Kamis, 12 Januari 2012

Kepada Yth :Hj.Dhiana Anwar, SH Partai Demokrat


Respon pemberitaan Riau Terkini Kamis, 12 Januari 2012 FSKAHUT Prihatinkan Nasib Perkerja Kehutanan di Pulau Padang.

Kami Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP) dan Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau menghargai jika FSKAHUT Prihatinkan Nasib Perkerja Kehutanan di Pulau Padang dan memaklumi jika dalam kisruh perizinan PT RAPP di Pulau Padang FSKAHUT pusat meminta Polisi bertindak tegas terhadap tindak kriminal yang telah memakan korban jiwa pekerja kehutanan di pulau padang. Namun jika FSKAHUT pusat mendesak Pemerintah dan kepolisian untuk mengambil tindakan tegas terhadap kami yang sedang berjuang, hanya karena menganggap apa yang sedang kami lakukan sebagai bentuk tindakan pemaksaan kehendak dengan tanpa mempertimbangkan apa yang menjadi pertimbangan kami, maka jawabanya adalah JIKA INGIN MEREBUTNYA, LANGKAHILAH NYAWA KAMI. PULAU PADANG TANAH TUMPAH DARAH KAMI, TENTUNYA AKAN KAMI JAGA SAMPAI MATI.

Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP) dan Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau ingin mempertanyakan sesungguhnya apa yang menjadi kepentingan Ketua Umum DPP Federasi Serikat Pekerja Perkayuan Dan Perhutanan Indonesia (DPP FSPKAHUT KSPSI) yang juga anggota Komisi IX DPR RI asal Partai Demokrat Hj.Dhiana Anwar, SH yang secara tiba-tiba mendesak pihak Kepolisian untuk tegas menyelidiki kasus pengrusakan dan pembakaran alat-alat berat yang bekerja di areal IUPHHK-HT PT. Riau Andalan Pulp And Paper (PT. RAPP) di Pulau Padang serta penembakan sehingga mengakibatkan korban jiwa oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang terjadi pertengahan tahun lalu ditengah-tengah situasi saat ini dimana kami masyarakat Pulau Padang sedang berjuang di Pusat Pemerintahan tepatnya di DPR,MPR-RI Senayan Jakarta.

Kami Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP) dan Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau bersepakat jika Hj.Dhiana Anwar, SH mengirimkan surat resmi ke Kapolri untuk mengungkap kasus pembunuhan itu dengan seterang-terangnya. Sudah sangat jelas apapun ”Tindakan kriminalisasi itu tidak bisa ditoleransi". Cuma saja kami mau mengingatkan dan mempertanyakan kembali, dimanakah posisi Komisi IX DPR RI? dimanakah posisi tindakan tegas seluruh Partai-partai politik yang sering membawa jargon RAKYAT termasuk partai Demokrat di saat kami masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau hamir 1 Bulan Lebih bertenda di DPR,MPR-RI Senayan Jakarta bahkan hingga kini satu orang rekan kami harus mengalami Depresi.

Tegas kami Forum Komunikasi Masyarakat-Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP) dan Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau membantah tudingan dan dugaan Hj.Dhiana Anwar, SH yang menyatakan ada pihak-pihak tertentu yang sengaja mempolitisasi kasus itu untuk tujuan-tujuan lain.

Perlu di pahami Kami masyarakat Pulau Padang tidak akan pernah tinggal diam dalam melihat sikap Pemerintah Indonesia ini, Perlawanan rakyat terhadap Operasional Perusahaan HTI di PULAU PADANG hingga detik ini masih tetap di lakukan. Dan kami peserta AKSI JAHIT MULUT siap mati. Demi tuhan kami tidak akan kembali dan menghentikan aksi ini sampai ajal menjemput, jika pemerintah tidak segera merespon aksi kami dengan menghentikan Opersional PT.RAPP di Pulau Padang.

Kami masyarakat Pulau Padang memahami fungsi Hutan di Indonesia memiliki nilai ekonomi, sosial, lingkungan dan budaya bagi negara dan masyarakat setempat. Jika berbagai peranan itu tidak seimbang, yang satu lebih ditekankan daripada yang lainnya, maka keberlanjutan hutan akan semakin terancam. Dan tentunya, tingkat kerusakan hutan yang tinggi mengakibatkan menurunnya daya kemampuan hutan untuk menjalankan fungsi ekologisnya sehingga dapat menimbulkan dampak pada lingkungan yang serius seperti perubahan iklim, berkurangnya keanekaragaman hayati, ketersediaan sumber daya air dan erosi tanah. Selain itu kami masyarakat Pulau Padang memahami Pentingnya Sumber Daya Alam secara eksplisit di sebutkan dalam pazsal 33 ayat 3 Undang-undang dasar 1945, bahwa:

"bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat"

Pasal ini mengamanatkan bahwa pemenfaatan Sumber daya alam harus di tujukan untuk kepentingan rakyat banyak. Sedangkan bagaimana Sumber daya alam itu seharusnya di kelola termaktub dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1973, telah di amanatkan betapa pentingnya pendayagunaan sumber daya alam tersebut. Butir 10 menyatakan bahwa:
"dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumber alam indonesia harus di gunakan secara rasionil. Penggalian sumber kekayaan alam tersebut harus di usahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan pertimbangan kebutuhan generasi yang akan datang".

Amanat GBHN itu telah mengandung jiwa " berkelanjutan " dengan menekankan perlunya memperhatikan kepentingan antar generasi dan perlunya pengaturan penggunaan Sumber daya alam. Pemahaman tentang pemenfaatan sumber daya alam yang tidak bijaksana akan menyebabkan kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan akan menggangggu keberlanjutan usaha pembangunan dan bahkan mengancam ekosistem dan peradaban manusia akhirnya menjadi satu kekuatan baru bagi kami masyarakat Pulau Padang bahkan hingga detik ini untuk tetap menlanjutkan perjuangan dengan menggelar AKSI JAHIT MULUT 100 ORANG MASYARAKAT PULAU PADANG.

Sangat jelas dan terang kami masyarakat Pulau Padang menekankan kepada pemerintah bahwa Pemberian Sagu Hati oleh PT.RAPP kepada masyarakat Pulau Padang dan Incelaving serta Pola Kemitraan Dalam Pengelolaan Tanaman Kehidupan. Jika ini jawaban Direktorat Jenderal Bina Usaha kehutanan tertanda Direktur jenderal Imam Santoso, dengan Surat No. S.1055/VI-BPHT/2010 pada tanggal 3 November 2010 yang merupakan surat balasan Dari permohonan Peninjauan Ulang IUPHHK-HTI PT. RAPP terkait dengan penolakan HTI tentunya jawaban ini menurut kami sangat TIDAK MENGAKOMODIR Aspirasi masyarakat secara Objektif dan Ilmiah sesuai Fakta di lapangan. (Catatan Penting) Desakan Tinjau Ulang bahkan hingga ke Pencabutan SK 327 MENHUT tahun 2009 dan PENOLAKAN Masyarakat terhadap HTI di Pulau-pulau lain, di wilayah administrasi Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti (Rangsang dan Tebing Tinggi) dan sekitarnya seperti Semenanjung Kampar, tidaklah dapat dipisahkan dengan penolakan Masyarakat Pulau Padang terhadap Operasional PT. RAPP Dan Penolakan tersebut sudah dilakukan oleh masyarakat Kepulauan Meranti sejak sebelum Kabupaten ini dimekarkan dari Kabupaten induk Bengkalis.

Untuk di ketahui oleh seluruh pihak, terutama Menteri Kehutanan Bapak Zulkifli Hasan dan Presiden Republik Indonesia Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, kami masyarakat Pulau Padang menegaskan bahwa ; jauh sebelum SK 327 MENHUT tahun 2009 yang menjadi landasan hukum RAPP untuk melakukan operasionalnya di Pulau Padang itu di terbitkan, pada tahun 2008 saja kegelisahan masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti sudah mulai terlihat. Seperti di Kecamatan Tebing Tinggi, akibat di terbitkanya izin atas usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman industri (UPHHTI) di Desa Nipah Sendadu, Sungai Tohor, Tanjung Sari, Lukun dan Desa Kepau Baru seluas 10.930 hektare yang diberikan ke PT Lestari Unggul Makmur (LUM). Forum Komunikasi Kepala Desa se Kecamatan Tebingtinggi menolak keberadaan PT LUM. Akibat rencana pembukaan HTI itu, Kemarahan warga memuncak ketika buruh perusahaan PT Lestari Unggul Makmur (LUM) yang menjadi kontraktor pelaksana pembukaan HTI menyebarkan selembaran kertas yang berisi SK Menhut No 217/Menhut-II/2007 Tanggal 31 Mei di Wilayah Desa Sungai Tohor. TIDAK ADA ALASAN Pemerintah Indonesia untuk tidak menghentikan Operasional PT.RAPP di Pulau Padang serta meninjau ulang SK ini, karena ;

1. Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau sudah mengirim surat resmi ke Menteri Kehutanan pada Tanggal 2 September Tahun 2009 lalu supaya izin tersebut ditinjau karena ditemukan sejumlah masalah.

Menurut Dinas Kehutan Provinsi Riau Tahun 2009 Zulkifli Yusuf kenapa beliau mengirim surat resmi ke Menteri Kehutanan pada Tanggal 2 September Tahun 2009 lalu supaya izin tersebut ditinjau karena ditemukan sejumlah masalah yang bisa di Simpulkan sebagai berikut:

Dari uraian diatas tersebut diatas maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Nomenklatur Rekomendasi dari Gubernur dan Bupati serta surat Menteri memakai istilah penabahan/perluasan, akan tetapi surat Keputusan Menteri memakai istilah perubahan dan istilah tersebut tidak ada dasarnya dalam ketentuan dan peraturan bidang kehutanan.
2. Norma dan standar yang diatur oleh PP 6/2007 jo PP 3/2003 bertentangan dengan yang diatur oleh undang-undang nomor 41 tahun 1999.
3. Permohonan Direktur Utama PT. RAPP Nomor 02/RAPP-DU/I/04 tanggal 19 Januari 2004, digunakan oleh Departemen Kehutanan untuk 2 (dua) keputusan, yaitu:
a. Surat Menteri Kehutanan Nomor : S.143/MENHUT-VI/2004 tanggal 29 April 2004 tentang penambahan/perluasan areal kerja IUPHHK pada Hutan Tanaman An. PT. Riau Andalan Plup And Paper.
b.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :SK.327/MENHUT-II/2009 tanggal 12 Juni 2009 tentang perubahan ketiga atas Keutusan Menteri Kehutanan Nomor 130/Kpts/II/1993 tanggal 27 Februari 1993 tentang pemberian hak penguasahaan Hutan Tanaman Industri kepada PT. RAPP.
4. Keputusan Menteri Kehutana tersebut tidak mengakomodir pada rekomendasi Bupati dan Gubernur Riau.
5. Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai dasar penerbitan Keputusan Menteri Kehutanan diambil dari keputusan Gubernur Riau yang telah dicabut.
6. Masih ada areal tersebut yang belum di alih fungsikan sehingga tidak memenuhi syarat diberikan izin perluasan / penambahan areal Hutan Tanaman Industri (Areal HTI seharusnya pada kawasan hutan produksi).
7. Surat Keputusan perluasan pada areal Kabupaten tertentu terdapat penambahan dan pengurangan tanpa adanya dasar pertimbangan Bupati dan Gubernur.
8. Terdapat areal yang masuk dalam wilayah Kabupaten Indra Giri Hulu seluas lebih kurang 1.090,80 Ha tanpa adanya rekomendasi dari Bupati setempat.
9. Rekomendasi Bupati didasarkan pada PP 34/2002 sedangkan surat Keputusan Menteri Kehutanan didasarkan pada PP 6/2007 jo PP 3/2008.
10. PP 34/2002 proses izin HTI melalui pelelangan, sedangkan PP 6/2007 jo PP 3/2008 berdasarkan permohonan dan PP 34/2002 telah dicabut oleh PP 6/2007 jo PP 3/2008.
11. Areal perluasan PT. RAPP yang semula masuk dalam wilayah Kabupaten Bengkalis, sekarang masuk dalam wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti berdasrakan undang-undang pembentukan Kabupaten Kepulauan Meranti Nomor 12 tahun 2009 tanggal 19 Desember 2008 dan telah diresmikan pada tanggal 16 Januari 2009, sedangkan Keputusan Menteri Kehutanan masih mengacu pada Rekomendasi Bupati Bengkalis.
12. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Hutan Tanaman Industri PT. RAPP telah melanggar ketentuan Luas Maksimum penguasaan hutan dan pelepasan kawasan hutan untuk budidaya perkebunan, yaitu Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 728/Kpts-II/1998 tanggal 9 November 1998 pasal 4 huruf a. Dalam ketentuan tersebut dinyatakan bahwa: Luas Maksimum dari Penguasahaan Hutan atau Hasil Penguashaan Hutan tanaman Industri baik unutk tujuan Plup maupun untuk tujuan nonplup dalam 1 (satu) Provinsi 100.000 (seratus ribu) hekter dan untuk seluruh Indonesia 400.000 (empat ratus ribu) hektar, sdngkan luas areal PT. RAPP sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : Sk.327/MENHUT-II/2009 tanggal 12 Juni 2009 adalah 350.165 Ha.

Zulkifli Yusuf selaku Kepala Dinas Kehutanan sudah MERECOMENDASIKAN berdasarkan fakta dan uraian tersebut diatas kepada Menhut bahwa Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.327/MENHUT-II/2009 tanggal 12 Juni 2009 adalah cacat administrasi dan perlu ditinjau ulang dan direvisi agar tidak menimbulkan permasalhan dikemudian hari dalam pelaksanaanya.

2. Surat Pjs. Bupati Kepulauan Meranti, No. 100/TAPEM/189 tahun 2009. Tanggal 26 Agustus 2009, tentang: Peninjauan Ulang terhadap IUPHHK-HTI di Kepulauan Meranti, ditujukan kepada Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan

3. Surat Bupati Kepulauan Meranti, No. 100/TAPEM/IX/2010/70 tanggal 3 September 2010, perihal Peninjauan Ulang terhadap IUPHHK-HTI PT. LUM, PT. SRL dan PT. RAPP, ditujukan kepada Menteri Kehutanan RI

4. Surat DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti, No. 661/DPRD/VII/2010, tanggal 30 Juli 2010, prihal: Tinjau Ulang izin operasional PT. SRL, PT. LUM dan PT. RAPP, di tujukan kepada Kementrian Kehutanan RI

5. Surat Rekomendasi Komnas HAM No. 1.071/K/PMT/IV/2011, tanggal 29 April 2011, perihal: Pengaduan Keberatan atas terbitnya SK Menhut No. 327/Menhut-II/2009 dan Rekomendasi Penghentian Operasional PT.RAPP di lapangan, ditujukan kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp & Paper

6. Surat Rekomendasi Komnas HAM No. 1.072/K/PMT/IV/2011, tanggal 29 April 2011, perihal: Pengaduan Keberatan atas terbitnya SK Menhut No. 327/Menhut-II/2009, dan Desakan Penghentian Operasional PT.RAPP serta Peninjauan Kembali terhadap SK tersebut ditujukan kepada Menteri Kehutanan RI

Selain menyadari keberadaan kawasan konsesi HTI di Pulau Padang mengancam keberlangsungan lingkungan hidup dan juga mengancam eksistensi pulau terdepan Indonesia yang sangat strategis dalam aspek pertahanan dan keamanan nasional NKRI seperti Pulau Padang yang merupakan salah satu pulau kecil yang berbatasan langsung dengan Negara malaysia. Konflik berkepanjangan di Pulau Padang yang meliputi 14 desa dipicu oleh keluarnya ijin perusahan hutan tanaman industry PT. RAPP tanggal 12 Juni 2009 itu telah terbukti sebagian besar tumpang tindih dengan tanah-tanah yang sudah menjadi hak masyarakat local, baik berupa perkebunan karet, sagu, maupun areal perladangan dan eks perladanangan dan perkebunan masyarakat.

Penerbitan SK 327 Menhut Tanggal 12 Juni 2009 oleh MS Kaban memberikan tambahan seluas 115.025 Ha terhadap Riau Andalan Pulp And Paper (PT. RAPP). Dari luas areal tambahan 115.025 ha ini, seluas 41.205 ha berada di Pulau Padang. SK 327 Menhut 2009 menjadi landasan PT.RAPP untuk tetap memaksakan kehendaknya melakukan pembabatan Hutan Alam Gambut di Pulau Padang untuk dieksploitasi Kayu Alamnya. Pulau Padang termasuk Kategori Pulau Kecil (UU No 27/2007) mempunyai sumberdaya alam yang terbatas, mempunyai lingkungan yang sensitive. Berdasarkan Rekapitulasi Data Kependudukan Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti pada tanggal 03 April 2011, tercatat jumlah penduduk yang tinggal di Pulau Padang adalah sebanyak 35224 (Tiga puluh lima ribu dua ratus dua puluh empat ) Jiwa yang hidup di pulau tanah gambut dengan Luas 101000 (Seratus sepuluh ribu) Ha di Kabupaten Kepulauan Meranti Propinsi Riau, Indonesia ini. Sementara itu, jika dilihat dari tataruang provinsi Riau yang telah di Perda‐kan dengan Perda nomor 10 Tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Riau maka area PT RAPP di Pulau Padang termasuk dalam kawasan lindung. Penerbitan SK 327 Menhut Tahun 2009 juga bertentangan dengan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung, dimana ditegaskan gambut kedalaman lebih 3 meter harus dijadikan Kawasan Lindung, sementara kedalaman Gambut di Pulau Padang mencapai 8-12 m tentunya perizinan yang berada pada kawasan gambut tersebut selayaknya tidak dapat diberikan izinnya.

Sungguh kami masyarkat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti Riau ingin diakui ada, setara dan sejajar sebagai bangsa Indonesia. Puji Tuhan, kami masyarakat Pulau Padang dalam keadaan yang masih tetap konsisten melanjutkan perjuangan ini. Berlahan namun pasti, kami yakin semuanya akan terkuak dan kemenangan pasti berada di tangan Rakyat.

Kami masyarakat Pulau Padang dapat mengingat persis kejadian 16 Maret 2011 beberapa bulan lalu yang merupakan pertemuan tindak lanjut Penyelesaian Konflik Antara Masyrakat Dengan PT.RAPP 23 Februari 2011 di Aula RSUD Selatpanjang yang di pimpin langsung oleh Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti Irwan Nasir M.si

Mereka 11 Kepala Desa di Pulau Padang bersama Ir. Mahmud Murod selaku Kadishutbun dan Drs. Ichwani Asisten I sekdakab Meranti telah menghianati masyarakat Kecamatan Merbau, pada saat itu masyarakat Pulau Padang sangat kecewa sebab rapat sama sekali tidak mengakomodir aspirasi yang berkembang dan melenceng dari kesepakatan. Sangat penuh dengan smuatan politik, Tim Investigasi atau Tim Pengkajian Ulang berubah menjadi Tim Pengawasan Operasional PT.RAPP. 10 hari kemudian terbukti, tepatnya pada tanggal 27 Maret 2011, PT.RAPP memaksakan kehendak untuk beroperasional di Pulau Padang dengan memasukan 2 Unit Excavator ke Sei Hiu Tanjung Padang. Atas pengkhianatan tersebut, masyarakat Pulau Padang menyampaikan "Mosi Tidak Percaya" terhadap Ir. Mamun Murod selaku Kadishutbun Meranti dan Drs. Ichwani Asisten I sekdakab Meranti dan 11 kepala Desa di Pulau Padang pada tanggal 28 Maret 2011. "Mosi Tidak Percaya" di sampaikan dalam aksi Stempel Darah. Aksi stempel darah ini juga sebagai bukti dan bentuk perlawanan masyarakat terhadap pengkhianatan Asisten I Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Meranti, Drs Ikhwani, dan Kepala Dinas Kehutanan Meranti, Drs Mahmud Morod serta 11 Kepala Desa terhadap kesepakatan pada 23 Februari 2011 dalam dialog multi pihak penyelesaian Konflik antara masyarakat dengan PT.RAPP yang mengutus 61 untuk hadir pada pertemuan yang diadakan di Aula RSUD Selatpanjang.

Aksi Stempel Darah merupakan aksi yang ke 9 kalinya di lakukan masyarakat Pulau Padang sebelum masyarakat Pulau Padang berangkat ke Jakarta mendatangi Kementerian Kehutanan pada kamis tanggal 21 april 2011, Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) di Jalan Latuhari, Jakarta pada tanggal 25 April 2011, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta pada tanggal 27 April 2011, Kementiran Lingkungan Hidup (KLH), dan bahkan juga masyarakat Pulau Padang mendatangi Kedutaan Besar Nerwegia di Jakarta dalam mencari penyelesaian persoalan secara baik dan persuasif sehingga Komnas Ham pada tanggal 29 April 2011 telah melayangkan surat kepada Menteri Kehutanan RI di Gd. Manggala Wanabakti, Jl. Jendral Gatot Subroto, Senayan, Jakarta dengan Surat Nomor: 1.072/K/PMT/IV/2011. Perihal rekomendasi penghentian operasional PT.RAPP dan Desakan Peninjauan Ulang SK Menhut No:327 tersebut.

Dapat kami simpulkan dari hasil analisa sesuai Kronologis Pertemuan hari Rabu 16 Maret 2011 di Kantor Kadishutbun Kabupaten Kepulauan Meranti: Adanya pembacaan Pernyataan Sikap yang lakukan oleh 11 Kepala Desa Se-Pulau Padang. Menariknya pembacaan pernyataan sikap 11 Kepala Desa tersebut dilakukan di rapat yang sejatinya menurut masyarakat untuk membentuk Tim Investigasi atau Tim Pengkajian Ulang sesuai komitment Drs Irwan MSi selaku Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti dimana dalam sambutanya secara tegas mengatakan terkait maraknya aksi massa yang menolak keberadaan HTI di Kepulauan Meranti “mari kita bentuk Tim yang akan mengkaji secara obyektif, jika memang izin HTI di Kepulauan Meranti berdampak positif sama-sama kita terima, akan tetapi jika HTI berdampak Negatif sama-sama kita tolak”. Dimana pengkajian dimulai dari uji kelayakan terhadap Tanah dengan menggunakan Pakar, hingga Tim bekerja untuk mengkaji persoalan Administrasi PT.RAPP sementara redaksional pernyataan sikap yang dibaca Sutrisno): Mendukung sepenuhnya upaya pemerintah kabupaten kepulauan meranti untuk mewujudkan iklim investasi yang kondusif demi kelancaran pembangunan daerah khususnya di pulau padang, kecamatan merbau yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan Masyarakat Sementara 3 Kepala Desa lainya saudara Samaun S.sos, (Bagan Melibur), Kades Toha (Mengkirau) dan Bapak Suyatno selaku Lurah di (Teluk Belitung) tidak menanda tangani Pernyataan Sikap dan tidak mengetahui dimana pernyataan sikap tersebut di konsep. Ini berarti Bahwa Perjuangan Masyarakat Sipil Di Kecamatan Merbau Untuk Penyelamatan Pulau Padang Sedang Berhadapan Dengan Dua Kekuatan Lain Di Masyarakat, Yakni: Sektor Bisnis (PT.RAPP) Dan/Atau Negara

Kini penzaliman terhadap masyarakat Pulau Padang kembali di lakukan oleh 11 Kepala Desa dan PEMKAB MERANTI dengan melakuakan pengangkangan terhadap masyarakat pulau padang melalui penandatanganan MOU antara Kepala Desa dan Lurah se Pulau Padang dengan PT.RAPP pada tanggal 27 Oktober 2011yang lalu. Pertanyaanya, kenapa kami Forum Komunikasi Masyarakat - Penyelamatan Pulau Padang (FKM-PPP) mengatakan cuma 11 Kepala Desa saja?, sebab 3 Kepala Desa saudara Samaun S.sos, (Bagan Melibur), Kades Toha (Mengkirau) dan Edi Gunawan (Desa Lukit) telah menarik kembali dukungan dan kesepakatanya dengan MoU 27 Oktober 2011 dan mengeluarkan surat Penolakan Terhadap Operasional PT.RAPP setelah melakukan Rapat AKBAR dengan masyarakatnya. Berita Acara 3 Kepala Desa terlampir

Tegas kami katakan kepada seluruh pihak, bahwa kami seluruh Masyarakat Pulau Padang, Tokoh Masyarakat, Alim Ulama, Kiyai yang tergabung dalam (FKM-PPP) menyatakan bahwa Penandatanganan MoU pada tanggal 27 Oktober 2011 tersebut di lakukan tanpa adanya musyawarah terlebih dahulu antara Kepala Desa dengan masyarakat untuk mengambil kata sepakat. Dan kami masyarakat Pulau Padang MENOLAK KEBERADAAN OPERASIONAL PT.RAPP Di Wilayah Kami Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti. Riau.

Untuk Itu Kami Forum Komunikasi Masyarakat - Penyelamatan Pulau Padang (FKM-PPP) Menyatakan Sikap;

1. Menyampaikan Mosi Tidak Percaya terhadap 11 Kepala Desa Dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti Yang Telah Menandatangani MoU Dengan PT.RAPP Pada Tanggal 27 Oktober 2011 Tersebut.

2. Menyatakan Dengan Tegas Bahwa Masyarakat Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti Tidak Pernah Mengikuti Rapat Dan Sosialisasi Yang Di Pimpin Oleh Kepala Desa Di Pulau Padang Tentang APAPUN YANG DI SEPAKATI OLEH 11 KEPALA DESA DAN YANG MENJADI KESEPAKATAN Di Dalam MoU Antara Kepala Desa Dengan PT.RAPP.

3. Menyatakan Dengan Tegas Bahwa Penandatanganan MoU Oleh 11 Kepala Desa Dengan PT.RAPP Tidak berhak dinyatakan sebagai Keputusan Masyarakat, Karena Penandatanganan MoU Oleh 11 Kepala Desa Merupakan Keputusan Sepihak Utuk Kepentingan Kelompok Tertentu Yang Memaksakan Kehendak Dengan Tidak Mempertimbangkan Aspirasi Masyarakat. Dan

4. Kami Masyarakat Pulau Padang Menyatakan MENOLAK SEGALA BENTUK OPERASIONAL PT.RAPP Di Kecamatan Merbau, Pulau Tanah Gambut Ini Karena Sagu Hati Dan Pola Kemitraan Bukan Solusi Bagi Masyarakat Pulau Padang.

Untuk dipahami sebenarnya masyarakat Pulau padang tidak anti dengan Investasi, dan kami berpikir tidaklah perlu Hj.Dhiana Anwar, SHD mengharapkan pemerintah harus mampu melindungi kepentingan industri-industri tertentu yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Dan jangan jadikan kami sebagai musuh dengan tudingan-tudingan tanpa dasar, apatah lagi mengganggap apa yang kami lakukan saat ini merupakan aksi konyol. Dan kami tidak seperti yang anda pikirkan, bahwa kami seakan-akan sengaja dikondisikan satu pencitraan negatif oleh pihak-pihak tertentu,”










Tidak ada komentar:

Posting Komentar