Sabtu, 28 April 2012

STR Menjawab Pernyataan Ir H Burhanuddin Asisten I Setdakab Kepulauan Meranti

Pandangan dan Sikap Serikat Tani Riau (KPP-STR) dalam merespon penyampaian Ir H Burhanuddin Asisten I Setdakab Kepulauan Meranti dalam Persoalan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT RAPP blok Pulau Padang. Salam Pembebasan, Selamatkan Pulau Padang!! Gonjang-ganjing politik di tingkat nasional, dari issue kolusi dan koncoisme rupanya membumi sampai ke level desa di Kecamatan Merbau. Kasus penolakan PT.RAPP di Pulau Padang misalnya, pemerintah memperlihatkan praktek kolusi dan koncoisme yang oleh para pemainya (Kades-kades di pulau padang) diekploitasi sedemikian rupa agar bisa mengalahkan lawan potensialnya (rakyat yang berjuang) sehingga peraturan yang jelas dan tegas pun bisa di pelintir menjadi sumir demi tercapainya keinginan politik individual ataupun kelompok. Serikat Tani Riau memahami pembentukan Tim 9 (Sembilan) yang di prakarsai oleh Kepala Dinas Kehutanan, Asisten Satu Sekda Kabupaten kepulauan Meranti dan Beberapa Kepala Desa di Pulau Padang adalah upaya menjadikan pembangunan berkelanjutan dan bahasa kerakyatan sebagai alat manipulasi untuk menjadi teks-teks kebijakan yang tak bisa di pakai. Apa yang telah di sampaikan oleh Ir H Burhanuddin Asisten I Setdakab Kepulauan Meranti dalam Persoalan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT RAPP blok Pulau Padang kepada sejumlah wartawan, Jumat (27/4) dimana menurutnya "Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti telah menargetkan batas waktu pemetaan partisipatif pulau padang pada Mei 2012 mendatang dan hal tersebut dikatakan telah diputuskan secara bersama dengan melibatkan berbagai unsur, seperti pemerintah provinsi, pusat, termasuk perusahaan dan seluruh masyarakat. Dalam bagian Sumber Daya Alam yang di wakili oleh beberapa tulisan, persoalan monopoli modal (didukung kekuasaan sebagai kerabatnya) atas sumber daya alam terus terjadi. Pengambilan sumber daya rakyat di lakukan dengan berbagai pola. Ada yang menggunakan tipu daya, intimidasi maupun berbekal kebijakan Negara. Sebenarnya hal inilah yang sedang terjadi. Dengan dalil pembentukan ‘’Tim Pengukuran Batas Desa dengan Desa Tetangga’’, sebenarnya tujuan terselubungnya adalah proses pengukuran batas partisipatif yang akan di mulai dengan pemantapan Tim Terpadu serta pembentukan Tim tiap desa yang di beri nama tim 9 (Sembilan) yang akan membantu proses pelaksanaan tata batas areal IUPHHK-HT PT.RAPP di pulau padang, sebagaimana sesuai surat KEMENTRIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN Nomor: s.156/VI-BUHT/2012 06 Maret 2012. Tentunya menjadi salah, jika atas nama hukum dan pemerintah saat ini kebijakan dan keputusan dipaksakan menjadi legitimasi penguasa atas apa yang mesti di kerjakan, namun bukan jawaban atas masalah-masalah yang di hadapi masyarakatnya. Karena hal tersebut bertolak belakang dengan gambaran keadilan, kesejahtraan, kemakmuran, merdeka dan berdaulat, sebagaimana yang diidam-idamkan dalam kehidupan social. Menurut Serikat Tani Riau, Ir H Burhanuddin terlalu berani untuk nenargetkan dan menyimpulkan solusi pada KONFLIK IZIN IUPHHK-HT PT. RAAP DI PULAU PADANG, "Jika memang terkena lahan atau rumah masyarakat, maka akan dikeluarkan dari wilayah operasional atau tergantung dari keinginan dari masyarakat itu sendiri,". Selain itu, menurut kami, penegasan Ir H Burhanuddin Asisten I Setdakab Kepulauan Meranti kepada PT.RAPP agar dalam menjalankan operasional perusahaan juga diminta dapat merealisasikan tanaman kehidupan kepada masyarakat, adalah penegasan yang telah mensinyalir bahwa pemerintah seakan menjamin PT.RAPP akan kembali beroperasi di pulau padang. Kondisi objektif lingkungan hidup kini seolah terabaikan dari penglihatan pemerintah. Mengapa pemerintah begitu gemar memproduksi peraturan-peraturan dalam mengelola sumber daya alam? Namun sebaliknya dalam penerbitan SK Menhut Nomor: 327 Tahun 2009, pemerintah sendirilah yang memperkosa produk hukum serta peraturan-peraturan yang di buat untuk di taati dan di patuhi tersebut. Itulah kesimpulan kami Serikat Tani Riau

terhadap pemerintah dalam merespon persoalan kasus pulau padang yang hingga kini semakin berlarut-larut belum mendapatkan jalan penyelesaian hanya diakibatkan tidak adanya ketegasan pemerintah dalam menjalankan amanat UU 1945. Penguasa Negara menjelma menjadi gurita raksasa yang bebal dan kebjikakan Negara telah terang-terangan terbukti mengingkari pakem peran negara untuk mengelola sumber daya alam secara adil dan berlanjut. Cukup sudah bangsa Indonesia dimiskinkan oleh penjajah modal dengan mendikte pemerintahan di republik ini guna mengeluarkan kebijakan yang pro-pemodal. Pemerintah tidak boleh lebih memilih cara-cara represifitas serta pecah belah ketimbang jalan penyelesaian dengan proses yang dialogis (demokratis), pemerintah tidak boleh menjalankan logikanya sendiri dengan mengesampingkan pandangan mayoritas Rakyatnya. Namun, jika pemerintah tetap bersekeras untuk membentuk Tim 9 (Sembilan) guna kepentingan tata batas areal IUPHHK-HT PT.RAPP. Kami menggangap bahwa cara pemaksaan kehedak oleh pemerintah hanya akan memicu timbulnya konflik baru seperti konflik agrarian di daerah lain, dimana pemerintah telah kehilangan kepercayaan dari rakyat, dan kami meyakinkan tim apapun namanya nantinya terbentuk guna melakukan kerja-kerja, pastilah akan berhadapan dengan “Parang Panjang, Tombak dan Kampak” sebagai alternativ terakhir Rakyat. Hal tersebut menjadi pilihan solusi guna penyelamatan Pulau Padang karena selama ini Pemerintah bukannya menerima pendapat mayoritas rakyat, sebaliknya mengorganisir dan memaksa pemerintah-pemerintah desa untuk bersetuju dengan konsesi Riau andalan pulp and paper (PT. RAPP). Perlu di ketahui oleh pemerintah, Rakyat mempunyai kapasitas untuk menjadikan pembaangunan ini berkelanjutan. Yang di maksudkan dengan pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memnuhi kebutuhan saat ini dengan mengindahkan kemampuan generasi mendatang dalam mencukupi kebutuhanya. Tidak ada kepentingan lain, hal inilah yang menjadi konsep dan prinsip kenapa organisasi Serikat Tani Riau sepakat serta mendukung penuh upaya masyarakat Kecamatan Merbau, Kabupaten kepulauan Meranti, Riau untuk berjuang bersama menyelamatkan Pulau Padang. Masalah lingkungan merupakan tanggung jawab setiap orang, baik sebagai perorangan maupun kelompok. Oleh karena itu untuk dapat mengatasinya di perlukan pola prilaku yang mendukung rasa kebersamaan. Hal ini dirasa penting karena di dalam masalah lingkungan terdapat kepentingan yang saling bersaing dan berbenturan. Di dalam masalah lingkungan, manusia dapat berlaku sebagai Pembina lingkungan tetapi juga sebagi perusak lingkungan. Dalam pengertian ini, semua manusia adala pelaku sekaligus calon korban, karena itu pulalah dalam gelombang reformasi ditandai dengan Runtuhnya Rezim Orde Baru yang terjadi pada awal tahun 1998 juga merambah sector kehutanan. Tuntutan pengelolaan sumber daya hutan yang lebih demokratis, berkeadilan, dan lestari, memaksa pemerintahan baru untuk merubah paradigma lama dari ‘basis negara’ (state-based) ke ‘basis rakyat’ (community based) dan dari ‘orientasi kayu’ (timber-oriented) ke ‘orientasi ekosistem’ (ecosystem-oriented). BANGUN PEMERINTAHAN KOALISASI NASIONAL MENGHADANG KAPITALISME-NEOLIBERAL TANAH, MODAL, TEKNOLOGI MODERN, MURAH, MASSAL UNTUK PERTANIAN KOLEKTIF DI BAWAH KONTROL DEWAN TANI Kamis, Pulau Padang, 28 April 2012 Ketua Umum, M. RIDUAN Sekretaris Jenderal, DESSRI KURNIAWATI, SH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar