Sabtu, 25 Juni 2011

Bobroknya Mentalitas Pemerintah Dalam Penyelesaian Konflik Masyarakat VS PT.RAPP Menciptakan Gesekan Antara Polisi dan Rakyat Di Lapangan

Mengutip pemberitaan Riauterkini-PEKANBARU pada Rabu, 8 Juni 2011 tepatnya dalam Seminar dan Koordinasi yang digelar Satgas Pemberatasan Mafia Hukum di Pekanbaru Bahwa Kapolda Riau Brigjen Pol Suedi Husein telah menegaskan komitmenya untuk menjaga keamanan investasi. Termasuk terhadap
PT RAPP di Pulau Padang, atas dasar anggapan izin PT.RAPP melalui SK 327 Menhut Tahun 2009 yang di tentang oleh Rakyat itu masih legal dan belum di cabut.

Selain itu dapat kami pahami bahwa Kapolda Riau juga menghimbau semua pihak untuk tidak membiasakan diri memaksakan kehendak. Hal itu disampaikannya saat menjawab pertanyan Sutarno selaku Sekretaris Komite Pimpinan Daerah-Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti, terkait sikap represip aparat yang memburu warga pasca dibakarnya dua alat berat dan dua camp karyawan PT Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) di Desa Sei Hiu, 30 Mei 2011.

Di pertemuan itu juga Kapolda Riau sempat mengarahkan Sutarno untuk membedakan antara keberadaan SK Mehut 327 dengan pemaksaan kehendak.

KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti memandang kata “pemaksaan kehendak” yang di gunakan Kapolda Riau tentunya di tujukan kepada masyarakat yang saat ini sedang berjuang mempertahankan Pulau Padang.


Oleh karena itu, menurut KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti. Jika Kapolda Riau mengatakan yang terjadi di Pulau Padang adalah, “adanya sekelompok orang yang terus memaksakan kehendak yang berujung tindak anarkhis,". Dari pernyataan ini, dapat kami simpulkan bahwa Kapolda Riau tidak mengetahui tahapan-tahapan apa saja yang selama ini pernah di tempuh oleh masyarakat Pulau Padang dalam mencari penyelesaian persoalan secara baik dan persuasif sehingga Komnas Ham pada tanggal 29 April 2011 telah melayangkan surat kepada Menteri Kehutanan RI di Gd. Manggala Wanabakti, Jl. Jendral Gatot Subroto, Senayan, Jakarta dengan Surat Nomor: 1.072/K/PMT/IV/2011.
Untuk di ketahui oleh Kapolda Riau, di dalam surat yang telah di kirimkan Komnas Ham ke Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan , Johny Nelson Simanjuntak, SH meminta kepada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan Untuk Meninjau Ulang Surat Keputusan No. 327/Menhut-II/2009 dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti. Bahkan Komnasham mendesak Menhut untuk menggunakan kewenangan yang ada padanya untuk menghentikan operasional PT.RAPP di lapangan Sementara peroses peninjauan ulang belangsung.

Pada tanggal yang sama yaitu tanggal 29 April 2011 Komnasham selain melayangkan surat ke Zulkifli Hasan Kementerian Kehutanan , pihak Komnasham juga melayangkan surat kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper di Pangkalan Kerinci Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan. Provinsi Riau dengan Surat Nomor: 1.071/K/PMT/IV/2011.

Di dalam surat yang telah di kirimkan Komnasham kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper , Johny Nelson Simanjuntak, SH Mendesak kepada Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp And Paper untuk Menghentikan Kegiatan Operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh pihak masyarakat dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti.

Menurut pantauan kami KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti, sebelum terjadinya tindakan anarkis yang di lakukan sekelompok orang tak di kenal, masyarakat Pulau Padang yang bergabung dengan Serikat Tani Riau sudah hampir 12 kali melakukan Aksi Massa dan semuanya berlangsung secara damai sehingga melakukan Aksi ke Jakarta dan mendatangi Komnas Ham.

Tentunya kata “pemaksaan kehendak” yang di tujukan oleh Kapolda Riau terhadap masyarakat Pulau Padang sangatlah “Tidak Pantas”, karena kata “pemaksaan kehendak” seharusnya lebih pantas di tujukan Kapolda Riau Brigjen Pol Suedi Husein untuk PT.RAPP yang tidak mengindahkan surat Komnas Ham.

Mengenai tindakan Anarkis sekelompok orang tak di kenal yang melakukan Pembakaran dua alat berat dan dua camp karyawan PT Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) di Desa Sei Hiu tentunya ini tidak ada kaitanya dengan KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti.
“jika tindakan itu (Anarkis) mau kami lakukan pastilah sudah terjadi jauh sebelum Komnas Ham mengeluarkan Recomendasi Penghentian Operasional PT.RAPP di lapangan”
Meskipun sudah sangat jelas-jelas keberadaanya di tentang keras oleh Rakyat dan masih dalam tahapan mencari jalan penyelesaian. Tentunya kita masih ingat tepatnya pada hari Minggu tanggal 22 Maret 2011 dimana 2 Unit Escavator dan 1 Unit Ponton milik Riau Andalan Pulp & Paper (PT.RAPP) dengan pengawalan dari pihak kepolisian dan beberapa sukerity pihak perusahaan tetap memaksakan kehendaknya untuk melakukan Operasional di Pulau Padang.

KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti bersama masyarakat Pulau Padang sempat melakukan Aksi Penghadangan pada waktu itu. Namun sesuai harapan pihak Kepolisian di lapangan melalui Kapolsek Merbau Syawaludin Pane, dimana masyarakat di arahkan untuk tetap menciptakan suasana Kondusif.

Karena kami paham dengan jalannya sejarah perjuangan kaum tani, Di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, sudah terlalu banyak tragedy berdarah yang menimbulkan korban baik dari sisi Rakyat yang berjuang ataupun pihak kepolisian di lapangan dalam tugasnya.

Dua sisi yang berbeda, antara Rakyat yang berjuang dan pihak Kepolisian dalam tugas, kami yakini dan imani bahwa pada hakikatnya bertujuan sama, tapi Masyarakat dan pihak Kepolisian seakan di paksakan untuk saling bergesekan di lapangan. Sangat sadar oleh kami bahwa Investasi di jamin keamananya oleh Negara. Kareana salah satu tuntutan utama pemodal asing atau pengusaha terhadap pemerintah di negeri ini adalah penekanan untuk menciptakan Iklim Kondusif untuk kepentingan mereka.

Pihak kepolisian seharusnya sadar dan memahami. Sedemikian takutkah elit-elit Politik, para pengambil kebijakan kaki tangan pemilik modal yang masuk kedalam tubuh pemerintah dengan membuat keputusan semena-mena demi kepentingan mereka termasuk SK 327 Menhut 2009 ini, sehingga mesti memasang kuda-kuda kuat “KEPOLISIAN” untuk menghadapi rakyat yang selama ini ditindas, yang sudah bersatu padu dalam sebuah kekuatan besar terorganisir dan terpimpin, SERIKAT TANI RIAU. Ketakuan yang lahir setelah rakyat mendapatkan kembali keberanian untuk melawan serta mengusir para perampas tanah. Ketakutan yang mampu kami lahirkan di setiap benak kaum pemilik modal tersebut adalah wujud awal kemenangan kecil bagi masyarakat Pulau Padang.

Perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kedaulatan politik dan kemandirian ekonomi sejak pra kemerdekaan sampai saat ini masih menghadapi musuh yang sama yakni penjajahan modal oleh kaum Imperialisme-Neoliberalisme yang bersekutu dengan pemerintahan didalam negeri.

Soekarano, sebagai seorang mantan presiden Republik Indonesia yang pertama sudah menggambarkan terlebih dahulu kepada kita, melalui pengalaman-pengalaman perjuangan kaum terjajah, bahwa hanya dengan massa aksi yang terpimpin dan terorganisir lah kemenangan rakyat terhisap dapat diraih. Dari mulai kemenangan-kemenangan kecil, hingga pada akhirnya kita mendapati kemenangan besar (Fathum Mubinaa).

KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti juga sangat memahami hal dan saran tersebut, tentulah kami dari Serikat Tani Riau sebagai Organisasi yang mendampingi masyarakat tidak mau terlibat dengan urusan “Pidana” yang pada akhirnya akan merugikan perjuangan ini. Jika Serikat Tani Riau berniat melakukan tindakan Anarkis tersebut tentulah sudah kami lakukan pada tanggal 22 Maret 2011, tetapi kenyataanya TIDAK. Kami lebih memilih membubarkan diri dan melakukan AKSI ke PEMDA dan DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti.

Persoalan Pulau Padang sudah mencapai titik kritis, Pemerintah Indonesia memberikan lampu hijau kepada PT.RAPP dan tidak memperdulikan nasib masyarakat setempat.
Karena tidak ada pilihan lain, jauh sebelum tindakan Anarkis sekelompok orang tak di kenal yang melakukan Pembakaran dua alat berat dan dua camp karyawan PT Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) itu terjadi, akhirnya kami beberapa orang perwakilan masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti yang bergabung dengan KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti berangkat ke Jakarta, dengan di dampingi oleh organisasi induk kami Serikat Tani Nasional (STN) berbekal dengan sejumlah data-data dan fakta. Kami masyarakat Pulau Padang telah mendatangi Kementerian Kehutanan di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, kamis tanggal 21 april 2011, Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) di Jalan Latuhari, Jakarta pada tanggal 25 April 2011, Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta pada tanggal 27 April 2011, Kementiran Lingkungan Hidup (KLH), dan bahkan kami mendatangi Kedutaan Besar Nerwegia di Jakarta.


Pernyataan Kapolda Raiu yang mengatakan, terlepas dari polemik, SK Menhut 327 tahun 2009 adalah produk hukum yang legal dan sejauh ini belum dicabut. Karena itu, Kepolisian sebagai aparatur penegak hukum, sudah menjadi kewajiban Polda dan jajarannya untuk melindungi kegiatan usaha operasional PT.RAPP di Pulau Padang. Menurut kami tindakan ini sangatlah salah dan merugikan masyarakat, dan sebaiknya Kapolda Riau juga menghargai Recomendasi Komnas Ham.

KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti Dan masyarakat Pulau Padang mengharapkan agar seluruh Pihak baik Pemerintah dan PT.RAPP hendaknya menghargai proses penyelesaian perbedaan pendapat ini secara baik dan tidak memaksakan kehendak. Karena prihal keberatan masyarakat Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti Prov. Riau Atas Terbitnya SK Menhut No.327/ Menhut-II/2009 telah sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (3) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti bahwa hak atas kesejahteraan di jamin dalam Pasal 36 ayat (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
"Tidak Seorangpun Boleh Dirampas Miliknya dengan Sewenang-wenang dan secara melawan hukum." jo. Pasal 37 ayat (1) bahwa pencabutan hak milik atas suatu benda demi kepentingan umum, hanya di perbolehkan dengan mengganti kerugian yang wajar dan segera serta pelaksanaanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti telah mengintruksikan secara tegas kepada seluruh anggota untuk melakukan PELANGNISASI pada tanggal 08-11-2010 yang lalu secara serentak di masing-masing tanah yang masyarakat miliki. Arahan kerja ini kami keluarkan sebagai tahapan awal untuk meminimalisir terjadinya sengketa tanah antara masyarakat penggarap dengan pihak perusahaan PT.RAPP menjelang terbentuknya TIM TERPADU Kabupaten Kepulauan Meranti sebagaimana yang pernah di janjikan oleh DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti yang nantinya akan melakukan Pemetaan Ulang (MEPING) terhadap: Areal HPH/HTI PT.RAPP dan juga terbukti BOHONG Belaka. Pemetaan ulang terhadap Kawasan Hutan Desa sesuai dengan PETA Administrasi Desa-desa yang berada di Pulau Padang, dilanjutkan dengan Proses Isolasi terhadap Tanah masyarakat untuk selanjutnya di Inclav (pembebasan lahan) terhadap tanah masyarakat yang di tindih HPH/HTI PT.RAPP. Turunya TIM TERPADU untuk melakukan Pemetaan Ulang Menjadi Tuntutan HARGA MATI bagi KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti.

Selagi MEPING belum diakukan maka segala bentuk OPERASIONAL PT.RAPP Blok Pulau Padang Tidaklah Pantas Untuk Di Laksanakan.

Pemetaan Ulang ( MEPING) adalah respon dari perkembangan terakhir hasil pertemuan tanggal 30 Oktober 2010 antara KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti yang juga melibatkan 1 (satu) orang dari masing-masing Komite Pimpinan Desa-Serikat Tani Riau (KPDe-STR) dan didampingi oleh Komite Pimpinan Pusat-Serikat Tani Riau (KPP-STR) perihal menghadiri Undangan Resmi PT.RAPP dalam Rangka SOSIALISASI mereka untuk Blok Pulau Padang di pekanbaru. Dan setelah mendengar penjelasan serta melihat PETA lampiran SK-MENHUT No. SK. 327/Menhut-II/2009 tanggal 12 Juni 2009, secara langsung di pertemuan tersebut

Serikat Tani Riau menyimpulkan: Bahwa beberapa hal yang menjadi catatan sejarah hitam kaum tani di Kabupaten-kabupaten Propinsi Riau, yang mengalami konflik agraria berdampak dengan perampasan tanah rakyat yang hingga saat ini belum terselesaikan. Konflik ini terjadi sabagai dampak dari tidak adanya Tapal Batas yang jelas serta banyaknya Tanah garapan Rakyat secara terpaksa harus di akui telah di tindih oleh HPH/HTI perusahaan-perusahaan pensuply kayu ke perusahaan bubur kertas juga akan terjadi di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti apabila Pemerintah dan Pemilik Modal yang menanamkan Investasinya ke Negara ini tidak Mengindahkan pandangan-pandangan Rakyat di tambah lagi jika pelaksanaan Operasionalnya tidak di lihat dari seluruh aspek dan unsur, serta pengeluaran AMDAL PT.RAPP yang simpang siur dan tidak jelas, padahal AMDAL adalah Haknya Rakyat dan ada keterlibatan Rakyat atas pengeluaranya.

Untuk di ketahui oleh semua pihak, Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan salah satu daerah termuda di Provinsi Riau. Kabupaten Kepulauan Meranti terdiri dari Pulau Tebing tinggi, Pulau Padang, Pulau Merbau, Pulau Ransang, Pulau Topang, Pulau Manggung, Pulau Panjang, Pulau Jadi, Pulau Setahun, Pulau Tiga, Pulau Baru, Pulau Paning, Pulau Dedap.

Secara Topografi: Bentang alam kabupaten Kepulauan Meranti sebagian besar terdiri dari daratan rendah. Pada umumnya struktur tanah terdiri tanah alluvial dan grey humus dalam bentuk rawa-rawa atau tanah basah dan berhutan bakau (mangrove). Lahan semacam ini subur untuk mengembangkan pertanian,perkebunan dan perikanan. Daerah ini beriklim tropis dengan suhu udara antara 25° - 32° Celcius, dengan kelembaban dan curah hujan cukup tinggi. Musim hujan terjadi sekitar bulan September-Januari, dan musim kemarau terjadi sekitar bulan Februari hingga Agustus.

Kepulauan Meranti merupakan daerah yang terdiri dari dataran-dataran rendah, dengan ketinggian rata-rata sekitar 1-6,4 m di atas permukaan laut. Di daerah ini juga terdapat beberapa sungai dan tasik (danau) seperti sungai Suir di pulau Tebingtinggi, sungai Merbau, sungai Selat Akar di pulau Padang serta tasik Putri Pepuyu di Pulau Padang, tasik Nembus di pulau Tebingtinggi), tasik Air Putih dan tasik Penyagun di pulau Rangsang. Gugusan daerah kepulauan ini terdapat beberapa pulau besar seperti pulau Tebingtinggi (1.438,83 km²), pulau Rangsang (922,10 km²), pulau Padang dan Merbau (1.348,91 km²).

permukaan laut yang di dukung oleh daerah tanah gambut yang kedalamanya mencapai 3-6 meter, tentunya dampak Abrasi tidak bisa di terhindarkan. Selama ini tiga titik pulau di Meranti, masing-masing Pulau Rangsang, Pulau Merbau dan Pulau Padang, mengalami abrasi sepanjang tahun. Akibatnya, tidak saja ribuan hektar kebun dan ratusan rumah penduduk ke laut.

Saat ini, sudah ribuan hektar kebun milik masyarakat yang terjun ke laut di terjang abrasi. Bahkan abrasi juga mengancam kawasan pemukiman masyarakat. Akibatnya, tidak hanya luas daratan yang menyusut. Masyarakat di sejumlah desa di pulau-pulau harus menderita kerugian. Ribuan hektar kebun kelapa dan karet yang runtuh kelaut dan ratusan rumah ikut hancur. Titik kordinat terluar wilayah NKRI di Kabupaten Kepulaun Meranti turut bergeser.

Kenyataan ini sangat mencemaskan, bahwa akan merugkan posisi NKRI secara politik dan keamanan, karena ketiga pulau ini berbatasan lansung dengan perairan Selat Melaka yang menjadi pembatas dengan negara Malaysia
KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti dan masyarakat Peka serta Tanggap terhadap rasiko yang akan di terima di beberapa waktu kedepan , karena Pentingnya Sumber daya alam secara eksplisit di sebutkan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-undang dasar 1945, bahwa:

"bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat"

Pasal ini mengamanatkan bahwa pemenfaatan Sumber daya alam harus di tujukan untuk kepentingan rakyat banyak. Sedangkan bagaimana Sumber daya alam itu seharusnya di kelola termaktub dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN)tahun 1973, telah di amanatkan betapa pentingnya pendayagunaan sumber daya alam tersebut. Butir 10 menyatakan bahwa:

"dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumer alam indonesia harus di gunakan secara rasionil. Penggalian sumber kekayaan alam tersebut harus di usahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan pertimbangan kebutuhan generasi yang akan datang".



Menyadari keberadaan kawasan konsesi HTI di Pulau-pulau yang ada di kabupaten kepulauan Meranti seperti Pulau Padang, rangsang dan Tebing Tinggi bukan hanya mengancam keberlangsungan lingkungan hidup tapi juga mengancam eksistensi pulau terdepan Indonesia yang sangat strategis dalam aspek pertahanan dan keamanan nasional NKRI seperti pulau rangsang yang merupakan salah satu pulau kecil yang berbatasan langsung dengan Negara malaisia. Abrasi pantai akibat gelombang Laut semakin luas yang mengakibatkan luas pulau semakin kecil juga tidak terlepas dari pantauan masyarakat apalagi lahan konsesi memiliki radius yang terlalu dekat dengan biir pantai, yang mana dapat di pahami abrasi pantai pertahun sekitar 30 sampai 40 meter. selain itu Pulau-pulau terseut merupakan hutan rawa gambut yang apabila di tebang secara besar-besran akan sangat rentan terhadap subsistensi. kondisi struktur tanah umumnya di kawasan pesisir pantai adalah lahan gambut sehingga alih fungsi hutan alam telah mengakibatkan Intrusi (peningkatan kadar garam) yang sangat tinggi pada sumber-sumber mata air masyarakat.

Amanat GBHN itu telah mengandung jiwa " berkelanjutan " dengan menekankan perlunya memperhatikan kepentingan antargenerasi dan perlunya pengaturan penggunaan Sumber daya alam. pemenfaatan sumber daya alam yang tidak bijaksana akan menyebabkan kerusakan lingkungan. kerusakan lingkungan akan menggangggu keberlanjutan usaha pembangunan dan bahkan mengancam ekosistem dan peradaban manusia.

Anologi yang sempat di buat oleh Kapolda Riau dan ditunjukkan pada Sutarno "Bagaimana kalau Mas Sutarno mendirikan rumah secara legal, kemudian rumah itu dibakar orang, tentu minta polisi menindak pelakunya. Itulah yang sudah seharusnya kami lakukan," tetapi menurut kami pihak kepolisian tidak seharusnya bertindak sewenang-wenang seperti kejadian pada hari Kamis tanggal 9 Juni 2011 dimana pihak Kepolisian Bengkalis melakukan penangkapan paksa terhadap tiga orang warga Pulau Padang yaitu Solehan, Dalail, dan Yahya karena diduga sebagai pelaku pembakaran alat berat PT. Riau Andalan Pulp and Paper. Selain itu anologi yang di buat oleh Kapolda Riau tersebut dengan kata “Legal” hanya berdasarkan SK belum di cabut.

Persoalanya adalah, apakah selama ini ada jaminan dari Pihak Kepolisian bahwa setiap keputusan-keputusan yang di ciptakan oleh pengambil kebijakan ini di Negara ini termasuk (SK 327 Menhut 2009) benar-benar bersih? Terlepas dari KKN. Kenyataanya TIDAK. Terlalu sering para Petinggi-petinggi, elit politik mendekam di penjara di akhir-akhir jabatanya.

Soekarno berserta para pejuang revolusi Indonesia sudah menyadari jauh sebelum kita ada, bahwa musuh terbesar bangsa kita adalah Kapitalisme dan Imperialisme yang sekarang lebih mampu memetamorfosikan dirinya menjadi bentuk penindasan halus, tanpa perlu invansi bersenjata, melainkan dominasi kekuatan modal (kapital). Dia itulah, Neoliberalisme! Bagaimana neoliberalisme meluas masuk ke dalam desa, dusun, hingga rumah tangga kita? Dia bergerak dengan sangat lembut, kemudian menikam jantung. Neoliberalisme – ekonomi pasar bebas – hanya perlu memutarkan pelipatgandaan modalnya, mengambil alih lahan-lahan pertanian dengan mengamankan terlebih dahulu strktur-struktur kekuasaan (menguasai politik legislative, eksekutif, dan yudikatif), menggunakan milterisme sebagai pagar betis yang siap menjaga modal mereka, mengupah buruh dengan murah serta memisahkan mereka dari factor produksi, mengambil alih pasar-pasar tradisonal kemudian mengubahnya menjadi pasar modern yang bersewakan mahal, memasok kesadaran konsumtif kontar produktif ke benak kaum muda, bahkan menjadikan agama sebagai barang dagangan dan alat pelegalan penindasan mereka.


Setelah seminar, dalam perbincangan dengan riauterkini, Kapolda menyampaikan saran kepada pihak yang menilai SK 327 keliru untuk menempuh prosedur yang benar dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). "SK 327 itu produk hukum, kalau ada yang menilai keliru, silahkan digugat di PTUN. Itu yang semestinya dilakukan, bukan memaksakan kehendak," demikian penjelasan Kapolda.

Jika PTUN ini di anggap prosedur yang benar dengan mengajukan gugatan oleh Kapolda Riau, dan menyuruh masyarakat melakukan itu, lalu apa gunanya Wakil Rakyat yang di Pilih melalui Partai Politik di setiap kali Pilkada dan Pemilu (legislative, eksekutif, dan yudikatif) yang duduk di Derah, Wilayah dan Pusat?

Mengenai usulan PTUN yang di sarankan oleh Kapolda Riau, menurut kami saran ini menjadikan Masyarakat dan Pemerintah seperti AIR dan MINYAK yang tidak pernah menyatu.

Recomendasi penghentian kegiatan operasional perusahaan PT.RAPP di lapangan hingga ada keputusan penyelesaian masalah yang di adukan oleh masyarakat Pulau Padang oleh Komnas Ham sangatlah merupakan solusi yang sangat baik sebenarnya, tindakan ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (3) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dengan memperhatikan Hak Asasi warga masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti bahwa hak atas kesejahteraan di jamin dalam Pasal 36 ayat (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Menguatnya dominasi penjajahan modal asing di tanah air dapat kita lihat sejak rezim dictator-fasis-militer orde baru berkuasa hingga saat ini. Apa yang dilakukan pemerintahan Indonesia setelah pergantian kepemimpinan (baca : Reformasi) hanyalah menjadi penyempurna kebijakan yang telah ditetapkan ole horde baru. Kesimpulannya adalah orde baru sebagai pembangunan pondasi untuk memberikan legitimasi kepada penjajah modal dengan Pembangunanisme nya, Reformasi menyiapkan banguanan penyempurnanya. Hal inilah yang menyebabkan kemandirian ekonomi bangsa Indonesia belumlah bisa tercapai yang juga berakibat pada hilangnya kedaulatan politik bangsa Indonesia serta merusaknya kepribadian bagsa Indonesia.

Di Propinsi Riau misalnya saja, dalam menanggapi persoalan rakyat yang tak pernah terselesaikan dikarenakan tidak adanya keberanian pemerintah baik ditingkat nasional sampai pada tingkat daerah untuk mengambil kebijakan politik guna menyelesaikannya. Padahal Negara lah yang bisa menengahi persoalan ini. Maraknya praktek tindak pidana korupsi, merajalelanya perusahaan pelaku maling kayu serta perampasan tanah rakyat-penggusuran terhadap rakyat (baca : Tiga Parasit Ekonomi Rakyat Riau) merupakan manifestasi dari kebijakan yang ditempuh pemerintah saat ini. Keridaksanggupan pemerintah dalam mencariakan penyelesaian persolan ini telah memberikan kita satu kesimpulan besar bahwa perbuatan tercela ini dilakukan secara berjama’ah baik itu regulator maupun penguasa modal domestik dan asing. Tiga parasit ekonomi rakyat Riau yang berekses terhadap lemahnya produktivitas rakyat dalam proses produksi yang bermuara pada kemiskinan dan kebodohan yang terstruktur.

Menanggapi persolan mendesak Rakyat Kabupaten Kepulauan Meranti, Komite Pimpinan Daerah- Serikat Tani Riau Kabupaten Kepulauan Meranti menuntut :
1. Mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti, Pemerintah Provinsi Riau dan Pemerintah Pusat DPD-RI, DPR-RI dan MPR-RI untuk segera menggunakan wewnang yang ada sesuai jabatan menghentikan Operasional PT.RAPP di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti sesuai dengan Recomendasi Komnas Ham.

Demikianlah pernyataan sikap ini kami sampaikan, dan kami memberitahukan kepada rekan pers, segenap masyarakat , kaum pro demokrasi di Riau bersatulah kekuatan masa rakyat dengan mneyerukan seluas-luasnya Front Persatuan Rakyat (Buruh, Tani, Mahasiswa-Pelajar, serta Rakyat Miskin lainnya) serta membangun alat politik rakyat miskin - alat perjuangan melawan dominasi penjajahan modal asing (Imperialisme-Neoliberalisme) serta pemerintahan kaki tangannya didalam negeri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar