Selasa, 02 Agustus 2011

Menteri Kehutanan Republik Indonesia Zulkifli Hasan HARUS BERTANGGUNG JAWAB!!

Kita masih ingat ketika Menhut Zulkifli Hasan mengajak semua komponen masyarakat untuk menjaga kelestarian alam.

Himbauan dan ajakan ini disampaikan Menhut ketika melakukan pencanangan Gerakan Penenaman 1 Miliar Pohon tingkat Kabupaten Bengkalis, pada hari Minggu tanggal 12-12-2010 di Bengkalis yang dipusatkan di kampus politeknik, pada waktu itu, turut hadir Bupati Bengkalis Ir H Herliyan Saleh MSc, Wakil Bupati Drs Suayatno, Ketua DPRD Bengkalis Indra Gunawan SP Eng MH, Direktur Polbeng Ir H Muhammad Milchan MT, serta sejumlah unsur Muspida lainnya, para kepala dinas/badan, tokoh masyarakat, LSM, mahasiswa/pelajar, serta sejumlah organisasi sosial dan undangan lainnya.
Menteri Kehutanan Republik Indonesia Zulkifli Hasan menghimbau agar seluruh komponen masyarakat Kabupaten Bengkalis khususnya, dan masyarakat Indonesia pada umumnya, untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup. Dengan menjaga kawasan hutan dan lingkungan, ianya akan memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia itu sendiri.

Lebih lanjut Zulkifli Hasan mengatakan, untuk kawasan hutan di Riau, memang diakui hampir puluhan hutannya dieksploitasi. Akibatnya alam tidak mampu lagi mencegah timbulnya berbagai dampak negatif yang muncul akibat eksploitasi. Namun demikian, Zulkifli menyarankan tidak ada kata terlambat dalam mencegah dan mengatasi kerusakan hutan. Salah satunya adalah dengan memaksimalkan cagar-cagar biosfer, dan upaya menanam pohon.

"Zaman telah berubah, situasi juga berubah, bahkan bumi juga berubah. Perubahan iklim bukan isu lagi, tetapi fakta dan nyata yang dihadapi. Antara lain seperti di tahun 2010 ini, sepanjang tahunnya musim hujan, tidak lagi dua musim," kata Zulkifli seraya mengatakan jika seharusnya musim kemarau, namun akibat perubahan iklim, kondisi musim juga sudah tidak menentu.

Oleh karena itu kata Zulkifli yang juga Ketua Umum Pengurus Besar KODRAT pusat ini, bahwa tanah air, hutan dan lingkungan, adalah kewajiban seluruh lapisan masyarakat untuk menjaganya. "Dahulu kawasan hutan memang diatur secara sentralistik, seperti terkait penebangan hutan dan lain-lain. Tepai sejak saya menjadi menteri, saya canangkan untuk penebangan hutan (eksploitasi, red), harus dihentikan, termasuk mengeluarkan izin larangan penebangan pohon," kata Zulkifli lagi.

Dalam kesempatan tersebut, dimana Zulkifli juga ikut melakukan penanaman pohon secara simbolis dan menyerahkan bantuan sebesar Rp50 juta bagi Kelompok Bibit Rakyat (KBR) di Bengkalis, mengharapkan adanya kerjasama yang baik dari Pemkab Bengkalis dalam menjaga kelestarian lingkungan, seperti menjaga hutan dan kawasan lingkungan hidup dengan gerakan gemar menanam pohon. Sebab jika hutan dirusak, maka sudah tentu akan merugikan masyarakat banyak.

Menhut juga meminta agar kawasan hutan yang masih ada di Bengkalis ini, dapat dikembangkan dengan baik menjadi hutan tanaman rakyat. "Kalau ada kawasan hutan yang sudah tidak ada lagi hutannya, maka kelolalah bersama dengan rakyat. Utamakanlah rakyat. Sehingga masyarakat merasakan manfaatnya," pintanya lagi.
Selain meminta agar seluruh komponen masyarakat ikut menjaga kelestarian hutan dan lingkungan, Zulkifli juga minta agar penegakan hukum dapat diterapkan dengan maksimal. Artinya, jika terjadi pembakaran lahan misalnya, maka aturan dan sanksi harus diterapkan.

Pencanangan Gerakan Penanaman 1 Miliar Pohon di Kabupaten Bengkalis ini, merupakan lounching pertama kalinya untuk tingkat kabupaten seluruh Indonesia. Bahkan sebelum ini, Pemkab Bengkalis juga dengan gencarnya melakukan sosialisasi gerakan menanam 1 miliar pohon sebagai upaya penghijauan. Bahkan tidak kurang dari 35 ribu bibit pohon disiapkan bagi menyukseskan kegiatan ini.


Tidak Ada Lagi Izin Eksploitasi Hutan

Sementara saat diwawancarai, Menhut Zulkifli Hasan menegaskan, bahwa pihaknya tidak akan ada lagi mengeluarkan izin terkait eksploitasi dan pemanfaatan hutan di Indonesia, termasuk Riau. Artinya tidak ada lagi izin baru yang dikeluarkan ketika ia menjabat sebagai menteri. Bahkan program yang terus dilakukan adalah dengan menanam pohon. Kendati demikian, Zulkifli juga mengakui ada beberapa izin yang dikeluarkan, namun itu tanpa sepengetahuan dirinya.

Khusus menyangkut adanya izin pemanfaatan hutan HTI di sejumlah daerah di Kabupaten Kepulauan Meranti, seperti di Pulau Padang Kecamatan Merbau, menurut Zulkifli pihaknya tidak akan gegabah dalam mencabut perizinan dan menghentikannya, namun pihaknya mengaku akan mempelajarinya lebih serius dan mengambil langkah dalam menyelesaikan persoalan tersebut.

"Memang hampir selama 40 tahun kawasan hutan kita telah dilakukan eksploitasi, dan tidak mudah menyelesaikannya, tapi kita mencoba akan menguraikannya satu persatu. Yang jelas, muali saya menjabat menteri, kita tidak akan keluarkan izin untuk eksploitasi hutan," kata Menhut menegaskan.(Humas Polbeng)

Menteri Kehutanan Republik Indonesia Zulkifli Hasan HARUS BERTANGGUNG JAWAB atas kondisi Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti yang akhir-akhir ini menjadi sebuah Pulau yang sangat rawan konflik, situasi begitu sangat mencekam dan sangat penuh dengan kemungkinan-kemungkinan adanya hal-hal baru yang akan memperburuk keadaan bisa terjadi.

Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti dalam merespon kondisi Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti yang akhir-akhir ini menjadi sebuah Pulau yang sangat rawan konflik, situasi begitu sangat mencekam dan sangat penuh dengan kemungkinan-kemungkinan adanya hal-hal baru yang akan memperburuk keadaan.

Mencekamnya situasi di daerah tanah gambut ini tidak terlepas dari Konflik kelompok masyarakat sipil "melawan" dua kekuatan lain di masyarakat, yakni: sektor bisnis (PT.RAPP) dan/atau Negara. Inilah yang sedang terjadi di Pulau Padang.

Karena jauh sebelum insiden-insiden terhadap operasional RAPP kerap terjadi di Pulau Padang, sebelumnya masyarakat di pulau padang ini hidup dalam keadaan rukun damai dan tentram. Namun, dalam dua bulan terakhir telah terjadi tiga insiden yang telah mengakibatkan kerusakan peralatan milik kontraktor RAPP di Pulau Padang dan bahkan menimbulkan korban jiwa.

Ada 3 Faktor penyebab Pulau Padang Rawan Konflik dalam pandangan kami:

1. Sangat lambat dan kurang mengakomodir keinginan masyarakat di pulau padang prihal penghentian operasional PT.RAPP di lapangan oleh pihak Pemerintah, meski sudah di Recomendasikan oleh Komnas Ham ke Menhut dan PT.RAPP itu sendiri,
2. Pembodohan massal para Mafia Tanah yang telah mengkapling-kapling hutan dengan modus Kelompok Tani lalu menjualnya ke masyarakat dengan harga beragam dari Rp 750.000-Rp2000.000 perkapling.

Serikat Tani Riau menduga cara ini menjadi taktik pecah belah bagi persatuan rakyat untuk menolak operasional PT.RAPP yang di gagas kelompok tertentu, selain cara ini juga di menfaatkan oleh oknum tertentu untuk mengutip pundi-pundi uang sebelum PT.RAPP melakukan operasionalnya. Propaganda atau hasutan mendapatkan Ganti Rugi dari PT.RAPP cukup menjadi daya tarik kuat sebelum PT.RAPP melaksanakan operasionalnya, sehingga banyak masyarakat awam yang tidak memahami hukum menjadi korbanya, mulai dari masyarakat pulau padang itu sendiri, hinggalah termasuk warga selatpanjang, masyarakat desa Lalang, Desa Kayu Ara, dan Sungai Apit Kabupaten Siak dan masyarakat Kabupaten Bengkalis. Tentunya sangat di khawatirkan kondisi pulau padang akan bertambah memburuk, apabila pemerintah dan pihak kepolisian tidak lebih mendulukan menuntaskan persoalan Mafia Tanah ini di pulau padang ini yang dulunya menjadi pemicu masuknya operasional PT.RAPP tersebut, sehingga ada bahasa Pro dan Kontra di masyarakat dalam menyikapi persoalan HTI ini.

Serikat Tani Riau memastikan konflik baru muncul di pulau padang. Karena propaganda mendapatkan uang besar tidak terbukti bagi para anggota kelompok tani yang berharap akan ganti rugi. Potensi konflik ini sangat jelas terlihat, seperti yang disampaikan Sekdes Dedap, Saprizal, Senin (25/7), dalam rapat koordinasi dengan seluruh kepala desa dan camat yang ada di Kecamatan Merbau tersebut yang difasilitasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti prihal permintaan penghentian operasional PT.RAPP di Pulau Padang sebagaimana di muat di pemberitaan Riau Pos.co.id. 27 juli 2011.

Sangat jelas dibeberkan oleh Saprizal, nominal sagu hati kepada masyarakat belum ditentukan, sementara lahan telah digarap.

‘’Sagu hati dari perusahaan berapa, belum duduk. Namun lahan telah diluluhlantakkan dengan eskavator. Mendatangkan aparat di lahan itu bukanlah solusi,’’ kata Saprizal.
Dilanjutkan Sekdes tersebut, terkesan pihak perusahaan memakai kewenangannya, tanpa memperdulikan hak masyarakat.

‘’Mentang-mentang punya izin Menteri, tidak memperdulikan hak-hak masyarakat kita. Coba selesaikan dulu batas-batas lahan dengan masyarakat dan sagu hati yang akan diterima masyarakat,’’ sebutnya.

Senada dengan itu, Kades Lukit, Jumilan menyebutkan, lahan di desanya telah digarap berhektare-hektare luasnya, tanpa koordinasi. Apakah lahan itu telah dibebaskan, ataupun ada pemiliknya.

‘’Usahkan mau diganti rugi atau diberikan sagu hati, di negosiasipun belum. Kelompok tani di desa kita langsung bingung. Mana batas lahan antar-kelompok tani di Lukit pun tidak tahu lagi,’’ ucapnya.

3. Saat ini beberapa kebun rumbia atau kebun sagu masyarakat sudah tergusur di daerah Desa Lukit. Yang sangat mengerikan adalah status lahanya masih dalam Tahapan Penyelesaian/Sengketa, kenyataanya PT.RAPP tetap bekerja dan tidak memperdulikan permasalahan tersebut. Info yang juga kami terima di Pulau Padang hal seperti ini juga terjadi di Tanjung Padang. Kenyataan ini cukup menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan bagi masyarakat lainya yang juga memiliki lahan tentunya sebagai alat produksi kaum tani.

Beberapa hal yang menjadi catatan sejarah hitam kaum tani di Kabupaten-kabupaten lain di Propinsi Riau, yang mengalami konflik agraria berdampak dengan perampasan tanah rakyat yang hingga saat ini belum terselesaikan akhirnya sudah mulai terjadi di pulau padang. Konflik ini terjadi sabagai dampak dari tidak adanya Tapal Batas yang jelas serta banyaknya Tanah Garapan Rakyat secara terpaksa harus di akui telah di tindih oleh HPH/HTI PT.RAPP.

Permasalahan yang bermula dari rapuhnya pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960, hingga kepada pemberian tanpa batas hak pengelolaan lahan dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya kepada pemilik modal atau kasarnya, Negara tidak mampu menegaskan batas maksimal penguasaan lahan – tanah – yang boleh dikuasai atau dikelola. Ketidakjelasan tersebut didukung dengan buramnya sistem administrasi pertanahan sehingga sebidang tanah pun bisa dimiliki oleh 2 hingga 3 orang. Menurut Konsorsium Pembaharuan Agraria, mereka merekam sekitar 1.753 kasus konflik agraria struktural, yaitu kasus-kasus konflik yang melibatkan penduduk berhadapan dengan kekuatan modal dan/atau instrumen negara. Dengan menggunakan pengelompokan masyarakat dalam tiga sektor, seperti dikemukakan Alexis Tocqueville (1805-1859), konflik agraria struktural dapat dinyatakan sebagai konflik kelompok masyarakat sipil "melawan" dua kekuatan lain di masyarakat, yakni: sektor bisnis dan/atau negara.

Kami dari Serikat Tani Riau secara tegas menolak keberadaan perusahaan HTI PT.RAPP tersebut secara logis dan Ilmiah, dan tentunya Organisasi akan bertanggung jawab penuh terhadap pengamanan Aset-aset dan Tanah-tanah anggota kami.

Namun Serikat Tani Riau tidak akan membiarkan penenggelaman Pulau Padang terjadi oleh operasional Prusahaan HTI PT.RAPP hanya di sebabkan adanya praktek-praktek mafia tanah yang hanya berkiblat kepada keuntungan sesaat, lalu menjadi poin untuk di ambil suaranya oleh pemerintah sebagai anak asli tempatan pulau padang, sedangkan yang menolak atau kontra terhadap operasional HTI di anggap sebagai pendatang, sebagaimana yang kami terima di jakarta saat kami ke jakarta dalam aksi mogok makan bersama 46 Petani Pulau Padang. selain di ungkapkan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan kepada Riau Pos di sela-sela acara Forum Pemred JPNN di Palembang, Kamis (28/7)

’Saya minta data resmi dari bupati, apakah yang menolak HTI itu masyarakat tempatan atau tidak. Kalau iya maka Kemenhut akan mengurus penyelesaiannya. Kalau perusahaan nanti tidak mau ikut, maka bisa saja akan dicabut,’’.


Selanjutnya Serikat Tani Riau bersama masyarakat Pulau Padang menantang Menteri Kehutanan Ir Zulkifli Hasan untuk turun langsung ke lapangan dan bertemu dengan masyarakatdi kecamatan merbau ini. pernyataan ini adalah respon dari Stetmen Zulkifli Hasan kepada Riau Pos di sela-sela acara Forum Pemred JPNN di Palembang, Kamis (28/7)

Jangan hanya meminta pemerintah daerah untuk memberikan data dan laporan tertulis terkait konflik perusahaan dan masyarakat di Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti. Lebih baik Menteri Kehutanan Ir Zulkifli Hasan ketemu langsung dengan masyarakat Pulau Padang dan melihat langsung kondisi yang sebenarnya, jika memang benar Kemenhut serius menentukan kebijakan selanjutnya yang berpihak kepada Rakyat.

Kenapa kami dari Serikat Tani Riau mengarahkan Menteri Kehutanan Ir Zulkifli Hasan untuk tidak hanya menunggu data dan laporan dari pemerintah daerah terkait konflik perusahaan dan masyarakat di Pulau Padang, ini karena Serikat Tani Riau bersama masyarakat Pulau Padang telah menyampaikan "Mosi Tidak Percaya" terhadap Ir. Mahmud Murod selaku Kadishutbun Meranti dan Drs. Ichwani Asisten I sekdakab Meranti dan 11 kepala Desa di Pulau Padang pada tanggal 28 Maret 2011. "Mosi Tidak Percaya" ini di samapaikan dalam aksi Stempel Darah yang merupakan aksi yang ke 9 kalinya di lakukan masyarakat Pulau Padang sebelum masyarakat Pulau Padang berangkat ke Jakarta mendatangi Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.

Menurut masyarakat Pulau Padang, mereka (Ir. Mahmud Murod selaku Kadishutbun Meranti dan Drs. Ichwani Asisten I sekdakab Meranti dan 11 kepala Desa di Pulau Padang)telah menghianati masyarakat Pulau Padang. Karena Pada 16 Maret 2011, rapat yang dipimpin Asisten I Drs Ichwani dan Kadishut Moh.Murod yang turut dihadiri Ketua Komisi I DRPD Meranti dan Ketua komisi II DPRD Meranti secara gamblang mendukung operasional RAPP dengan membentuk tim pengawalan operasional RAPP di Pulau Padang. Padahal, sejatinya, tim yang dibentuk adalah tim investigasi, bukan tim pengawalan operasional terhadap PT.RAPP.

Serikat Tani Riau Kabupaten Kepulauan Meranti Merasa sangat kecewa dengan Sikap Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti Ir Mamun Murod, (Kadishutbun) bersama Asisten I Sekdakab Meranti.

Dalam pertemuan yang merupakan Tindak Lanjut dari pada pertemuan multy pihak penyelesaian Konflik. yang pertemuan tersebut dilaksanakan kan di Kantor Dinas Kehutanan Dan Perkebunan (Kadishutbun)di fasilitasi oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Kepulauan Meranti Ir Mamun Murod, bersama Asisten I Sekdakab Meranti dan anggota Komisi I dan II DPRD Kepulauan Meranti Sangat Penuh Dengan Muatan Politik.

Dalam pertemuan sempat terjadi ketegangan. Hal ini disebabkan oleh sikap kadishutbun Makmun Murad yang mengarahkan Tim, sebagai Tim Pengawas operasional.

Pembentukan TIM Pengkaji sebagaimana ditetapkan pada tgl 23 Feb. 2011 di Aula RSUD Selatpanjang tentang “Tim Pengkaji Kelayakan” di Rubah serta merta menjadi “TIM Pengawas Operasional PT. RAPP di Pulau padang”.

Rapat sama sekali tidak mengakomodir aspirasi yang berkembang dan melenceng dari kesepakatan tanggal 23 februari 2011.

Hasil Analisa Serikat Tani Riau sesuai Kronologis Pertemuan hari Rabu 16 Maret 2011 di Kantor Dinas Kehutanan Dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti:

1. Adanya Pembacaan Pernyataan Sikap yang lakukan oleh 11 Kepala Desa Se-Pulau Padang, Kecuali Bapak Kades Samaun S.sos, (Bagan Melibur),Bapak Kades Toha (Mengkirau) dan Bapak Suyatno selaku Lurah di (Teluk Belitung) 11 kepala desa tersebut mendukung sepenuhnya upaya pemerintah kabupaten kepulauan meranti untuk mewujudkan iklim investasi yang kondusif demi kelancaran pembangunan daerah khususnya di pulau padang, kecamatan merbau yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan Masyarakat.

2. Drs Ikhwani, Asisten I Setdakab Meranti mengatakan keputusan pemerintah dalam mengeluarkan izin operasional PT.RAPP perusahaan tersebut, telah sah secara hukum.

3. Ir Mamun Murod, Kadishutbun Mengatakan pertemuan itu bertujuan untuk membentuk Tim Pengawasan terkait rencana operasional PT RAPP di Pulau Peadang sesuai SK Menhut 327 Tahun 2009.

Hinggalah pada tanggal 27 Maret 2011, PT.RAPP Memaksakan Kehendak Untuk Beroperasional Di Pulau Padang.

Padahal, sejatinya menurut masyarakat, yang dibentuk Pada 16 Maret 2011 adalah Tim investigasi atau tim pengkajian ulang mulai dari kelayakan Tanah dengan menggunakan Pakar, hingga tim bekerja untuk mengkaji persoalan Administrasi PT.RAPP, bukan tim pengawalan terhadap Operasional, karena itu Aksi stempel darah ini juga sebagai bukti dan bentuk perlawanan masyarakat terhadap pengkhianatan Asisten I Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Meranti, Drs Ikhwani, dan Kepala Dinas Kehutanan Meranti, Drs Mahmud Morod serta 11 Kepala Desa terhadap kesepakatan pada 23 Februari 2011 dalam dialog multy pihak penyelesaian Konflik antara masyarakat yang mengutus 61 Orang pengurus-pengurusnya dengan PT.RAPP mengutus 61 Orang pengurus-pengurus untuk hadir pada pertemuan yang diadakan di Aula RSUD Selatpanjang yang langsung di Pimpin oleh Bupati Drs Irwan MSi selaku Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti.

Dalam sambutan Bupati Kepulauan Meranti, Irwan Nasir secara tegas mengatakan terkait maraknya aksi massa yang menolak keberadaan HTI di Kepulauan Meranti “mari kita bentuk Tim yang akan mengkaji secara obyektif, jika memang izin HTI di Kepulauan Meranti berdampak positif sama-sama kita terima, akan tetapi jika HTI berdampak Negatif sama-sama kita tolak”.

Serikat Tani Riau berjaji akan menyediakan Panggung untuk Menteri Kehutanan dan mengumpulkan Ribuan masyarakat Pulau Padang yang menolak Operasional HTI PT.RAPP di wilayah kecamatan merbau pulau padang. Jika perlu Menteri Kehutanan Ir Zulkifli Hasan membawa pihak Kepolisian, kegunaanya bukan utuk keamanan. Tetapi kegunaanya, jika nanti terbukti bahwa yang di Mobilisasi Serikat Tani Riau bukan anak tempatan yang tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk Kabupaten Kepulauan Meranti yang berkumpul dan menolak keberadaan perusahaan HTI itu dengan alasan yang logis dan Ilmiah, maka Muhamad Riduan Ketua Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti bersedia di tuntut secara Hukum.

Konflik berkepanjangan di Pulau Padang yang meliputi 14 desa dipicu oleh keluarnya ijin perusahan hutan tanaman industry PT. RAPP tanggal 21 Juni 2009 melalui surat keputusan Menteri Kehutanan No. 327/Menhut-II/2009 seluas 350.165 hektar, dimana yang masuk di Pulau Padang seluas 41.205 hektar.

Konsesi RAPP di pulau padang ini sebagian besar tumpang tindih dengan tanah-tanah yang sudah menjadi hak masyarakat local, baik berupa perkebunan karet, sagu, maupun areal perladangan dan eks perladanangan dan perkebunan. Karena RAPP memaksakan beroperasi tanpa mendengarkan keberatan masyarakat sehingga penolakan besaran-besaran masyarakat melalui demonstrasi sering kali terjadi, bahkan hingga ke Jakarta.

Bermula dari PT. RAPP memaksakan memasukkan alat berat pada Mei lalu di Tanjung Padang, masyarakat yang tergabung dalam Serikat Tani Riau berupaya menghambat agar alat berat berhenti bekerja dan sebelum ada penyelesaian yang bias di terima masyarakat. Tepatnya tanggal 30 Mei dari pagi hingga sore (05.30 WIB) masyarakat demonstarsi menghambat operasi alat berat di lokasi pelabuhan yang sedang dibangun RAPP di desa Pulau Padang, pelabuhan ini ada akses utama RAPP untuk masuk memulai penebangan hutan alam di tengah pulau dan mengeluarkan kayu log dan chip untuk kemudian dibawa ke pelabuhan Futong di Sungai Apit Kabupaten Siak dan diteruskan ke pabrik bubur dan kertas RAPP di Pangkalan Kerinci kabupaten Pelalawan. Tengah malam pada hari yang sama terjadi peristiwa pembakaran 2 alat berat di lokasi dimana demostrasi dilakukan, dilakukan oleh sekelompok orang yang tak dikenal dan terakhir 13 Juli lalu 1 alat berat juga dibakar dan 1 orang operator dibunuh setelah terlebih dahulu disiksa dan ditembak , ini terjadi tepatnya di sei kuat desa Lukit.

Koalisi Pendukung Perjuangan Rakyat Kepulauan Meranti menilai bahwa konflik penguasaan tanah dan hutan serta peristiwa dua kali pembakaran dan terakhir disertai kekerasan yang menelan korban nyawa 1 orang ini tampak dilakukan oleh kelompok professional, sistematis dan terencana, dan oleh karena itu harus dibongkar hingga menemukan actor intelektualnya.

Menurut telaah lapangan yang kami lakukan, pihak-pihak yang memiliki kepentingan kuat atas tanah, hutan dan potensi kekayaan di Pulau padang ini, yaitu :

• Masyarakat local, baik yang menjadi bagian STR ataupun bukan yang berkepentingan untuk mempertahankan tanah dan hutan sebagai sumber-sumber kehidupannya.

• PT. RAPP, yang sedang mengejar target untuk land clearing hutan alam dan kayu-kayunya untuk dijadikan bahan baku pabrik bubur dan kertas RAPP di pangkalan kerinci, kemudian membangun kebun kayu akasia sesuia dengan Rencana Kerja Tahunan yang diterbitkan secara mandiri (Self Approval) oleh direktur utama RAPP, Kusnan Rahmin, tanggal 24 Maret 2011 melalui SK.06/RAPP/III/2011 seluas 30.087 hektar.

• PT. Kondur Petroleum (Bakrie Grup), yang juga mengantongi ijin eksplotasi migas yang lokasinya tumpang tindih dengan ijin konsesi RAPP, sementara kandungan minyak dalam kawasan ini cukup tinggi. Perusahaan ini terhambat operasinya karena harus terlebih dahuku menuntaskan negosiasi dengan RAPP dan Kementerian Kehutanan selaku pemangku kawasan hutan.

• Pemain kayu (cukong kayu) yang memiliki kepentingan karena bertindak sebagai pembali maupun pemodal bagi kelompok-kelompok dan perorangan yang menebang kayu log di pulau padang. Masuknya RAPP telah memutus rantai ke sumber-sumber log, sehingga merasa terganggu/dirugikan oleh masuknya RAPP.

• Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti selaku pemangku pemerintahan territorial memiliki kepentingan besar agar segala potensi sumber daya alam di Pulau Padang bias memberikan income yang besar bagai pendapatan asli daerah dan bagi pembangunan. Jika memakai kacamata ekonomi atau besaran PAD bukan tidak mungkin pemerintah daerah memiliki ambisi untuk mendapatkan saham dari setiap investasi yang akan mengelola pulau padang.

• Pemilik tanah skala luas dan sedang yang berasal dari dalam maupun pulau padang yang merasa terancam karena RAPP tidak memberikan gantirugi yang layak atas tanah-tanah yang dipakai RAPP untuk pelabuhan, jalan akses, maupun yang masuk dalam konsesi.

• Oknum Kepolisian yang mendapatkan keuntungan dan akses manfaat melalui penyediaan tenaga perbantuan pengamanan di lokasi konflik ini, ketidakberhasilan kepolisian mengungkap peristiwa pembakaran sejak awal menimbulkan tanda Tanya besar, apakah motif dibalik ini semua

Oleh karena itu kami dari Serikat Tani Riau mendukung sepenuhnya Koalisi Pendukung Perjuangan Rakyat Kepulauan Meranti yang terdiri dari (WALHI Riau, STR, PRD Riau, JMGR, Jikalahari, Greenpeace, Kaliptra, Kabut, TII Riau, Scale Up) untuk mendesak:

• Dibentuknya Tim Pencari Fakta bersama melibatkan pihak Komnas HAM-RI, Kepolisian, Pemda Kepulauan Meranti, dan Organisasi Masyarakat Sipil.

• PT.RAPP Menghentikan semua operasional di lapangan dan menarik kembali alat berat sampai adanya kesepakatan bersama yang dapat diterima oleh para pihak. Hal ini mengacu pada surat Komnas HAM-RI pada pimpinan PT RAPP tanggal 29 April 2011 No.1.071/K/PMT/IV/2011.

• Agar Komnas HAM-RI meminta pertanggungjawab PT.RAPP, Pemda Kepulauan Meranti, dan Kepolisian Polres Bengkalis atas pembiaran terhadap konflik berkepanjangan sehingga menyebabkan kekerasan yang menyebabkan meninggalnya 1 orang operator alat berat meninggal pada 13 Juli 2011 lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar