Sabtu, 06 Agustus 2011

Sagu Hati Lahan. Bukan Berarti Masyarakat Pulau Padang Telah Menerima Keberadaan Perusahaan Tersebut Untuk Beroperasi Di Daerah Tanah Gambut Ini.

Meskipun PT.RAPP telah menyerahkan sagu hati lahan, tanaman, garapan, dan bangunan yang ada diatas lahan masyarakat yang berada di areal konsesi PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Pulau Padang kepada 24 orang masyarakat Desa Tanjung Padang, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti. Ketua Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti Muhamad Riduan menyatakan dengan tegas, bukan berarti PT.RAPP memiliki legitimasi baru bahwa Masyarakat Pulau Padang telah menerima keberadaan perusahaan tersebut untuk beroperasi di daerah tanah gambut ini.

Untuk di pahami oleh semua pihak, terutama pihak pemerintah sebagai pengambil kebijakan bahwa penolakan yang di lakukan oleh masyarakat Kabupaten Kepulauan Meranti terhadap Hutan Tanaman Industeri (HTI) di Kabupaten ini bukanlah di lakukan tanpa alasan yang logis dan ilmiah, ini dikarenakan HTI, tidak terlepas dari sejarah konflik Agraria di Indonesia, khususnya di Riau. Permasalahan yang bermula dari rapuhnya pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960, hingga kepada pemberian tanpa batas hak pengelolaan lahan dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya kepada pemilik modal atau kasarnya Negara tidak mampu menegaskan batas maksimal penguasaan lahan – tanah – yang boleh dikuasai atau dikelola. Dan hal ini sangat Jelas sudah terjadi di Kabupaten Kepulauan Meranti khususnya Pulau- Pulau Tanah Gambut yang ada di wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti. Ketidakjelasan tersebut didukung dengan buramnya sistem administrasi pertanahan. Bukan hanya itu, di Kabupaten Kepulauan Meranti, dampak terhadap lingkungan juga menjadi pertimbangan bagi kami ribuan masyarakat Pulau Padang dan Serikat Tani Riau.

Sangat jelas bahwa secara Topografi bentang alam kabupaten Kepulauan Meranti sebagian besar terdiri dari daratan rendah. Pada umumnya struktur tanah terdiri tanah alluvial dan grey humus dalam bentuk rawa-rawa atau tanah basah dan berhutan bakau (mangrove).

Kepulauan Meranti merupakan daerah yang terdiri dari dataran-dataran rendah, dengan ketinggian rata-rata sekitar 1-6,4 m di atas permukaan laut. Di daerah ini juga terdapat beberapa sungai dan tasik (danau) seperti sungai Suir di pulau Tebingtinggi, sungai Merbau, sungai Selat Akar di pulau Padang serta tasik Putri Pepuyu di Pulau Padang, tasik Nembus di pulau Tebingtinggi), tasik Air Putih dan tasik Penyagun di pulau Rangsang. Gugusan daerah kepulauan ini terdapat beberapa pulau besar seperti pulau Tebingtinggi (1.438,83 km²), pulau Rangsang (922,10 km²), pulau Padang dan Merbau (1.348,91 km²).

Permukaan laut yang di dukung oleh daerah tanah gambut yang kedalamanya mencapai 3-6 meter, tentunya dampak Abrasi tidak bisa di terhindarkan. Selama ini tiga titik pulau di Meranti, masing-masing Pulau Rangsang, Pulau Merbau dan Pulau Padang, mengalami abrasi sepanjang tahun. Akibatnya, tidak saja ribuan hektar kebun dan ratusan rumah penduduk ke laut.

Sudah ribuan hektar kebun milik masyarakat yang terjun ke laut di terjang abrasi. Bahkan abrasi juga mengancam kawasan pemukiman masyarakat. Akibatnya, tidak hanya luas daratan yang menyusut. Masyarakat di sejumlah desa di pulau-pulau harus menderita kerugian. Ribuan hektar kebun kelapa dan karet yang runtuh kelaut dan ratusan rumah ikut hancur. Titik kordinat terluar wilayah NKRI di Kabupaten Kepulaun Meranti turut bergeser.

Kenyataan ini sudah sangat mencemaskan, bahwa akan merugkan posisi NKRI secara politik dan keamanan, karena ketiga pulau ini berbatasan lansung dengan perairan Selat Melaka yang menjadi pembatas dengan negara Malaysia.

Untuk itu, menurut Serikat Tani Riau sebenarnya pemerintah pusat harus segera mengalokasikan anggaran penyelamatan pulau-pulau terluar di Kabupaten Kepulauan Meranti tersebut. Bukan sebalikya pemerintah malah mengeluarkan izin untuk melakukan pembabatan hutan alam di kawasan gambut pulau-pulau tersebut kepada PT.Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) melalui SK 327 Menhut Tahun 2009 Tanggal 12 Juni 2009.

Serikat Tani Riau menggingatkan kembali tentang apa yang pernah di sampaikan oleh Menteri Kehutanan Republik Indonesia Zulkifli Hasan di Kabupaten Bengkalis, pada hari Minggu tanggal 12-12-2010 ketika melakukan pencanangan Gerakan Penenaman 1 Miliar Pohon.

Zulkifli Hasan pernah menghimbau agar seluruh komponen masyarakat Kabupaten Bengkalis khususnya, dan masyarakat Indonesia pada umumnya, untuk “bersama-sama menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup. Dengan menjaga kawasan hutan dan lingkungan, ianya akan memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia itu sendiri”.

Dan bukankah Zulkifli Hasan mengatakan, “untuk kawasan hutan di Riau, memang diakui hampir puluhan hutannya dieksploitasi. Akibatnya alam tidak mampu lagi mencegah timbulnya berbagai dampak negatif yang muncul akibat eksploitasi”. Namun demikian, Zulkifli menyarankan Tidak Ada Kata Terlambat Dalam Mencegah dan Mengatasi Kerusakan Hutan.

"Zaman telah berubah, situasi juga berubah, bahkan bumi juga berubah. Perubahan iklim bukan isu lagi, tetapi fakta dan nyata yang dihadapi. Antara lain seperti di tahun 2010 ini, sepanjang tahunnya musim hujan, tidak lagi dua musim," kata Zulkifli seraya mengatakan jika seharusnya musim kemarau, namun akibat perubahan iklim, kondisi musim juga sudah tidak menentu.

Tidak hanya itu, Zulkifli Hasan juga mengatakan bahwa Tanah Air, Hutan dan Lingkungan, Adalah Kewajiban Seluruh Lapisan Masyarakat Untuk Menjaganya.

Menhut juga meminta agar kawasan hutan yang masih ada di Bengkalis ini, dapat dikembangkan dengan baik menjadi hutan tanaman rakyat. "Kalau ada kawasan hutan yang sudah tidak ada lagi hutannya, maka kelolalah bersama dengan rakyat. Utamakanlah rakyat. Sehingga masyarakat merasakan manfaatnya," pintanya lagi.
Selain meminta agar seluruh komponen masyarakat ikut menjaga kelestarian hutan dan lingkungan, Zulkifli juga minta agar penegakan hukum dapat diterapkan dengan maksimal. Artinya, jika terjadi pembakaran lahan misalnya, maka aturan dan sanksi harus diterapkan.

Harapan Serikat Tani Riau dan masyarakat pulau padang meskipun Menhut Zulkifli Hasan telah menegaskan, bahwa pihaknya tidak akan ada lagi mengeluarkan izin terkait eksploitasi dan pemanfaatan hutan di Indonesia, termasuk Riau, tetapi bukan berarti pula Zulkifli Hasan bisa tutup mata dan tidak peduli Khusus menyangkut adanya izin pemanfaatan hutan HTI di sejumlah daerah di Kabupaten Kepulauan Meranti, seperti di Pulau Padang Kecamatan Merbau.

Apalagi dalam mengutip pemberitaan Dumai Pos, tentang Anggota DPD RI asal pemilihan Riau, Instiawati Ayus telah mengatakan bahwa Permasalahan izin hutan tanaman industri (HTI) di Kabupaten Kepulauan Meranti, setakat ini sudah masuk dalam agenda rapat Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dalam waktu dekat akan dibahas dalam persidangan di Senayan, Jakarta menurut Instiawati.

Sebagaimana yang telah dituturkan Anggota DPD RI asal pemilihan Riau, Instiawati Ayus, pada Selasa tanggal 2 Februari 2011 mengatakan, permasalahan HTI PT SRL dan PT LUM, serta HTI PT RAPP di Pulau Rangsang setelah ditinjau langsung ke lapangan, ternyata memang tidak layak, dan harus di hentikan dengan cepat.

Selain itu Komisi B DPRD Propinsi Riau, yang diwakili oleh wakil komisi B Zulfan Heri, Sumiyati, dan Mahdinur melakukan kunjungan dinas untuk bertemu masyarakat di pulau padang (usai solat jum’at) yang menolak akan beroperasinya PT. RAPP di Pulau Padang dan akan melihat langsung lokasi kegiatan operasional PT. SRL di Pulau Rangsang. Dialog langsung antara anggota Komisi B DPRD Propinsi dengan masyarakat pulau Padang dilaksanakan di aula kantor camat Merbau yang juga dihadiri oleh beberapa pejabat Pemkab Kep. Meranti. Zulfan Heri dalam penyampaiannya berjanji bahwa DPRD Propinsi Riau akan membentuk Pansus HTI Riau secepat-cepatnya, agar pansus tersebut dapat mengakaji secara obyektif tentang dampak negative dan positif yang bakal ditimbulkan oleh operasional PT. RAPP di Pulau padang dan secara umum di Propinsi Riau. Sementara Kadishutbun Kab. Kep. Meranti Makmun Murad menyampaikan bahwa izin PT. RAPP di pulau padang adalah wewenang Menhut.

Dari hasil kunjungan kerja Komisi B DPRD Propinsi Riau, yang diwakili oleh wakil komisi B Zulfan Heri, Sumiyati, dan Mahdinur ke PT.SRL mendapat kesimpulan Izin PT.SRL terancam di cabut dan operasional HTI dapat menenggelamkan Pulau, sebagai mana pemberitaan media. Akhirnya timbullah wacana untuk di bentuknya Pansus HTI se-Riau.

Kami dari Serikat Tani Riau menegaskan kepada pihak Pemerintah baik ditingkat Nasional sampai pada tingkat Daerah untuk tidak mengesampingkan apa yang menjadi pandangan kami.

Serikat Tani Riau tidak akan membiarkan penenggelaman Pulau Padang terjadi oleh operasional Prusahaan HTI PT.RAPP hanya di sebabkan adanya praktek-praktek mafia tanah yang hanya berkiblat kepada keuntungan sesaat, lalu menjadi poin untuk di ambil suaranya oleh pemerintah sebagai anak asli tempatan pulau padang, sedangkan yang menolak atau kontra terhadap operasional HTI di anggap sebagai pendatang.

Selanjutnya Serikat Tani Riau bersama masyarakat Pulau Padang menantang Menteri Kehutanan Ir Zulkifli Hasan untuk turun langsung ke lapangan dan bertemu dengan masyarakat di kecamatan merbau yang merupakan pulau tanah gambut ini

Jangan hanya meminta pemerintah daerah untuk memberikan data dan laporan tertulis terkait konflik perusahaan dan masyarakat di Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti. Lebih baik Menteri Kehutanan Ir Zulkifli Hasan ketemu langsung dengan masyarakat Pulau Padang dan melihat langsung kondisi yang sebenarnya, jika memang benar Kemenhut serius menentukan kebijakan selanjutnya yang berpihak kepada Rakyat.

Karena hampir semua pejabat di Kabupaten Kepulauan Meranti telah menghianati rakyatnya.

“Masyarakat pulau padang telah menyampaikan mosi tidak percaya melalui cap Stempel Darah. Rakyat sudah tidak mempercayai mereka,”

Kadishutbun Kabupaten Kepulauan Meranti, Ir. Makmun Murod, bersama dengan Drs. Ichwani selaku Asisten I Setkab Kepulauan Meranti, telah menyelewengkan tim investigasi yang dibentuk untuk menyelesaikan persoalan ini.

“Dia (Makmud Murod dan Ichwani) mengubah tim investigasi menjadi tim pengawalan operasional PT. RAPP. Ini merupakan penghianatan terhadap sebuah komitmen yang telah dibangun bersama,”

Pembentukan TIM Pengkaji sebagaimana ditetapkan pada tgl 23 Feb. 2011 di Aula RSUD Selatpanjang tentang “Tim Pengkaji Kelayakan” di Rubah serta merta menjadi “TIM Pengawas Operasional PT. RAPP di Pulau padang”.

Rapat sama sekali tidak mengakomodir aspirasi yang berkembang dan melenceng dari kesepakatan tanggal 23 februari 2011.

Hasil Analisa Serikat Tani Riau sesuai Kronologis Pertemuan hari Rabu 16 Maret 2011 di Kantor Dinas Kehutanan Dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti:

1. Adanya Pembacaan Pernyataan Sikap yang lakukan oleh 11 Kepala Desa
Se-Pulau Padang, Kecuali Bapak Kades Samaun S.sos, (Bagan Melibur),
Bapak Kades Toha (Mengkirau) dan Bapak Suyatno selaku Lurah di (Teluk
Belitung) 11 kepala desa tersebut mendukung sepenuhnya upaya
pemerintah kabupaten kepulauan meranti untuk mewujudkan iklim investasi
yang kondusif demi kelancaran pembangunan daerah khususnya di pulau
padang,kecamatan merbau yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan Masyarakat.

2. Drs Ikhwani, Asisten I Setdakab Meranti mengatakan keputusan
pemerintah dalam mengeluarkan izin operasional PT.RAPP perusahaan
tersebut, telah sah secara hukum.

3. Ir Mamun Murod, Kadishutbun Mengatakan pertemuan itu bertujuan
untuk membentuk Tim Pengawasan terkait rencana operasional
PT RAPP di Pulau Peadang sesuai SK Menhut 327 Tahun 2009.

Hinggalah pada tanggal 27 Maret 2011, PT.RAPP Memaksakan Kehendak Untuk Beroperasional Di Pulau Padang.

Padahal, sejatinya menurut masyarakat, yang dibentuk Pada 16 Maret 2011 adalah Tim investigasi atau tim pengkajian ulang mulai dari kelayakan Tanah dengan menggunakan Pakar, hingga tim bekerja untuk mengkaji persoalan Administrasi PT.RAPP, bukan tim pengawalan terhadap Operasional, karena itu Aksi stempel darah ini juga sebagai bukti dan bentuk perlawanan masyarakat terhadap pengkhianatan Asisten I Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Meranti, Drs Ikhwani, dan Kepala Dinas Kehutanan Meranti, Drs Mahmud Morod serta 11 Kepala Desa terhadap kesepakatan pada 23 Februari 2011 dalam dialog multy pihak penyelesaian Konflik antara masyarakat dengan PT.RAPP.

Kami dari Serikat Tani Riau secara tegas menolak keberadaan perusahaan HTI PT.RAPP tersebut secara logis dan Ilmiah, dan tentunya Organisasi akan bertanggung jawab penuh terhadap pengamanan Aset-aset dan Tanah-tanah anggota kami.

Dalam menanggapi persoalan Masyarakat Pulau Padang yang tak pernah terselesaikan dikarenakan tidak adanya keberanian Pemerintah baik ditingkat Nasional sampai pada tingkat Daerah untuk mengambil kebijakan politik guna menyelesaikan persoalan Pulau Padang.

Ketidaksanggupan pemerintah dalam mencarikan penyelesaian persolan ini telah memberikan kami masyarakat pulau padang satu kesimpulan besar bahwa perbuatan tercela ini dilakukan secara berjama’ah baik itu regulator maupun penguasa modal domestik dan asing.

Untuk itu kami masyarakat pulau padang bersama Serikat Tani Riau tetap bersekukuh kepada :

• PT.RAPP harus menghentikan semua operasional di lapangan dan menarik kembali alat berat sampai adanya kesepakatan bersama yang dapat diterima oleh para pihak. Hal ini mengacu pada surat Komnas HAM-RI pada pimpinan PT RAPP tanggal 29 April 2011 No.1.071/K/PMT/IV/2011.

• Kepala Dinas Kehutanan Dan Perkebunan (KADISHUTBUN) Kabupaten Kepulauan Meranti untuk tetap menekankan kepada PT.RAPP harus menghentikan semua operasional di lapangan dan menarik kembali alat berat sampai adanya kesepakatan bersama yang dapat diterima oleh para pihak.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM) Indonesia Jl. Latuhary No. 4B Menteng Jakarta Pusat Pada tanggal 26 April 2011 telah menerima pengaduan dari Muhamad Riduan dan masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti Prov. Riau prihal Keberatan Atas Terbitnya SK Menhut No.327/ Menhut-II/2009.

Berdasarkan pengaduan yang telah di sampaikan oleh masyarakat Pulau Padang Pada tanggal 26 April 2011 tersebut. Pada tanggal yang sama yaitu tanggal 29 April 2011 Komnasham selain melayangkan surat ke Zulkifli Hasan Kementerian Kehutanan , pihak Komnasham juga melayangkan surat kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper Di Pangkalan Kerinci Kematan. Langgam Kabupaten Pelalawan. Provinsi Riau dengan Surat Nomor: 1.071/K/PMT/IV/2011.

Menurut Johny Nelson Simanjuntak, SH sebagai Komisioner Subkomisi Pemantauan Dan Penyelidikan Komnasham yang menerima langsung pengaduan masyarakat. berdasarkan pengaduan Muhamad Riduan dan masyarakat Pulau Padang tersebut ada 5 (Lima) Hal pokok yang menjadi dasar keberatan masyarakat Pulau Padang prihal Atas Terbitnya SK Menhut No.327/ Menhut-II/2009 dan Beroperasinya PT.RAPP di pulau padang Kabupaten Kepulauan Meranti. Lima Hal pokok tersebut adalah:

1. Warga menolak beroperasinya PT.RAPP di pulau padang Kabupaten Kepulauan Meranti oleh karena pemberian izin yang bermasalah di sebabkan warga tidak pernah di libatkan dalam peroses perijinan maupun dalam kegiatan perusahaan yang tidak pernah di sosialisasikan kepada warga. Selain itu juga telah ada penolakan dari DPRD dan BUPATI Kabupaten Kepulauan Meranti dan Dinas Kehutanan Provinsi Riau pada tahun 2009 oleh Zulkifli Yusuf.

2. Terjadinya pelanggaran administrasi dalam penerbitan Izin Usaha Pemenfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)Hatan Tanaman Industeri PT.RAPP, dimana dalam Surat Keputusan No. 327/Menhut-II/2009 Tentang penambahan luas pemenfaatan hutan yang di ijinkan Menhut di 5 (Lima) Kabupaten telah mengabaikan batas maksimal penguasaan hutan untuk tujuan Pulp atau non Pulp di tiap provinsi yang hanya seluas 100 ribu hektar.

3. Adanya dampak besar yang di timbulkan yaitu adanya ancaman terhadap penghancuran Ekonomi produktif warga, dimana 70% petani yang bekerja di areal hutan akan tergusur oleh penguasaan hutan oleh PT.RAPP. Selain itu adanya ancaman tenggelamnya Pulau Padang akibat pembabatan hutan di lahan gambut. Oleh karena di daerah Pulau Padang lahan gambut memiliki kedalaman mencapai 6 (enam) meter.

4. Adanya Surat Keputusan No. 327/Menhut-II/2009 menjadi pemicu konflik sosial masyarakat Pulau padang oleh karena adanya ancaman perampasan lahan dan tenggelamnya pulau. dimana sekitar 20.000 ha kebun dan pemukiman warga terancam oleh aktivitas perusahaan.

5. Munculnya ancaman tapal batas teritorial Indonesia oleh karena Kabupaten Kepulauan Meranti masuk dalam Segi Tiga Pertumbuhan Ekonomi Indonesia-Malaisia-Singapura, sehingga di khawatirkan dapat membahayakan batas wilayah negara akibat hilangnya pulau secara fisik yang di sebabkan abrasi dan tenggelam.

Untuk itu Berdasarkan pengaduan yang telah di sampaikan oleh masyarakat Pulau Padang tersebut pada tanggal 29 April 2011 Komnasham telah melayangkan surat kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper Di Pangkalan Kerinci Kematan. Langgam Kabupaten Pelalawan. Provinsi Riau dengan Surat Nomor: 1.071/K/PMT/IV/2011.

Di dalam surat yang telah di kirimkan Komnasham kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper , Johny Nelson Simanjuntak, SH Mendesak kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper untuk Menghentikan Kegiatan Operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh pihak masyarakat dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti.

Sama seperti surat yang di layangkan Komnasham ke Menhut. Komnasham juga memberikan alasan kenapa tindakan ini mereka lakukan ke PT.RAPP setelah menerima pengaduan dari masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti Prov. Riau prihal Keberatan Atas Terbitnya SK Menhut No.327/ Menhut-II/2009.

Karena menurut Komnasham tindakan ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (3) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti bahwa hak atas kesejahteraan di jamin dalam Pasal 36 ayat (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Selain itu Komnasham menyatakan bahwa Hak Pengadu di jamin di dalam Pasal 36 ayat (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. "Tidak Seorangpun Boleh Dirampas Miliknya dengan Sewenang-wenang dan secara melawan hukum." jo. Pasal 37 ayat (1) bahwa pencabutan hak milik atas suatu benda demi kepentingan umum, hanya di perbolehkan dengan mengganti kerugian yang wajar dan segera serta pelaksanaanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Surat yang di kirim Komnasham ke Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper Di Pangkalan Kerinci Kematan. Langgam Kabupaten Pelalawan. Provinsi Riau ini juga di tembuskan ke:

Ketua Komnas Ham , Gubernur Riau Di Pekanbaru, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau di Pekanbaru, Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti,dan DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti.


• Agar Komnas HAM-RI meminta pertanggungjawab PT.RAPP, Pemda Kepulauan Meranti, dan Kepolisian Polres Bengkalis atas pembiaran terhadap konflik berkepanjangan.

• Serikat Tani Riau bersama masyarakat Pulau Padang menantang Menteri Kehutanan Ir Zulkifli Hasan untuk turun langsung ke lapangan dan bertemu dengan masyarakat di kecamatan merbau yang merupakan pulau tanah gambut ini
Karena lamban dan kurang tegasnya Menteri Kehutanan dalam menyikapi tuntutan masyarakat yang mendesak instasi tersebut agar segera mencabut minimal meninjau ulang SK 327 Menhut tiga perizinan pengelolaan hutan termasuk di Pulau Padang, Kecamatan Merbau telah menimbulkan dampak besar.

Serikat Tani Riau memandang Pemerintah pusat maupun Dirjen Kehutanan RI adalah lembaga yang paling harus bertanggung jawab atas memanasnya situasi di pulau padang. Karena selama ini tidak adanya respon nyata dari pemerintah pusat atas keresahan masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti terkait telah beroperasinya perusahaan PT RAPP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar