Sabtu, 30 Juli 2011

STR, terkait dugaan Mafia Tanah Di Pulau Padang akan adukan ke POLDA Riau

Ketua Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti, Muhamad Riduan dalam merespon kondisi Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti yang akhir-akhir ini menjadi sebuah Pulau yang sangat rawan konflik, situasi begitu sangat mencekam dan sangat penuh dengan kemungkinan-kemungkinan adanya hal-hal baru yang akan memperburuk keadaan.

Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti berpendapat
, mencekamnya situasi di daerah tanah gambut ini tidak terlepas dari Konflik kelompok masyarakat sipil "melawan" dua kekuatan lain di masyarakat, yakni: sektor bisnis (PT.RAPP) dan/atau Negara. ini lah yang sedang terjadi di Pulau Padang.

Menurut Serikat Tani Riau, jauh sebelum Insiden-insiden terhadap operasional RAPP kerap terjadi di Pulau Padang, sebelumnya masyarakat di pulau padang ini hidup dalam keadaan rukun damai dan tentram. Namun, dalam dua bulan terakhir telah terjadi tiga insiden yang telah mengakibatkan kerusakan peralatan milik kontraktor RAPP di Pulau Padang dan bahkan menimbulkan korban jiwa.

Ada 3 Faktor penyebab Pulau Padang Rawan Konflik
1. Sangat lambat dan kurang mengakomodir keinginan masyarakat di pulau padang prihal penghentian operasional PT.RAPP di lapangan oleh pihak Pemerintah, meski sudah di Recomendasikan oleh Komnas Ham ke Menhut dan PT.RAPP itu sendiri,

2. Pembodohan massal para Mafia Tanah yang telah mengkapling-kapling hutan dengan modus Kelompok Tani lalu menjualnya ke masyarakat dengan harga beragam dari Rp 750.000-Rp2000.000 perkapling.

Serikat Tani Riau menduga cara ini menjadi taktik pecah belah bagi persatuan rakyat untuk menolak operasional PT.RAPP yang di gagas kelompok tertentu, selain cara ini juga di menfaatkan oleh oknum tertentu untuk mengutip pundi-pundi uang sebelum PT.RAPP melakukan operasionalnya.

Propaganda atau hasutan mendapatkan Ganti Rugi dari PT.RAPP cukup menjadi daya tarik kuat sebelum PT.RAPP melaksanakan operasionalnya, sehingga banyak masyarakat awam yang tidak memahami hukum menjadi korbanya, mulai dari masyarakat pulau padang itu sendiri, hinggalah termasuk warga selatpanjang, masyarakat desa Lalang, Desa Kayu Ara, dan Sungai Apit Kabupaten Siak dan masyarakat Kabupaten Bengkalis.

Serikat Tani Riau mengkhawatirkan kondisi pulau padang akan bertambah memburuk, apabila pemerintah dan pihak kepolisian tidak lebih mendulukan menuntaskan persoalan Mafia Tanah ini di pulau padang ini yang dulunya menjadi pemicu masuknya operasional PT.RAPP tersebut, sehingga ada bahasa Pro dan Kontra di masyarakat dalam menyikapi persoalan HTI ini.

Serikat Tani Riau memastikan konflik baru muncul di pulau padang. Karena propaganda mendapatkan uang besar tidak terbukti bagi para anggota kelompok tani yang berharap akan ganti rugi.

Potensi konflik ini sangat jelas terlihat, seperti yang disampaikan Sekdes Dedap, Saprizal, Senin (25/7), dalam rapat koordinasi dengan seluruh kepala desa dan camat yang ada di Kecamatan Merbau tersebut yang difasilitasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti prihal permintaan penghentian operasional PT.RAPP di Pulau Padang sebagaimana di muat di pemberitaan Riau Pos.co.id. 27 juli 2011.

Sangat jelas dibeberkan oleh Saprizal, nominal sagu hati kepada masyarakat belum ditentukan, sementara lahan telah digarap.

‘’Sagu hati dari perusahaan berapa, belum duduk. Namun lahan telah diluluhlantakkan dengan eskavator. Mendatangkan aparat di lahan itu bukanlah solusi,’’ kata Saprizal.

Dilanjutkan Sekdes tersebut, terkesan pihak perusahaan memakai kewenangannya, tanpa memperdulikan hak masyarakat. ‘’Mentang-mentang punya izin Menteri, tidak memperdulikan hak-hak masyarakat kita. Coba selesaikan dulu batas-batas lahan dengan masyarakat dan sagu hati yang akan diterima masyarakat,’’ sebutnya.

Senada dengan itu, Kades Lukit, Jumilan menyebutkan, lahan di desanya telah digarap berhektare-hektare luasnya, tanpa koordinasi. Apakah lahan itu telah dibebaskan, ataupun ada pemiliknya.

‘’Usahkan mau diganti rugi atau diberikan sagu hati, di negosiasipun belum. Kelompok tani di desa kita langsung bingung. Mana batas lahan antar-kelompok tani di Lukit pun tidak tahu lagi,’’ ucapnya.

3. Saat ini beberapa kebun rumbia atau kebun sagu masyarakat sudah tergusur di daerah Desa Lukit. Yang sangat mengerikan adalah status lahanya masih dalam Tahapan Penyelesaian/Sengketa, kenyataanya PT.RAPP tetap bekerja dan tidak memperdulikan permasalahan tersebut. Info yang juga kami terima di Pulau Padang hal seperti ini juga terjadi di Tanjung Padang. Kenyataan ini cukup menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan bagi masyarakat lainya yang juga memiliki lahan tentunya sebagai alat produksi kaum tani.

Beberapa hal yang menjadi catatan sejarah hitam kaum tani di Kabupaten-kabupaten lain di Propinsi Riau, yang mengalami konflik agraria berdampak dengan perampasan tanah rakyat yang hingga saat ini belum terselesaikan akhirnya sudah mulai terjadi di pulau padang. Konflik ini terjadi sabagai dampak dari tidak adanya Tapal Batas yang jelas serta banyaknya Tanah Garapan Rakyat secara terpaksa harus di akui telah di tindih oleh HPH/HTI PT.RAPP.

Permasalahan yang bermula dari rapuhnya pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960, hingga kepada pemberian tanpa batas hak pengelolaan lahan dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya kepada pemilik modal atau kasarnya, Negara tidak mampu menegaskan batas maksimal penguasaan lahan – tanah – yang boleh dikuasai atau dikelola. Ketidakjelasan tersebut didukung dengan buramnya sistem administrasi pertanahan sehingga sebidang tanah pun bisa dimiliki oleh 2 hingga 3 orang. Menurut Konsorsium Pembaharuan Agraria, mereka merekam sekitar 1.753 kasus konflik agraria struktural, yaitu kasus-kasus konflik yang melibatkan penduduk berhadapan dengan kekuatan modal dan/atau instrumen negara. Dengan menggunakan pengelompokan masyarakat dalam tiga sektor, seperti dikemukakan Alexis Tocqueville (1805-1859), konflik agraria struktural dapat dinyatakan sebagai konflik kelompok masyarakat sipil "melawan" dua kekuatan lain di masyarakat, yakni: sektor bisnis dan/atau negara.

Kami dari Serikat Tani Riau secara tegas menolak keberadaan perusahaan HTI PT.RAPP tersebut secara logis dan Ilmiah, dan tentunya Organisasi akan bertanggung jawab penuh terhadap pengamanan Aset-aset dan Tanah-tanah anggota kami.

Namun Serikat Tani Riau tidak akan membiarkan penenggelaman Pulau Padang terjadi oleh operasional Prusahaan HTI PT.RAPP hanya di sebabkan adanya praktek-praktek mafia tanah yang hanya berkiblat kepada keuntungan sesaat, lalu menjadi poin untuk di ambil suaranya oleh pemerintah sebagai anak asli tempatan pulau padang, sedangkan yang menolak atau kontra terhadap operasional HTI di anggap sebagai pendatang, sebagaimana yang kami terima di jakarta saat kami ke jakarta dalam aksi mogok makan bersama 46 Petani Pulau Padang. selain di ungkapkan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan kepada Riau Pos di sela-sela acara Forum Pemred JPNN di Palembang, Kamis (28/7)

‘’Saya minta data resmi dari bupati, apakah yang menolak HTI itu masyarakat tempatan atau tidak. Kalau iya maka Kemenhut akan mengurus penyelesaiannya. Kalau perusahaan nanti tidak mau ikut, maka bisa saja akan dicabut,’’.

Meskipun rentan dengan akan timbulnya konflik horizontal di Pulau Padang, saat ini Serikat Tani Riau sedang mempersiapkan bukti-bukti dan akan membuat pengaduan ke POLDA Riau jika semua bukti-bukti terkait dugaan kami anggap lengkap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar