan seluas 115.025 Ha terhadap Riau Andalan Pulp And Paper (PT. RAPP). Dari luas areal tambahan 115.025 ha ini, seluas 41.205 ha berada di Pulau Padang. SK 327 Menhut 2009 menjadi landasan PT.RAPP untuk tetap memaksakan kehendaknya melakukan pembabatan Hutan Alam Gambut di Pulau Padang untuk dieksploitasi Kayu Alamnya.

Pulau Padang termasuk Kategori Pulau Kecil (UU No 27/2007) mempunyai sumberdaya alam yang terbatas, mempunyai lingkungan yang sensitive. Berdasarkan Rekapitulasi Data Kependudukan Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti pada tanggal 03 April 2011, tercatat jumlah penduduk yang tinggal di Pulau Padang adalah sebanyak 35224 (Tiga puluh lima ribu dua ratus dua puluh empat ) Jiwa yang hidup di pulau tanah gambut dengan Luas 101000 (Seratus sepuluh ribu) Ha di Kabupaten Kepulauan Meranti Propinsi Riau, Indonesia ini.

Sementara itu, jika dilihat dari tataruang provinsi Riau yang telah di Perda‐kan dengan Perda nomor 10 Tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Riau maka area PT RAPP di Pulau Padang termasuk dalam kawasan lindung. Penerbitan SK 327 Menhut Tahun 2009 juga bertentangan dengan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung, dimana ditegaskan gambut kedalaman lebih 3 meter harus dijadikan Kawasan Lindung, sementara kedalaman Gambut di Pulau Padang mencapai 8-12 m tentunya perizinan yang berada pada kawasan gambut tersebut selayaknya tidak dapat diberikan izinnya.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar