Senin, 08 Agustus 2011

Akan Lakukan Pendudukan Dan Penyegelan Kantor Bupati Dan Dinas Kehutanan.


Assalammualaikum Wr. Wb
Salam Pembebasan!

Perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kedaulatan politik dan kemandirian ekonomi sejak pra kemerdekaan sampai saat ini masih menghadapi musuh yang sama yakni penjajahan modal oleh kaum Imperialisme-Neoliberalisme yang bersekutu dengan pemerintahan didalam negeri. Meskipun Kapitalisme telah terbukti gagal mensejahterakan mayoritas rakyat serta menuliskan sejarah suram dalam lembar sejarah peradaban masyarakat manusia, namun pemerintahan kaki tangannya didalam negeri tetap setia mengabdi untuk kepentingan tuan modalnya sehingga di terbitkanya SK 327 Menhut 2009 Tanggal 12 Juni yang menjadi landasan PT.Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) untuk tetap memaksakan kehendaknya di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti Riau.

Di balik besarnya Sumber Daya Alam Indonesia diketahui beberapa hal yang tidak bisa di pungkiri dan di tutup-tutupi lagi bahwa, Permasalahan yang bermula dari rapuhnya pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960, hingga kepada pemberian tanpa batas hak pengelolaan lahan dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya kepada pemilik modal atau kasarnya, Negara tidak mampu menegaskan batas maksimal penguasaan lahan – tanah – yang boleh dikuasai atau dikelola.

Ketidakjelasan tersebut didukung
dengan buramnya sistem administrasi pertanahan sehingga sebidang tanah pun bisa dimiliki oleh 2 hingga 3 orang. Menurut Konsorsium Pembaharuan Agraria, mereka merekam sekitar 1.753 kasus konflik agraria struktural, yaitu kasus-kasus konflik yang melibatkan penduduk berhadapan dengan kekuatan modal dan/atau instrumen negara. Dengan menggunakan pengelompokan masyarakat dalam tiga sektor, seperti dikemukakan Alexis Tocqueville (1805-1859), konflik agraria struktural dapat dinyatakan sebagai konflik kelompok masyarakat sipil "melawan" dua kekuatan lain di masyarakat, yakni: sektor bisnis dan/atau negara.

Kami dari Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti berpendapat, mencekamnya situasi di daerah tanah gambut pulau padang dalam kurun waktu 2 bulan terakhir ini tidak terlepas dari Konflik kelompok masyarakat sipil "melawan" dua kekuatan lain di masyarakat, yakni: sektor bisnis (PT.RAPP) dan/atau Negara ini lah yang sedang terjadi di Pulau Padang.

Media Relations RAPP, Salomo Sitohang, dalam rilis pers mengatakan insiden terhadap operasional RAPP kerap terjadi di Pulau Padang, menurut dia, telah terjadi tiga insiden dalam dua bulan terakhir yang telah mengakibatkan kerusakan peralatan milik kontraktor RAPP di Pulau Padang.

Sebelumnya, pembakaran dua alat berat juga telah terjadi di Sungai Hiu, Pulau Padang pada tanggal 30 mei 2011. Impormasi yang kami himpun di daerah pulau padang dari pihak kepolisian di daerah Sungai Kuat juga terjadi hal yang sama seperti di sungai Hiu yaitu pembakaran alat berat milik perusahaan milik Taipan Sukanto Tanoto dibawah bendera Asia Pacific Resource International Limited (APRIL). Selain dua kejadian diatas, pembakaran alat berat dan tewasnya seorang operator alat berat dengan nama Chaidir berusia 32 tahun pada Rabu tanggal 13 juli 2011 merupakan kejadian yang sangat tragis. Chaidir adalah pegawai PT Sarindo, kontraktor dari RAPP yang bekerja di konsesi hutan tanaman industri (HTI) di area perusahaan bubur kertas PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di daerah Sei Kuat, Pulau Padang, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Menurut Serikat Tani Riau. Insiden yang terjadi dalam beberapa waktu belakangan ini adalah sebagai sebuah akibat dari gerak anarki modal yang tidak memperdulikan beberapa hal penting dari aspirasi Rakyat. Kosekuensi yang berdampak kepada penderitaan rakyat yang akan berkepanjangan nantinya, besar kemungkinan menjadi pemicu dari insiden-insiden yang terjadi di pulau padang saat ini, apalagi tindakan-tindakan seperti ini juga menjadi gembaran bahwa tingkat krisis kepercayaan Rakyat terhadap para Pengambil Kebijakan di Tingkat Kepemerintahan mulai dari Daerah hingga tingkat Nasional sudah semakn meninggi sehingga tidak adalagi ketergantungan harapan rakyat terhadap Pejabat Tinggi Negara dalam menyelesaikan persoalan mereka.

Kami dari Serikat Tani Riau sebagai organisasi politik tani yang melakukan pendampingan harus mengakui, bahwa telah hampir seluruh tahapan sudah kami lalui dalam mencarikan jalan penyelesaian dengan menggunakan pendekatan persuasive, jauh sebelum insiden-insiden kerap terjadi di pulau padang sehingga akhir-akhir ini pulau padang menjadi sebuah Pulau yang sangat rawan konflik, situasi begitu sangat mencekam dan sangat penuh dengan kemungkinan-kemungkinan adanya hal-hal baru yang akan memperburuk keadaan.

Menurut Serikat Tani Riau, jauh sebelum Insiden-insiden terhadap operasional RAPP kerap terjadi di Pulau Padang, sebelumnya masyarakat di pulau padang ini hidup dalam keadaan rukun damai dan tentram. Namun, dalam dua bulan terakhir telah terjadi tiga insiden yang telah mengakibatkan kerusakan peralatan milik kontraktor RAPP di Pulau Padang dan bahkan menimbulkan korban jiwa.

Kini Kebobrokan PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dalam melakukan aktifitas pebangunan Hutan Tanaman Industri HTI di pulau padang mulai terkuak.
Menurut Serikat Tani Riau hal inilah sebenarnya menjadi punca dan penyebab dari timbulnya Insiden-insiden terhadap operasional PT. RAPP di Pulau Padang.

Kenyataan ini terungkap dalam rapat koordinasi
, antara Kepala Desa Kecamatan Merbau dengan pihak Dinas Kehutanan yang langsung dipimpin Kadishut Ir Mamun Murod MM serta dihadiri Camat Merbau Drs Duriat serta Ketua Komisi II DPRD Meranti Ruby Handoko, pada hari Senin tanggal 25 Juni 2011. Saat berlangsungnya rapat koordinasi tersebut, Kepala Desa Lukit Jumilan mengaku pihak RAPP tidak pernah berkoordinasi sebelum melakukan pembukaan lahan di Desa Lukit.

Kades Jumilan
mengungkapkan “Dengan berbekal surat rekomendasi izin dari Menhut, RAPP langsung menggarap lahan di Desa Lukit”. Akibatnya, ratusan hektar lahan milik masyarakat ikut luluh lantak. Masyarakat para pemilik lahan sempat kebingungan, karena lahan mereka sudah rata dan tak lagi jelas mana tapal batasnya. Dan ketika masyarakat melakukan komplain ke RAPP, alasanya sudah ada izin dari Menhut.

Menurut Kades Jumilan, kalau pihak RAPP terus bersikap arogan seperti ini, jelas akan semakin mempersulit keadaan. Luas hamparan lahan milik masyarakat yang akan masuk dalam konsesi HTI RAPP akan semakin luas. Untuk itu, masyarakat Desa Lukit berharap agar Pemkab Kepulauan Meranti mendesak RAPP untuk menghentikan aktifitas pembukaan lahan di Desa Lukit, sebelum jelas titik batas wilayah HTI dengan lahan masyarakat. Dan Pemkab Meranti juga harus tegas kepada RAPP untuk segera menyetop aktifitas perusahaan di Lukit sampai ada kejelasan persoalan konflik lahan.

Hal senada juga diungkapkan Kepala Desa Tanjung Padang Kecamatan Merbau, Abu Sofian. Menurut Kades Abu, kebijakan pihak RAPP membangun jalan koridor tanpa pernah melakukan koordinasi dengan pemerintah desa. Akibatnya, banyak lahan milik warga yang dilanggar jalan koridor oleh RAPP. Dan yang dicemaskan masyarakat sekarang ini, tidak ada titik tapal batas yang jelas sampai dimana lahan HTI di Desa Tanjung Padang.

Kades Abu membeberkan. Kita minta agar Pemkab Meranti mengambil sikap tegas kepada RAPP untuk menyetop aktifitasnya di Desa Tanjung Padang, sampai ada kejelasan titik tapal batasnya. Dan masyarakat menolak rencana RAPP untuk membangun kanal dengan lebar 5-6 meter dengan kedalaman 3 meter tembus ke laut. Kalau ini terjadi, kami khawatir kalau ini dibiarkan Pulau Padang akan tenggelam.

Pernyataan Jumilan, Kepala Desa Lukit, dan Abu Sofian sebagai Kepala Desa Tanjung Padang Kecamatan Merbau di dalam rapat koordinasi tersebut, bukanlah sesuatu hal yang terlambat menurut kami. Serikat Tani Riau berpendapat, Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) di wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti oleh pemerintah kepada PT.RAPP tidak memiliki alasan yang kuat. Menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, serta mendatangkan devisa bagi Negara itu semua tidak berarti bagi Rakyat di kabupaten ini.

Kami Serikat Tani Riau dan masyarakat pulau padang sangat mengetahui alasan kelasik pihak perusahaan nantinya. Sesuai izin yang diberikan pemerintah, di lokasi ini PT.RAPP hanya diberi kewenangan atas pengelolaan kawasan hutan, bukan untuk memilikinya. “Tanah itu milik negara, bukan milik perusahaan yang mengantongi izin Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dari pemerintah,” Rakyat sudah sangat mengerti dalil-dalil busuk ini.

Tindakan biadap PT.RAPP yang telah meluluh lantakkan ratusan hektar lahan milik masyarakat desa lukit serta melanggar lahan masyarakat tanjung padang dalam membangun jalan koridor tanpa pernah berkoordinasi dengan Pemerintahan Desa dan Kecamatan Merbau dalam melakukan Operasionalnya, menurut Serkat Tani Riau sudah cukup membuktikan bahwa beberapa hal yang menjadi catatan sejarah hitam kaum tani di Kabupaten-kabupaten lain di Propinsi Riau, yang mengalami konflik agraria berdampak dengan perampasan tanah rakyat yang hingga saat ini belum terselesaikan, akhirnya sudah mulai terjadi di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti
.

Konflik ini terjadi sabagai dampak dari tidak adanya Tapal Batas yang jelas serta banyaknya Tanah Garapan Rakyat secara terpaksa harus di akui telah di tindih oleh HPH/HTI PT.RAPP. hal ini sudah kami ingatkan dari awal, jauh sebelum PT.RAPP Memaksakan Kehendak Untuk Beroperasional Di Pulau Padang pada Tanggal 27 Maret 2011.

Dalam mengantisipasi PENGGUSURAN DAN PERAMPASAN TANAH ATAS NAMA PEMBANGUNAN
Serikat Tani Riau telah mengintruksikan secara tegas kepada seluruh anggota untuk melakukan PELANGNISASI pada tanggal 08-11-2010 yang lalu secara serentak di masing-masing tanah yang kita miliki.

Arahan kerja ini di keluarkan sebagai tahapan awal untuk meminimalisir terjadinya sengketa tanah antara masyarakat penggarap dengan pihak perusahaan PT.RAPP menjelang terbentuknya TIM TERPADU Kabupaten Kepulauan Meranti yang nantinya akan melakukan Pemetaan Ulang (MEPING) terhadap: Areal HPH/HTI PT.RAPP.

Pemetaan ulang terhadap Kawasan Hutan Desa sesuai dengan PETA Administrasi Desa-desa yang berada di Pulau Padang, dilanjutkan dengan Proses Isolasi terhadap Tanah masyarakat untuk selanjutnya di Inclav (pembebasan lahan) terhadap tanah masyarakat yang di tindih HPH/HTI PT.RAPP. Turunya TIM TERPADU untuk melakukan Pemetaan Ulang Menjadi Tuntutan HARGA MATI Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti. Selagi MEPING belum diakukan maka segala bentuk OPERASIONAL PT.RAPP Blok Pulau Padang Tidaklah Pantas Untuk Di Laksanakan.

Tetapi sejarah telah mencatat sedikitpun Pemerintah Di Tingkatan Daerah Punya Nyali Untuk Menegaskan Kepada PT.RAPP untuk terlebih dahulu melakukan (MAPING) tersebut bahkan hingga detik ini.

1 tahun perjuangan Serikat Tani Riau dalam memenangkan konflik agraria untuk masyarakat pulau padang di Riau setidaknya telah membuktikan kepada sekalian rakyat yang menya
ksikan, bahwa pemerintahan kabupaten kepulauan meranti benar-benar tidak mempunyai konsep penyelesaian konflik yang menguntungkan rakyat. Yang ada malahan kepengecutannya terhadap kaum pemilik modal besar, maka pantaslah dia disebut dengan kakitangan - antek - imperialisme neoliberal dalam negeri.

Perjuangan landreform masyarakat pulau padang dalam konflik agraria dengan PT. RAPP patut diapresiasi sebagai bentuk anti-tesa terhadap praktek monopoli tanah yang berlangsung di Indonesia, negeri setengah jajahan setengah feodal menurut Serikat Tani Riau.

Serikat Tani Riau menilai pemerintah pusat,Khususnya Ir Zukifli Hasan selaku Menhut dan Dirjen Kehutanan Republic Indonesia, terlalu lamban dan kurang tegas dalam menyikapi tuntutan masyarakat kabupaten kepulauan meranti, lamban dalam mengakomodir keinginan masyarakat yang ada di daerah, Hal ini di buktikan dengan tidak adanya respon nyata dari pemerintah pusat atas keresahan masyarakat di kabupaten kepulauan meranti terkait akan beroperasinya PT RAPP di pulau padang kecamatan merbau meski telah mendapatkan Rekomendasi Komnas Ham.


Serikat Tani Riau menegaskan bahwa penolakan rakyat Pulau Padang atas beroperasinya PT.RAPP bukan hanya karena sebagian tanah dan tanaman rakyat masuk dalam areal konsesi perusahaan, tetapi karena sebuah persoalan yang lebih besar, yaitu ancaman kerusakan lingkungan.

Apa yang menjadi pertimbangan Serikat Tani Riau bersama masyarakat Pulau Padang tentang kerusakan lingkungan tentunya sudah searah dengan pandangan Ketua Komisi I DPRD Riau Bagus Santoso dan Wakil Ketua Komisi II DPRD Riau Zulfan Heri yang kami kutip dari Sumber : Pratamafm.com

Dimana menurut Bagus Santoso Tiga titik pulau di Meranti, masing-masing Pulau Padang, Pulau Merbau dan Pulau Ransang, terus menyusut luas daratannya akibat diterjang abrasi sepanjang tahun. Akibatnya, tidak saja ribuan hektar kebun dan ratusan rumah penduduk ke laut, titik kordinat terluar wilayah NKRI di Kabupaten Kepulaun Meranti turut bergeser. Tentunya Hal ini sangat mencemaskan, bahwa akan merugkan posisi NKRI secara politik dan keamanan, karena ketiga pulau ini berbatasan lansung dengan pariran Selat Melaka yang menjadi pembatas dengan negara Malaysia.

Abrasi yang selama ini terjadi saja sudah menyebabkan ribuan hektar kebun milik masyarakat terjun ke laut. Bahkan abrasi juga mengancam kawasan pemukiman masyarakat, akibatnya, tidak hanya luas daratan yang menyusut. Masyarakat di sejumlah desa di pulau Ransang misalnya harus menderita kerugian. Ribuan hektar kebun kelapa dan karet yang runtuh kelaut dan ratusan rumah ikut hancur. Untuk itu pemerintah pusat harus segera mengalokasikan anggaran penyelamatan pulau-pulau terluar di Kabupaten Kepulauan Meranti tersebut. ''Kalau langkah ini lambat diambil, dihawatirkan akan semakin memperburuk situasi dan menngancam posisi NKRI dari sisi politik dan keamanan," Menurut Bagus.

Mau tidak mau, pemerintah pusat harus menjadikan fenomena ini sebagai perhatian serius yang harus segera ditindak lanjuti. Kalau harus dibebankan ke pemerintah daerah Meranti, jelas tidak akan mampu. Program penyelematan Pulau Ransang perlu dana yang sangat besar.

Hal senada juga diungkapkan Wakil Ketua Komisi II DPRD Riau Zulfan Heri. Menurut Zulfan Heri, abrasi yang menghantam di pulau Ransang benar-benar cukup menghawatirkan. Setiap tahunnya ratusan meter luas daratan pulau terluar tersebut jatuh ke laut. Kondisi ini terjadi di beberapa titik, mulai dari Kecamatan Ransang hingga Kecamatan Ransang Barat. Karena itulah Serikat Tani Riau Kabupaten Kepulauan Meranti menganggap pemberian sagu hati oleh PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) kepada 24 orang warga Pulau Padang tidak menyelesaikan persoalan.

Kami dari Serikat Tani Riau secara tegas menolak keberadaan perusahaan HTI PT.RAPP tersebut secara logis dan Ilmiah, dan tentunya Organisasi akan bertanggung jawab penuh terhadap pengamanan Aset-aset dan Tanah-tanah anggota kami dan tidak akan membiarkan penenggelaman Pulau Padang terjadi oleh operasional Prusahaan HTI PT.RAPP hanya di sebabkan adanya praktek-praktek mafia tanah yang hanya berkiblat kepada keuntungan sesaat, lalu menjadi poin untuk di ambil suaranya oleh pemerintah sebagai anak asli tempatan pulau padang, sedangkan yang menolak atau kontra terhadap operasional HTI di anggap sebagai pendatang, sebagaimana yang kami terima di jakarta saat kami ke jakarta dalam aksi mogok makan bersama 46 Petani Pulau Padang.

Konflik berkepanjangan di Pulau Padang yang meliputi 14 desa dipicu oleh keluarnya ijin perusahan hutan tanaman industry PT. RAPP tanggal 21 Juni 2009 melalui surat keputusan Menteri Kehutanan No. 327/Menhut-II/2009 seluas 350.165 hektar, dimana yang masuk di Pulau Padang seluas 41.205 hektar.

Konsesi RAPP di pulau padang ini sebagian besar tumpang tindih dengan tanah-tanah yang sudah menjadi hak masyarakat local, baik berupa perkebunan karet, sagu, maupun areal perladangan dan eks perladanangan dan perkebunan. Karena RAPP memaksakan beroperasi tanpa mendengarkan keberatan masyarakat sehingga penolakan besaran-besaran masyarakat melalui demonstrasi sering kali terjadi, bahkan hingga ke Jakarta.


Menagih Komitmen Menhut Soal Lingkungan


Serikat Tani Riau bersama masyarakat pulau padang kami saat ini menagih komitmen Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan terkait sejumlah pernyataannya di media massa, bahwa masyarakat harus menjaga kawasan hutan sebagai upaya pelestarian lingkungan.

“Menhut Zulkifli Hasan tidak bisa tutup mata dan tidak peduli Khusus menyangkut adanya izin pemanfaatan hutan HTI di sejumlah daerah di Kabupaten Kepulauan Meranti, seperti di Pulau Padang Kecamatan Merbau,”

Pernyataan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan di Riau Pos saat menghadiri Forum Pemred Forum Pemred JPNN, Kamis (28/7), Kepada wartawan Riau Pos, Zulkifli Hasan mengatakan meminta Pemda setempat untuk memberikan data dan laporan tertulis terkait konflik perusahaan dan masyarakat di Pulau Padang, Kepulauan Meranti.

‘’Saya minta data resmi dari bupati, apakah yang menolak HTI itu masyarakat tempatan atau tidak. Kalau iya maka Kemenhut akan mengurus penyelesaiannya. Kalau perusahaan nanti tidak mau ikut, maka bisa saja akan dicabut,’’ ujar Zulkifli Hasan.

Serikat Tani Riau menilai jika Menhut Zulkifli Hasan benar-benar menampung aspirasi dan menunggu laporan dari unsur Pimpinan Kepemerintahan yang ada di Daerah terkait persoalan penolakan HTI di kabupaten kepulauan Meranti guna mengurus penyelesaiannya. Ini tidak benar!!

Sikap lamban maupun kurang respon atas permasalahan masyarakat di Daerah,Yang di lakukan oleh Pemerintah Pusat, bisa kita lihat terkait tidak adanya upaya nyata maupun langkah kongkrik yang di lakukan oleh Pemerintah dalam memenuhi tuntutan masyarakat, yang meminta kepada Pemerintah Pusat agar menghentikan operasional PT.RAPP perusahaan aksia itu yang sudah mulai membabat seluruh isi hutan serta melakukan penjarahan lahan masyarakat.

Serikat Tani Riau mempertanyakan dengan tegas laporan apa lagi yang di tunggu oleh Zulkifli Hasan? Bukankah sudah sangat jelas, Bahwa


1. Pj. Bupati Kepulauan Meranti mengajukan surat kepada Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor 100/Tapem/189 tentang Peninjauan ulang terhadap IUPHHK-HTI di Kabupaten Kepualauan Meranti pada Tanggal 26 Agustus 2009,

2. DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti mengajukan surat kepada Kementerian Kehutanan RI Nomor 661/DPRD/VII/2010 tentang Permohonan Peninjauan ulang izin operasional PT. SRL, PT. LUM, dan PT. RAPP pada Tanggal 30 Juli 2010,

3. Bupati Kepulauan Meranti mengajukan surat kepada Menteri Kehutanan RI di Jakarta nomor 100/TAPEM/IX/2010/70 perihal Peninjauan Ulang IUPHHK-HTI PT. LUM, PT. SRL dan PT. RAPP terkait dengan penolakan HTI yang dilakukan oleh masyarakat pada Tanggal 3 September 2010,

4. Direktorat Jenderal Bina Usaha kehutanan tertanda Direktur jenderal Imam Santoso, dengan Surat No. S.1055/VI-BPHT/2010 pada tanggal 3 November 2010 yang merupakan surat balasan Dari permohonan Peninjauan Ulang IUPHHK-HTI PT. LUM, PT. SRL dan PT. RAPP terkait dengan penolakan HTI yang dilakukan oleh masyarakat mengatakan Dalam rangka mengakomodir aspirasi masyarakat dan peningkatan kesejahtraan masyarakat asli setempat dapat dilaksanakan melalui pola kemitraan dalam pengelolaan tanaman kehidupan. Jawaban ini sangat TIDAK MENGAKOMODIR Aspirasi masyarakat secara Objektif dan Ilmiah sesuai Fakta di lapangan.

5. Struktur Tanah,
Pulau padang merupakan lahan/tanah rawa gambut dengan ketebalan gambut mencapai 6 -8 meter lebih. Hasil uji pengeboran 4 kilometer dari bibir pantai tepatnya di RT 01 RW 03 dusun 03 desa Lukit. Dan pada jarak 5 kilo meter dari bibir pantai mencapai kedalaman 5.8 meter. (Tim Pengkaji Gambut dari UGM bekerja sama dengan ICRAF Bogor, Universitas Utrick Belanda dan UNRI bersama-sama dengan Masyarakat Pulau Padang).

6.
Mengutip pemberitaan Anggota DPD RI asal pemilihan Riau, Instiawati Ayus di Dumai Pos, Selasa (2/2) mengatakan, permasalahan HTI PT SRL dan PT LUM, serta HTR PT RAPP di Pulau Rangsang setelah ditinjau langsung ke lapangan, ternyata memang tidak layak, dan harus di hentikan dengan cepat.

7. Kunjungan Kerja Komisi B DPRD Propinsi Riau
Merespon aksi massa tanggal 1 dan 2 Februari 2011 di Kantor Bupati Kepulauan Meranti, Komisi B DPRD Propinsi Riau, yang diwakili oleh wakil komisi B Zulfan Heri, Sumiyati, dan Mahdinur melakukan kunjungan dinas untuk bertemu masyarakat di pulau padang (usai solat jum’at) yang menolak akan beroperasinya PT. RAPP di Pulau Padang dan akan melihat langsung lokasi kegiatan operasional PT. SRL di Pulau Rangsang. Dialog langsung antara anggota Komisi B DPRD Propinsi dengan masyarakat pulau Padang dilaksanakan di aula kantor camat Merbau yang juga dihadiri oleh beberapa pejabat Pemkab Kep. Meranti. Zulfan Heri dalam penyampaiannya berjanji bahwa DPRD Propinsi Riau akan membentuk Pansus HTI Riau secepat-cepatnya, agar pansus tersebut dapat mengakaji secara obyektif tentang dampak negative dan positif yang bakal ditimbulkan oleh operasional PT. RAPP di Pulau padang dan secara umum di Propinsi Riau. Sementara Kadishutbun Kab. Kep. Meranti Makmun Murad menyampaikan bahwa izin PT. RAPP di pulau padang adalah wewenang Menhut.

Dari hasil kunjungan kerja Komisi B DPRD Propinsi Riau, yang diwakili oleh wakil komisi B Zulfan Heri, Sumiyati, dan Mahdinur ke PT.SRL mendapat kesimpulan Izin PT.SRL terancam di cabut dan operasional HTI dapat menenggelamkan Pulau, sebagai mana pemberitaan media. Akhirnya timbullah wacana untuk di bentuknya Pansus HTI se-Riau.


8. SK 327 Menhut Tahun 2009 yang di jagikan landasan Hukum PT.RAPP untuk melakukan Operasionalnya di Pulau Padang ini telah pernah di bahas di Komisi A, bersama Dishut, BLH dan Akademisi terkait dengan kasus Semenajung Kampar yang menyimpulkan 4 Poin:

A. Terdapat izin yang bermasalah, tumpang tindih dan tidak sesuai peruntukkan.
B. Hasil kajian atau penilelitian akademisi dari UNRI dan UIR disampaikan
sepotong- sepotong bahkan dipelintir.
C. Pemberian izin tidak melalui proses lelang yang menurut aturan hal
itu mesti dilakukan.
D. AMDAL yang disampaikan sudah tidak berlaku lagi.

- Menurut Dishut dan BLH, ada persoalan dengan perizinan dan itu semua
kewenangan Dephut.

- Menurut Kadishut, keluarnya surat keputusan Menhut
SK. 327/09 seluruhnya andil Menhut termasuk proses RKT
(rencana kerja tahunan) dan RKU (rencana kerja usaha) RAPP.

- Dishut tidak pernah mengeluarkan rekom atau RKT maupun RKU.
Dishut hanya mengeluarkan Surat pemberitahuan kepada Menhut
Tgl: 2 September 2009 yang isinya memberitahukan kepada Menhut
bahwa: SK perubahan ketiga atas Keputusan Menhut Tentang pemberian HPHTI
kepada RAPP terhadap areal yang Tumpang tindih dengan Kawasan Suaka Alam
(KSA) seluas 5.019 Ha dan Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 23.411 ha.

- Dishut mengusulkan kepada Menhut untuk meninjau ulang dan merevisi
keputusan tersebut mengacu dan mengakomodir Surat GubriNo. 522/2004
Ttg perubahan status dari non kawasan hutan menjadi kawasan hutan produksi tetap.

- Rekom Gubri pernah keluar pada tahun 2004 sebelum SK perubahan
ke dua perluasan areal HTI RAPP menjadi 235.140 ha dari Menhut No. SK 356/2004.

9. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM) Indonesia berdasarkan pengaduan yang telah di sampaikan oleh masyarakat Pulau Padang Pada tanggal 26 April 2011 yang lalu melalui Johny Nelson Simanjuntak, SH sebagai Komisioner Subkomisi Pemantauan Dan Penyelidikan yang menerima langsung pengaduan masyarakat Pulau Padang dan telah mengambil tindakan tegas dengan melayangkan 2 Surat. Yang Pertama kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper Di Pangkalan Kerinci Kematan. Langgam Kabupaten Pelalawan. Provinsi Riau dengan Surat Nomor: 1.071/K/PMT/IV/2011 dan yang Kedua kepada Zulkifli Hasan Menteri Kehutanan di Gd. Manggala Wanabakti, Jl. Jendral Gatot Subroto, Senayan, Jakarta dengan Surat Nomor: 1.072/K/PMT/IV/2011.

Di dalam surat yang telah di kirimkan Komnas Ham ke Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan , Johny Nelson Simanjuntak, SH meminta kepada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan Untuk Meninjau Ulang Surat Keputusan No. 327/Menhut-II/2009 dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti. Bahkan Komnasham mendesak Menhut untuk menggunakan kewenangan yang ada padanya untuk menghentikan operasional PT.RAPP di lapangan Sementara peroses peninjauan ulang belangsung.

Pada tanggal yang sama yaitu tanggal 29 April 2011, selain melayangkan surat ke Zulkifli Hasan Kementerian Kehutanan , pihak Komnasham juga melayangkan surat kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper Di Pangkalan Kerinci Kematan. Langgam Kabupaten Pelalawan. Provinsi Riau dengan Surat Nomor: 1.071/K/PMT/IV/2011.

Di dalam surat yang telah di kirimkan Komnasham kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper , Johny Nelson Simanjuntak, SH Mendesak kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper untuk Menghentikan Kegiatan Operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh pihak masyarakat dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti.

Sama seperti surat yang di layangkan Komnasham ke Menhut. Komnasham juga memberikan alasan kenapa tindakan ini mereka lakukan ke PT.RAPP setelah menerima pengaduan dari masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti Prov. Riau prihal Keberatan Atas Terbitnya SK Menhut No.327/ Menhut-II/2009.

Recomendasi penghentian kegiatan operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh masyarakat Pulau Padang oleh Komnas Ham sangatlah merupakan solusi yang sangat baik, tindakan ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (3) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti bahwa hak atas kesejahteraan di jamin dalam Pasal 36 ayat (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

10.
Zulkarnain Nurdin SH MH anggota DPRD Riau Dapil Dumai Bengkalis Dalam merespon Pernyataan Menhut RI Zulkifli Hasan yang menyatakan Pulau Padang yang terletak di kabupaten kepulauan Meranti tidak berpenghuni kepada RiauNews, Selasa (3/5) Politisi PBB ini meminta Menhut RI untuk mencabut pernyataan tersebut dan meminta Menhut untuk turun langsung ke Pulau Padang," Menhut jangan hanya mendengar laporan dari bawahan.

Dalam mengeluarkan izin lanjut Zulkarnain Nurdin SH MH, mestinya dilihat dulu kondisi dilapangan seperti apa, jika ada pemukiman penduduk dalam izin yang dimiliki oleh PT SRL yang merupakan anak perusahaan PT RAPP, dalam aturan Menhut dengan tegas mengatakan pemukiman penduduk tersebut dikelurkan dari izin,"

11. Ketua komisi A DPRD Riau Bagus Santoso yang merupakan Politisi PAN dan Zulkarnain Nurdin SH MH anggota DPRD Riau Dapil Dumai Bengkalis Politisi PBB telah mengatakan jika Menhut menggunakan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) sebagai landasan untuk membuat izin, juga tidak pas sebab masyarakat sudah bermukim di pulau Padang jauh sebelum TGHK disahkan, " Begitu juga dengan RTRW tahun 1996," Saya melihat proses keluarnya izin ini hanya diatas kertas tanpa melihat secara langsung kondisi di Pulau Padang," imbuhnya.

Hal yang sama dikatakan oleh ketua komisi A DPRD Riau Bagus Santoso, ditemui terpisah Bagus menyatakan, kalau melihat TGHK memang tidak ada warga di pulau Padang, namun mestinya dicek dulu dilapangan," Selama ini proses perizinan hanya melihat TGHK tanpa turun kelapangan, namun kedepan informasi yang saya dapat, proses perizinan melalui TGHK mesti dilakukan peninjuan lapangan," imbuh politisi PAN ini kepada Pekanbaru (RiauNews).

12.
15 Juli 2011 Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Riau, Insiawati Ayus telah meminta pengelolaan hutan yang dilakukan oleh perusahaan RAPP yang ada di Pulau Padang, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti untuk distatus quo-kan. Selama masa status quo, pihak DPRD, eksekutif setempat diminta untuk membentuk tim investigasi bersama Muspida, untuk menyelesaikan konflik perselisihan antar warga dengan pihak RAPP.

13. Ketua Komisi A DPRD Riau Bagus Santoso telah meminta PT.RAPP untuk tidak menebar konflik baru dengan masyarakat. Permintaan ini disampaikan oleh ketua komisi A DPRD Riau Bagus Santoso kepada riaunews.com, Selasa (27/7) melalui Ponselnya,”

Dikatakan Bagus tindakan PT RAPP yang membuat koridor di pulau Padang tepatnya di desa Lukit kecamatan Merbau kabupaten Kepulauan Meranti, tersebut tanpa memberitahu masyarakat akan menimbulkan konflik baru. ” Dua peristiwa lalu yakni pembakaran alat berat dan pembunuhan belum tuntas secara hukum, kini PT RAPP kembali membuat ulah, tanpa memberitahu masyarakat lalu membuat koridor yang menyebabkan lahan masyarakat menjadi korban pembangunan koridor. Ini jelas bisa PT RAPP membuat konflik baru dengan masyarakat,”

Mestinya kata Bagus sebelum membuat koridor PT RAPP terlebih dahulu duduk semeja dengan aparat pemerintahan dan tokoh masyarakat setelah itu dicapai kesepakatan baru memulai kerjanya,” Lebih tepatnya lakukan sosialisasi dengan masyarakat setelah itu baru buat koridor,” ujarnya.

14. H Zukri Anggota DPRD Riau Politisi PDIP juga sependapat dengan Bagus. ” Pihak perusahaan mestinya menghormati hak-hak masyarakat tempatan, jangan berlaku arogan,” kata Zukri.

Zukri juga meminta kepada PT RAPP untuk segera membuat tata batas konsesi perusahaan dengan masyarakat sehingga jelas mana lahan PT RAPP dan mana lahan masyarakat,” Pembuatan tata batas adalah amanah Undang-Undang, pihak perusahaan wajib menjalankannya,”

Senada dengan sejarah, banyak tercatat bahwa peperangan antar suku dalam negara dan peperangan antar negara di dunia ini umumnya dikarenakan perebutan kekuasaan atas Sumber Daya Alam ( Hutan, Tambang, Air dan Lahan). Karena sumber daya alam (SDA) tersebut merupakan sumber daya alam yang di perebutkan, maka sejarah mencatat penguasa dan pemerintah sangat berkepentingan dengan SDA yang di miliki oleh sebuah negara. Dengan demikian bukanlah sesuatu yang sangat menakjubkan ketika pengambil kebijakan atau pemerintah di dalam sebuah Negara mendeklarasikan bahwa semua SDA yang ada di Negara tersebut di kuasai oleh Negara. Sebab Negara memiliki kepentingan maha hebat terhadap sumber daya alam tersebut, khususnya menjadikannya sebagai ‘mesin politik’ dan ‘mesin uang’ bagi golongan yang berkuasa. Golongan yang berkuasa yang memerintah biasanya selalu membawa jargon bahwa sumber daya alam (SDA) untuk semua masyarakat, tetapi dalam praktik-praktik bisnis dan pemenfaatan SDA tersebut selalu lebih menguntungkan golongan dan kelompoknya sendiri.

Dalam menanggapi persoalan Masyarakat Pulau Padang yang tak pernah terselesaikan dikarenakan tidak adanya keberanian pemerintah baik ditingkat Nasional sampai pada tingkat Daerah untuk mengambil kebijakan politik guna menyelesaikannya. Padahal Negara lah yang bisa menengahi persoalan ini. Maraknya praktek tindak pidana korupsi, merajalelanya perusahaan pelaku maling kayu serta perampasan tanah rakyat-penggusuran terhadap rakyat (baca : Tiga Parasit Ekonomi Rakyat Riau) merupakan manifestasi dari kebijakan yang ditempuh pemerintah saat ini. Ketidaksanggupan pemerintah dalam mencariakan penyelesaian persolan ini telah memberikan kita satu kesimpulan besar bahwa perbuatan tercela ini dilakukan secara berjama’ah baik itu regulator maupun penguasa modal domestik dan asing. Tiga parasit ekonomi rakyat Riau yang berekses terhadap lemahnya produktivitas rakyat dalam proses produksi yang bermuara pada kemiskinan dan kebodohan yang terstruktur.

Oleh karena itu, STR pun kembali menantang Menhut Zulkifli Hasan untuk turun langsung ke Pulau Padang, guna menyaksikan secara langsung ancaman kerusakan lingkungan dan kawasan hutan akibat operasional PT.RAPP.


Atas dasar inilah 14 Poin yang kami sampaikan di atas inilah Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti Bersama Ribuan Rakyat Pulau Padang MENDESAK dan MENUNTUT:

1. Bupati dan DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti harus menegaskan sikap politiknya terhadap pemerintahan Pusat maupun Propinsi atas surat yang pernah di keluarkan, agar di lakukan peninjauan ulang SK menhut tersebut demi kepentingan rakyat atau Mundur Sekarang Juga !!!

2. Menteri Kehutanan Republik Indonesia Ir Zulkifli Hasan Harus Mencabut – minimal tinjau ulang SK 327 Menhut Tahun 2009 Sekarang Juga. Serikat Tani Riau mendesak Menhut Ir Zulkifli Hasan untuk segera mempercepat pembahasan terkait dengan, HTI PT.RAPP yang ternyata memang tidak layak, dan harus di hentikan dengan cepat melalui " Data- data yang telah di peroleh Anggota DPD RI asal pemilihan Riau, Instiawati Ayus di lapangan ketika reses, serta data yang diperoleh melalui laporan masyarakat, untuk segera digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan.

Setelah memasuki hampir 1 Tahun Perjuangan Serikat Tani Riau Kabupaten Kepulauan Meranti, tuntutan kami masih belum berubah, PEMERINTAH HARUS MENINJAU ULANG/HINGGA MENCABUT SK 327 Menhut Tahun 2009 dan Mencabut Izin Operasional PT.RAPP, PT.SRL serta PT. LUM di Kabupaten Kepulauan Meranti.

3. PT.RAPP Harus Menghentikan Semua Operasional Di Lapangan dan Menarik Kembali Seluruh Alat Berat Sampai Adanya Kesepakatan Bersama Yang Dapat Diterima Oleh Para Pihak. Hal ini mengacu pada surat Komnas HAM-RI pada pimpinan PT RAPP tanggal 29 April 2011 No.1.071/K/PMT/IV/2011.

4.
Serikat Tani Riau mendesak agar Komnas HAM-RI meminta pertanggungjawab PT.RAPP, Pemda Kepulauan Meranti, dan Kepolisian Polres Bengkalis atas pembiaran terhadap konflik berkepanjangan sehingga menyebabkan kekerasan yang menyebabkan meninggalnya 1 orang operator alat berat meninggal pada 13 Juli 2011 lalu.

5. Ketika usaha Diplomasi tidak dapat menyelesaikan permasalahan Perampasan Tanah dan dampak lingkungan yang akan ditimbulkan oleh PT. RAPP di 14 desa Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti maka kami Serikat Tani Riau dan Masyarakat Pulau Padang Akan Melakukan Aksi Pendudukan Dan Penyegelan Terhadap Kantor Bupati dan Dinas Kehutanan Kabupaten Kepulauan Meranti pada tanggal 19 Agustus 2011 Nantinya.

Demikianlah pernyataan sikap ini kami sampaikan, dan kami memberitahukan kepada rekan pers, segenap masyarakat , kaum pro demokrasi di Riau bersatulah kekuatan masa rakyat dengan mneyerukan seluas-luasnya Front Persatuan Rakyat (Buruh, Tani, Mahasiswa-Pelajar, serta Rakyat Miskin lainnya) serta membangun alat politik rakyat miskin - alat perjuangan melawan dominasi penjajahan modal asing (Imperialisme-Neoliberalisme) serta pemerintahan kaki tangannya didalam negeri.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberkati perjuangan kita untuk mewujudkan cita-cita yang mulia tersebut. Menyelamatkan bangsa, Negara dan rakyat dari sebuah system dan pemimpin yang terbukti mengkhianati cita-cita pendiri bangsa dan amanat penderitaan rakyat. Mewujudkan bangsa yang berkarakter, yang berkepribadian budaya yang tinggi, berdaulat secara politik dan mandiri secara ekonomi.

CUKUP SUDAH PERAMPASAN TANAH dan
PERTUMPAHAN DARAH DI ATAS TANAH RIAU
MARI BANGUN BERSAMA KEMANDIRIAN EKONOMI DAERAH PROVINSI RIAU





Tidak ada komentar:

Posting Komentar