Kamis, 12 April 2012

SENGAJA MENEMPA DIRI MENGEJAR MAUT DEMI PENYELAMATAN PULAU PADANG

Kamis 12 April 2012 masyarakat Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau melaksanakan kegiatan Sakral PERESMIAN TUGU BERLAWAN dengan Tema: Sengaja Menempah Diri Mengejar MAUT Untuk penyelamatan Pulau Padang!!




Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut tidak terlihat seorangpun dari pejabat pemerintah baik pemerintah tingkat desa sepulau padang, pemerintah kecamatan, kabupaten, pemeintah propinsi riau maupun pusat yang menghadiri undangan. Kecuali kepala desa Mengkirau dan tokoh-tokoh masyarakat serta alim ulama, kiyai.

Padahal undangan telah di sebar dan disampaikan oleh Panitia Pelaksana Peresmian Tugu Berlawan kepada hampir seluruh pejabat pemerintah eksekutif dan legislatif, partai-partai politik, juga OKP-OKP.

Mengapa negara begitu gemar memproduksi peraturan-peraturan dalam mengelola sumber daya alam? Padahal tak ada bukti kuat, negara mampu melindungi sumber daya alam baik dari kerusakan lingkungan maupun jarahan para pemodal besar. Dengan demikian, bukanlah sesuatu yang sangat menakjubkan ketika pengambil kebijakan atau pemerintah di dlam sebuah negara mendeklarasikan bahwa semua SDA yang ada di negara tersebut dikuasai negara.

Bagi kami masyarakat pulau padang negara saat ini sedang menjalankan logikanya sendiri dan terang-terangan mengingkari pakem peran negara untuk mengelola SDA secara adil dan berlanjut. Banjir kebijakan negara atas SDA adalah prasasti kesombongan negara. Tetapi sebaliknya penguasa negara menjelma menjadi gurita raksasa yang bebal.

Watak eksploitasi hutan sengaja diciptakan sebagai mesin-mesin pengumpul devisa negara. Pembangunan berkelanjutan dan bahasa kerakyatan dimanipulasi menjadi teks-teks kebijakan yang tidak bisa dipakai. Kebijakan pemerintah tidak lain sekedar alat legitimasi penguasa atas apa yang mesti dikerjakan. Namun bukan jawaban atas masalah-maslah yang dihadapi masyarakat.

Pemerintah memberi keuntungan begitu besar pada pihak pengusaha terutama bagi segelintir konglomerat perkayuan yang memiliki kedekatan dengan pengambil keputusan. Jika terjadi kesalahan dan keinginan baru dari penguasa, pemerintah secara semena-mena membuat aturan-aturan baru sesuai keinginan dirinya sendiri. Rakyat dipandang sebagai robot-robot yang bisa digerakkan dari jauh. Sungguh kebijakan kehutanan tidak bisa lagi diserahkan mentah-mentah kepada birokrasi, karena negara terbukti mengkhianati rakyatnya sendiri. Menyadari penengakan hukum lingkungan sudah tidak bisa lagi diharapkan oleh kami masyarakat Riau khususnya pulau padang kepada negara ini dan memahami pemerintah lebih memilih cara-cara represifitas serta pecah belah ketimbang jalan penyelesaian dengan proses dialogis(demokratis). Pemerintah bukannya menerimpeatyoritas rakyat sebaliknya mengorganisir dan memaksa pemerintah-pemerintah desa untuk setuju dengan konsesi PT.RAPP.
Selain itu. Pemerintah juga memaksakan solusi yang tidak populis, misalnya skenario pemberian saguh hati dan pola kemitraan. Bahkan tidak hanya itu, pemerintah juga mengkambinghitamkan perjuangan rakyat sebagai penyebab situasi tidak aman atau mengganggu iklim investasi, padahal sebenarnya akar persoaumb dari kebijakan pementah itu sendiri(SK MENHUT327/2009).

Kami menganggap bahwa cara pemaksaan kehendak oleh pemerintah terhadap masyrakat pulau padang untuk tetap memberi izin PT.RAPP melakukan operasional hanya akan menjadi pemicu timbulnya konflik baru, seperti konflik agraria di daerah lain, dimana pemerintah telah kehilangan kepercayaan dari rakyatnya sendiri.

1 komentar: