Sabtu, 26 November 2011

100 Orang TAMU Untuk SBY=Menhut=DPR-RI

Masih teringat jelas oleh kami Masyarakat Pulau Padang di saat Menteri Kehutanan Republik Indonesia Zulkifli Hasan mengajak semua komponen masyarakat untuk menjaga kelestarian alam.

Sejenak kami masyarakat Pulau Padang merasa takjub dan bangga, bagaimana tidak!! Karena Hal tersebut di sampaikan beliau dalam Sempena Gerakan Penanaman 1 Miliar Pohon di BENGKALIS, luar biasa seakan-akan benar mau menunjukan kepada Rakyat bahwa beliau adalah sosok figur yang peduli akan lingkungan. Pada saat itu Zulkifli Hasan menghimbau agar seluruh komponen masyarakat Kabupaten Bengkalis khususnya, dan masyarakat Indonesia pada umumnya, untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup. Dengan menjaga kawasan hutan dan lingkungan, ianya akan memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia itu sendiri. Sungguh pesan yang sangat berarti bagi kami masyarakat Pulau Padang hingga detik ini.

Selain memberi nasehat, Lebih lanjut Zulkifli Hasan juga mengakui, untuk kawasan hutan di Riau, memang diakui hampir puluhan hutannya dieksploitasi. Akibatnya alam tidak mampu lagi mencegah timbulnya berbagai dampak negatif yang muncul akibat eksploitasi. Namun demikian, Zulkifli menyarankan tidak ada kata terlambat dalam mencegah dan mengatasi kerusakan hutan. Salah satunya adalah dengan memaksimalkan cagar-cagar biosfer, dan upaya menanam pohon.

"Zaman telah berubah, situasi juga berubah, bahkan bumi juga berubah. Perubahan iklim bukan isu lagi, tetapi fakta dan nyata yang dihadapi. Antara lain seperti di tahun 2010 ini, sepanjang tahunnya musim hujan, tidak lagi dua musim," kata Zulkifli seraya mengatakan jika seharusnya musim kemarau, namun akibat perubahan iklim, kondisi musim juga sudah tidak menentu. sungguh bagi kami masyarakat Pulau Padang apa yang di sampaikan menhut sangatlah tepat dan tentunya membutuhkan analisa yang sangat tajam!!

Tidak hanya itu, "Dahulu kawasan hutan memang diatur secara sentralistik, seperti terkait penebangan hutan dan lain-lain. Tepai sejak saya menjadi menteri, saya canangkan untuk penebangan hutan (eksploitasi, red), harus dihentikan, termasuk mengeluarkan izin larangan penebangan pohon," kata Zulkifli lagi. Menhut juga mengingatkan bahwa tanah air, hutan dan lingkungan, adalah kewajiban seluruh lapisan masyarakat untuk menjaganya. Kami masyarakat Pulau Padang sangat terkesan dengan Amanah ini.


Kami masih ingat, dalam kesempatan tersebut, Zulkifli juga ikut melakukan penanaman pohon secara simbolis dan menyerahkan bantuan sebesar Rp50 juta bagi Kelompok Bibit Rakyat (KBR) di Bengkalis, beliau juga mengharapkan adanya kerjasama yang baik dari Pemkab Bengkalis dalam menjaga kelestarian lingkungan, seperti menjaga hutan dan kawasan lingkungan hidup dengan gerakan gemar menanam pohon. Sebab jika hutan dirusak, maka sudah tentu akan merugikan masyarakat banyak katanya.

Menhut juga meminta agar kawasan hutan yang masih ada di Bengkalis ini, dapat dikembangkan dengan baik menjadi hutan tanaman rakyat. "Kalau ada kawasan hutan yang sudah tidak ada lagi hutannya, maka kelolalah bersama dengan rakyat. Utamakanlah rakyat. Sehingga masyarakat merasakan manfaatnya," pintanya lagi.
Selain meminta agar seluruh komponen masyarakat ikut menjaga kelestarian hutan dan lingkungan, Zulkifli juga minta agar penegakan hukum dapat diterapkan dengan


maksimal. Artinya, jika terjadi pembakaran lahan misalnya, maka aturan dan sanksi harus diterapkan.

Tetapi disinilah timbul masalahnya bagi kami masyarakat Pulau Padang saat ini. Hukum bagi kami di negeri ini seperti (Pisau), tajamnya cuma kebawah ketika mengarah ke Rakyat kecil, seperti pembakaran lahan yang di maksud menhut di atas. Tetapi tidak untuk para Pemodal!!

Kami masyarakat Pulau Padang harus terpaksa mengakui hal yang sama, bahwa“…banyak pihak meragukan keseriusan aparat penegak hukum dalam menuntaskan permasalahan carut marut kehutanan yang berdampak pada semakin menurunnya kualitas lingkungan di Provinsi Riau,” akibatnya Melihat penegakan hukum oleh kepolisian terhadap pelanggaran kejahatan kehutanan masih setengah hati. Korupsi semakin berkembang jadi faktor utama meningkatnya penggundulan hutan dan kejahatan kehutanan. Seperti SK 327 MENHUT Tahun 2009 tanggal 12 juni yang saat ini menjadi Landasan Kekuatan Hukum Pemilik modal besar PT.RAPP untuk melakukan Operasionalnya di Pulau Padang.

Kami masyarakat Pulau Padang mengerti dengan apa yang di sampaikan oleh menhut saat itu, kami masih ingat dimana secara khusus menyangkut adanya izin pemanfaatan hutan (HTI) di sejumlah daerah di Kabupaten Kepulauan Meranti, seperti di Pulau Padang Kecamatan Merbau, saat di wawancarai wartawan menurut Zulkifli pihaknya tidak akan gegabah dalam mencabut perizinan dan menghentikannya, namun pihaknya mengaku akan mempelajarinya lebih serius dan mengambil langkah dalam menyelesaikan persoalan tersebut.

Namun harus tegas kami katakan selaku masyarakat Pulau Padang, sebenarnya jika Menhut Zulkifli Hasan berniat baik dan serius peduli terhadap lingkungan sebagaimana di sampaikanya diatas, untuk persoalan Pulau Padang = SK 327 sudah ada sampel pada tahun 2009 yang menegaskan bahwa SK tersebut BERMASALAH!!

Baca saja Riau Pos 22 Desember 2009 contoh kasus Semenajung Kampar yang pernah dibahas Komisi A – Dishut – BLH dan Akademisi yang menghasilkan 4 Point kesimpulan:

1. Terdapat izin yang bermasalah, tumpang tindih dan tidak sesuai peruntukkan.

2. Hasil kajian atau penilelitian akademisi dari UNRI dan UIR disampaikan sepotong-sepotong bahkan dipelintir.

3. Pemberian izin tidak melalui proses lelang yang menurut aturan hal itu mesti dilakukan.

4.AMDAL yang disampaikan sudah tidak berlaku lagi.

• Menurut Dishut dan BLH, ada persoalan dengan perizinan dan itu semua kewenangan Dephut.

• Menurut Kadishut, keluarnya surat keputusan Menhut SK. 327/09 seluruhnya andil Menhut termasuk proses RKT (rencana kerja tahunan) dan RKU (rencana kerja usaha) RAPP.

• Dishut tidak pernah mengeluarkan rekom atau RKT maupun RKU. Dishut hanya mengeluarkan Surat pemberitahuan kepada Menhut Tgl: 2 September 2009 yang isinya memberitahukan kepada Menhut bahwa: SK perubahan ketiga atas Keputusan Menhut Tentang pemberian HPHTI kepada RAPP terhadap areal yang Tumpang tindih dengan Kawasan Suaka Alam (KSA) seluas 5.019 Ha dan Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 23.411 ha.

• Dishut mengusulkan kepada Menhut untuk meninjau ulang dan merevisi keputusan tersebut mengacu dan mengakomodir Surat GubriNo. 522/2004 Ttg perubahan status dari non kawasan hutan menjadi kawasan hutan produksi tetap.

• Rekom Gubri pernah keluar pada tahun 2004 sebelum SK perubahan ke dua perluasan areal HTI RAPP menjadi 235.140 ha dari Menhut No. SK 356/2004.

Sudah sangat jelas SK 327 bermasalah, nah sebenarnya tidak membutuhkan waktu yang lama untuk Menhut mempelajarinya guna mengambil langkah dalam menyelesaikan persoalan tersebut sampai-sampai masyarakat Pulau Padang harus melakukan Aksi unjuk rasa dengan Menjahit mulut di DPRD Riau awal bulan lalu, boleh jadi puncak dari sebuah gunung es. Sebab, ibarat bisul, dalam sebulan ini satu demi satu meletus. Kasus demi kasus sengketa lahan mencuat ke permukaan. Sebelumnya di Rangsang, masih persoalan SK 327, sempat terjadi Insiden (Riauterkini-Pekanbaru)
Hari Kamis sekitar pukul 17.30 WIB. Dua unit alat berat jenis excafator milik PT Sumatera Riang Lestari (SRL) dibakar sekelompok warga Desa Tanjung Kedabu, Kecamatan Rangsang, Kabupaten Kepulauan Meranti. Catatan Penting: pada saat itu Serikat Tani Riau belum terbentuk di Kabupaten Kepulauan Meranti.

Sengketa lahan di Pulau Padang antara masyarakat dengan pengusaha besar adalah yang pertama memanas setelah beberapa waktu lalu protes masyarakat tidak ditanggapi serius oleh para pembuat kebijakan. Masyarakat protes atas diterbitkannya izin pembukaan lahan di Pulau Padang untuk penanaman hutan tanaman industri sebuah perusahaan besar di Riau. Sebenarnya Perjuangan landreform masyarakat pulau padang dalam konflik agraria dengan PT. RAPP patut diapresiasi sebagai bentuk anti-tesa terhadap praktek monopoli tanah yang berlangsung di Indonesia. Masyarakat Pulau Padang yang bergabung dengan Serikat Tani Riau sudah hampir 12 kali melakukan Aksi Massa dan semuanya berlangsung secara damai sehingga melakukan Aksi ke Jakarta dan mendatangi Kementerian Kehutanan pada kamis tanggal 21 april 2011, Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) di Jalan Latuhari, Jakarta pada tanggal 25 April 2011, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta pada tanggal 27 April 2011, Kementiran Lingkungan Hidup (KLH), dan bahkan juga masyarakat Pulau Padang mendatangi Kedutaan Besar Nerwegia di Jakarta dalam mencari penyelesaian persoalan secara baik dan persuasif sehingga Komnas Ham pada tanggal 29 April 2011 telah melayangkan surat kepada Menteri Kehutanan RI di Gd. Manggala Wanabakti, Jl. Jendral Gatot Subroto, Senayan, Jakarta dengan Surat Nomor: 1.072/K/PMT/IV/2011. Perihal rekomendasi penghentian operasional PT.RAPP dan Desakan Peninjauan Ulang SK Menhut No:327 tersebut.

Recomendasi penghentian kegiatan operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh masyarakat Pulau Padang oleh Komnas Ham sangatlah merupakan solusi yang sangat baik, tindakan ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (3) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti bahwa hak atas kesejahteraan di jamin dalam Pasal 36 ayat (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Johny Nelson Simanjuntak, SH sebagai Komisioner Subkomisi Pemantauan Dan Penyelidikan yang menerima langsung pengaduan masyarakat Pulau Padang dan telah mengambil tindakan tegas dengan melayangkan 2 Surat. Yang Pertama kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper Di Pangkalan Kerinci Kematan. Langgam Kabupaten Pelalawan. Provinsi Riau dengan Surat Nomor: 1.071/K/PMT/IV/2011 dan yang Kedua kepada Zulkifli Hasan Menteri Kehutanan di Gd. Manggala Wanabakti, Jl. Jendral Gatot Subroto, Senayan, Jakarta dengan Surat Nomor: 1.072/K/PMT/IV/2011.Di dalam surat yang telah di kirimkan Komnas Ham ke Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan , Johny Nelson Simanjuntak, SH meminta kepada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan Untuk Meninjau Ulang Surat Keputusan No. 327/Menhut-II/2009 dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti. Bahkan Komnasham mendesak Menhut untuk menggunakan kewenangan yang ada padanya untuk menghentikan operasional PT.RAPP di lapangan Sementara peroses peninjauan ulang belangsung.

Namun sampai detik ini opersioal tetap tidak di hentikan.

Konflik di Meranti ini sudah pernah meminta korban ketika seorang operator alat berat tewas dalam aksi unjuk rasa.

Yang terbaru, beberapa hari lalu, masyarakat Pulau Rupat, Bengkalis mengamuk dan membakar lima unit ekskavator milik PT Sumatera Riang Lestari. Tidak hanya itu, masyarakat juga membakar sebuah tug boat milik perusahaan yang membawa bahan bakar. Di ujung pekan, masyarakat di Desa Segati Kecamatan Langgam, Pelalawan juga nyaris bentrok massal dengan pihak perusahaan, juga akibat sengketa lahan SK 327

Bicara Pulau Padang sebenarnya sudah Hampir semua elit politik di Propinsi Riau mengetahui, bahwa Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan salah satu daerah termuda di Provinsi Riau. Kabupaten Kepulauan Meranti terdiri dari Pulau Padang, Pulau Merbau, Pulau Ransang, Pulau Topang, Pulau Manggung, Pulau Panjang, Pulau Jadi, Pulau Setahun, Pulau Tiga, Pulau Baru, Pulau Paning, Pulau Dedap dan Pulau Tebing Tinggi.

Secara Topografi Bentang alam kabupaten Kepulauan Meranti sebagian besar terdiri dari daratan rendah. Pada umumnya struktur tanah terdiri tanah alluvial dan grey humus dalam bentuk rawa-rawa atau tanah basah dan berhutan bakau (mangrove). Lahan semacam ini subur untuk mengembangkan pertanian,perkebunan dan perikanan. Daerah ini beriklim tropis dengan suhu udara antara 25° - 32° Celcius, dengan kelembaban dan curah hujan cukup tinggi. Musim hujan terjadi sekitar bulan September-Januari, dan musim kemarau terjadi sekitar bulan Februari hingga Agustus.

Kepulauan Meranti merupakan daerah yang terdiri dari dataran-dataran rendah, dengan ketinggian rata-rata sekitar 1-6,4 m di atas permukaan laut. Di daerah ini juga terdapat beberapa sungai dan tasik (danau) seperti sungai Suir di pulau Tebingtinggi, sungai Merbau, sungai Selat Akar di pulau Padang serta tasik Putri Pepuyu di Pulau Padang, tasik Nembus di pulau Tebingtinggi), tasik Air Putih dan tasik Penyagun di pulau Rangsang. Gugusan daerah kepulauan ini terdapat beberapa pulau besar seperti pulau Tebingtinggi (1.438,83 km²), pulau Rangsang (922,10 km²), pulau Padang dan Merbau (1.348,91 km²).

Permukaan laut yang di dukung oleh daerah tanah gambut yang kedalamanya mencapai 6-12 meter, tentunya dampak Abrasi tidak bisa di nafikan telah terjadi. Selama ini tiga titik pulau di Meranti, masing-masing Pulau Rangsang, Pulau Merbau dan Pulau Padang, mengalami abrasi sepanjang tahun. Akibatnya, tidak saja ribuan hektar kebun dan ratusan rumah penduduk musnah terjun ke laut. Saat ini, sudah ribuan hektar kebun milik masyarakat yang terjun ke laut di terjang abrasi. Bahkan abrasi juga mengancam kawasan pemukiman masyarakat. Akibatnya, tidak hanya luas daratan yang menyusut. Masyarakat di sejumlah desa di pulau-pulau harus menderita kerugian. Ribuan hektar kebun kelapa dan karet yang runtuh kelaut dan ratusan rumah ikut hancur. Titik kordinat terluar wilayah NKRI di Kabupaten Kepulaun Meranti turut bergeser.

Berdasarkan Rekapitulasi Data Kependudukan Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti pada tanggal 03 April 2011, tercatat jumlah penduduk yang tinggal di Pulau Padang adalah sebanyak 35224 (Tiga puluh lima ribu dua ratus dua puluh empat ) Jiwa yang hidup di pulau tanah gambut dengan Luas 101000 (Seratus sepuluh ribu) Ha di Kabupaten Kepulauan Meranti Propinsi Riau, Indonesia ini. Ingat Bukan TIDAK BERPENDUDUK Lho....

Kami masyarakat Pulau Padang juga merasa bangga ketika Indonesia merupakan penghasil ges emisi rumah kaca ketiga terbesar di dunia, kami juga sangat merasa bangga ketika Indonesia memiliki daerah hutan terluas ketiga di dunia. Hutan dan tanah Gambut berkontribusi 78% emisi Negara sehingga Indonesia berpotensi untuk menyumbang kontribusi 8% emisi sebagaimana di haruskan untuk mencapai target dua drajat yang di stujui saat Konfrensi Perubahan Iklim PBB di Copenhogen pada tahun 2009. Tetapi meskipun Indonesia merupakan Negara percontohan penting untuk program PBB dalam mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (UN-REDD), serta untuk Forest Carbon Partnership Facility and the Forest Investment Program, yang keduanya di kelola oleh Bank Dunia. Namun kebanggaan kami masyaraktat Pulau Padang kabupaten Kepulauan Meranti Riau terhadap prestasi Indonesia yang memiliki daerah hutan terluas ketiga di dunia ini sebaliknya menjadi PETAKA bagi kami.

Pemerintah Pusat Indonesia yang seharusnya segera mengalokasikan Anggaran untuk penyelamatan pulau-pulau terluar di Kabupaten Kepulauan Meranti seperti Pulau Padang dari Ancaman Abrasi yang lambat laun akan menenggelamkan Pulau yang hidup diatasnya sebanyak hampir 35000 Jiwa ini ternyata dengan Fenomena tersebut tidaklah mampu mengetuk hati Pemerintah Indonesia untuk Tanggap dan Peduli meskipun sejak tahun 2008 sebelum Izin Hutan Tanaman Industeri itu di terbitkan masyarakat sudah menentangnya hingga detik ini.

SK 327 MENHUT Tahun 2009 tanggal 12 juni yang saat ini menjadi Landasan Kekuatan Hukum Pemilik modal besar tersebut untuk melakukan Operasionalnya di tentang Keras oleh Rakyat di karenakan Masyarakat Peka dan Tanggap terhadap Rasiko yang akan di terima di beberapa waktu kedepan dan Sumber daya alam baik hayati maupun non-hayati merupakan unsur lingkungan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup bangsa indonesia. Kami masyarakat Pulau Padang memahami Pentingnya Sumber Daya Alam secara eksplisit di sebutkan dalam pazsal 33 ayat 3 Undang-undang dasar 1945, bahwa:

"bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat"

Pasal ini mengamanatkan bahwa pemenfaatan Sumber daya alam harus di tujukan untuk kepentingan rakyat banyak. Sedangkan bagaimana Sumber daya alam itu seharusnya di kelola termaktub dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1973, telah di amanatkan betapa pentingnya pendayagunaan sumber daya alam tersebut. Butir 10 menyatakan bahwa:

"dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumer alam indonesia harus di gunakan secara rasionil. Penggalian sumber kekayaan alam tersebut harus di usahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan pertimbangan kebutuhan generasi yang akan datang".

Menyadari keberadaan kawasan konsesi HTI di Pulau-pulau yang ada di kabupaten kepulauan Meranti seperti Pulau Padang, rangsang dan Tebing Tinggi bukan hanya mengancam keberlangsungan lingkungan hidup tapi juga mengancam eksistensi pulau terdepan Indonesia yang sangat strategis dalam aspek pertahanan dan keamanan nasional NKRI seperti pulau rangsang yang merupakan salah satu pulau kecil yang berbatasan langsung dengan Negara malaisia.

Amanat GBHN itu telah mengandung jiwa " berkelanjutan " dengan menekankan perlunya memperhatikan kepentingan antargenerasi dan perlunya pengaturan penggunaan Sumber daya alam. pemenfaatan sumber daya alam yang tidak bijaksana akan menyebabkan kerusakan lingkungan. kerusakan lingkungan akan menggangggu keberlanjutan usaha pembangunan dan bahkan mengancam ekosistem dan peradaban manusia. Karena itulah Serikat Tani Riau Kabupaten Kepulauan Meranti bersama masyarakat Pulau Padang menganggap pemberian sagu hati oleh PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) kepada masyarakat Pulau Padang tidak menyelesaikan persoalan.

Selamatkan Pulau Padang, Penolakan masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti terhadap Hutan Tanaman Industeri (HTI) di Kabupaten Kepualuan Meranti ini juga kami lakukan karenakan HTI tidak terlepas dari sejarah konflik Agraria di Indonesia, khususnya di Riau. Permasalahan yang bermula dari rapuhnya pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960, hingga kepada pemberian tanpa batas hak pengelolaan lahan dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya kepada pemilik modal atau kasarnya Negara tidak mampu menegaskan batas maksimal penguasaan lahan – tanah – yang boleh dikuasai atau dikelola. Dan hal ini sangat Jelas sudah terjadi di Kabupaten Kepulauan Meranti khususnya Pulau- Pulau Tanah Gambut yang ada di wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti. Ketidakjelasan tersebut didukung dengan buramnya sistem administrasi pertanahan. Untuk itu pada Tanggal 1-2 februari 2011, sebanyak 3000 orang Masyarakat telah mendatangi Kantor Bupati Kepulauan Meranti dan menginap guna menuntut Pencabutan Izin PT. RAPP, SK No. 327 Menhut 2009, dan menyerahkan Petisi Penolakan Masyarakat terhadap Rencana Operasional PT. RAPP di Pulau Padang PT. SRL di Rangsang dan PT. LUM di Tebing Tinggi kepada Pemerintah Kabupaten yang di wakili oleh asisten I Ikhwani.

Selamatkan Pulau Padang. Secara kepemilikan tanah di Indonesia, Menurut kami, peruntukan lahan bagi perkebunan skala besar jelas-jelas menumbuhkan penindasan struktural serta menjauhkan kaum tani dari kesejahteraan apalagi saat ini telah terbukti bahwa kedalaman gambut di Pulau Padang mencapai 6 hingga 12 meter. Apalagi saat ini telah di ketahui, dari Areal Konsessi PT.RAPP yang mencapai 41.205 hektar, Lebih kurang seluas 25 ribu hektarenya di Kecamatan Merbau terdapat kubah gambut dengan kedalaman mencapai 8 meter yang berpotensi besar menghasilkan karbon REDD plus. Dimana kita paham dengan adanya gambut itu, merupakan potensi menjadi suatu program yang diberikan insentif oleh lembaga donor dunia yang pusatnya berada di Kota Paris, negara Prancis.

Selamatkan Pulau Padang. Serikat Tani Riau bersama masyarakat pulau padang berpendapat, Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) di wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti oleh pemerintah kepada PT.RAPP tidak memiliki alasan yang kuat. Menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, serta mendatangkan devisa bagi Negara itu semua tidak berarti bagi Rakyat di kabupaten ini. Kami Serikat Tani Riau dan masyarakat pulau padang sangat mengetahui alasan kelasik pihak perusahaan nantinya. Sesuai izin yang diberikan pemerintah, di lokasi ini PT.RAPP hanya diberi kewenangan atas pengelolaan kawasan hutan, bukan untuk memilikinya.“Tanah itu milik negara, bukan milik perusahaan yang mengantongi izin Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dari pemerintah,” Rakyat sudah sangat mengerti dalil-dalil busuk ini.

Perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kedaulatan politik dan kemandirian ekonomi sejak pra kemerdekaan sampai saat ini masih menghadapi musuh yang sama yakni penjajahan modal oleh kaum Imperialisme-Neoliberalisme yang bersekutu dengan pemerintahan didalam negeri. Meskipun Kapitalisme telah terbukti gagal mensejahterakan mayoritas rakyat serta menuliskan sejarah suram dalam lembar sejarah peradaban masyarakat manusia, namun pemerintahan kaki tangannya didalam negeri tetap setia mengabdi untuk kepentingan tuan modalnya sehingga di terbitkanya SK 327 Menhut 2009 Tanggal 12 Juni yang menjadi landasan PT.Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) untuk tetap memaksakan kehendaknya di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti Riau. Sungguh sangat nyata kebijakan politik-ekonomi pemerintah di negeri saat ini, baik nasional maupun daerah telah memperlihatkan kepada masyarakat Pulau Padang dampak yang tak teratasi.

Selamatkan Pulau Padang. Pola Kemitraan Dalam Pengelolaan Tanaman Kehidupan. Jika ini jawaban Direktorat Jenderal Bina Usaha kehutanan tertanda Direktur jenderal Imam Santoso, dengan Surat No. S.1055/VI-BPHT/2010 pada tanggal 3 November 2010 yang merupakan surat balasan Dari permohonan Peninjauan Ulang IUPHHK-HTI PT. LUM, PT. SRL dan PT. RAPP terkait dengan penolakan HTI tentunya jawaban ini menurut kami sangat TIDAK MENGAKOMODIR Aspirasi masyarakat secara Objektif dan Ilmiah sesuai Fakta di lapangan. Memuluskan investasi di negeri ini yang oleh pemerintah diproyeksikan sebagai skenario penting dengan Jargon Sumber Daya Alam (SDA) untuk Kesejahteraan Rakyat untuk meningkatkan ketersediaan lapangan pekerjaan sekaligus memompa devisa, mengkondisikan masyarakat bukan lagi sebagai kekuatan produktif, melainkan sekadar konsumen pasif terhadap kebijakan-kebijakan.

Selamatkan Pulau Padang, Penerbitan SK 327 Menhut Tahun 2009 Tanggal 12 Juni yang telah di Tuhankan oleh APRIL/RAPP yang saat ini melakukan pembabatan Hutan Alam Gambut Dalam di Semenanjung Kampar dan PT.SRL di Pulau Rangsang, dan PT.RAPP, di Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti untuk dieksploitasi Kayu Alamnya bertentangan dengan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung, dimana ditegaskan gambut kedalaman lebih 3 meter harus dijadikan Kawasan Lindung sehingga perizinan yang berada pada kawasan gambut tersebut selayaknya tidak dapat diberikan izinnya.

Selamatkan Pulau Padang. Kami masyarakat Pulau Padang, tetap bersikukuh mendesak agar pemerintah meninjau ulang SK Menhut Nomor 327/Menhut-II/2009 tertanggal 12 Juni 2009. Karena SK Menhut ini merupakan sebuah eksekusi terhadap keleluasaan masyarakat dalam mengelola hutan di Pulau Padang.

Tentunya kami masyarakat Pulau Padang tidak akan pernah tinggal diam dalam melihat sikap Pemerintah Indonesia ini, perlawanan rakyat terhadap Operasional Perusahaan HTI di kabupaten kepulauan Meranti hingga detik ini masih tetap di lakukan. Dan kami peserta AKSI JAHIT MULUT siap mati. Demi tuhan kami tidak akan kembali dan menghentikan aksi ini sampai ajal menjemput, jika pemerintah tidak segera merespon aksi kami dengan menghentikan Opersional PT.RAPP di Pulau Padang.

Perlu di ketahui semua pihak. Pada hari minggu tanggal 27 Maret 2011 2 Unit Escavator PT.RAPP tetap memaksakan kehendaknya untuk beroperasi di Pulau Padang, dan akhirnya kami terpaksa melakukan Aksi Penghadangan. Namun kenyataanya 2 Unit Escavator tersebut mendapat pengawalan dari pihak Kepolisian dan beberapa sukerity pihak perusahaan. Sesuai harapan Pihak Kepolisian pada waktu itu, masyarakat di arahkan untuk tetap menciptakan suasana Kondusif dan kami masyarakat Pulau Padang juga memahami hal tersebut, tentulah kami tidak mau terlibat dengan urusan Pidana yang pada akhirnya akan merugikan perjuangan ini. Memahami Pihak perusaahan mengantongi izin dari Pemerintah melalui Hak Pengusaan Hutan (HPH) atau apalah namanya, tentunya Pengusaha memiliki Legitimasi Hukum yang pada akhirnya suka atau tidak suka, rela atau tidak rela. Berbicara HUKUM tentunya INVESTOR akan di jamin keamananya oleh Negara. Sehingga sejarah mengungkap terlalu sering penyelesaian dari sebuah Konflik Agraria berakhir dengan menjadikan Kaum Tani sebagai Tersangkanya dengan Tuduhan Kasus Penyerobotan Lahan Pihak Perusahaan lalu rakyat di kalahkan di persidangan di belakangan hari.

Melalui keputusan Direktur Utama PT.RAPP Nomor:SK.06/RAPP/III/2011 tentang Pengesahan Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemenfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industeri (RKTUPHHK HTI) Tahun 2011 A.N.PT.RAPP Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau telah di sebutkan peralatan berat untuk areal PT.RAPP Blok Pulau Padang, Estate Pulau Padang di rencanakan akan masuk sejumlah 1.025 (Seribu dua puluh lima) unit alat berat.

Selamatkan Pulau Padang. Sungguh masyarakat Pulau Padang dan Rangsang saat ini sedang menunggu kejadian yang akan berdampak sama dengan kejadian di beberapa kabupaten di Riau, seperti kabupaten Kampar, Bengkalis, Siak dan Pelalawan serta beberapa kabupaten lainnya dan bahkan di Provinsi-provinsi lain di wilayah NKRI ini. Kenyataan bentrok fisik antara Masyarakat dengan Pihak Kepolisian sebagai Pihak Keamananpun terkadang tidak bisa terhindarkan, seperti yang terjadi di Jambi, Lampung dan Lombok Barat. Sesungguhnya apa yang terjadi di Pulau Rupat jelaslah sama kenyataanya dengan apa yang di hadapi oleh masyarakat di Pulau Rangsang dan Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti. Melihat kenyataan ini tentunya tidaklah cukup hanya dengan mengandalkan rasa prihatin. Persoalan Pulau Padang sudah mencapai titik kritis. Tetapi pemerintah di tingkatan Daerah dan Propinsi Riau memberikan lampu hijau kepada PT.RAPP dan tidak memperdulikan nasib masyarakat setempat hingga detik ini.

Konflik agraria struktural dapat dinyatakan sebagai konflik kelompok masyarakat sipil "melawan" dua kekuatan lain di masyarakat, yakni: sektor bisnis dan/atau negara. Hal inilah yang sesungguhnya sedang terjadi di Pulau Padang. Untuk itu kami dari Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti mengharapkan kerjasama seluruh pihak dalam upaya mengungkap fakta yang sesungguhnya demi penyelamatan Pulau Padang .

Maka sejarah mencatat penguasa dan pemerintah sangat berkepentingan dengan SDA yang di miliki oleh sebuah negara. Dengan demikian bukanlah sesuatu yang sangat menakjubkan ketika pengambil kebijakan atau pemerintah di dalam sebuah Negara mendeklarasikan bahwa semua SDA yang ada di Negara tersebut di kuasai oleh Negara. Sebab Negara memiliki kepentingan maha hebat terhadap sumber daya alam tersebut, khususnya menjadikannya sebagai ‘mesin politik’ dan ‘mesin uang’ bagi golongan yang berkuasa.

Sehingga terkait dengan SK 327 Menhut 2009 Tanggal 12 Juni. Ketidaksanggupan pemerintah dalam mencarikan penyelesaian persolan ini telah memberikan kita satu kesimpulan besar bahwa perbuatan tercela ini dilakukan secara berjama’ah baik itu regulator maupun penguasa modal domestik dan asing. Tiga parasit ekonomi rakyat Riau yang berekses terhadap lemahnya produktivitas rakyat dalam proses produksi yang bermuara pada kemiskinan dan kebodohan yang terstruktur. Yang memerintah hanya selalu membawa jargon bahwa sumber daya alam (SDA) untuk semua masyarakat, tetapi dalam praktik-praktik bisnis dan pemenfaatan SDA tersebut selalu lebih menguntungkan golongan dan kelompoknya sendiri. Seperti apa yang di perlihatkan Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti saat ini.






.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar