Rabu, 01 Juni 2011

STR Bukan Dalang Pembakaran PT. RAPP


Tajuk berita dibeberapa media online seperti Riau Terkini, Halloriau.com, dan Detik.com mencoba mengait-ngaitkan aksi massa dan peristiwa pembakaran dua eskavator dan dua camp karyawan PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).

Ratusan massa petani Pulau Padang dan aktivis Serikat Tani Riau (STR) yang melakukan aksi pada senin (31/5/2011) menjadi sasaran "kriminalisasi" pihak Perusahaan dan Polres Bengkalis.

Atas pemberitaan tersebut, petani Pulau Padang dan organisasi STR menjadi sasaran opinisasi dalang pembakaran. Padahal, keterangan yang disampaikan oleh semua pihak tersebut, baik PT.RAPP, Polres Bengkalis, dan Koramil, dalam kerangka mencari "kambing hitam" pelaku pembakaran.

Modus kekerasan semacam ini merupakan bentuk kerja-kerja konspirasi yang paling banyak menjadi metode pihak aparat dalam melumpuhkan atau mengalihkan tuntutan rakyat yang sebenarnya. Sebut saja misalnya, kasus Seluk Bongka, kasus Kampar, dll, merupakan praktek ala Orde baru dalam memberangus setiap perlawanan rakyat.

Tentu saja, rekaan kepolisian bertolak-belakang dengan tempat (tempus) dan waktu (delikti) yang sebenarnya. Aksi yang dilakukan sejak siang, pukul 15.00 WIB dan berakhir sore, pukul 17.00 WIB. Massa aksi kemudian balik, para aktivis STR kemudian balik menuju Kota Pekanbaru untuk menghadiri rapat pleno persiapan kongres STR, sedangkan warga belik ke Desa masing-masing dengan menggunakan perompong (kapal perahu).

Sehingga, massa aksi tidak lagi berada di lokasi perusahaan tersebut sejak sore itu. Sehingga pula, Muhammad Riduan sebagai pimpinan aksi telah lebih awal membubarkan aksi sebelum berangkat menuju Kota Pekanbaru. M. Riduan juga baru menerima adanya laporan pembakaran di lokasi perusahaan pada pagi selasa, pagi, pukul 10.13 WIB.

Pihak STR juga tidak mengetahui pelaku maupun kepentingan dibalik pembakaran tersebut. Namun, kriminalisasi terhadap warga Pulau Padang dan STR justru menguntungkan pihak perusahaan. Dengan begitu, aktivitas PT.RAPP berjalan lancar.

Dan STR yang selama ini berjuang bersama rakyat Pulau Padang tetap mendukung perjuangan penghentian operasional PT.RAPP dan pencabutan Surat Keputusan nomor 327/Menhut/2009 tentang ijin Hutan Tanaman Industri (HTI) di Pulau Padang yang seluas 42.000 Ha.

Sejak semula, STR telah melakukan pendampiangan dan perjuangan damai melalui dialog dengan pihak perusahaan dan pemerintah. Perjuangan ini juga sudah dimulai dari tingkat Desa hingga Pusat. Petani Pulau Padang bahkan telah mengantongi surat rekomendasi dari Komnas HAM untuk dilakukan dialog dan kerjasama mengenai proses penghentian sementara opersiaonal PT.RAPP di Pulau Padang sampai ada proses hukum yang benar.

PT.RAPP, sebagaimana yang dilaporkan kepada Menhut Zulkifli Hasan, merupakan perusahaan eksploitatif yang banyak merusak lingkungan dan menghancurkan hutan di Riau. Aktvitas perusahaan ini di Pulau Padang mencakup 40 persen dari luas lahan pulau tersebut yang hanya sebesar 110.000 Ha.

Petani Pulau Padang telah menempuh proses legal sebagai bentuk perjuangan damai yang dilaluinya sejak tahun 2009. Sekalipun, rakyat belum memperolh capaian dari tuntutannya, namun, saat ini rakyat Pulau Padang tengah menungguh hasil pengujian Kementerian Lingkungan Hidup, pengujian dari tim penelitian Universitas Gajah Mada, dan tinjauan dari Menteri Kehutanan terkait dengan kelayakan perijinan dilahan gambut.

Berbagai dukungan dari elemen organisasi, individu, dan LSM, meruapakan upaya bagi para Petani Pulau Padang untuk menempuh proses legal dalam perjuangannya. Kurang lebih delapan belas kali aksi yang dilakukan di tingkat lokal seperti Desa, Kecamatan, DPRD dan Kantor Bupati berjalan dengan damai. Para Petani dan Serikat Tani Riau bahkan telah mendatangi instansi lain di Jakarta, seperti Kementerian Lingkungan Hidup, Kedubes Norwegia, dan Komnas HAM. Kementrian Lingkungan hingga kedutaan Besar Norwegia, semuanya dengan aksi damai.

Namun, saat ini tindakan aparat kepolsian di Pulau Padang justru mengambil keputusan kontra-produktif dengan mengisolasi aktivitas warga dan merepresif kehidupan warga dan jauh dari uapaya pemulihan situasi yang kondusif di Desa. Tindakan ini, sekaligus menunjukkan bahwa aparat kepolisian bertindak tidak objektif dan netral.

Semestinya, kepolisian jangan hanya mendesak masyarakat untuk menciptakan situasi kondusif, tetapi, membiarkan PT.RAPP melanggar aturan yang ada dan tidak mematuhi rekomendasi Komnas HAM. Karena, yang mendorong rakyat Pulau Padang melakukan protes bersumber dari keberadaan PT.RAPP.

Jika dilihat, peristiwa yang terjadi di Pulau Padang, maka yang paling bertanggung jawab adalah Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan. Dengan terbitnya SK Menhut No.327 tahun 2009 yang menambahkan luas areal PT. RAPP dari semula 235.140 Ha di tahun 2004 menjadi 350.167 Ha di tahun 2009, dikawasan gambut.

Pemerintahan SBY-Budiono juga tidak pernah tanggap terhadap konflik-konflik tanah dan perusahaan yang hampir terjadi disetiap daerah di Indonesia. Pemerintahan SBY-Budiono lebih mementingkan penjualan lahan dan bahan baku melalui investasi asing, ketimbang melindungi sektor produktif rakyat. Sungguh aneh, jika keberadaan perusahaan bubur kertas milik Sukanto Tanoto ini malah di lindungi, yang justru menjadi malapetakan bagi tenaga produktif rakyat dan mengancam masa depan masyarakat Pulau Padang.

Karena itu, kami dari Serikat Tani Riau (STR) mengajak kepada seluruh rakyat Pulau Padang untuk merapatkan kembali barisan perjuangannya melawan penindasan, melawan eksploitation de I'homme par I'homme.*

Muhammad Riduan, Ketua STR Kepulauan Meranti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar