Jumat, 01 April 2011

Tolak PT.RAPP Selamatkan "Pulau Padang" Atau Berkalang Tanah!!!Serikat Tani Riau (STR) Persiapkan Aksi Massa Di Lapangan Dan Aksi "JAHIT MULUT".

Salam Pembebasan! Sebagai sebuah akibat dari gerak anarki modal adalah penderitaan rakyat yang berkepanjangan. Sejak pra kemerdekaan Republik Indonesia kepentingan negeri-negeri imperialis terhadap nusantara sangatlah besar.

Di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau yang tidak jauh berbeda dengan Provinsi-provinsi lainya di NKRI ini, Para Invertor mayoritas menggunakan otoritas kekuasaan sebagai peluang untuk "mengeksploitasi" sumber daya alam hutan yang sesungguhnya menjadi hartanya rakyat. Menghalalkan segala cara Untuk mencapai, mewujudkan tujuan dengan menjadikan Dampak Lingkungan yang pada hakikatnya Akan Menjadi Bencana sebagai alat politisasi dan sebagai sarana kampanye parpol atau untuk Dikomerssialisasikan demi kepentingan Pribadi atau Kelompok.

“Marilah kita berjuang dengan berdiri tegak serapat-rapatnya, rapat didalam perjuangan biasa, lebih rapat didalam massa musuh mengamuk dan merajalela. Marilah kita memeras tenaga menjalankan suruhan riwayat, suruhan riwayat yang hanya kaum marhaen(Tertindas) sendiri bisa melaksanakannya, yakni mendatangkan suatu masyarakat yang adil dan sempurna! ”Adil dan sempurna buat negeri Indonesia, Adil dan sempurna buat bangsa Indonesia, Adil dan sempurna buat marhaen Indonesia.
(Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi".


Sebagai manifestasi dari kebijakan politik-ekonomi pemerintah baik nasional maupun daerah telah memperlihatkan kepada kita dampak yang tak teratasi. Secara kepemilikan tanah di Indonesia, Menurut Serikat Tani Riau (STR) bahwa, peruntukan lahan bagi perkebunan skala besar jelas-jelas menumbuhkan penindasan struktural serta menjauhkan kaum tani dari kesejahteraan. Kita bisa melihat, betapa luasnya pemerintahan memberikan tanah-tanah yang mereka sebut dengan Hutan/Perkebunan Negara kepada perusahaan-perusahaan seperti; PT Freeport Indonesia yang mendapatkan jatah 202.380 ha areal hutan lindung di Papua, PT Inco Tbk menguasai 218.828 ha di Sulawesi Tengah, Tenggara dan Selatan, PT Aneka Tambang seluas 39.040 ha di Maluku dan 14.570 ha di Sulawesi Utara, PT Indominco Mandiri seluas 25,121 ha di Kalimantan Timur, PT Natarang Mining seluas 12.790 di Lampung, PT Nusa Halmahera Minerals di Maluku Utara seluas 29.622 ha, PT Pelsart Tambang Kencana seluas 201.000 ha di Kalimantan Selatan, PT Interex Sacra Raya seluas 13.650 ha di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, PT Weda Bay Nickel seluas 76.280 ha di Maluku Utara, PT Gag Nickel di Papua seluas 12.138 ha, dan PT Sorikmas Mining seluas 66.200 ha di Sumatera Utara, dan lain-lain.

Sementara itu di Riau, rezim Orde Baru membangun jaringan kekuasaan ekonominya di bawah kangkangan kapitalisme global dengan memberikan + 580.000 ha (Separuhnya diperuntukkan bagi HPH/TI PT. Arara Abadi, seluas hampir 300.000 ha) perkebunan pulp kepada 2 perusahaan dan diperkirakan memboyong 20 juta meter kubik kayu per tahunnya, atau setara dengan 91% dari total penebangan semua industri berbasis kayu di Indonesia. Sementara itu, menurut laporan Human Rigth Wacth tahun 2003 lalu, untuk PT. Caltex Pasifix Indonesia (CPI) atau PT. Chevron Pasific Indonesia (CPI) saja mendapatkan jatah seluas + 3,2 juta ha atau sekitar 32.000 KM. Lalu, 6 juta ha HPH di Riau merupakan milik kaum elit di luar Riau. Jika ditotalkan keseluruhannya, maka peruntukan lahan bagi perkebunan/industri kehutanan skala besar di Riau seluas 9,5 juta ha.

Kebijakan inilah kemudian yang ditengarai menyebabkan bencana dimana-mana, mulai dari bencana asap, banjir, konflik tanah, kemiskinan, dan lain sebagainya. Bencana asap misalnya, menurut Walhi Riau bersama LSM lingkungan lainnya bahwa periode Juli-Agustus 2006 telah teridentifikasi bahwa kebakaran terjadi di kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI), Hutan Produksi (HPH), dan perkebunan Sawit di seluruh Riau, dengan rincian luasan terbakar HTI 47.186 ha, perkebunan Sawit 42.094 ha, HPH 39.055 ha, kawasan Gambut 91.198 ha, dan kawasan non-Gambut 82.503 ha. Inilah kemudian yang menjadi indikasi penyebab 12.000 orang terkena ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan), 3.000 orang terkena iritasi mata, 10.000 orang terkena diare dan mencret (Catatan Akhir Tahun 2006 JIKALAHARI). Ini tentunya belum termasuk kepada kerugian yang diderita oleh rakyat akibat banjir – diantaranya disebebkan oleh terlampau luasnya tanaman monokultur skala besar - yang menurut buku hitam WALHI Riau, pada tahun 2003 saja sebesar Rp. 793,3 milyar. Dan di tahun 2006, menurut Riau Pos dari akibat banjir yang melanda 3 kecamatan di kabupaten Kampar; Tambang, Tapung Hilir, dan Kampar Kiri mendera 3.000 jiwa lebih dan sedikitnya 50 orang meninggal dunia. Sementara itu belum lagi tanaman rakyat yang rusak. Ini tentunya tidak termasuk data kerugian akibat banjir yang menjarahi daerah Rokan Hulu, Pekanbaru, Kuansing, Bengkalis, dan lain-lain.

Kendati Kondisi Hutan Alam Riau sudah dalam keadaan kritis tahun 2004, namun ternyata eksploitasi hutan alam tetap berlangsung pesat sepanjang tahun 2005, baik yang dilakukan oleh Penebang liar (Illegal Logging) maupun oleh pemegang izin konsesi (Legal Logging). Keduanya sama-sama memberikan andil besar terhadap hilangnya tutupan hutan alam di Riau yang mengakibatkan Bencana Banjir dan Kabut Asap terjadi secara rutin pada tahun 2005. Pada akhir Tahun 2004 JIKALAHARI mencatat tutupan hutan alam Riau hanya tersisa seluas 3,21 juta hektar atau 35 % dari 8,98 juta hektar total luas daratan Provinsi Riau. Penurunan Luas Hutan Alam di Riau terjadi secara Drastis dari tahun 1984 ke tahun 2005 yaitu seluas 3 juta hektar, penurunan tertinggi terjadi antara tahun 1999 ke tahun 2000 yaitu seluas 840 ribu hektar. Berarti jika dirata-ratakan per tahun hutan alam Riau hilang seluas 150 ribu hektar.

Aktifitas Eksploitasi ini dipastikan akan terus berlanjut sepanjang tahun 2006 karena di atas Hutan Alam yang tersisa sebagian besar sudah dikuasai Perusahaan besar swasta bidang Perkebunan dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Hasil analisis JIKALAHARI menemukan bahwa seluas 789.703 hektar dari Hutan Alam yang tersisa tahun 2004 sudah dikuasai untuk dieksplotasi oleh 2 group Perusahaan Bubur Kertas Riau yaitu APRIL (Asia Pacific Resources International Ltd.) Induk PT. RAPP (Riau Andalan Pulp and Paper) seluas 278.371 hektar dan APP (Asia Pulp And Paper) Induk PT. IKPP (Indah Kiat Pulp and Paper) seluas 511.331 hektar beserta Perusahaan mitranya, dan seluas 390.471 hektar telah dikuasai oleh Perusahaan Perkebunan. Ini belum termasuk 19 Perusahaan HPH yang sekarang masih menguasai 834.249 hektar Hutan Alam dan Aktifitas Penebangan Liar yang sudah masuk dalam Kawasan Lindung.
Pada tanggal 14 Juni 2005 Pemerintah Pusat melalui Menteri Kehutanan M.S. Ka’ban telah membuat target pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia hingga mencapai 5 Juta hektar HTI pada tahun 2009. Sementara hingga saat ini telah ada seluas 2,16 juta Hektar HTI yang sudah dibangun, berarti masih akan ada seluas 2,84 juta Hektar lagi HTI yang akan dibangun hingga tahun 2009. Untuk kontek Riau, Kebijakan ini patut dipertanyakan signifikansinya terhadap upaya penyelamatan Hutan Alam yang tersisa, karena keberadaan 2 Pabrik bubur Kertas (APRIL/RAPP dan APP/IKPP Group) di Riau yang mempunyai kapasitas produksi 4 Juta Ton per tahun dalam prakteknya tidak pernah serius menanam HTI untuk memenuhi kebutuhan Bahan Baku yang telah mencapai 18 juta meter kubik per tahun. Saat ini saja kedua Perusahaan Bubur Kertas dan mitranya telah mengantongi izin seluas masing-masing 1.137.028 Hektar untuk APP dan 681.778 Hektar untuk APRIL, sementara operasional kedua perusahaan ini sudah begitu lama (23 tahun IKPP dan 12 tahun RAPP) namun anehnya HTI yang berhasil mereka bangun baru mampu 30 % dari total kebutuhan kapasitas Industri terpasangnya 4 juta ton per tahun. Hal ini berarti kedua perusahaan ini bisa dikatakan gagal/tidak serius, dan hanya mau mengeksploitasi Hutan Alam untuk memenuhi kebutuhan bahan bakunya. Tidak hanya itu, kedua perusahaan ini juga kerap menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kayu alam, dan terus mengajukan izin perluasan konsesi di atas Hutan Alam. APRIL/RAPP, saat ini melakukan pembabatan Hutan Alam Gambut Dalam di Semenanjung Kampar dan PT.SRL di Pulau Rangsang, PT.LUM di Tebing Tinggi dan PT.RAPP, di Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti untuk dieksploitasi Kayu Alamnya melalui SK 327 Menhut Tahun 2009 Tanggal 12 Juni meskipun keberadaanya di tentang oleh Rakyat. Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan salah satu daerah termuda di Provinsi Riau.

MERDEKA adalah ide pertama yang menyatukan rakyat Indonesia. Tetapi sejak semula kata MERDEKA mengandung banyak ide lain. Merdeka Adalah Jembatan Emas menuju keadilan dan kemakmuran. Rakyat disatukan oleh ide merdeka karena ide itu menggambarkan sebuah pengertian tentang realitas. Merdeka bukan sebuah konsep abstrak. MERDEKA berarti mempunyai negeri dan negara sendiri, tidak lagi dikuasai oleh kekuasaan bermental rasis, bertindakan eksploitatif dan memerintah secara diktator. Tetapi MERDEKA juga berarti menghilangkan eksploitasi, membuka kemerdekaan berpolitik dan membangun ekonomi dan budaya supaya tidak hanya formal kesamarataan dengan bangsa dan negara lain tetapi secara riil juga, MERDEKA berarti berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan memiliki karakter sebagai sebuah bangsa yang anti penjajahan dan penghisapan secara budaya, MERDEKA berarti menjadi sebuah bangsa yang bisa berdiri di kaki sendiri – tanpa ketergantungan modal dengan kaum penjajah modal (Imperialisme-Neoliberalisme) – MERDEKA berarti BERDIKARI.

Komite Pimpinan Derah-Serikat Tani Riau (KPD-STR)Kabupaten Kepuluan Meranti memahami Sumber daya alam baik hayati maupun non-hayati merupakan unsur lingkungan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup bangsa indonesia. pentingnya Sumber daya alam secara eksplisit di sebutkan dalam pazsal 33 ayat 3 Undang-undang dasar 1945, bahwa:

"Bumi,Air dan Kekayaan Alam yang Terkandung Di Dalamnya di Pergunakan Untuk Sbesar-Besarnya Kemakmuran Rakyat"

Pasal ini mengamanatkan bahwa pemenfaatan Sumber daya alam harus di tujukan untuk kepentingan rakyat banyak. Sedangkan bagaimana Sumber daya alam itu seharusnya di kelola termaktub dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN)tahun 1973, telah di amanatkan betapa pentingnya pendayagunaan sumber daya alam tersebut. Butir 10 menyatakan bahwa:

"dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumer alam indonesia harus di gunakan secara rasionil. Penggalian sumber kekayaan alam tersebut harus di usahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan pertimbangan kebutuhan generasi yang akan datang".

Sejarah baru kembali harus ditorehkan Oleh Masyarakat Kabupaten Kepulauan Meranti di Dalam Konsep Perjuanganya setelah Berhasil Memisahkan diri dari Kabupaten Bengkalis. Karena SK 327 MENHUT Tahun 2009 tanggal 12 juni saat ini harus di akui menjadi Landasan Kekuatan Hukum Pemilik Modal Besar tersebut untuk melakukan Pembabatan Terhadap Hutan Alam yang merupakan Sumber daya Alam(SDA) Kabupaten Ini. Bersama Serikat Tani Riau Kabupaten Kepulauan Meranti Ribuan Massa, Bahkan dari Tahun 2009 Gejolak Penolakan Terhadap Beroperasinya Prusahaan Hutan Tanaman Industeri (HTI) PT.RAPP, PT.SRL Dan PT.LUM Di Kabupaten ini telah di lakukan. “Tantangan Meranti ke depan sangat berat, sehingga untuk mewujudkan cita-cita atau tujuan awal dari pemekaran itu harus dengan kebersamaan, antara lembaga legislatif, eksekutif, yudikatif dan seluruh elemen masyarakat,". Perlu di pahami, Operasional PT.RAPP, PT.SRL Dan PT.LUM Di Kabupaten Kepulauan Meranti kenapa ia di tentang Keras oleh Rakyat, ini di karenakan Masyarakat Peka dan Tanggap terhadap Rasiko yang akan di terima di beberapa waktu kedepan.

Komite Pimpinan-Daerah Serikat Tani Riau (KPD-STR) Kabupaten Kepulauan Meranti Dalam menyikapi persoalan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) Di Pulau Padang, PT. Sumatera Riang Lestari (SRL) Di Pulau Rangsang dan PT. Lestari Unggul Makmur (LUM) Di Kecamatan Tebing Tinggi yang pada dasarnya wilayah Operasional Ke 3 (Tiga) Perusahaan tersebut secara administrasi masuk ke dalam wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti, Sebagaimana telah di pahami bahwa KPD-STR Kabupaten Kepulauan Meranti telah beberapa kali melakukan Unjuk Rasa damai dalam menyuarakan aspirasi Rakyat prihal PENOLAKAN terhadap Operasional Ke 3 (Tiga) Perusahaan tersebut di atas dengan bebrapa Ormas dan LSM lainya tentunya dengan alasan yang Objektif dan sangat Ilmiah semenjak Di keluarkanya Surat SK IUPHHK-HTI defenitif melalui keputusan menteri kehutanan Nomor: SK.327/MENHUT-II/2009 Tanggal 12 Juni 2009.

Telah hampir 1 Tahun Perjuangan Serikat Tani Riau Kabupaten Kepulauan Meranti, tuntutan kami masih belum berubah, PEMERINTAH HARUS MENINJAU ULANG/HINGGA MENCABUT SK 327 Menhut Tahun 2009 dan Mencabut Izin Operasional PT.RAPP, PT.SRL serta PT. LUM di Kabupaten Kepulauan Meranti.

Pada awalnya kami, masih membuka pintu kompromi dalam bentuk penyelesaian Konflik secara Persuasif sebagai bentuk Komitmen masyarakat dalam mencari jalan yang terbaik untuk menyikapi persoalan HTI tersebut. Hasil keputusan rapat antara Pemkab Kepulauan Meranti, PT RAPP dan Masyarakat Pulau Padang yang menghasilkan pembentukan tim pengawalan operasional PT RAPP di Pulau Padang pada 23 Maret 2011 memang membuktikan bahwa hasil keputusan tersebut memberikan kesempatan kepada RAPP untuk merambah hutan pulau Padang. Ini dibuktikan dengan hadirnya alat berat PT RAPP ke Pulau padang melalui pantai Sungai Hiu dan dikawal oleh aparat keamanan dari Polres. Namun peralatan berat tersebut sempat dihadang oleh masyarakat Pulau Padang dan STR.

Namun 2 Unit Escavator PT.RAPP pada Minggu tanggal 27 Maret 2011 tetap memaksakan kehendak dan akhirnya Kami terpaksa melakukan Aksi Penghadangan. Namun kenyataanya 2 Unit Escavator tersebut mendapat pengawalan dari pihak kepolisian dan beberapa sukerity pihak perusahaan.

Sempat terjadi adu mulut antara STR dengan Pihak PT. RAPP, namun kedua belah pihak meski masing-masing ngotot tetap menghindari terjadinya adu fisik. Dari awal kami sudah komit tidak akan menggunakan kekerasan menghadapi RAPP, namun apabila pihak-pihak RAPP bertindak terlewat batas, mau tidak mau kami akan melakukan tindakan tegas.

Sesuai harapan Pihak Kepolisian untuk tetap menciptakan suasana Kondusif dan Serikat Tani Riau juga memahami hal tersebut, tentulah kami tidak mau terlibat dengan urusan Pidana yang pada akhirnya akan merugikan perjuangan ini. Karena tidak ada pilihan lain, hingga kami harus menggelar Aksi Stempel Darah pada tanggal 28 Maret 2011 Kemaren. Karena juga tidak ada kejelasan, sementara Escavator milik PT.RAPP tetap beroperasi di Tanjung Padang, untuk itu Serikat Tani Riau (STR) saat ini sedang mempersiapkan Aksi Massa di lapangan dan "JAHIT MULUT".

1. Minggu Tanggal 3 April 2011 Serikat Tani Riau Kabupaten Kepulauan Meranti akan menggelar Aksi Penggalangan Dana Persiapan Aksi "JAHIT MULUT".
2. Menggelar Aksi Massa di lapangan yang akan kami lakukan pada Selasa Tanggal 5 April 2011 tentunya dengan Kekuatan Besar dan tidak Anarkis, karena kami tidak ingin kejadian di Pulau Rangsang Terulang lagi.

1 komentar: